Follow Me

Friday, August 31, 2018

Agar Masuk ke Hati

August 31, 2018 0 Comments
Bismillah.

Perlu usaha, agar apa yang kita baca tidak cuma masuk lewat mata ke otak tapi juga masuk ke hati. Agar tidak sekedar baca, kemudian sulit untuk diambil kembali ilmunya dari otak. Entah, mungkin letaknya dalam hingga sulit dikeluarkan. Atau justru bisa jadi tidak pernah masuk otak. Mungkin seperti istilah suara yang masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Perlu ditengok juga kondisi hatinya. Bisa jadi terkunci, sehingga yang dibaca tidak bisa masuk ke hati. Atau mungkin sedang sakit, sehingga penyakit tersebut menolak hadirnya. Entahlah, yang aku tahu.. ada yang perlu dikoreksi. Mungkin cara membacanya yang salah, mungkin kondisi hati yang tidak baik, atau justru niat awalnya belum lurus. 

***

Tidak mudah memang, harus belajar, agar bisa masuk ke hati. Agar jika dibutuhkan bisa terngiang dan teringat. Menulis juga.. tidak mudah menulis yang bisa menggerakkan hati. Yang bukan cuma permainan kata. Yang bukan cuma ditulis saja. 

***

How to enter the heart, what's the key to the heart, how to make it sure that it's successfully delivered??

I.. I still don't know.



Allahua'lam.

Thursday, August 30, 2018

Kemarin

August 30, 2018 0 Comments
Bismillah.

Kemarin ku publish dua tulisan reaktif. Intinya sama, pertama aku merasa bersalah, merasa jahat. Kedua, karena merasa bersalah itu tidak nyaman aku memilih lari. Jadi kutulis tentang berbagai media pelarian. Hari ini sebenarnya masih belum tahu mau nulis apa. Yang aku tahu, aku harus menulis, mengingat sudah tanggal 30, H+3 dari postingan teratas di blog ini.

Sejak Ramadhan kemarin, setelah merasakan menulis satu kali sehari meski cuma satu paragraf, kuantitas tulisan blog ini ikut meningkat. Awalnya tidak direncanakan, tapi setelah melihat polanya, kuputuskan untuk menulis minimal satu tulisan dalam tiga hari. Kalau belum ada ide? Biasanya aku paksa menulis apa saja, random, curhat juga tidak masalah. Urusan edit, revert back to draft itu urusan kedua.

***


Kemarin, jujur syok, dan terkejut. Ibarat nonton film trus endingnya tidak ditebak, bahkan kebalikan dari yang kita kira. Baru menyadari bahwa selama ini.. I play victim. Padahal aslinya... hmm..

Kemarin, jujur ingin lari, tapi udah keburu disajikan kenyataan pahitnya. Ibarat sedang tidur diguyur air dingin, ingin tidur lagi tapi sudah terbangun karena basah kuyup. Sepertinya memang harus begitu, agar aku tidak lagi membiarkan hal yang seharusnya dihentikan.

***

Semoga dengan ditulis ini, aku jadi sadar, bahwa aku tidak boleh hilang kendali, hanya karena pikiran buruk yang melambai-lambai. Harus lebih lihai lagi menghindarinya, harus banyak istighfar. 

Tentang maaf yang harus diucapkan. Harus. Meski sulit. Kalau bukan tersurat, minimal ditujukkan dengan perubahan sikap. Ayo Bell.. semangat! Bisa in syaa Allah!

Jangan kalah lagi, jangan jatuh lagi. Semoga kejadian kemarin cukup untuk membuatmu sadar. Bahwa tidak baik terus begitu. Kau harus memperbaiki mindset-mu, dengan begitu yang lainnya mengikuti.

Bismillah..

Allahua'lam.

Wednesday, August 29, 2018

Pelarian

August 29, 2018 0 Comments
Bismillah.

Jujur... aku takut, aku kembali lari, dan bukannya menghadapi. Lebih mudah untuk pura-pura lupa, padahal sebenarnya selalu ingat. Aku tahu padahal, begitulah kalau cara yang kita pilih adalah lari.

Kemana kamu berlari, apa bentuk pelarianmu? Menulis di sini? Bukan. Bagiku, di sini justru jalan tengah untuk mengingatkanku, agar keluar dari fase pelarian.

Pelarian, biasanya apa yang menjadi media pelarianmu? Makan? Ya.. ada yang memilih makan sebagai pelarian. Alih-alih mencoba menyelesaikan kerumitan, lebih baik pura-pura lupa dengan menyibukkan mulut, gigi dan lidah dengn berbagai makanan. Ada juga yang pelariannya tidur. Saat tidur, ia memang tidak memikirkan masalahnya. Namun ia lupa, ia tidak bisa tidur terus, suatu saat ia akan bangun, entah karena lapar, alasan lain. Ada juga yang pelariannya main, nonton, nge game, segala jenis hiburan yang bisa sejenak jadi sarana pura-pura lupa. Jika habis satu, pindah ke yang lain. Ada lagi yang lain.. banyak. Pelarian itu medianya banyak. 

***

Ah.. jadi inget salah satu nukil buku yang membahas tentang pelarian/berlari. Istilah bahasa arabnya apa, aku tidak inget...

Firar maknanya melarikan diri/pelarian. Ada dua jenis pelarian, yang menderita: lari dari Allah ke hal-hal lain, dan yang bahagia: lari dari hal-hal lain ke Allah.
Baca : Istilah Lain dari Kelapangan Hati
Kau tahu? Mengapa aku memilih tetap menulis, meski kondisinya sedang tidak baik. Dan tulisanku sangat amat mungkin bermuatan serba negatif? Karena tulisan membuatku berpikir, dan menyadari realitas. Termasuk kondisi saat aku ingin mencari pelarian saja. Menulis juga.. membantuku mengingat, otakku bekerja. 

Dan ingatan tentang nukil buku tersebut, sedikit mampu membuatku lebih tenang. Manusia pada dasarnya memang penakut, pengecut, atau aku salah? Anak kecil kan berani ya? Hehe. Hmm.. Maksudku.. aku teringat penjelasan tentang halu'a. 
Baca: Halu-a dan Halu'a
Random. Tapi alhamdulillah, alhamdulillah.

Aku kehabisan kata. Izinkan aku kopas beberapa link, kemudian aku akhiri tulisan random ini. 

Untukku... jangan berhenti menulis ya. Sampai Allah menentukan aku tidak bisa menulis. Selama itu tidak terjadi... mari produktif menulis. Lurukan niat. Ingatkan pada dirimu, tulisan - tulisan di blog ini, dan blogmu yang lainnya.. untuk dibaca dirimu sendiri. Baik saat kamu menuliskannya, juga nanti.. saat kamu membaca ulang tulisan lamamu. 

Semangat untukku 👊

Allahua'lam.

Monday, August 27, 2018

Easy But Hard

August 27, 2018 0 Comments
Bismillah.

Seperti bittersweet yang merangkum dua rasa, pahit tapi manis, manis tapi pahit. Ada gak ya kata yang merangkum dua kata, mudah tapi sulit, sulit tapi mudah?


Hari ini.. qadarullah ngerasain menunggu hampir tiga jam. Easy? Ya.. dibandingkan saat-saat dulu. Menunggu waktu itu, di sana, rasanya sungguh menyiksa, apalagi saat itu aku berteman dengan prasangka buruk. Ga lama padahal nunggunya, tapi mata dibuat memanas, air berderai, meringkuk sendirian, lalu pergi, tidak jadi hadir dan bertemu. Hari ini, relatif lebih mudah. Sesekali berdiri bolak balik, kemudian duduk pegang hp, kemudian menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Terkadang mengamati anak kecil yang terus merajuk pada sang ayah untuk pulang. Kemudian menulis, dan hadirlah tulisan Odd Numbers. Hehe. Tulisan ini, juga salah satu produk menunggu. 

Menunggu... is it hard? Eh, dipikir-pikir mengapa aku memilih menerjemahkan sulit sebagai hard dan kenapa bukan difficult? Hard itu.. biasanya terkesan lebih tinggi dari difficult, iya ga? Duh.. ngarang nih. Mungkin perlu dicari kapan biasanya orang menggunakan hard dan kapan menggunakan difficult. 

Anyway.. waiting is not that easy though. It's hard, difficult. Butuh kesabaran, dan keyakinan kalau waktunya akan tiba meski bukan sekarang. Dulu, menunggu itu sulit karena aku menghabiskan waktu menunggu dengan overthinking, negative thinking. Kondisi diri juga sedang ga baik, sedang kehilangan diri jadi gitu deh. Sekarang, meski lama, menunggu tidak sesulit itu. Masih sulit, namun mudah juga. Selama kita yakin, dan mengisi waktu menunggu dengan hal positif, in syaa Allah kuat kok menunggu. Mungkin di tengah menunggu, kita lapar, atau haus, atau kepanasan atau kedinginan, membuat tiap detik terasa begitu lama. Tapi... kita tidak menyerah, kita tahu, sebenarnya menunggu tidak sesulit itu.

Menunggu.. apapun. Entah itu antrian ke dokter, atau menunggu hujan reda, atau apapun. It's easy but hard, it's hard but easy. Pastikan menunggu tidak diisi dengan bengong, atau overthinking. Kita bisa menulis, atau bercakap dengan teman menunggu, atau kalau ga ada teman bisa kenalan hehe. Atau sambil membaca, berdzikir, sesekali berdiri jika duduk terlalu lama membuatmu mengantuk. Siasati agar menunggu tidak membosankan.

Terakhir, gatau kenapa jadi inget quotes di tumblr. Bahwa kita ga bisa menghindari menunggu. Pasti akan kita alami dalam hidup. Termasuk.. hidup itu bisa jadi adalah proses menunggu kematian. Fokusnya bukan berapa lama, tapi bagaimana kita mengisi waktu menunggu tersebut. Mudah nulisnya, sulit mengamalkannya.

Semoga kita bisa memanfaatkan waktu kita dan tidak termasuk orang yang merugi. Semoga jika memang kita harus menunggu, kita isi waktu menunggu dengan hal positif. Terus yakin pada Allah, meski proses menunggu itu easy but hard, hard but easy.

Allahummaj'alna minalladzina amanu wa 'amilusholihati watawasau bil haqq watawasau bishabr. Aamiin.

Allahua'lam. 

Odd Number

August 27, 2018 0 Comments
Bismillah.

Ada yang pernah denger filosofi angka genap dan ganjil? Kemarin, atau kemarinnya lagi.. aku nonton video pendek, dan sesuatu rasanya. Jadi angka genap itu definisinya angka yang habis dibagi dua, sedangkan ganjil, adalah angka yang dibagi dua sisa satu. Diantara tiga orang, pasti ada satu yang 'tersisih'. Videonya tentang persahabatan, dan perasaan seseorang yang sifatnya seperti angka ganjil.

Jadi diceritain di sana tiga orang sahabat, dan satu orang yang sifatnya mirip angka ganjil. Somehow, someway.. ia berbeda dari kedua persahabatannya. Yang ia kira ia tahu banyak tentang mereka ternyata, justru ia hanya tahu sedikit. Rasanya... sesuatu. Apalagi saat ia tahu, kadang dua orang sahabatnya itu kemana berdua, dia ga ikutan. Atau perasaan mirip-mirip lah yang membuat ia merasa sendiri, meski bertiga. Mungkin karena perbedaan selera buku yang dibaca, atau perbedaan pilihan aktivitas. Intinya, ia merasa menjadi angka ganjil, yang sendiri. Odd, selain diartikan ganjil bisa juga diartikan aneh. 

Di akhir video digambarkan sih, kalau ternyata dua temannya itu justru karena sudah kenal sifat dan kesukaan sahabatnya jadi kadang suka nggak ngajak. Misal, temannya itu ga suka nonton film, atau sibuk belajar, jadi mereka nggak ngajak. Atau ngajak, tapi si ganjil ini jarang buka hp jadi ga baca. Pokoknya intinya balik lagi ke komunikasi dan prasangka. 

***

Ada yang pernah merasakan jadi angka ganjil, the odd one. Bukan berarti ga punya teman, bukan juga outcast, tapi... ada masa saat rasanya, semua orang angka genap, yang berpasangan. Sedangkan kamu, angka satu sisanya. The odd one

Aku pernah, tapi gitu, ga diperlihatkan. Sama seperti karakter di video pendek itu. Kalau lagi positif alhamdulillah bisa berprasangka baik. Lagian, ga ada salahnya menjadi unik, berbeda. Teman-temanku mayoritas tipe pemikir, yang suka topik-topik kajian INSIST, aku ga kuat belajar gitu hehe. Terlalu berat. Meski pernah ikutan PAI, saat yang lain lanjut ikut pembinaan lanjutan, aku ga ikut. Saat itu aku ga kepikiran tentang menjadi yang tersisa, hanya merasa beda aja. Kadang kalau main bareng, ada hal yang ga connect, cuma itu saja. Apalagi saat itu.. aku sibuk memikirkan diri sendiri, kemudian menghilang dari peredaran.

Setelah nonton video pendek tersebut, gatau kenapa jadi mikir lagi. Bagaimana rasanya menjadi angka ganjil tanpa merasa tersisih. Atau bagaimana agar introver ga merasa sendirian dan kesepian. Jawabannya.. balik lagi ke Allah. Karena saat dekat dengan Allah, meski menjadi berbeda, dan kadang nyadar kalau kita angka ganjil, perasaan itu cuma lewat saja, tanpa masuk lebih dalam dan menggores luka. Prasangka buruk bisa disapu bersih, hanya saat kita dekat denganNya. Begitupun komunikasi, bisa terjalin baik, jika komunikasi kita denganNya juga baik. Dan sekalipun angka ganjil, menyisakan satu, dan itu kita... Kita tidak jadi mellow dan merasa tersisih. Justru kita sadar, kita memang beda, dan kita.. memang seringkali lebih menikmati kesendirian.

Satu lagi.. sekalipun kita suka melakukan apa-apa sendiri. Bukan berarti kita sendiri.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَىٰ ثَلَـٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَآ أَدْنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا۟ ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(QS Al Mujadillah : 7)

Ihsan, merasa melihat Allah, atau merasa Allah melihat kita. Tidak mudah, perlu belajar dan berusaha. 

Allahua'lam.


Saturday, August 25, 2018

Langit Malam Purwokerto

August 25, 2018 0 Comments
Bismillah.
#gakpenting


Pernah, aku melihat langit Purwokerto dan menerka bahwa malam itu pantas dingin, banyak bintang. Ini fakta tau hoax, aku juga gatau hehe, tapi entah sejak kapan aku percaya bahwa malam berbintang biasanya malam yang dingin. 

Lalu suatu malam, kulihat banyak bintang berhias di langit malam Purwokerto, padahal suhu kota kelahiranku tersebut ga terlalu dingin. Kemudian aku menyadari satu hal. Ini bukan tentang suhu malam dan jumlah bintang yang terlihat. It's just Purwokerto night skies. Memang begini langit malam Purwokerto. Tidak seperti di kota yang polusi cahayanya tinggi sehingga sulit melihat cahaya bintang di langit. Di sini, selama langit malam tidak dipenuhi awan, aku bisa melihat cahaya bintang-bintang di sana. 

***

Hanya ingin menulis dua paragraf di atas, tapi mikirnya kelamaan. Pertama, bingung ditulis dimana. Di Magic of Rain? Di sini? Atau dimana? Kedua, merasa tulisan ini gak penting banget buat siapapun kecuali aku. Terakhir.. setelah seminggu mikir aja ga ditulis-tulis, hari ini entah kenapa tergerak menuliskannya. Di sini.

***

Just doing stargazing might sounds romantic. Tapi sebenarnya yang lebih romantis itu... saat melihat bintang mengingatkanmu pada ayatNya, pada kebesaranNya. Bukan cuma melihat bintang dengan mata, tapi juga dengan hati. 

Ayat apa yang terlintas di otakmu pertama kali? Tentang bintang, atau malam, atau langit.. 

Allahua'lam. 

Revisi

August 25, 2018 0 Comments
Bismillah.


Ia memandangi lembaran kertas yang diklip, masih tidak mempercayai jumlah halaman yang ditekuk ujung kiri atasnya. I berkata padaku, nanti bantuin edit ya. Aku jawab iya. Saat itu menjelang waktu magrib, aku baru pulang dan dalam kondisi capeknl. Ia masih memandangi lembaran kertas tadi, membolak-balik dan melihat coretan-coretan di dalamnya. Seolah tak percaya kerja kerasnya bermalam-malam ternyata harus direvisi sekitar lima puluh persennya.


Malam itu aku yang di depan laptop, membantu memperbaiki kalimat ambigu yang ia ketik, kesalahan ketikan, format numbering. Ia di sebelahku, mendiktekan bagian yang perlu ditambahkan, atau mencari referensi dari bagian yang kurang. Sesekali ia memintaku untuk berhenti mengedit dan istirahat dahulu. Aku tidak mau, protes, sudah malam, aku mau segera tidur, jadi proses mengeditnya harus diselesaikan segera. Aku tandai bagian yang belum bisa diedit malam itu, agar besok ia edit. Malam itu, aku berpikir banyak. Jujur masih ga percaya akan jadi editor skripsi adikku. 

Aku mungkin tidak bisa mengerti sepenuhnya. Bagaimana mentalnya broke down, setelah hasil kerjanya malam-malam begadang hanya diterima setengahnya, sisanya harus ia kerjakan lagi, perbaiki lagi. Sebenarnya, ketimbang ikut merasakan perasaan beratnya, aku justru ingin tersenyum melihatnya. Bagaimanapun, revisian tersebut bukti bahwa ia berprogres. Ga kaya aku hahaha.


Aku jadi mikir, saat ia heran, dan ga bisa berkata-kata atas banyaknya bagian yang perlu diperbaiki, orang lain jika ada di posisinya mungkin akan begitu senang jika diberikan revisian yang banyak. Kadang memang gitu, lebih mudah melihat orang lain kemudian mengambil hikmah dari yang dialami orang lain. Ketimbang merasakan sendiri, biasanya cari hikmahnya jauh lebih sulit, karena tertutup kabut perasaan sendiri. Jika itu orang lain, kita bisa melihat dari kacamata penonton, sudut pandangnya jadi lebih objektif.

***


Alhamdulillah, ia sudah ditanyatakan lulus, setelah melalui beberapa seminar dan pendadaran. Btw, penddadaran itu istilah lainnya apa ya? Dulu sering banget denger sekarang malah lupa hehe.


I'm proud of him. Untuknya, jangan berhenti membumbungkan asa ya. Pernah ia menceritakan keinginan mendaftar beasiswa kuliah di LN, tanya padaku tentang proses pembuatan paspor, biayanya, dll. Gatau kenapa, meski aku banyak kurangnya sebagai kakak, kadang amazed.. sama skenario Allah. Qadarullah udah pernah pengalaman buat paspor, jadi bisa menjawab pertanyaannya, meski banyak lupanya hehe.

Aku tahu, tulisan ini.. kalau kata ibuku, bebek ya silem hehe. Adine dhewek ya dialem hehe. I just want to write it here. Semoga ga ada yang nyasar trus nyesel baca ini hehe. 

Terakhir, kamu Bell, draftmu, apa kabar?

Allahua'lam. 


Friday, August 24, 2018

Teman yang Datang Saat Butuh Saja

August 24, 2018 0 Comments
Bismillah.

Siang ini aku membutuh bantuan seseorang untuk satu kalimat bahasa arab sederhana, yang aku tidak yakin penulisannya. Aku mendengarnya dari ceramah, bagian al qalam tertangkap di telinga, kemudian diberitahukan artinya,  "the pen has been lifted." 

Karena penasaran, dan aku tidak punya kelebihan di bahasa arab, aku mulai memikirkan beberapa nama yang bisa aku ajukan pertanyaan. Apa bahasa arabnya the pen has been lifted. Terlintas beberapa nama, ada kakak tingkat, tapi rasanya sungkan, lama tidak menyapa tiba-tiba tanya. Lalu terlintas seorang ukhti, yang pernah jadi roomate waktu matrikulasi. Ukhti yang kutahu sering membaca buku full bahasa arab dan mempelajarinya.

Kubuka  whatsapp, kubaca sebagian percakapan di sana. Dan ternyata... sebelumnya aku chat ukhti tersebut untuk tanya kontak orang lain. Jadi aku mulai merasa,.. aku kok jadi kaya temen yang datang kalau butuh saja ya? 

Ragu memang untuk bertanya. Apalagi setelah pemikiran itu hinggap. Jujur merasa bersalah, apakah aku cuma teman yang datang saat butuh saja? Tapi alhamdulillah, karena hari ini hari Jumat (apa hubungannya?), aku mencoba mengingatkan diriku. Aku memang mengingatnya, saat aku membutuhkan bantuan, bertanya bahasa arabnya pena yang telah tefangkat. Terus kenapa? Tinggal diperbaiki saja niatnya, siapa tahu, lewat pertanyaan sederhana ini bisa jadi penyambung silaturahim. Ya kan?


Akhirnya aku bertanya padanya, ia menjawab, ia screen shoot salah satu buku full bahasa arabnya. Diedit agar aku melihat bagian yang tertulis bahasa arabnya "the pen has been lifted". Lalu percakapan bergulir. I made a confession. Cuma ingin jujur aja padanya. tentang perasaan bersalah, saat aku pernah mengatakan ingin memenuhi undangannya, ternyata.. qadarullah tidak jadi hadir. Ia menjawab, "santaii aja hehe". Emang nih Bella suka terlalu serius, padahal orang lain juga biasa aja. 
iih santay aja bellaaaa hihi, santai aja kok ida maaah hehehe - Nurfaizatus Saidah
***

Urusan persahabatan merupakan titik sensitifku. Kadang merasa bersalah sendiri, karena komunikasi yang sepi. Apalagi kalau mengingat masa-masa aku menghilang dari peredaran. Rasanya, banyak orang yang aku zalimi, karena saat itu aku hampir tidak bisa dikontak. Sekarang, meski sudah keluar dari "gua persembunyian", rasa bersalahnya masih ada. Alhamdulillahnya, setiap aku minta maaf atas komunikasiku yang buruk, atas pesan yang tak terbalas, undangan yang tak terpenuhi atau pertanyaan yang tak terjawab, mayoritas jawabannya. "Gapapa kok (: Santai aja." Jawaban sederhana itu, sesuatu bagiku. They might not know, but those kind of answer has lifted some of my burden. 

***

The pen has been lifted dalam bahasa arab itu.. (رفع القلم) dibacanya rufi'ul qalam

Terakhir, kejadian ini, pun tulisan ini yang nanti akan dipublish di blog betterword, juga sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh. Sudah di angkat penanya, dan sudah kering tintanya. (': Betapa indah rencanaNya. 

Allahua'lam. 

Wednesday, August 22, 2018

Menulis Juga Butuh Pemanasan

August 22, 2018 0 Comments
Bismillah.


Pernahkah, kamu punya banyak ide untuk ditulis, namun saat memulai menuliskannya, tiba-tiba stuck. Ide atau gagasannya sudah ada di kepalamu, namun jemarimu seakan kaku, dan begitu sulit mengeja ide tersebut dalam kata-kata, untuk kemudian menjadi kalimat yang akan menyusun sebuah tulisan. 

Rasanya mungkin seperti hanya menambah jumlah draft di blogmu. Kamu sudah menulis satu dua kata kuncinya ide di otakmu, menjadi satu dua kalimat. Namun kemudian kamu seolah kehilangan kata. Akhirnya memutuskan save dan menutup tulisan yang belum rampung tersebut.

***

Tahukah kamu? Menulis ternyata mirip seperti olahraga, perlu pemanasan. Seperti motor atau mobil, atau mesin, perlu fase memanaskan agar tidak 'kaget' ketika digunakan. 

Bagaimana caranya pemanasan dalam menulis? Apa perlu senam jari? Hehe. Atau senam otak dulu? Hmm. Mirip-mirip lah, keduanya bisa dilakukan. Caranya coba menulis bebas, biarkan jemari dan otak kananmu bekerja sama. Tuliskan kata-kata asal dan kalimat yang terlintas di otak. Ikuti saja, meski tidak ada pokok gagasan yang ingin dituliskan. Tuangkan dan biarkan jemarimu bergerak, menuliskan hal-hal yang kamu rasakan. 

Ungkapkan kesulitanmu saat menulis, perasaanmu, bagaimana harimu, siapa yang kamu rindukan, berita panas apa yang sedang viral, apapun, tulis semua. Ini bisa jadi bentuk pemanasanmu, sebelum kemudian masuk ke sesi inti. Tulisan yang idenya sudah memenuhi kepalamu, tapi belum bisa dituangkan karena jemari dan otakmu belum 'panas'. 

***

Sebenarnya ada beberapa 'solusi' lain saat kau stuck menulis. Bisa jadi kamu memang kehabisan kosakata karena sudah lama tidak membaca. Itu artinya kamu harus membaca dan memenuhi teko kosakatamu.

Tapi.. jika yang menyebabkan kamu stuck, adalah ketakutanmu, hambatan pikiranmu sendiri, sifat perfeksionismu, maka solusinya adalah menulis 'bebas'. Jangan biarkan otak kirimu mengedit semua kata dan kalimat yang bahkan belum dituliskan lewat jemari. Biarkan otak kananmu bekerja, dan jemari menuliskannya, meski acak, abstrak, dan banyak kesalahan. Tidak apa, tulis dulu. Urusan edit belakangan.

***

Menulis juga butuh pemanasan. Maka saat harus menulis, namun sulit rasanya, coba lakukan pemanasan dahulu. Semoga setelah itu, jemari kita jadi lebih licin menuliskan/mengetikkan kata demi kata, kalimat-kalimat yang kemudian terangkai dalam paragraf. Coba lakukan pemanasan dulu, semoga setelah itu, otak kita jadi lebih mudah menterjemahkan ide menjadi tulisan.

Semangat menulis!

Allahua'lam.

Monday, August 20, 2018

Nuju Naon Teh?

August 20, 2018 0 Comments
Bismillah.

Ada seorang ukhti yang rajin posting status wa mie goreng instan, plus kopi sachet good day yang sudah diseduh. Saking seringnya, kadang aku suka iseng untuk komentar jika salah satunya tidak terlihat, misal cuma kopi dengan teman makan lain, atau mie goreng saja tanpa kopi. 

Biasanya, ia jadi bertanya padaku, "Nuju naon teh?". Meski bertahun tinggal di Bandung sebenarnya aku jarang mendengar atau terlibat dalam percakapan bahasa sunda. Pun bahasa jawa meski dengan teman sedaerah. Maka saat pertama kali membaca pertanyaan itu, aku bertanya artinya. 

"?? Ga ngerti artinya", ketikku saat itu. Ukhti yang hobi olahraga itu kemudian membalas, dalam bahasa inggris. "What are you doing teh?" Aku dibuat tersenyum atas jawabannya, tebakanku salah hehe. Kirain nuju naon artinya mau ke mana, ternyata artinya sedang apa. 

***

Malam ini, meski aku ga komen status wa-nya, ukhti tadi chat, pertanyaan sama. "Nuju naon teh?" 

Trus.. aku jadi termotivasi untuk menulisnya di sini. Barangkali ada yang googling cari artinya dan nyasar ke blog ini hehe. Seperti pernah kulihat jejak orang yang nyasar ke blog ini saat mencari arti 'ceunah'. 

***

Sembari menuliskan ini, aku menyadari satu hal dari pertanyaan itu. Pertama, aku... jauh lebih suka pertanyaan ini ketimbang pertanyaan apa kabar. Karena pertanyaan apa kabar, jawabannya seolah hanya itu. Mayoritas menjawab baik, atau sehat, jikapun sedang sakit, mungkin memilih untuk tidak menampakkannya. 

Tapi pertanyaan nuju naon, rasanya lebih unik, jawabannya beragam. Atau sebenarnya bisa saja jawabannya mirip-mirip? Lagi jawab pertanyaanmu, lagi main hp? Mungkin kalau pertanyaannya sering diajukan, jawabannya jadi mirip-mirip ya? Kalau jarang, jadi lebih istimewa. Ya? Atau ya? hehe. 

***

Pertanyaan apapun, baik itu apa kabar? nuju naon? atau apapun.. selama itu niatnya untuk menyambung silaturahim, in syaa Allah berpahala. 

Aku pun, meski saat ini merasa pertanyaan nuju naon lebih menarik, tetap akan senang hati menjawab pertanyaan apa kabar dari siapapun. Tapi jangan protes kalau jawabanku klise. Sehat alhamdulillah, baik alhamdulillah. Kalau penasaran hal lain, bertanyalah lebih spesifik. Atau ga perlu bertanya, biar aku saja yang bertanya banyak dan menyimak jawabanmu.

Seperti tadi, saat aku bertanya balik, dan ia menjawab sedang membaca. Aku bertanya lebih jauh, baca apa? romace, horror, atau thriller? Lalu ia menjawab dan menuliskan garis besar ceritanya.

Terakhir,.. kamu... nuju naon?

Allahua'lam.

***

PS: Tentang pertanyaan nuju naon, what are you doing atau lagi ngapain.. ada yang bilang, itu pertanyaan romantis hahaha. Tulis ga ya? Tulis dulu deh, nanti dihide aja. hehe. Pertanyaan itu, bisa jadi dibaliknya menyimpan pesan tersirat, I miss you, atau I think of you. Pertanyaan itu bisa jadi menunjukkan bahwa yang bertanya merindukan kita, atau memikirkan kita. Tapi sebenarnya, bisa jadi ia bosan saja, dan butuh teman chat, jadi ia bertanya. Atau bisa juga, pertanyaan itu tanda, kalau ia ingin mengeratkan ukhuwah. Paragraf ini sengaja aku hide, supaya ga menyebar penyakit baper hehe. 

Ada Hikmahnya

August 20, 2018 0 Comments
Bismillah.

Dan dari sekian kejadian, peristiwa, pertemuan, pertanyaan, jawaban, semuanya ada hikmahnya. Cuma terkadang hikmahnya tidak mudah ditemukan, tersembunyi, hanya terlihat bagi orang yang teliti. 

Saat aku ingin melupakan, menganggapnya tidak ada, namun berulangkali skenario diingatkan, bahwa itu ada dan tidak bisa dihapus, bahkan mungkin bukan hal yang perlu disembunyikan. Aku jadi bertanya-tanya, hikmahnya apa? 

Saat ini mungkin belum ditemukan, belum tahu, dan masih meraba-raba. Tapi nanti, jika sudah terang dan jelas, aku akan paham. Mengapa Allah mengingatkanku untuk tidak lupa, mengapa Allah menghadirkan beberapa orang untuk membenarkan fakta bahwa itu ada dan pernah terjadi di hidupku.


Allahua'lam.

***

Ibu dan anaknya, mobil merah, pwk 15, smada
ibu duduk di samping, masjid jensud, 1990, biologi, jakarta
if 15, juli tgl brp, kp, line chat

Dimana Letaknya?

August 20, 2018 0 Comments
Bismillah.


Hanya bulir-bulir beras, lembaran kertas, dan sesosok manusia yang tidak sempurna. Jangan letakkan di hati. Beras itu, simpan di lumbung, ambil dan masak saat lapar. Jangan letakkan di hati. Lembaran kertas itu, simpan di binder, keluarkan saat kau ingin menulis. Jangan letakkan di hati. Manusia yang tidak sempurna itu, biarkan ia sendiri. Jangan diundang jangan pula diusir. Ia hadir dan pergi saja. Jika tinggalkan luka, luka itu sebenarnya bisa kau ambil hikmahnya. Begitupun jika tinggalkan kenangan, itu juga bisa kau ambil hikmahnya. 

Sesekali bertanyalah pada diri, dimana letaknya? Saat kau temukan dirimu kesulitan dan dibuat campur aduk perasaannya karena suatu sebab. Sebab itu.. dimana letaknya? Ia hanya bisa membuatmu sesak jika kau letakkan di hati. Pindahkan saja, agar rasa sakitnya hilang. Atau meski masih sakit, minimal agar tidak membuatmu sesak. Jika jarimu yang terluka, lebih mudah mengobatinya, ketimbang jika hatimu yang terluka. Tapi.. jika hati sudah terlanjur terluka, bukan berarti obatnya tidak ada.

Reclaim your heart, keluarkan hal-hal yang seharusnya tidak berada di hati. Isi hati dengan keimanan, yang lain letakkan di tangan, di kaki, dimana pun selain hati.

***

Jika sebuah vas jatuh dan pecah berkeping, coba tengok dimana letaknya? Karena kita meletakkannya di tepi meja, maka ia rawan jatuh dan pecah.

Maka saat ada yang melukai hatimu, dan kau dibuat sesak karenanya, coba tengok, dimana letaknya?

***

Saat hati sudah terlanjur terluka, segera mendekat padaNya, minta obat dariNya. Allah Maha Mendengar, dan mengabulkan doa. 
Nothing heals the heart better than the speech of Allah (the Qur`ān), and reflecting upon its āyāt is the first step towards healing your heart. - Salih al-Maghamsy
Allahua'lam.




Friday, August 17, 2018

Harusnya Fokus pada Isi Bukunya

August 17, 2018 0 Comments
Bismillah.

Tapi aku.. justru lebih tertarik pada nostalgia kenangan yang tersimpan di buku tersebut. 

***


Buku berikutnya, judulnya Mizanul Muslim. Direkomendasikan oleh Mba Nisaa Fatayah. Belinya di Yaquut Islamic Book Store. Gatau sekarang toko bukunya masih buka atau ga. Aku mulai baca dari halaman pertama lagi, kemudian menemukan jejak nerupa lingkaran dengan pensil pada beberapa kata, garis bawah masih dengan pensil pada kalimat tertentu, tanda tanya, dan tanda semisalnya. Sepertinya, sifatnya bukan sebagai highlight atau quote yang berkesan, tapi bagian yang perlu ditanyakan atau belum dipahami. 

khasyyah itu bisa diterjemahkan takut, tapi maknanya bukan cuma takut, jadi tetap ditulis setelah kata takut. 

Rasanya... jadi nostalgia, saat melihat tulisan kepemilikan, alamat yang tertera, oh.. aku beli buku ini pas aku tinggal di sana. Trus saat menemukan pembatas buku dari Yaquut, ada CP-nya, membuatku bertanya itu nomernya siapa ya? Masih bisa dikontakkah? Atau sudah tidak aktif? Apa itu nomer temenku? *Ga sampai cek kontak di hp sih, cuma bertanya-tanya aja.

Saat liat jejak pensil, dibuat kagum juga, sama rencana Allah, terhibur sendiri. Seolah, Allah memang merancangnya begitu, belinya saat itu, baca sebagian saat itu, lalu mulai membaca lagi saat ini. Kata-kata yang tadinya asing, sekarang aku sudah sedikit tahu artinya. Kalimat yang tadinya tidak aku pahami, sekarang cukup aku pahami. Alhamdulillah. Nikmat mana lagi yang kita dustakan? (':


Satu lagi, tiba-tiba ingin menyebut buku ini bak harta karun memori. Saat sekali lagi kutemukan pembatas buku, ukurannya kecil, tulisan yang tertera juga hampir tak terbaca. Membuatku tersenyum saat kemudian mengenali, kalau itu dari Annisaa Gamais.

***

Aku tahu.. harusnya fokus pada isi bukunya. Tapi aku tidak bisa menutupi perasaan tak deskripsikan, menimbulkan senyum, membuatku ingin menuliskannya. 

Waktu yang tidak genap sewindu itu, meski terdapat penyesalan di sana sini, sungguh penyesalannya semata karena dosa dan kesalahan diri. Selain itu, aku bersyukur atas setiap memori dan kenangan. Buku itu, buku bersampul keras *hard cover hahaa.. puitisnya gagal. Buku itu.. buku bersampul biru itu berhasil membuat hatiku ikut biru, bukan biru dalam bahasa inggris yang sering menjadi konotasi rasa sedih. Tapi biru, seperti birunya langit yang membuat ujung bibir kita refleks naik, melengkungkan senyum. Seperti birunya air lautan, tenang, namun berisi begitu banyak rahasia di dalamnya. 


Aku tahu.. harusnya fokus pada isi bukunya. Tapi.. izinkan aku menuliskan ini. Nanti, in syaa Allah aku tuliskan juga cuplikan isi bukunya.

Allahua'lam. 

Belajar Menolak Panik

August 17, 2018 0 Comments
Bismillah.

#blogwalking

Salah satu blog yang rutin diisi dengan tulisan berkualitas. Aku selalu tertarik membaca setiap kubaca judul inisial SAK sebagai penulisnya. 

gatau kenapa selalu ada emot sebagai image preview di setiap tulisan Mba Shinta Anggraini, mungkin settingan dari theme wordpressnya.
***

Tulisan kali ini cocok untukku, yang sering panik, clumsy, dan tergesa-gesa. Tulisannya, membuatku tergerak untuk menulis blogwalking, yang lewat di sini, berkunjung ke blog tersebut, dan sadar kalau ternyata banyak blog lain yang lebih berkualitas isinya daripada blog ini hehe. 

Langsung aja ya, kutipannya.. 
Sejak saat itu, seburuk apapun keadaan, saya berusaha sekali untuk tenang. Butuh kerja keras memang. Butuh tarik napas panjang, memejamkan mata, dan berdiam diri sejenak untuk memikirkan. Butuh waktu lama untuk terus berlatih dan membiasakan. Butuh kesabaran untuk menjalankan. Dan, yang paling utama, butuh niat yang lurus untuk istiqomah melakukan.
Dan kini, ketika berhasil menaklukan rasa panik, orang-orang sering bertanya, “Shin, kok nggak panik? Nggak sakit? Nggak takut?”
Saya manusia biasa yang memiliki rasa. Tentu saja ada rasa panik, takut, dan khawatir, ketika menghadapi situasi menegangkan. Tentu saja merasa khawatir dengan kesalahan. Tetapi, saya tahu, satu-satunya cara menghadapi semua itu adalah mencari solusinya. Dengan begitu, segala ketegangan akan sirna secara perlahan.
Ada proses panjang dilakukan untuk menolak rasa panik. Pemahaman tersebut tidak tertanam begitu saja. Ada proses afirmasi diri berulang kali dilakukan. Ada proses pembiasaan yang terus diusahakan. Dan ada proses-proses lainnya.
- Shinta Anggraini Karsono, Menolak untuk Panik

Selengkapnya langsung klik di link di atas ya (:

***

Tentang panik, jadi ingat temen-temen asrama. Salah satu pesan yang berulangkali muncul di kertas kecil dari mereka adalah untuk tidak panik, dan santai. 

Yang ga kenal aku, mungkin tidak akan pernah melihat sikap panikku. Tapi yang sering bersamaku, pasti tahu, dan paham, serta biasanya jadi teman yang mengingatkanku untuk menolak panik. 

Sekarang, meski belum bisa selalu menolak panik, aku kira aku sudah sedikit tidak terlalu sering panikan. Unik, bagaimana Allah menempatkanku di situasi yang ga boleh panikan. Karena jika panik, maka pasti terluka, meksi luka kecil, tetap saja, jadi jejak kepanikan. Sekarang, jadii belajar untuk tidak panik, belajar tetap tenang tapi juga tetap cekatan. Cepat itu tidak harus tergesa-gesa. Kalau tenang, dan cekatan, kemungkinan terluka akan kecil.

Seperti yang ditulis Mba Shinta, menolak untuk panik memang tidak mudah, perlu tarik nafas panjang, membiasakannya. Kalaupun panik, gimana caranya, diusahakan cuma panik di hati dan tak sampai muncul di sikap atau tingkah laku. 

It won't be easy. But let's learn (:

Don't be panic!

Allahua'lam.

Yang Berubah Setelah Baca Sirah 'Aisyah

August 17, 2018 0 Comments
Bismillah.

-Muhasabah Diri-

Bukan nukil buku, cuma ingin berbagi insight atau pergeseran persepsi, setelah baca sirah 'Aisyah.

***

Diantara istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam yang paling familiar namanya adalah Khadijah dan Aisyah. Dari keduanya, lebih familiar Khadijah. Istri pertama Rasulullah, yang ada di sisi Rasulullah menyelimutinya saat Rasul menggigil setelah mendapatkan wahyu. Istri yang mendukung dakwah Rasulullah baik finansial, maupun psikologis. Istri yang tidak dimadu, yang darinya lahir Fathimah binti Muhammad.

Sedangkan tentang Aisyah, hanya sedikit yang aku ketahui, tentang ia, istri yang paling dicintai Rasulullah. Tentang kisah-kisah kemesraan Aisyah dan Rasulullah, lomba lari, saat menonton balap kuda, minum dari sisi gelas yang sama, dan keberadaannya di akhir kehidupan Rasulullah. 

Tapi setelah membaca Sirah Aisyah, jadi 'mengenal' lebih dekat tentangnya. Tentang Rasulullah yang pernah mimpi bertemu dengan Aisyah sebelum menikah dengannya. Tentang kecerdasan dan hafalannya yang kuat, sejak kecil. Tentang ayat-ayat yang turun karenanya, hadits ifki, syariat tayamum. Dan tentang banyak hal lain. Dari sana, aku jadi tahu, kalau perlu baca lebih banyak biografi perempuan hebat, seperti Aisyah, untuk membuat kita (perempuan) jadi sadar bahwa kita perlu banyak meneladani perempuan, muslimah hebat tersebut. 

Di era sosmed sekarang, yang istilah follow itu sekedar bentuk kita ingin tahu pembaruan-pembaruan suatu akun.. Di era sosmed, kita jadi banyak membandingkan diri dengan orang lain pada hal-hal yang tampak di mata, pencapaian 'kecil' yang terkesan wah karena jumlah like dan share. Kalau kita mau membaca buku, dan meninggalkan sejenak kehidupan di dunia maya tersebut, kita akan sadar, bahwa berjibaku di sosmed itu sering membuat kita lupa. Bahwa ada banyak kisah muslimah yang patut kita jadikan teladan, yang tidak akan kita temukan akunnya di sosial media manapun. Kalau kita ingin tahu tentangnya, perlu usaha lebih, bukan hanya dengan scroll, tapi harus membaca. *malu sendiri, kalau mengingat porsi waktu membaca dan porsi waktu main sosmed TT. 

