Follow Me

Friday, January 27, 2017

My Grandma Super Single Mother

#blogwalking

Izin blogwalking sekaligus cerita tentang Mbah yang merupakan super single mother. Kangen Mbah.. *cuma bisa doa dari sini, semoga bisa bertemu lagi kelak di Jannah-Nya, aamiin.

Oh iya, ini kutipannya..
and hug her
Selalu salut dengan para ibu single fighter, yang berjuang untuk menafkahi, mendidik dan membesarkan anak-anaknya seorang diri, dengan apa yang mereka punya.
Don’t know why, but brave and headstrong women always fascinate me. Especially those single Moms. They are no ordinary women. They are the special ones.
Di mata saya, para single Mom itu perempuan tangguh, perempuan hebat. Dengan sifat dan tabiat wanita yang selalu ingin dimanja dan dimengerti, mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri saat kesedihan terasa menyesakkan dada.
Menghapus air mata dengan tangan sendiri. Untuk kembali menata hidup dan tersenyum lagi. Bukan karena mereka tidak punya hati, tapi mereka melihat hidup dari kacamata yang berbeda dengan para wanita kebanyakan.
- Meutia Halida, Dear Single Mothers
***

Mbah.. cuma satu kata itu aku menyapanya, karena ketika aku kecil, aku tidak punya mbah kakung, jadi panggilannya cuma satu, Mbah. Kadang, agar tidak tertukar dengan ibu ayah, kami menyebutnya Mbah Sawangan, karena ia tinggal di sebuah daerah di Purwokerto yang disebut Sawangan.

Saat kakekku meninggal, Mbah memiliki enam anak yang masih harus ia biayai dan didik sendiri, anak terakhirnya masih bayi, mungkin baru beberapa bulan. Anak pertamanya laki-laki masih SMK, sedangkan dua anak laki-laki lainnya, yang satu masih SD, satu lagi yang digendong di tangannya. Aku masih ingat, sebuah foto usang, kecoklatan, yang berisi potret Mbah dan keenam anaknya. 

Meski kakek seorang PNS, yang artinya ada pensiunan yang bisa diambil tiap bulan, tapi uang tersebut tentu tidak cukup untuk menghidupi Mbah dan keenam anaknya. Hidup keluarga ibuku, Mbah dan anak-anaknya sangat sederhana. Aku ingat cerita Mbah, tentang satu telur rebus yang dibagi enam, dipotong dengan benang. Aku ingat cerita mbah, dulu.. mereka makan nasi dengan garam, atau nasi dengan bawang goreng saja sudah nikmat. Itu cerita kesederhanaan, yang sering Mbah ceritakan kalau aku, cucunya, susah diajak makan.

Beberapa anak Mbah putus sekolah, yang pertama, pakdheku merantau ke sulawesi, untuk mencari uang dan mengiriminya setiap beberapa bulan. Budhe dan Ibuku, juga bekerja setelah lulus sekolah terakhir, sebagai anak kedua dan ketiga, mereka merelakan biaya pendidikan untuk adik laki-laki mereka. Mbah, juga terkadang menjual pakaiannya di pasar wage, yang akhirnya berkenalan dengan Ibunya Ayahku hehe. Aku gatau persis pekerjaan apa saja, yang dilakukan Mbah agar anak-anaknya bisa makan sehari-hari, bisa sekolah, dan hingga semua mentas. Hebat ~ Bahkan Mbah juga menyediakan tanah untuk rumah anak-anaknya. Kecuali Ibuku, yang memang tinggal di rumah warisan keluarga Ayah.

Mbah adalah orangtua yang sangat protektif, lebih protektif dari Ibuku hehe. Semua anak gadisnya terjaga. Aku paling ingat tentang kisah Mbah yang rela menjemput ibuku yang saat itu bekerja di Isola sampai jam 9 malam. Dijemput, bayangkan.. 30 menit berjalan kaki, dengan jalan yang pastinya tidak aspal, masih banyak sawah dan hutan. Sebegitu protektifnya,... tapi perjalanan bolak balik menjemput ini, ternyata salah satu jalan takdir dari Allah juga. Jadi dalam perjalanan, ada sebuah toko baju gitu.. namanya CILACAP. Karena pemilik toko tersebut setiap hari melihat Mbah yang menjemput Ibuku, akhirnya Ibuku bekerja di sana. Mungkin ia kasihan mbah tiap hari berjalan bolak-balik, kata ibuku saat menceritakan itu. Toko tersebut jauh lebih dekat, cuma 10/15 menit jika berjalan sepertinya.

Tentang sifat protektifnya.. aku masih mengingat nasihatnya setiap aku pulang ke purwokerto dan mampir sekedar bertemu dan mendengarkan kisah-kisahnya. Mbah selalu menasihatiku untuk tidak sembarangan menerima minuman atau makanan dari orang lain, ia takut cucunya diracun lewat minuman dan makanan. Mbah selalu bilang, lebih baik bawa bekal minum dari rumah, makanan juga. Ah.. tentang bekal makanan, aku jadi ingat konsep plesiran/liburan dari Mbah. Mirip seperti pikniknya orang luar negri. Plesir itu.. bawa makanan dari rumah, bawa klasa/alas duduk, lalu numpang makan di situ. Sudah. Entah itu di pantai, gunung, kebon binatang, kolam renang, pasti tidak pernah lepas dari makan makanan bekal. Bahkan ketika perjalanan naik kereta. Jadi bawaan plesiran selalu ribet dan banyak, dan ga ada agenda ke restauran.

***

Akan panjang rasanya, kalau aku juga cerita tentang hal lain~ Intinya.. aku salut kagum dan bangga, memiliki Mbah, super single mother. Banyak sekali pelajaran yang aku dengar, baik itu dari nasihat Mbah langsung, maupun dari cerita Ibu, Pakdhe, Budhe, atau Tante dan Om tentang Mbah.

Semoga tempat istirahatmu terang dan lapang. Wish we would meet again, later, in His Jannah in syaa Allah.

I do miss you so~

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya