Follow Me

Thursday, October 27, 2022

Ar Rahman, yang mengajarkan Al-Qur'an

October 27, 2022 0 Comments
Bismillah.



#tadabbur @sq_sahabatquran

Ar-Rahman 55:1-2

 ٱلرَّحْمَٰنُ • عَلَّمَ ٱلْقُرْءَانَ 

(Allah) Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan Al-Qur'an.

***

Pernahkah kita berpikir, mengapa Allah menggunakan Arrahman, "saat" mengajarkan Al-Qur'an.

Allah bisa saja menggunakan asmaul husna yang lain. Al 'Alim, atau Al Hakim.

Ar Rahman, berasal dari kata yang sama dengan rahim. Kasih sayang Allah ibarat kasih sayang ibu pada janinnya. Janin tersebut bahkan tidak tahu, bahwa ada yang melindunginya, memberikannya semua kebutuhannya, dan memberikannya kasih sayang yang begitu banyak.


Begitu pula Allah, Allah mengajarkan kita Al-Qur'an dengan sifat Rahman-Nya.

Karena Allah tahu betapa kita membutuhkan Al Qur'an. Karena dengan mempelajari Al-Qur'an kita jadi bisa melindungi diri kita dari api neraka. Karena Al Qur'an yang bisa menjadi pelipur lara di hati kita.

Arrahman, 'allamal Qur'an.

Maka wahai diri? Apakah kamu mau belajar?

Belajar membaca Al Qur'an, belajar memahami makna ayat-ayatnya, juga belajar mengamalkannya.

Arrahman, 'allamal Qur'an. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu berusaha meraih cinta-Nya dengan terus mempelajari Al-Qur'an. Aamiin.

***


اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِالقُرْءَانِ
وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُورًا وَهُدًا وَرَحْمَةً

اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِينَا
وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا

وَارْزُقْنَا تِلَاوَتَهُ ءَانَآءَ الَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ
وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

Aamiin.

Wallahua'lam.

Wednesday, October 26, 2022

A28: Emotional Bond Between Palestina and Indonesia

October 26, 2022 0 Comments
Bismillah.

#menjadiarketipe #66haribacabuku

***

☑️ #DAY28-0090

📖 The Aqsa, Henk Kusumawardana

📑 Quote:

At that time nothing has changed on the Aqsa sites; still a terrain without any building on it. So, what is meant by the Aqsa Mosque in the Quran is not the appearance of a mosque but a field on the top of a hill.

The name of the hill Moriah has inspired Raden Umar Said, one of the nine Guardian of Allah (Walisongo the spreader of Islam in Java) to established a boarding house to preach at the top of mountain which he named Mount Muria in Central Java. He was later nicknamed Sunan Muria.

While the other Guardian, Ja'far Sadiq named the city where he preached by the name Kudus referring to the Quds. He is known as Sunan Kudus. How history shows an emotional bond between Palestine and Indonesia that has existed for a long time.

💡 Insight:

Kalau bukan karena membaca buku ini, aku pasti tidak akan tahu hubungan nama Gunung Muria dan Kota Kudus di Jawa yang ternyata terkait dengan Palestina.

Begitulah kita, jika tidak mempelajari sejarah, kita akan melupakan diri kita, identitas kita.

Bisa jadi kita hanya memandang masalah yang terjadi di Palestina adalah tentang kemanusiaan. Meski itu memang benar, tapi harusnya perasaan kita kepada Palestina terutama Al Aqsa lebih dari sekedar itu.

Seharusnya hati kita bergetar, seharusnya kita ikut merasa sakit. Seharusnya kita lebih peduli.

Jika hubungan emosional kita belum terbangun pada Al Aqsa, Palestina. Maka yang harus kita lakukan adalah menumbuhkannya, dengan apa? Dengan belajar. Dengan banyak membaca, mendengarkan atau mencari tahu.

Semoga Allah menjadikan hati kita lebih peka, agar kita bisa melihat diluar "masalah" diri sendiri. Aamiin.

Wallahua'lam.

