Follow Me

Friday, September 29, 2017

Akhirnya Diganti, Meski Setengah Gak Rela

September 29, 2017 0 Comments
Bismillah.
#random #gakpenting

*warning* better not read this wkwk. Sesal itu lebih baik dicegah dari pada diobati. Isinya beneran gakpenting untuk selain diri.

***

Pinned post blog ini diganti, akhirnya.. Setelah beberapa lama, tulisan Komunikasi Terbaik bertengger di atas. Setengah hati menurunkannya, karena jujur aku merasas belum bisa menjaga komunikasi terbaik dengan orang tua. Meski sekarang alhamdulillah tidak seburuk dulu^^

Sejujurnya, tulisan Komunikasi Terbaik saya biarkan berlama-lama di pinned post adalah untuk mengingatkan pengunjung setia blog saya, yaitu.. saya sendiri. Untuk mengingatkan diri, lagi dan lagi agar bisa menjaga dan memperbaiki komunikasi dengan orang tua. Bagaimana untuk terus terang, untuk jujur, untuk transparan, untuk mengumukakan pendapat, berdialog dan diskusi dengan baik. Bagaimana tidak sering diam, karena diam seringkali jadi kebohongan, yang kebenarannya menyakiti hati. They will hurt when they knew something you never told them. Aku tahu padahal, rasa sakitnya ga tahu. Tapi sering mengulang, hanya karena alasan merasa lebih baik tidak cerita hal buruk dan cuma menunjukkan hal-hal baik saja.


Tapi mereka, orangtua kita berhak tahu, apa masalah kita, mereka juga murabbi kita, mereka akan lebih senang kalau kita minta pendapat mereka, memberitahu masalah kita dan mendiskusikan bersama bagaimana menyelesaikan masalah. Saling bertukar opini dengan baik meski berbeda arah, mencari jalan tengah, saling setuju dan saling berkompromi. Komunikasi yang sehat, yang tidak ada nada naik. Atau gapapa awalnya ada nada naik, mungkin habis itu kita nangis karena merasa bersalah belum bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi kemudian kita berusaha menjalinnya lagi, saat hati sudah sama-sama lapang dan emosi sudah sama-sama dingin. Komunikasi yang sehat, komunikasi yang terbaik. Komunikasi.. bahkan sekedar ada-nya komunikasi saja aku masih harus belajar.

***

Tulisan Komunikasi Terbaik juga sebenarnya aku biarkan berlama-lama dipinned, untuk mengingatkanku juga.. Bahwa bukan hal lain yang orangtua inginkan, selain komunikasi terbaik. Juga untuk mengingatkanku, bahwa aku perlu belajar bagaimana menjadi qurotta a'yun bagi kedua orangtuaku, setelah sempat menjadi duri dalam daging TT sering mengecewakan TT sering menyakiti hati mereka TT sering mengagetkan mereka dengan hal-hal yang tidak enak TT jujur takut. Takut kalau aku termasuk anak yang durhaka TT Malu dan rasanya begitu hina, kalau membaca tulisan atau quotes, betapa rugi seorang anak, yang Ayah dan Ibunya masih hidup, namun tidak bisa mendekati pintu surga melalui keduanya TT

Ingin rasanya, belajar ulang, seolah aku anak kecil. Ikut seminar/workshop mirip BundSay-nya IIP. Ada PR-nya setiap hari. PR untuk belajar tentang orang tua, belajar untuk jadi anak yang baik.

- belajar makanan yang disukai atau tidak disukai Ayah dan Ibu

Ayah ga suka jangan ketewel. Ibu suka tahu goreng isi, ibu suka makan jangan satu jenis tapi banyak. Ayah makannya sedikit, nasi sedikit, lauk sedikit, tapi sering. Ibu suka minum chocholatos, atau teh hangat. Ayah suka cemilan yang lunak, pisang goreng tanpa tepung, roti yang lembut, bakpia kacang kedelai.

- belajar tentang hal unik yang perlu kita tahu dari Ayah dan Ibu

Ibu alergi udara malam Agustus-September sering flu di masa-masa itu, sudah sejak muda katanya. Ayah kalau sudah terlalu banyak merokok jadi sering batuk-batuk, perlu diingatkan untuk mengurangi rokok dan ngopi. Ibu tidak tahan dengan air dingin, kalau wudhu shalat malam/shubuh dengan air dingin pasti bersin-bersin, mungkin perlu diniatkan beli boiler air, kakak juga seperti itu soalnya. Ayah rajin sekali dengerin ceramah download dari youtube sebagai pengantar tidur malam maupun siang. Ayah punya ribuan ide untuk entrepreuner, tapi mudah bosan, dulu pernah menumbuhkan bibit-bibit pohon cabe, sekarang sedang asik membuat pot-pot hasil recycle kain bekas yang diberi semen. Itu semangat yang ga pernah turun, semacam passion. Aku diajarkan untuk memulai dari hal kecil, jangan menunggu semua keadaan nyaman. Seperti Ayah yang memulai buat pot dari nol, dari satu sampai sepuluh, lalu dobelin lagi semennya, lalu di cat, nanti katanya mau dijual kalau sudah banyak.

- belajar untuk mendekat ketika dipanggil dan tidak mendengar dengan jelas

Dulu, mungkin juga sekarang, aku lebih sering bertanya "apa? kenapa?" tanpa mendekat, padahal harusnya aku mau meninggalkan pekerjaanku sejenak, mendekat ke Ibu yang berada di kamar, atau Ibu yang sedang menyetrika untuk mendengar lebih jelas perintah Ibu. Lebih sering bertanya, "apa? kenapa?" tanpa mendekat, padahal aku seharusnya meninggalkan laptop/hape-ku sejenak, mendekat ke Ayah yang berada di dapur buat bakso, atau sedang di depan rumah buat pot.

- belajar untuk segera melakukan perintahnya, tanpa kata "nanti", atau justru menolak

Belajar segera melakukan, bukan menolak, bukan protes dan menyuruh adik, tapi menerima dan segera mengerjakan, entah itu menjemur, atau menyapu, atau mencuci piring. Belajar segera melakukan, bukan menawar nanti, bukan menunda jam 10 aja. Tapi menerima dan segera mengerjakan, entah itu beberes kamar, membuat bakso, atau membantu mengetikkan/membalas sms.

- belajar mengemukakan pendapat dengan kalem, ga dengan nada tinggi dan memaksa

Perlu proses memang, setelah tahu orangtua kita punya pendapat X dan rencana Y yang jauh dari pendapat A kita dan rencana B kita. Tapi kita harus belajar, ya.. belajar. Belajar untuk mengkomunikasikan pendapat kita. Ada waktunya memang, kita diam dan menurut saja. Mungkin memang pendapat dan rencana orangtua kita benar. Tapi ada masa, ketika kita berani mengemukakan pendapat kita dengan kalem, dengan cara yang ahsan. Karena menerima dan nurut tapi dalam hati dongkol dan sebel itu tidak baik juga. Karena bukan seperti itu komunikasi yang baik. Ingatkah? Pertanyaan, mana yang lebih cepat seorang P yang mendekat ke Q, atau Q yang berjalan ke P, jika kecepatan P adalah 20cm/s dan kecepatan Q 40cm/s? Ingatkah jawabannya? Dua-duanya mendekat P dan Q sama-sama mendekat, komunikasi dua arah. Hayo, dari tulisan mana? Tulisan ini bell..

Dan PR-PR jurnal lainnya. Temanya apa dan urutannya baiknya gimana aku juga gatau, kan ga ada kelasnya hehe. Pengen banget ada kelas macem itu. Seperti Orangtua, atau Ibu, yang bisa belajar menjadi Ibu yang baik lewat kelas IIP yang dari level 1 sampai level sekian. Anak harusnya ada juga dong? Kelas untuk bisa menjadi anak yang baik? Harusnya mah ini belajar dari kecil ya? Belajar dari liat dan meneladani bagaimana sikap Ayah atau Ibu ke Nenek dan ke Kakek? Harusnya mah belajar dari kecil ya? Dari belajar kisah-kisah dalam Quran, belajar tafsir dan penjelasan Quran tentang pentingnya berlaku ahsan kepada orangtua? TT Tapi kan.. ada juga anak, yang ditengah perjalanannya mendewasa, tersesat, dan harus belajar ulang caranya jadi qurotta a'yun bagi orang tuanya TT ahh jadi mellow.

***

Instead of asking Allah to give us a qurotta a'yun spouse and children, I want to become a qurotta a'yun children for my parents, and a qurotta a'yun spouse for my future husband *ehm **kalau ketemu di dunia. 

Aku tahu ini terlalu banyak hal-hal privasinya, yang harusnya ga di publish. Kebanyakan curhat bell.. tapi kan. Izinkan aku publish ya, satu dua menit, atau satu dua jam, untuk kemudian aku balikin ke draft lagi. In syaa Allah.

Allahua'lam.

Medium Told Me : "You Read a Lot"

September 29, 2017 0 Comments
Bismillah.
#random #blog

I read a lot, ceunah, padahal baru baca satu wkwkwk. Jatah bacanya cuma dikit untuk non-member Medium

Pagi ini saya membuka dashboard Medium, lalu membaca beberapa tulisan dari sana. Dari orang-orang yang akun Medium-nya saya follow, sampai tulisan yang dilengkapi dengan audio. Aku klik dua dari tiga stories yang ditampilkan.

tebak, tulisan mana yang aku klik kanan, trus pilih open link in new tab? yang mana yang aku selesai baca sampai ga bisa baca lagi

Habis nyelesaiin baca satu tulisan, saya berniat baca tulisan lain yang saya pilih, terjemahan judulnya "Tuntunan Lengkap Bagaimana Mengedit Draft Pertamamu Seperti Profesional". Aku ngerasanya kok judulnya pas banget ya, sedang aku butuhkan hehe~ *hint hint. Tapi ternyata, seperti screenshoot pertama yang aku tampilkan di awal tulisan ini, aku ga bisa baca coba TT katanya saya udah banyak baca. Nah lho, perasaan baru satu deh.

Usut punya usut, ternyata tulisan beraudio yang saya pilih itu adalah tulisan exclusive yang disediakan staff Medium untuk member Medium. Awalnya saya berpikir, perasaan saya udah login deh, ini akun Medium saya kok, bukan sebagai orang lewat/bukan user. Tapi kemudian setelah saya klik button hitam dengan tulisan "Upgrade", saya jadi tahu ternyata bukan itu definisi Member yang dimaksud oleh Medium.

***

what do you get, and form to become a member of Medium
Ohh.. jadi gitu hehe.. Jadi tahu deh, kalau istilah member Medium itu adalah untuk mereka yang membayar, bukan user gratisan semacam saya hehe. Keuntungannya apa saja sih jadi Member Medium? Udah ada padahal di screen shootnya, tapi gapapa lah ya, saya coba terjemahin satu per satu. Barangkali ada yang searching di google pakai bahasa indonesia. Maaf kalau nerjemahinnya ngasal atau banyak salahnya V *peace

1. Bisa baca stories eksklusif dari penulis top dan ahli
2. Bisa mendengarkan versi suara dari stories terkenal
3. Bisa memberikan penghargaan/reward kepada penulis yang kamu sukai

Tertarik ga jadi member Medium? Kalau kamu doyan baca Medium, dan ngerasa kesel karena bacaan ekslusif storiesmu dibatasi, bisa daftar. Kalau kamu mau belajar listening bahasa inggris, atau lagi males baca karena matamu butuh istirahat setelah seharian di depan komputer, bisa tuh.. dengerin audio version dari stories terkenal. Nah, ini juga bisa jadi alesan untuk daftar. Yang ketiga, ternyata, Medium bisa jadi tempat cari uang juga ya? hehe. Mungkin kamu ga bisa beli buku orang yang kamu nikmati tulisannya di Medium, cuma bisa baca tulisannya di Medium, atau penulis itu memang ga punya buku, tapi tulisannya bermanfaat untukmu, jadi member Medium bisa jadi jalan untukmu memberi penulis tersebut reward.

Kamu mau bantuin promosi dapet apa Bell? Hehe. Ga dapet apa-apa sih, cuma bagi-bagi info aja. FYI (for your information), barangkali ada yang belum tahu. Jangan tanya ya, kenapa saya nulis ini padahal saya sendiri belum dan gatau apakah saya akan daftar jadi member Medium hehe. Akan ada banyak alasan.

Tapi saya suka sih dengan ide member Medium. Suka dengan tawaran-tawaran atau keuntungan yang membedakan user free dan user paid. Makanya saya memutuskan untuk menulis di sini.

Nanti mungkin.. kalau medium, sudah mau mengembangkan bisnisnya, trus ada Medium Indonesia. Pasti lebih bagus lagi, Medium bisa jadi tempat yang asik buat penulis maupun yang suka baca. Sosmed yang seringnya cuma berisi gitu-gitu aja, bisa kita hindari dengan lebih sering berkunjung ke Medium. I know I love Medium and it's idea, but I can't say that I will leave this blog for Medium. I am a conservative people. Love to use the old stuff, even when people start using wordpress/tumblr, I still love to write things in this old platform. I don't know why, lagian suka, nyaman dan rasa cinta kadang memang tidak perlu alasan. Suka aja, nyaman aja, cinta aja hehe.

***

Terakhir, dimanapun kamu merasa nyaman untuk menulis, menulis lah~ mari semangat menulis dan membaca. Bahkan kalau kamu nyaman menulis di sosmed, ya gapapa, sosmed juga butuh penulis yang menyebarkan tulisan baik dan berkualitasnya di sana. Agar sosmed, bukan sekedar cerita tentang aku sedang apa, dengan siapa dan dimana. Setiap orang punya pilihan dan alasan masing-masing, ga perlu rebutan dan merasa yang satu lebih baik daripada yang lain.

Yang lebih suka menulis di sosial media, semangat menulis di sosial media (fb, ig, g+, path, dll). Yang lebih suka menulis di blog, semangat menulis di blog (blogger, wordpress, tumblr, medium). Yang lebih suka menulis di media cetak, semangat menulis di media cetak (koran, buletin, mading, majalah, buku). Intinya.. semangat menulis~ bukan sekedar menulis tentunya, menulis hal-hal bermanfaat, dengan niat yang tulus. Syukur-syukur kalau dilandaskan niat karena Allah, agar balasan kebaikannya bukan hanya kita dapatkan di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Aamiin. Semoga kita salah satunya.

Semangat menulis! Semangat meluruskan niat~ bye^^

Allahua'lam.




Wednesday, September 27, 2017

Terus Berjalan

September 27, 2017 0 Comments
Bismillah.

Karena tidak bisa janji bisa menulis untuk hari ini, izinkan aku berbagi tulisan yang somehow menggerakkan hatiku sore ini.

Mungkin karena hari ini, rencanaku terhempas diganti dengan rencanaNya yg lebih baik. Dan karena perubahan rencana itu, aku berjalan lebih jauh, melalui tanjakan dan turunan. Otakku seolah berjalan di memory lane, kemudian diingatkan satu dua pertanyaan yang membuatku membeku.

Mana Bell, katanya mau share foto tulisan? Hehe. Maaf ya prolognya panjang, peace V

***

Diambil dari buku Reclaim Your Heart, Yasmin Mogahed. Bab puisi. 

Selamat membaca^^
Sampai jumpa lagi di lain waktu~

Allahua'lam.

Tuesday, September 26, 2017

Kadaluarsa

September 26, 2017 0 Comments
Bismillah.

#hikmah
 

Seperti halnya makanan yang punya batas waktu layak makan, tidak abadi, begitu juga banyak hal lain. Tidak hanya makanan, ada banyak hal lain yang punya "tanggal" kadaluarsa. Air mungkin bening mungkin tidak ada kadaluarsa-nya, tapi kemasannya, punya batas kadaluarsa.

Hal-hal yang saat ini menyita pikiranmu, juga memiliki tenggat kadaluarsa. Suatu saat akan berganti, dari satu hal ke hal lain. Masalah, yang saat ini membuatmu menangis, suatu saat akan menemui kadaluarsa-nya, kemudian hal tersebut mungkin bisa kau ambil hikmahnya atau bahkan bisa membuatmu tersenyum. Kesenangan yang kau miliki saat ini juga ada kadaluarsanya, berganti dengan kesedihan. Karena memang seperti itu kehidupan berputar. Kesehatan kita, kemampuan kita mengingat, kemampuan kita berjalan suatu waktu akan memasuki masa kadaluarsanya. Mungkin kita sadar, sehingga kita menjaganya dengan baik dan mensyukurinya selama masih ada. Tapi mungkin juga kita lalai, dan keburu terlambat, lupa mengucap 'alhamdulillah', keburu dilatih untuk mengucap 'innalillah'. Iman kita, mungkin termasuk yang ada kadaluarsanya. Sifat iman naik turun, menua, maka harus sering kita isi ulang, kita perbarui. 

Semua ada batasnya, ada waktu tenggatnya, ada kadaluarsa-nya. Karena tidak ada yang kekal dan abadi selain Allah. Lewat satu fakta ini, kita diminta mengambil hikmah dan belajar. Belajar untuk bersyukur, belajar untuk menyadari dan mengakui betapa kehidupan kita singkat, sakit, senang, tangis tawa, akan berlalu lalang. 

Semua ada batasnya, ada waktu tenggatnya, ada kadaluarsa-nya. Karena tidak ada yang kekal dan abadi selain Allah. Lalu kita diminta mengambil hikmah dan belajar. Tentang bagaimana mendayagunakan nikmat, sebelum tiba masa kadaluarsa. Agar nikmat, menjadi berkah.. berkah yang bertambah dan bertambah. 

Semua ada batasnya, ada waktu tenggatnya, ada kadaluarsa-nya. Karena tidak ada yang kekal dan abadi selain Allah. Lalu kita dipaksa mengambil hikmah dan belajar. Tentang bagaimana merelakan yang sudah pergi, dan mengakui kelemahan diri, serta kekuasaan Allah. Kemudian kita jadi tahu, diingatkan lagi untuk tidak lupa tujuan, tujuan Allah menciptakan kita. Kita menjadi tahu, diingatkan lagi untuk tidak lupa visi, visi kita hidup di dunia, untuk hidup selamanya kah? Mati dan tidak pernah bangkit lagi? Atau hidup ini adalah ladang amal? Kita mati kemudian Allah hidupkan lagi untuk ditanya pertanggung jawabannya, untuk dihitung perbekalannya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu mengambil pelajaran dan diberi petunjuk oleh-Nya. Aamiin. Ya muqallibal quluub tsabbit qalbi 'ala dinik. Rabbana latuzigh quluubana ba'da idz hadaitaa wa hablana milladunka rahmah.

Allahua'lam.
***

PS: Terinspirasi dari Draft 28 Juni 2017, tentang Ayah yang mengingatkanku bahwa 'pertanyaan itu' sudah kadaluarsa, sekarang udah pindah ke pertanyaan lain. Mungkin maksud Ayah agar aku bisa segera move on, agar bisa 'tutup buku' dan memulai lembaran baru. Tapi maafkan aku pah, aku butuh waktu yang lebih lama untuk bisa move on hehe. Doakan aku ~

Sunday, September 24, 2017

What Did You Feel?

September 24, 2017 0 Comments
Bismillah.
#beresberesdraft
-Muhasabah Diri-

from unsplash
Ingin aku bertanya padamu? Perasaan seperti apa yang kamu rasakan dulu? Seperti yang aku rasakan sekarang kah?
- kirei, draft 21 Mei 2017
***

Aku membaca tiga kata tanya itu di preview draft 21 Mei lalu. Lalu selintas memori hadir saja, tidak detail dan tidak banyak. Tapi sedikit mendeskripsikan kepadaku, mengapa kutulis tiga pertanyaan itu di draft empat bulan yang lalu.

Aku memang tidak akan meneruskan tulisanku, seperti saat awal kutulis draft tersebut, tapi izinkan aku mencoba memetik hikmah lain, mencoba menulisnya dari sudut pandang berbeda. Yang menulis memang masih aku, tapi aku di bulan Mei lalu, dan aku di bulan September ini mungkin sedikit berbeda, dari segi berat badan, eh hehe, atau dari segi pemikiran. Semoga Bella yang sekarang jauh lebih baik daripada Bella di bulan Mei lalu.

***

Tiga pertanyaan itu, sebenarnya cuma dua pertanyaan. Yang pertama, seharusnya diakhiri dengan tanda titik, atau koma. Atau mungkin sebenarnya memang tiga, karena saat itu aku tidak yakin, benarkah aku ingin bertanya padamu? Beranikah aku bertanya padamu? Semacam itu.

Tiga pertanyaan itu, membuatku sadar bahwa manusia itu terkadang sangat sulit untuk berempati. Mungkin kita bisa sekedar simpati, kalau teman sedih, kita ikut merasa sedih. Tapi mungkin perasaan tersebut cuma di permukaan, karena nyatanya, kita tidak pernah tahu sesedih apa perasaan teman kita. Begitu pula sebaliknya, kita mungkin bisa bersimpati, pada seorang teman yang punya masalah keuangan. Tapi mungkin perasaan itu cuma di permukaan, bukan berarti palsu, hanya saja, kita tidak bisa sepenuhnya mengerti. Apa lagi, kalau kita belum pernah memiliki masalah keuangan sama sekali.

Tiga pertanyaan itu, membuatku sadar, suatu saat kita akan menyadari, bahwa sesimpati apapun kita kepada orang lain, seempati apapun, nyatanya kita cuma manusia. Ya, manusia yang individualis, bukan dalam artian egois. Kita humanis, bisa bersimpati dan berempati, tapi seringnya itu cuma perasaan sesaat, hingga kemudian kita disibukkan dengan perasaan kita sendiri.

Sampai suatu saat, kita menghadapi masalah atau perasaan yang mirip. Kemudian kita jadi ingin bertanya, pada ia yang kita tahu pernah mengalaminya. Bagaimana perasaannya dulu? Sama seperti yang kita rasakankah?
Ingin aku bertanya padamu? Perasaan seperti apa yang kamu rasakan dulu? Seperti yang aku rasakan sekarang kah?
Sebenarnya, hal ini tidak terhenti sekedar di rasa sedih, atau rasanya punya masalah tertentu. Tapi juga perasaan-perasaan positif. Seperti... rasanya excited pertama kali berlibur, setelah hampir dua tahun berkutat di rutinitas yang itu itu saja. Atau seperti ribet tapi seru dan menyenangkan ngurus anak sendiri dari bayi sampai besar, ga pakai bantuan baby sitter. Atau perasaan perasaan lain, yang awalnya cuma bisa simpati, cuma bisa kita empati, dan tidak lebih dari itu. 

Pertanyaan itu, membuatku sadar. Bahwa karena itulah, terkadang kita membaca kisah/pengalaman orang lain. Meski normalnya kita tidak peduli pada kisah yang terlalu personal, pun kita tidak dianjurkan berbicara banyak tentang diri. Tapi kenyataannya, banyak tulisan bermanfaat yang kita temukan, karena ia menuliskan pengalamannya. Seperti halnya ingin menentukan objek wisata yang dikunjungi dan membaca blog yang menceritakan pengalaman pergi ke tempat-tempat wisata. Atau seperti membaca pengalaman mahasiswa yang kuliah sembari menghafal quran, saat kita berniat untuk menghafal namun tidak pergi ke pesantren khusus yang full day. Semacam itu. Itulah mengapa banyak buku kompilasi, buku kumpulan kisah orang-orang dengan tema khusus. Misalnya buku-bukunya Asma Nadia, serial Catatan Hati, atau buku-buku serial a Cup of Comfort.

***
Ingin aku bertanya padamu? Perasaan seperti apa yang kamu rasakan dulu? Seperti yang aku rasakan sekarang kah?
Pertanyaan itu.. sejujurnya membuatku memikirkan refer dari kata "kamu". Akankah suatu saat, aku berani bertanya padanya? Atau mungkin tidak. Tapi bertanya atau tidak itu.. bukan hal penting. Aku cuma ingin, kalau kami bertemu lagi, kami bisa saling senyum, salam dan sapa, lalu mengobrol ngalir, tanpa rasa kikuk karena sudah lama tidak berkomunikasi. Mungkin aku yang harus banyak belajar lagi, tentang menjalin ukhuwah jarak jauh, terutama dengan ukhti inspiratif seperti kamu.

Terakhir, pertanyaan itu.. mengingatkanku, untuk tidak ragu menulis pengalaman, yang bisa bermanfaat, yang bisa diambil hikmahnya. Bukan sekedar cerita keseharian macam diary yang isinya keluhan. Bukan itu. Tapi cerita pengalaman yang.. yang apa ya? Intinya, tulis dulu deh! Semangat^^ 

Allahua'lam.

It's Raining Here

September 24, 2017 0 Comments
Bismillah.
#random #hikmah

Beneran super random dan banyak curhat, akan lebih sehat untuk di skip.

***


Hujan tik tik. Suara itu yang yang sering jadi efek suara karena diajarkan dari lagu anak kecil. Pagi ini, sedari Shubuh, hujan menghias kota. Sebenarnya sudah sejak Jumat sore, lalu Sabtu setelah magrib, dan hari Ahad ini, hujan menemaniku. Aneh rasanya, apalagi, tiga hari kemarin aku disibukkan dengan berinteraksi bocah-bocah kecil keponakanku. Lalu hari ini, aku sendiri, asik menikmati hujan, suaranya, aromanya, udara dinginnya, serta rintik airnya, yang membasahi sedikit kerudung dan ujung rokku, ketika aku menyebrangi jalan, yang seharusnya bisa kuhindari. Tapi jika itu, salah satu cara agar aku bisa mencicipi hujan lebih dekat, alasan bisa dicari. Tanpa payung, hujan, meski cuma satu dua menit, bisa aku nikmati secara utuh.

Hujan tuk tuk. Berganti sound effect, hanya ingin membuat variasi tulisan saja. Hujan hari ini istimewa, karena aku diingatkan tentang beberapa orang, diingatkan tentang doa yang harus kulambungkan ke langit. Diingatkan juga tentang nikmat, begitu banyak nikmat yang harus disyukuri.

Tiga hari kemarin memang diluar rencana. Rutinitas sedikit terganggu, awalnya jujur sedikit menyebalkan, tapi kemudian satu persatu hikmah bermunculan. Satu satu orang mengajarkanku banyak hal, dari yang dewasa sampai yang anak kecil. Lalu satu demi satu momen, lalu satu demi satu kejadian, satu demi satu perjalanan panjang di atas kendaraan beroda empat. Belum lagi kalau teringat, aku sebelumnya tidak pernah meluangkan waktu seperti ini untuk Papah atau untuk Mamah. Jadi teringat obrolan dengan Ayah, yang berakhir dengan pecahnya opini, tapi aku jadi tahu perasaan Ayah. Bahwa ada kebutuhan emosional Ayah dan Ibu yang harus terpenuhi. Dan aku mengakuinya, bahwa kebutuhan itu, bukan cuma kebutuhan mereka. Aku juga butuh banyak waktu, untuk berlama-lama berinteraksi dengan mereka. Dari pagi hingga petang, hingga pagi lagi, hingga petang lagi.

***

Inti dari tulisan ini sebenarnya ada tiga: pertama, hujan, mari perbanyak doa. Trus maksud kedua adalah, ingin menyemangati diri dan mungkin orang lain, semangat menulis! Mungkin waktunya tidak cukup, tapi yuk nulis! Yang ketiga, setiap yang Allah takdirkan berbunga hikmah, mungkin sekarang belum mekar, atau sudah mekar, namun tersembunyi. Ayo cari..

Terakhir, whether it's rainy, or it's sunny, the weather shouldn't be affecting your mood/your day. You have to be bright and always positive, whether it's rainy, sunny, snowy, or windy. I know it will somehow affect you, but whatever effect it brings you, choose the positive ones.

Allahua'lam.

Thursday, September 21, 2017

Doa Apa dan Bagaimana

September 21, 2017 0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-


*Keterangan: italic = fiksi



Seorang perempuan terduduk lama, dengan tangan tengadah di depan wajahnya. Bibirnya kaku, tidak bergerak apalagi mengeluarkan suara. Ia tidak pula sedang berdoa dalam hati. Matanya justru fokus menelusuri detail telapak tangannya. Garis-garis di sana, ada yang jelas dan dalam, ada yang tipis dan hampir tak terlihat jelas, ada yang panjang, ada yang pendek. Seketika, ia menyadari kekurangannya, mengapa ia 'lupa' bagaimana cara berdoa, dan kebingungan harus berdoa apa. Lalu selapis kaca muncul di bola matanya, menebal, untuk kemudian luruh dalam bentuk sebulir air mata.

***

Seseorang pernah bertanya padaku, ia kebingungan tentang doa apa yang harus ia ucapkan, ia lupa dan memilih tidak berdoa, karena tidak tahu harus berbicara apa di hadapan Allah. Masalah dalam hidupnya memang menggayut langkahnya, membuat bahunya membungkuk, matanya memang sering basah karena tangis, bibirnya jemarinya sering curhat ke sana sini tentang masalahnya. Tapi ia lupa, entah sejak kapan ia berhenti berdoa, pada Rabb yang Maha Mendengar.

Aku pernah ada di situasi seperti itu. I've been there, done that, feel that kinda confuse feeling. Memang tidak mudah memulai lagi komunikasi yang pernah terhenti. Entah itu komunikasi dengan manusia, apalagi komunikasi dengan Allah. Tidak mudah, tapi bukan berarti terlalu sulit sehingga tidak mungkin dilakukan. Karena sebenarnya pintu itu selalu terbuka, rahmatNya selalu mengalir, despite we never ask for it. Karena sebenarnya, mengangkat tangan dan bicara lirih berdoa kepadaNya, jauh lebih mudah, jauh.. jauh lebih mudah daripada saat kau jauh dan memilih mencari sandaran lain.

***

Tangan perempuan dengan mukena kain putih tersebut turun, ia belum bisa mengatakan apapun, bukan sebuah doa yang ia tuturkan dalam hatinya. Namun ia sudah melangkah lebih dekat, mencoba berdoa kepada Allah Yang Maha Mendengar.

'Aku lemah Ya Allah, sedangkan Engkau Maha Kuat. Aku tidak berdaya, sedangkan Engkau Maha berkuasa. Aku hina dan banyak dosa, sedangkan Engkau Maha Pengampun. Aku... aku malu, untuk memintamu sesuatu, setelah bertahun-tahun aku tidak pernah menemuiMu. Aku... aku tidak tahu cara berdoa, sedangkan Engkau Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Aku.......' 

Tangan perempuan tersebut, sibuk membuka tasnya, mencari tissue, agar air matanya tidak mengotori mukena yang ia kenakan. Setelah ia menghela nafas, meradakan sedikit tangisnya, ia kembali menengadahkan kedua tangannya, kepalanya tertunduk, dan komunikasinya dengan Zat Yang Tidak Pernah Tidur berlanjut.