***

Sekilas terdengar dan terbaca senada. Aku ingat Maryam salamun 'alaiha yang pernah berdoa agar terlupakan dan dilupakan. Lalu aku membaca tentang Aisyah, yang berucap lebih baik menjadi tanah. Keduanya perempuan, dan perasaan menyesal, ingin dilupakan, suatu saat akan hinggap di hati dan tertutur di lisan. Bukan berarti mendustakan nikmat-nikmatNya, hanya saja.. begitulah manusia, bisa merasa lemah dan menyesali kesalahan atau berada di situasi yang membuatnya ingin dilupakan dan terlupakan.
Saat (Aisyah) sakit, Ibnu Abbas meminta izin untuk menemui Aisyah, tetapi beliau selalu menolak. Anak saudara Aisyah berkata kepadanya, "Wahai Aisyah izinkanlah dia, karena dia adalah anakmu yang paling baik," Aisyah menjawab, "Janganlah engkai memujinya di hadapanku." Mereka berulang kali mengatakan itu sampai Aisyah mengizinkannya masuk. 
Tatkala Ibnu Abbas menemui Aisyah, ia berkaya, "Sesungguhnya engkau dinamakan Ummul Mukminin agar engkau beruntung. Nama itu telah ada sebelum engkau lahir. Engkau adalah istri yang paling dicintai Rasulullah. Tidaklah Rasulullah mencintai seseorang kecuali terdapat kebaikan. Tidaklah antara dirimu dan orang yang engkau cintai melainkan akan berpisah ruh dan jasadnya. Sungguh kalungmu yang jatuh malam hari itu, Allaj menjadianmya bagi kaum muslimin sebuah kebaikan. Allah juga menurunkan ayat tayamum disebabkan olehmu, beberapa ayat Al Qur'an turun berkenaan denganmu. Tidaklah setiap masjid kecuali dibicarakan di dalamnya kendalamu baik malam maupun siang. Maka Aisyah berkata, "Cukuplah engkau memujiku wahai Ibnu Abbas, aku hanya ingin melupakan dan dilupakan"
HR. Al Bukhari kitab Shahihnya bab kedudukan no. 3771 begitu juga kitab tafsir Al Quran surat An-Nur. Dan diriwayatkan secara lengkap oleh Al Hakim di dalam Al Mustadrak 4/9 no. 6726 ia berkata : "Hadits ini hadits shahihul isnad." Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/220 no. 1905
- Sirah 'Aisyah, Sayyid Sulaiman An Nadwi
Dan meski kata-kata yang terkesan negatif itu pernah terucap di lisannya, ia tetap menghadapi kehidupan. Ia pernah menyesal akan ijtihad yang menurutnya salah. Tapi ia tidak hidup dirundung penyesalan, penyesalan itu ada dan mungkin selalu muncul sewaktu-waktu, namun ia melanjutkan hidup. Ia mendakwahkan quran dan sunnahNya, ia menerima puluhan dan ratusan tamu yang hendak belajar tentang sunnahNya, ia mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Gatau kenapa, dan bisa jadi pemikiranku salah. Tapi ucapannya, ingin dilupakan, lebih baik menjadi tanah, membuatku sadar bahwa terkadang, tidak apa-apa jika pemikiran itu melintas. Tidak apa-apa menjadi lemah, nyatanya memang kita bukan batu karang yang tetap berdiri tegak dihempas badai. Manusiawi jika tidak setiap waktu kita dipenuhi kepositifan. Terkadang jatuh, kesulitan untuk berdiri lagi itu...tidak mengapa. Terkadang, memilih menyepi karena ingin dilupakan dan terlupakan itu gapapa. Asalkan... kita tidak memutus komunikasi dengan Allah. Karena meski jatuh, meski lemah, meski hina, kita harus tahu bahwa Allah ada, dan selalu mendengarkan kita. Karena yang bisa membuat kita bangkit dan menghadapi badai kehidupan hanya Allah Yang Maha Perkasa. Allah yang akan menguatkan kita, yang akan menenangkan kita, yang akan membanntu kita. Maka meski suatu saat, kita dipenuhi kenegatifan, tidak apa-apa, asalkan kita terus berkomunikasi dengan Allah, lewat shalat, doa, dzikir, membaca kalamNya. 

***

Kutipannya menyusul in syaa Allah. Kalau insightnya salah, itu harap dikoreksi. Baca doa kafaratul majlis dalam hati, jujur berat untuk publish. 

Tulisan ini, untukku, untukku, untukku. 

Allahua'lam. 

Thursday, August 16, 2018

17 Agustus ; 20 Agustus

August 16, 2018 0 Comments
Bismillah.

*warning* full curhat

Sebelumnya sudah aku publish di sini, tentang perasaan terkejut dan heboh sendiri saat tahu ada lecture dari Yasmin Mogahed plus pake 2 buku beliau. Tadinya, aku pikir, ga akan bisa hadir, sekarang juga masih mikir ga bisa hadir. Tapi jujur kemarin malam, membuatku ingin sekali hadir meski kemungkinannya kecil. 

Alasan tidak bisa hadir sebelumnya adalah rencana tgl 17 Agustus ke Bandung memenuhi undangan Teh Fiti, salahh teteh shalihah yang kukenal lewat Qaf. But then.. karena satu dua hal, akhirnya rencananya batal. Ayahku tgl 17 ke Semarang, ga mungkin aku meninggalkan ibuku sendirian. Oke lah bye. 

Trus semalem aku teringat lagi lecture Yasmin Mogahed, iseng aku buka link info pendaftarannya. Ternyata batas terakhir transfer tgl 15.

August 15, 2018. 19:49
***

Esoknya, Teh Fiti, iya teh Fiti yang tgl 17 mengadakan walimatul ursy di Bandung, tanya di grup, tentang CP acara tersebut selain yang tertera di posternya. Dan di jawab oleh salah satu anggota grup.


Jujur... waaah aku ingin sekali hadir. Bertanya-tanya pada diri, mungkinkah, masihkan ada kemungkinan untuk hadir? Liat waktunya, belum lagi, aku yang harus ditemani adik, trus budget, ga mungkin bs hadir kayanya. Aku masih mikir, apa tanya aja, barangkali bs beli bukunya, barangkali buku paketnya merupakan versi bhs inggris. Kalau iya, aku ga masalah bayar segitu, untuk dua buku versi bahasa inggrisnya Yasmin Mogahed. Tapi.. belum aku coba tanya sih. Nanti, hbs nulis ini in syaa Allah aku coba tanya deh ke email yang disarankan Mba Hain. 


Sore ini.. di grup yang sama tiba-tiba ada yang nanyain. Butuh tiket acara Yasmin Mogahed? Huaaa.. aku ga akan japri sih kalau yang ini. Karena kemungkinan aku bisa hadir sangat sedikit. Rezeki orang lain mungkin. J Allahua'lam. 


***

Terakhir, kopas dari tulisan kehebohan diriku saat baru tahu info acara tersebut, 
Oh ya, meski aku ga pernah ngikutin video-video beliau, satu buku yang aku baca udah cukup buat aku ingin hadir dan ikutan. Terutama buku reclaim your heart itu pesan intinya sesuatu banget, merebut kembali hati. Suka juga baca quotes beliau di tumblr. - Isabella Kirei
Bagiku, buku Reclaim Your Heart itu.. sesuatu. Aku teringat saat kuselesaikan membacanya saat berada diatas rel menuju rumah tercinta. The book made me realize that I have to, I must reclaim my heart back. (':

Meski kemungkinannya ga bisa hadir. Semoga acara tersebut lancar dan berkah J
 

Monday, August 13, 2018

Change of Heart?

August 13, 2018 0 Comments
Bismillah.

#random #gakpentingbgt

Judulnya cheesy, padahal hanya ingin mengabstrak tentang perubahan pikiran. Tapi ingin menulis judul berbahasa inggris, jadilah.. kutulis frase yang kutahu maknanya mirip dengan perubahan pikiran. Change of heart.


***

Awalnya... aku seorang pengamat, secret admirer? Bisa dibilang begitu. Sebuah ide, gerakan yang baik dan positif. Aku suka konsepnya, sistemnya. Awalnya, aku cukup menikmati melihat dari jarak jauh. Namun perlahan, melihat dari jauh saja.. rasanya, kurang. Apalagi saat kulihat, beberapa kali hening dan senyap di sana. Aku bertanya-tanya, apa ia butuh bantuan? Maka... aku beranikan untuk bersuara, kuperkenalkan namaku, kuapresiasi ia. Aku ajukan bantuan padanya, barangkali meski hanya sedikit.

Bayangkan ada orang asing, yang tiba-tiba menawarkan bantuan? Apa perasaanmu? Aneh kan? Apalagi meski sudah didiamkan, ia berulang menawarkan bantuan. Pasti awkward dan aneh. Setelah memikirkan posisinya, aku akhirnya mundur lagi. Meski tidak kucabut penawaran bantuan dariku, aku kembali ke posisi awal. Biarkan aku jadi pengamat jarak jauh lagi, secret admirer lagi. 

Tadinya, aku ingin ikut membantu. Ingin berjalan bersama. Tapi setelah beberapa waktu, dan kulihat sikapnya yang beku. Aku jadi berubah pikiran. I have a change in my heart. Aku tidak mau menjadi orang asing, yang tiba-tiba ikut campur urusan orang lain. Bagaimana pun, aku orang asing. Maka meski aku lihat ia seperti membutuhkan bantuan, aku tidak akan mendekat.

Aku.. aku akan mengambil hikmah, bahwa Allah membuatku mendekat, agar terjadi 'perkenalan'. Allah ingin aku belajar lagi menjadi ekstrovert, seperti dulu. It's not that hard. Dan aku jadi teringat lagi aku yang dulu.. Yang suka bertemu orang baru.

Meski kini aku menjauh dan menjadi pengamat jarak jauh lagi. Tapi ada perubahan pada diriku. Aku bukan aku yang dulu diam dan menjadi secret admirer. Sekarang bukan secret, admirer aja. Bukan admirer bahkan, cuma satu diantara yang lain.

Even though I have a change of heart. Thanks to it, I achieve one of my little milestone. New leaf. 

Akan segera kuakhiri keabstrakan ini.