***

Keterangan:

[1] Tulisan ini diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

[2] Ini merupakan bagian dari serial kutipan buku yang kulaporkan untuk program 66 hari baca buku @menjadi.arketipe 1 Februari - 7 April 2022

Tulisan lainnya bisa dibaca di #66haribacabuku

Tuesday, October 25, 2022

Suppress Emotion

October 25, 2022 0 Comments

Bismillah.


Barusan googling frase ini, cuma ingin memastikan apakah spellingnya benar atau tidak. Kemudian menemukan kalau arti dan bahasan dari frase ini begitu berat. Sedangkan yang akan aku bahas di sini cuma hal kecil, yang kutemukan hikmahnya dalam keseharianku.


***


Pernahkah kamu menekan emosimu? Menekannya begitu keras supaya tidak muncul di permukaan. Pura-pura baik-baik saja, padahal ada emosi lain yang begejolak di dalam. Tidak disalurkan ke manapun, tidak diceritakan, pun tidak pula diekspresikan. Jangankan lewat bisikan saat bersujud, kau mengabaikannya, menekannya, lagi dan lagi berharap itu bisa memusnahkan emosi tersebut. Tapi ternyata kamu salah, pilihan untuk menekan emosi, bukan pilihan yang bijak.


I just found out about it, somedays ago in my daily life. Oh ya, menekan emosi disini beda sama menahan amarah ya. Meski memang ada emosi marah di situ, tapi ini beda. Ada berbagai emosi lain juga, entah itu sedih, kesal, cape, dll. Awalnya tidak ada niatan ditekan, atau disembunyikan. Aku cuma tidak ingin ada pihak yang merasa tidak nyaman jika emosi tersebut tampak. Awalnya aku pikir, aku bisa menetralkannya sendiri tanpa berurusan dengan orang lain. Tapi karena kesibukan rutinitas, aku lupa untuk menyalurkan emosi yang sudah ditekan tersebut. Tidak lewat tulisan, tidak pula lewat olahraga, atau hal lain.


Time is ticking, and that emotion turn into a ball. Tidak sampai jadi bom, tapi aku mulai merasa tidak nyaman akan keberadaannya. Feels like my body is filled with negative energy. Saat itulah aku mencoba mengurainya, aku tidak mau ini menjadi bom dan meledak saat aku tidak siap. Maka aku mengurainya di kepala, mencoba mencari hikmah dari hal tersebut.


Beberapa hal yang ingin kucatat dari hasil pencarian hikmah itu adalah, sebuah refleksi, betapa aku butuh latihan komunikasi.


I mean, it's really start ftom a small thing. Tapi hal kecil itu, ditumpuk dan bertambah dengan emosi lain (mostly tiredness), membuatnya jadi hal besar. Rasanya ingin mengambil jalan pintas hahaha. No I won't, cause I already know how fool I am to take that kind of solution way back in the past, with a different case. Jadi, rencananya akhir Oktober ini mau berusaha mengkomunikasikannya. Masih ada 5-6 hari. Aku gak boleh terus begini kan? Hanya karena kebiasaan tidak menampakkan emosi dan memendam semua sendiri. Semoga lancar dan aku bisa memilih diksi yang tepat.


Hikmah kedua. Mari menulis lagi. Sungguh aku tidak mau terlalu banyak "mengeluh" dengan excuse ingin mengekspresikan emosi. Lebih aman menuliskannya, di sini... jika ada hikmah yang bisa ditemukan. Atau di tempat lain, jika kurasa isinya hanya hal-hal privasi.


Yang terakhir, mari perbanyak doa. Terutama doa di saat semua orang tidur. Agar kita bebas menangis tanpa perlu malu atau takut ketahuan orang lain. Semoga kita tidak lupa, bahwa emosi yang kita rasakan diciptakan Allah dengan tujuan tertentu. I think I read it from another blog, dari blog penulis dan psikolog. I'll put the link here. (Baca tulisan Fitri Ariyanti atau baca artikel blogwalking versiku setelah membaca tulisan itu)


Sekian. Bye 5!


Wallahua'lam.