***

Saat seseorang tadi bertanya, atau mungkin hanya menyatakan keadaannya, sejujurnya aku bingung harus menjawab apa, tanggapan apa yang harus kujawab. Akhirnya aku hanya menjawab singkat, kalau kita cuma perlu ambil wudhu, shalat dua rakaat, kemudian duduk dan mengangkat tangan, curhat saja, semua hal yang ingin kita ucapkan, lalu doa akan mengalir, komunikasi dengan Allah akan terjalin, tanpa sadar pasti akan mrebes mili.

Lalu percakapan itu terhenti, berganti topik. Tapi pikiranku tidak pernah beranjak dari sana. Teringat masa-masa ku, saat belajar ulang bagaimana berdoa kepada Allah. Merasa apakah jawabanku salah?

Selain dengan cara jawaban pertamaku, aku pernah belajar berdoa lagi, lewat pengingat dari kakak (Mba Ita). Bagaimana Mba ita mengingatkanku untuk banyak doa Nabi Yunus, doa singkat. Beberapa kali, setelah diingatkan, setiap kali aku merasa hatiku tidak tenang, atau saat aku berjalan dan pikiranku seolah ingin meledak karena satu persatu pikiran buruk muncul. Aku paksakan lisanku dan hatiku untuk membaca doa itu,  la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzholimin.

Lalu doanya berganti, saat aku membuka kembali Quran sudah lama tertutup. Kutemukan doa yang dulu sudah kuhafal, namun amalnya terkikis. Doa Nabi Adam, Doa Nabi Musa, Doa Pemuda Al Kahfi, Doa ketika lupa mengucapkan In syaa Allah, dan doa-doa lain. Mungkin bukan selalu kuucapkan saat tanganku naik, atau bukan juga setelah shalat. Mungkin justru sering kuucapkan saat sedang berjalan, atau saat duduk menunggu, atau saat di dalam angkot, tapi lewat itu aku belajar ulang, kalau cuma doa, doa kepada Allah yang bisa benar-benar menenangkan hatiku. Bukan curhat lewat blog ini, bukan curhat ke temen dekat, bukan nangis, bukan nulis di selembar kertas, bukan jalan kaki, bukan yang lain.

***

Perempuan yang tadinya bermukena putih itu, kini sedang berjalan. Ia memakai kemeja panjang biru, dengan kaos putih, serta celana jins hitam. Rambutnya dikucir layaknya ekor kuda, tidak tertutup sehelai kain. Ia berjalan pelan menuju tempat peminjaman mukena, untuk mengembalikan mukena yang tadi ia pakai untuk shalat dua rakaat pendek dhuha, dan untuk berdoa pertama kalinya, pertama kalinya, setelah dua puluhan tahun.

Saat ia sedang menali sepatu sneaker berwarna merahnya, sebuah suara memanggil namanya. Bertanya apakah ia akan masuk ke kelas suatu mata kuliah, ia mengangguk. Kemudian keduanya berjalan bersama, disertai obrolan ringan yang merekahkan senyum.

The End.

***

Allahua'lam.

Pertanyaan Getir

September 21, 2017 0 Comments
Bismillah.


Kemarin aku blogwalking lagi ke blognya Teh Meutia Halida, ada artikel tentang pertanyaan kapan. Aku gatau kenapa bacanya sensi, hehe, merasa dituduh kalau aku menulis bitter question bukan tentang itu wkwkwk. Habis sensi sendiri, aku jadi malu sendiri. Malu karena tahu sensiku ga berdasar, PD banget, siapa bilang tetehnya nulis itu karena tulisanku? yang memicu teteh tersebut nulis hal tersebut, mungkin bukan aku, dan hampir impossible kalau itu aku. jadi? Jangan sensi atuh hehe.

Tapi karena itu, aku jadi dapet inspirasi untuk menulis ini. Semacam sequel dari Berdamai dengan Pertanyaan. Kalau yang sebelumnya, aku fokus membahas kalau kita tidak bisa menghindar, dan sebaiknya berdamai saja, dengan cara mempersiapkan jawaban dll. Kali ini, aku ingin mengklasifikasi jenis pertanyaan getir, bukan jenis sih, lebih ke macam, sub, kelas? Semacam itu.

***

Pertanyaan getir itu muncul lagi, kali ini.. bukan dari mulut orang lain, tapi dari lintasan pikiranmu. Layaknya dikomik, komik, ada awan pertanyaan di atas kepalamu. Pertanyaan getir itu, memikirkannya saja, kau dibuat menjadi resah dan khawatir.

Jika kau bisa memilih, pertanyaan mana yang ingin kau hindari? tentang masa lalu? atau tentang masa depan? Pertanyaan mana, yang lebih membuatmu beku dan membisu. Pertanyaan mana, yang membuatmu ingin menghilang sejenak, sedetik, atau minimal, sampai orang lain mengganti pertanyaannya. Pertanyaan yang mana? Tentang masa lalumu? Atau tentang masa depanmu?

Berdamai dengan pertanyaan tentang masa lalu

Mungkin saat itu, masa lalu itu.. ingin sekali kau tutup rapat-rapat, kau gembok, kau bersihkan bekas-bekasnya. Memastikan orang lain, atau bahkan dirimu sendiri tidak lagi bertanya tentangnya. Mungkin awal dari pertanyaannya adalah "mengapa" atau "apa" atau "bagaimana". Mengapa itu terjadi? Apa yang memangnya terjadi? Bagaimana itu terjadi?

Pertanyaan tentang masa lalu, membuatmu harus mengingat lagi kejadian 'buruk' yang ingin kau lupakan. Pertanyaan tentang masa lalu, membuatmu menyadari, betapa bodoh dan buruknya dirimu saat itu. Pertanyaan tentang masa lalu, seolah membuka lagi jahitan luka lama yang sudah tertutup.

Tapi balik lagi ke tulisanku sebelumnya, kamu tidak bisa menghindarinya. Suatu saat orang lain, atau mungkin dirimu, akan melemparkan pertanyaan itu, dan kamu tidak bisa menghindar selain menangkap pertanyaan itu dan menjawabnya, mungkin dengan senyum pahit, atau dengan jawaban panjang nan jujur, atau dengan jawaban singkat dan misterius, atau dengan pertanyaan lain, "can we talk about something else?"