I don't know, maybe another time I'll have another change of heart. Who knows? Karena memang begitu hati, mudah berbolak-balik. Tulisan ini.. hanya sedikit jejak, bahwa saat ini, aku ingin berada jauh di sini saja.

Allahua'lam. 

Menahan Jemari

August 13, 2018 0 Comments
Bismillah.


Hari ini beberapa kali aku membaca pertanyaan atau pernyataan yang membuat otakku berpikir, dan kemudian jemariku bergerak untuk merespon. Tapi... aku kemudian menahannya. Hmm... Kalau cuma sekali, mungkin biasa saja. Yaudah. Tapi hari ini, beberapa kali. Jadi ingin menuliskannya di sini. Saat otakmu berputar, jemarimu mengetikkan kata-kata. Namun kemudian... backspace, atau block all dan cut. Hilang tulisannya, aku menahan jemariku. Saat itu, di sana, lebih baik aku diam dan tidak memberi respon? Atau? Lebih baik aku menuliskannya saja? Di tempat lain? I don't know. 

***

Dari tiga pertanyaan, yang membuat otakku berputar dan siap merespon, meski pada akhirnya aku menahan jemariku untuk mengetikkan dan mengirimkan kalimatnya... kesamaannya, adalah.. aku bertanya-tanya, apa tujuan yang bersangkutan bertanya? Apakah hanya kuriositas? Atau? 

Saat aku hendak menjawab dan merespon, hendak mengeluarkan opiniku, aku menemukan pola yang sama. Aku bukan menjawab pertanyaan, tapi justru bertanya balik, sebenarnya niat nanya buat apa? Trus aku jadi kesel sama diri sendiri, why it seems like, you think negative towards the questioner? Itu.. salah satu yang membuatku menahan jemari.

Alasan lainnya. Klise, aku merasa jawabanku tidak tepat, atau tidak penting, It's just my two cents. Atau karena sebenarnya aku tidak tahu, hanya sok tahu. 

Alasan lainnya,... mungkin aku sedang fase introvert. I'll just chew and process my answer alone, in my head. Maybe I'll write it, but not here. Entahlah. Masih ada keinginan untuk menjawab tiga pertanyaan dari tiga penanya berbeda. Tapi di sisi lain, aku ingin menahan jemariku. Di sana, dan juga di sini.

***

Jadi tujuan nulis ini apa Bell? Penyaluran perasaan anehku, saat hari ini Allah takdirkan aku menahan jemari lebih dari sekali, atas pertanyaan yang berbeda. 

Aku bertanya-tanya, apa ya... hikmah yang bisa kupetik dari hal itu? Sikapku, pilihanku untuk menahan jemari, apakah itu baik? Atau.. justru, aku baiknya tidak menahannya. Mungkin baiknya aku tetap bersuara, meskipun respon atau jawabanku salah. Karena cuma dengan menuliskannya, dan orang lain membacanya, akan ada yang mengoreksiku. Kalau aku nulisnya di sini, ditulis sendiri dan dibaca sendiri, ya.. ga ada yang memberitahuku bahwa aku salah, atau pendapatku tidak tepat.

***

Terakhir... sebenarnya, aku senang membaca tiga pertanyaan itu. Aku jadi dibuat berpikir, dan memikirkan respon yang tepat, opiniku terhadap pertanyaan itu.. meski akhirnya aku menahan jemariku, tetap saja menyenangkan. Ibarat lama ga olahraga otak, trus pertanyaan itu membuat otakku jadi olahraga hehe. Brainstorming. 

Terimakasih pada yang bertanya. Maaf karena memilih menjawab dalam hati dan otak saja hehe. 

Semoga di lain kesempatan, di lain pertanyaan, aku tidak menahan jemariku untuk merespon pertanyaan. J

Bye... 

Allahua'lam. 

Saturday, August 11, 2018

Cuma Didengar dan Diiyakan

August 11, 2018 0 Comments
Bismillah.

Sebenarnya tadi sudah bersiap akan tidur, tapi kemudian teringat "jatah makan" New Leaf hari ini. Jadilah kupaksa mata yang sudah sekian watt untuk melek lagi dan menulis seadanya, sebisanya. 

Kantuk hilang, lalu aku berkunjung ke instagram. Membaca postingan Teh Tristi, otakku yang sudah pemanasan menulis di New Leaf, ingin ikut berkomentar di sana. Tapi sebagian hatiku, menahan jemariku. Jangan di sana, komennya, di blog aja. Baiklah.. 

yang mau baca tulisan Teh Tristi bisa berkunjung ke @tristiul
Aku membaca beberapa komentar di sana, yang mengelak, pernyataan bahwa perempuan hanya ingin didengar dan diiyakan. Aku juga... bagiku, perempuan tidak cukup cuma didengar dan diiyakan. Ga asik, kalau lawan bicara cuma mendengar dan mengiyakan. Kalau gitu mah, mending nulis di blog aja. Justru tujuan berdialog itu.. karena butuh mendengar suara orang lain, pikirannya, opininya, sudut pandangnya.

Trus.. perlu digarisbawahi, menjadi pendengar yang baik itu bukan cuma mendengar dan mengiyakan. Tapi harus memberi respon yang tepat. Bukan cuma hmm.. iya.. terus? oh.. gitu ya... *angguk-angguk kepala. Kalau lawan bicara begitu, biasanya aku justru berhenti bercerita. Buat apa? Kalau cuma respon kaya gitu, mending juga nulis di sini hehehehe. 

Pendengar yang baik itu,... *mudah menulisnya susah prakteknya. Bukan cuma mengiyakan dan pasang telinga. Tapi menyimak dengan cermat, sesekali mengulangi yang diceritakan sebagai bukti kalau kita tidak salah menyimpulkan. Terkadang meminta ia untuk mengulangi, jika ada yang terkesan janggal atau salah. Bahkan tidak ragu untuk mengingatkan, jika ternyata ia terus berputar-putar tanpa menyatakan poin utamanya.

Lepas dari gender, bagiku komunikasi itu memang tidak mudah. Mau itu komunikasi dengan sesama perempuan maupun dengan laki-laki. Baik itu komunikasi dengan orangtua, maupun dengan teman. Dengan orang yang sudah sepuh, apalagi dengan balita yang lidahnya masih pendek. Hehe. 

Tapi.. tapi.. meski susah, tidak mudah, ada banyak kesempatan untuk terus belajar. Baik itu komunikasi lisan maupun tulisan. Baik itu komunikasi verbal maupun non verbal (gesture, ekspresi wajah, dll). Sama seperti bayi, yang awalnya hanya bisa menangis, bentuk ia berkomunikasi. Kita juga, bisa perlahan belajar. Terlepas dari karakter introvert atau ekstrovert. Bahkan juga terlepas dari keterbatasan bahasa. Kita bisa belajar berkomunikasi.

Terakhir, saat seharusnya semua bisa dikomunikasikan dengan baik. Namun entah mengapa lidahmu kelu, jemarimu kaku, dan komunikasi menjadi sunyi senyap. Coba sejenak tengok kabar hatimu, imanmu. Saat segala komunikasi dengan manusia terasa runyam, barangkali dan justru mungkin yang perlu kau perbaiki sekarang adalah komunikasimu dengan Allah. Apa kabar doa? Apa kabar shalat? Apa kabarmu dengan quran?


Allahua'lam. 






Have Responsibility But No Control

August 11, 2018 0 Comments
Bismillah.


Mudah menuliskan kesimpulannya.

Bahwa kita memiliki kewajiban namun tidak memiliki kontrol atas seseorang. Dan kita harus tahu bedanya. Kadang kita suka lupa. 

Tentang orangtua, yang memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya sebaik-baiknya, menciptakan lingkungan yang baik untuk mendukung ia tumbuh dewasa menjadi pribadi yang hebat. Tapi.. meski kita sudah melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan, bukan berarti kita memiliki kontrol atas anak-anak kita. Mereka, adalah individu yang berdiri sendiri kelak di hadapan Rabb-Nya. Usaha kita, mungkin tidak selalu membuahkan hasil manis.
"We cannot change the environment of our children and expect that they're going to come out perfect. We cannot, later on, start getting frustated with them when they change, when they make bad decisions. Because a lot of our kids will make a bad decisions. Like we made bad decisions. You and I made bad decisions. We disappointed our parents, they couldn't control everything we did. We also gave them a hard time."
***

Daripada menyederhanakan dan hanya menuliskan kesimpulannya saja, aku ingin menuliskan juga contoh-contoh kasus yang Allah deskripsikan dalam Al Quran. Ingin rasanya menuliskan semuanya, persis seperti yang disampaikan dalam video khutbah berdurasi 30menitan itu. Tapi...

***

Jadi Allah tidak banyak memberikan teori parenting, tapi Allah banyak memberikan contoh kasus, kisah-kisah interaksi antara orangtua dan anak. Yang pertama, tentang Ibrahim yang lahir dan tumbuh di lingkungan yang tidak baik, lingkungan yang sangat buruk. Namun Ibrahim mampu menggunakan kemampuannya, untuk menemukan kebenaran, mengenal Allah, kemudian ditunjuk Allah sebagai kekasihnya, bapak Tauhid.