Berdamai dengan pertanyaan tentang masa depan

Mungkin fase itu adalah masa yang seharusnya orang seumuranmu sudah melaluinya. Fase, yang kau juga menginginkan juga, tapi somehow kamu belum ditakdirkan menemuinya. Fase, yang mungkin bisa jadi, tidak akan pernah terjadi. Karena memang kita tidak pernah tahu apa yang ada di masa depan.

Jika pertanyaan tentang masa lalu, mengingatkanmu tentang banyak hal. Pertanyaan tentang masa depan, menguji imanmu tentang takdirnya. Mungkin kau akan dibuat bertanya-tanya pada diri, ikhtiar mana yang kurang kau kerjakan, sehingga hal tersebut belum hadir dalam hidupmu saat ini. Pertanyaan itu, membuatmu bertanya-tanya, tentang kemungkinan-kemungkinan, yang tidak akan pernah habis. Pertanyaan itu, mengujimu untuk selalu berpikiran positif, atau memilih untuk menegatifkan semuanya.

Pertanyaan itu, sering membuatmu mempertanyakan berapa persen harapannya, haruskah kau berhenti saja? Pertanyaan itu, membuatmu resah dan khawatir. Meski kau tahu, tidak ada orang yang tidak memikirkan masa depannya. Mungkin pertanyaannya diawali dengan kata "kapan", atau "apa", atau "bagaimana". Kapan rencananya, apa rencanamu, dan bagaimana rencananya.

Tapi balik lagi ke tulisan sebelumnya, kamu tidak bisa menghindarinya. Suatu saat orang lain, atau mungkin dirimu, akan melemparkan pertanyaan itu, dan kamu tidak bisa menghindar selain menangkap pertanyaan itu dan menjawabnya, mungkin dengan senyum pahit, atau dengan jawaban panjang nan jujur, atau dengan jawaban singkat dan misterius, atau dengan pertanyaan lain, "can we talk about something else?"

***

Saat ini, untukku.. pertanyaan tentang masa lalu rasanya begitu pahit. Mungkin nanti.. kalau aku sudah sedikit bisa merelakan yang terjadi sudah terjadi, sekarang fokus ke depan. Mungkin saat itu, pertanyaan pahitku berpindah ke kategori masa depan.

Tapi tahukah? Manusia, semua manusia akan selalu dibuat getir tentang dua hal ini, masa lalu dan masa depan. Entah itu fitrah, atau memang takdir. Dan tidak ada yang salah untuk merasa khawatir atau resah, selama kita tidak tenggelam dalam lautan perasaan tak mengenakkan itu.

Someday we will worry, whether our past sins is forgiven, and that's okay. If you believe and know.. that when it happens, you just have to make a taubah, then do more good deeds.

Someday we will worry, whether  we'll make it to Jannah, and save from the Hellfire, and that's okay. If that makes you work hard to become a better and better slave of Allah. Bukan sekedar tentang memperbanyak ibadah, tapi juga dengan mengenal diri dan serve His Deen with what Allah has given us.

*ga jelas banget campuran bahasanya hehe. **maaf ya. Tidak berniat mengedit V ***what a bad writer I am

***

Apapun jenis pertanyaan getir yang kini sebisa mungkin kau hindari, tapi ketemu lagi dan lagi. Jodoh mungkin wkwkwk. Mungkin Allah menakdirkan pertemuan-pertemuan pahit itu, agar kau bisa berdamai dengan pertanyaan getir tersebut. Karena ketika kita sudah bisa berdamai dengannya, hidup kita bisa sedikit lebih ringan. Sedikit saja, because life is never easy, it's hard and won't be easy till you reach Jannah, aamiin.

Apapun jenis pertanyaan getir yang kini sebisa mungkin kau hindari, tapi ketemu lagi dan lagi. Jodoh mungkin wkwkwk. Mungkin Allah menakdirkan pertemuan-pertemuan pahit itu, agar kau bisa berdamai dengan pertanyaan getir tersebut. Seperti ujian, Allah ingin kamu berpindah dari pertanyaan getir satu, ke pertanyaan getir dua hehe. Biar kamu bisa melalui ujianmu dengan lancar, bisa menjawab dengan tenang dan ga panik, satu satu pertanyaan di lembar ujian hidupmu. Dan tidak stuck di satu pertanyaan kemudian bel tanda ujian sudah berakhir berbunyi. Ga pengen gitu kan?

Selamat berdamai! Untukku, dan untuk siapapun. Baik yang pertanyaan getirnya, masuk ke klasifikasi masa lalu, maupun yang masa depan.

It will pass, those bitter will somehow turn a little sweet. Bittersweet in syaa Allah.

Monday, September 18, 2017

Permen

September 18, 2017 0 Comments
Bismillah.
#fiksi
Aku akan menyesalinya, menyesalinya, dan menyesalinya lagi. Tidak dapat kupungkiri, meski sebagian hatiku akan lega, tapi sebagian hati yang lain tidak akan berhenti untuk menyesal.

"As far as I know, regret can change nothing. Yes, that uncomfortable feeling won't change anything. Beside, that uncomfortable feeling might be holding you back when you try to walk forward. But as far as now, I still want to keep this regret, but not to be drawn to, instead to remind myself, that I shouldn't repeat that same mistakes, that I shouldn't repeat that same missteps, that I shouldn't repeat that same misspeak"
Aku mengetik rangkaian paragraf tersebut, kemudian tersenyum geli karena aku seenaknya saja membuat frase baru, 'ada gitu kata missteps? apa lagi misspeak?' batinku.

"Lagi ngapain Ya?", sebuah suara membuatku menoleh ke arah dispenser. Suara Siska, seperti tebakan telinga dan memori otakku, ia yang turun dari lantai dua untuk mengisi botol air minumnya. Kujawab iseng, "Sedang duduk", mendengar jawabanku Siska mendengus. Suasana kemudian hening, hanya terdengar suara air yang berpindah, dari galon, ke keran dispenser, kemudian ke botol 1L berwarna biru muda itu. Aku saat itu sedang sibuk mencari grammar dan vocab yang benar, saat Siska duduk di sampingku, di meja ruang tengah kontrakan kami.