Lalu kisah kedua, tentang Nabi Yaqub, Yusuf dan saudaranya. Lingkungan dan pendidikan mana yang lebih baik, menjadi anak seorang nabi adalah lingkungan dan pendidikan terbaik yang mungkin di dapatkan seseorang. Namun meski begitu, ada perbedaan "produk". Ada Yusuf, yang terpisah dari pengawasan orangtuanya saat masih muda, ia kemudian menjadi budak di rumah seorang politikus. Ia muda, dan ia bisa berbuat semaunya, karena tidak berada di bawah pengawasan orangtua. Kemudian, ia dituduh bersalah, dan berpindah ke lingkungan yang buruk juga, penjara. Orang-orang seperti apa yang kita temui di penjara? Namun meski lama berada di lingkungan yang tidak baik, Yusuf 'alaihisalam tidak terpengaruh ia mampu tetap menjadi pribadi yang memukau. Bandingkan dengan saudaranya, yang berada di lingkungan yang baik, namun mereka berbohong, membuat skema buruk kepada Yusuf, bahkan tidak menghormati ayah mereka Yaqub 'alaihisalam. 

Kemudian kisah dalam surat Al Kahfi. Nabi Musa saat hendak berguru kepada Nabi Khidir dipertemukan dengan tiga situasi. Pertama tentang pemuda yang bekerja dengan menangkap ikan. Kemudian anak yang terbunuh, yang ternyata alasan dibalik terbunuhnya adalah karena ia kelak akan membuat kedua orangtuanya kesulitan. Ustadz Nouman mendeskripsikannya, dengan kata terror dan horror. He was going to be a terror and a horror to his parents. Yang unik, di ayat 80 surat Al Kahfi, kedua orangtuanya dideskripsikan sebagai orang baik yang beriman. Fa kana abawahu mu'minain. Orangtuanya tadinya hendak mendidik dan membesarkan anak tersebut dengan segala kemampuan mereka, namun anaknya ini kelak akan menyebabkan keburukan untuk kedua orangtuanya.
"Tughyaanan wa kufran, quran describe it as rebellion and disbelief. He's going to leave Islam, and he's going to be a horrible rebel against his parents. Even though they did nothing wrong in raising him." - Nouman Ali Khan
Masih di surat Al Kahfi. Kisah anak yatim, yang kita tidak mengetahui apapun tentangnya. Musa 'alaihisalam diberitahu untuk membangun sebuah dinding, ia tidak tahu mengapa ia membangunnya. Saat diberitahu alasannya, ternyata.. ada anak yatim, yang ayahnya belum lama meninggal. Ayahnya ini seorang yang baik. Anak yatim ini kelak akan tumbuh dan besar di jalanan, namun uniknya Allah azza wajall ingin menjamin kehidupan anak tersebut. 

***

Dari sekian kisah dalam quran tersebut, kesimpulannya.. ada di paragraf-paragraf pembuka tulisan ini. Kita memiliki kewajiban, tapi tidak punya kontrol. We have responsibility but no control. Meski di penjelasan ini fokusnya tentang kewajiban orangtua terhadap anaknya, sebenarnya ini bisa juga dibalik arahnya. Sama.. anak juga punya kewajiban untuk mengingatkan orangtuanya, tapi anak tidak punya kontrol atas iman orangtuanya. Begitupun teman kita, istri/suami kita, tetangga kita, orang-orang yang kita sayang. Kita punya kewajiban untuk menyampaikan ayat-ayatNya, memberitahu mereka betapa indah ajaran islam, tapi kita juga harus ingat, kita tidak punya kekuasaan atau kontrol atas mereka.

Allahua'lam. 

Friday, August 10, 2018

That's Not Who You Are

August 10, 2018 0 Comments
Bismillah.

Beberapa waktu yang lalu aku buka tumblr lagi, biasa... like beberapa postingan di dashboard, dan reblog beberapa. Salah satunya quotes ini,

“Never wish them pain. That’s not who you are. If they caused you pain they must have pain inside. Wish them healing.”
— Najwa Zebian

Kutipan tersebut, terutama kalimat, 'that's not who you are' bagiku sesuatu banget. Seolah ada yang mengingatkanku, akan apa yang sebenernya bukan aku. Hmm.. gimana jelasinnya ya? Hehe. 

Jadi, kadang.. kita suka bingung, lupa, siapa yang sebenernya diri kita, dan siapa yang bukan kita. Misal pernah suatu hari kita malas dan tidak produktif, salah kan kalau kita mempercayai, kalau sebenarnya kita memang pemalas. Padahal, ada hari-hari saat kita bersemangat dan mengerjakan banyak hal produktif. 

Begitu pula, yang disebutkan di kutipan tersebut. Kamu mungkin pernah bertemu seseorang, lalu orang tersebut melukaimu, entah sengaja atau tidak. Kemudian, karena perasaan marah, kau jadi ingin mendoakan yang tidak baik untuknya. Padahal, sikap itu, sebenarnya bukan kamu banget.

“Never wish them pain. That’s not who you are. If they caused you pain they must have pain inside. Wish them healing.”
— Najwa Zebian

Jangan berdoa keburukan untuknya. Itu bukan kamu. Kamu tidak seperti itu. Kamu bukan orang yang mudah berdoa buruk untuk mereka yang melukaimu. Kamu bukan orang yang saat tersakiti, segera mengucapkan atau menuliskan kata/kalimat buruk untuknya. Itu bukan kamu, kamu tidak seperti itu. 

Jika mereka menyakitimu, sebenarnya mereka merasakan sakit juga dalam hati mereka. Seperti seorang yang sakit, karena rasa sakit yang ia rasakan, tanpa sadar ia melukai orang di sekitarnya. Maka doakan ia agar sembuh.

***


That's not who you are. 


Ingin rasanya, ada yang memberitahu kita, meyakinkan kita, bahwa kita tidak seperti itu. Saat segala label buruk kita sandingkan di diri kita. Bukan orang lain yang berburuk sangka pada diri kita, tapi justru kita sendiri. Kita mengira kita egois, tidak bertanggung jawab, malas, menyebalkan, pemarah, bodoh, jahat dan segala label negatif lainnya. Kita bingung, dan hampir saja percaya was-was dari setan bahwa semua kata-kata negatif itu adalah diri kita. 

Sampai ada yang memberitahu kita. That's not who you are. Itu bukan kamu, sungguh, label dan kata-kata negatif itu bukan kamu. 

That's not who you are. Kamu jauh lebih baik dari yang kamu pikirkan. Jangan biarkan dirimu meyakini bahwa hal-hal negatif itu adalah dirimu. Bukan, sungguh bukan. Kamu bisa berubah, menjadi lebih baik, bermetamorfosis layaknya ulat yang berproses menjadi kupu-kupu. Layaknya pohon yang tak berdaun, kemudian Allah hidupkan lagi. Layaknya, bumi kering kerontang, yang Allah jadikan subur lagi lewat hujan.

Maka saat kamu ragu, dan merasa sebagai manusia terburuk dan terjahat di muka bumi, izinkan aku menuliskan ini, izinkan aku memberitahumu. That's not who you are.

Allahua'lam. 



Amalan Hati, dan Orang-orang yang Bersyukur

August 10, 2018 0 Comments
Bismillah.

Cuma ingin menyalin dua kutipan dari buku Madarijus Salikin. Yang pertama tentanng pentingnya memperhatikan amalan hati. Amalan seperti shalat, puasa, membaca quran, yang sifatnya jasmani perlu diperhatikan dan dijaga kualitas dan kuantitasnya. Begitupun amalan hati, baik itu bersyukur, ridha, ikhlas, sabar, dll.
"Amal-amal anggota tubuh dilipatgandakan hingga bilangan tertentu. Sedangkan amalan hati tidak ada batasan penggandaannya. Sebab amal anggota tubuh memang ada batasan penghabisannya dan pemberhentiannya, sehingga pahalanya tergantung dari batasannya. Sedangkan amal hati terus-menerus berkait, sekalipun kesaksian hamba terhadap amal ini surut." - Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam Madarijus Salikin
***


Salah satu ciri orang yang bersyukur,
"Allah juga mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang mengambil manfaat dan pelajaran dari ayat-ayatNya, mengambil salah satu dari asma'-Nya, karena Allah adalah Asy-Syakur, yang berarti menghantarkan orang yang bersyukur kepada Dzat yang disyukurinya, sementara orang-orang yang bersyukur diantara hamba-hambaNya amat sedikit." - Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam buku Madarijus Salikin
Semoga Allah menjadikan kita salah satu dari orang-orang yang bersyukur. Allahumma a-inna 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatik. Aamiin.

Allahua'lam.