"Aneh," gumamnya pelan. Aku melihat dari ujung mataku, pandangan Siska ke wajahku, seolah ada laser di matanya. Aku menoleh, kemudian membesarkan kedua bola mataku, menunjukkan ketidaknyamananku dipandang Siska seperti itu, juga meminta penjelasan lewat gesture mata tersebut. Siska yang sudah tiga tahun tinggal se atap, pernah sebelahan pula kamarnya, saat dulu aku masih di lantai 2, menangkap sinyalku.

"Lo aneh banget Ya, Kiara, alias Aya", ucapnya sepenggal. Kemudian ia lanjutkan dengan berbagai analisis wajahku yang tidak cocok.

"Tadi, waktu aku turun, ujung bibirmu naik satu senti, harusnya kamu sedang bahagia. Tapi.. ketika aku dekati, ada jejak tangis di mata dan pipimu," jelasnya. Aku memilih mengabaikan penjelasannya, karena tidak ingin menjelaskan yang sebenarnya terjadi.

"Aya? Lo baik-baik aja kan Ya?", ucap Siska sembari menempelkan telapak tangannya ke dahiku, yang kemudian segera aku lepaskan. Siska memiringkan sedikit kepalanya, tanda kalau ia benar-benar merasa heran.

"Kenapa? Ga panas? Iyalah. Aku sehat Ka, Lo aja ya aneh," ucapku dengan nada meninggi. Siapa juga yang dibilang orang aneh.

"Hidup ini Ka," ucapku, "emang kaya gitu. Sebentar nangis, sebentar kemudian ketawa. Ga mungkin nangis-nangis terus, atau ketawa-ketawa terus. Harus fluktuatif, ada bahagia ada sedih, ada sakit, ada sehat, ada luang, ada sibuk. Apanya yang aneh?" ucapku, masih sewot. Siska cuma angguk-angguk kepala, dan menggerakkan tanggannya seolah mempersilahkanku kembali fokus ke laptop.

"Terimakasih atas wejangan malam ini, Raden Ayu Kiara," ucapnya dengan nada pelan dan penuh sopan santun. Aku yang sempat naik darah jadi leleh lagi, kemudian tersenyum. "Maaf, kebawa emosi", kataku sembari menggigit bibir karena menyesal sudah meluapkan rasa marahku pada Siska.

"Dimaafkan. Salah gue juga bercandain miss sensi," ujarnya kemudian berlari kecil menaiki tangga

"Ka," panggilku kemudian berdiri, Siska makin mempercepat langkahnya mungkin mengira aku hendak mengejarnya.

***

Untuk yang satu ini aku akan menyesalinya, aku tahu, aku akan menyesalinya, lagi dan lagi. Tidak dapat kupungkiri, meski sebagian hatiku akan lega, tapi sebagian hati yang lain tidak akan berhenti untuk menyesal.
  
"Menyesal memang tidak dapat mengubah apapun, aku tahu itu. Menyesal juga dapat menahan kita untuk maju ke depan, itu.. aku juga tahu. Tapi untuk saat ini, tentang ini, aku akan membiarkan diriku menyesal, lagi dan lagi. Bukan untuk tenggelam dalam penyesalan, kemudian hidup di dalamnya. Bukan. Tapi untuk mengingatkan diri, bahwa pahit asam dan asin penyesalan ini, tidak sedap. Supaya aku tidak merasakannya lagi, aku harus belajar dan berprogres. Saat menyesal, penyesalan, dan kata-kata lain terntang sesal dikelilingi aura negatif, izinkan aku menyimpannya untuk kemudian menjadikan aku positif. Semoga dengan menyimpannya, atau mengingatnya, lagi dan lagi, aku jadi berusaha untuk tidak jatuh di kesalahan yang sama. Dengan memilikinya, lagi dan lagi, membuatku belajar untuk tidak salah langkah, tidak salah bicara, tidak salah lagi di tempat yang sama, dengan cara yang sama, dengan situasi yang sama.

Meski aku tahu, manusia sejatinya, akan mengulangi kesalahan lebih dari satu kali. Izinkan aku menyimpan penyesalan ini, mengingatnya lagi dan lagi. Agar hatiku selalu tunduk malu di hadapanNya. Agar mataku selalu basah, memohon ampun kepadaNya. Agar setiap tinggi hati musnah, setiap perasaan sombong sirna, karena aku tahu.. aku menyesal, begitu menyesal, lagi dan lagi atas setiap kesalahan yang aku perbuat.

Semoga Allah menjadikanku salah satu hamba, yang selalu bertaubat dan kembali padaNya, lagi dan lagi. Berlari, ke Ampunan-Nya yang lebih luas dan jauh lebih besar, dari dosa-dosaku.

PS: Terkadang menulis dengan bahasa inggris, untuk topik sensitif memang menyenangkan, dan sudah jadi ciri khasku. Tapi jika aku tersendat, karena kemampuan bahasa inggrisku yang segitu-gitu saja, bahasa indonesia, bahasa utamaku, bukan lagi pilihan kedua. Cause it's better to write it, than to kept it inside and let it bottled up. Right?"
Aku melihat baris judul di editor blogku. 'Harus kuisi dengan apa ya?' batinku, saat kudengar langkah kaki turun dari lantai dua. Aku buru-buru menyembunyikan botol biru satu liter di belakang punggungku.

"Cari apa Ka?" tanyaku dengan senyum yang merekah di wajahku. Jejak air di wajahku kini sudah benar-benar sirna, mataku juga sudah tidak merah atau bengkak lagi. Perasaanku sudah membaik sehingga aku bisa berlaku childish, menyembunyikan botol biru yang tadi ditinggalkan Siska yang sibuk melarikan diri, padahal aku tidak berniat mengejarnya.

"Tadi kamu berdiri mau ngingetin kalau botolku ketinggalan?" tanyanya.

"Botol apa?" tanyaku kemudian mencoba menahan tawa. Lalu kami "berantem" layaknya anak kecil, Siska yang berusa mengambil botol birunya, dan aku, yang berusaha mencegahnya.

The End.

***

Epilog *wah ada epilog juga kkkk*


Siska sebenarnya dari tadi tidak masuk ke kamarnya. Ia memang lari naik ke lantai 2, kemudian duduk di anak tangga paling atas. Terduduk saja dalam hening sembari mencoba mendengarkan suara dari lantai satu. Yang ia dengar cuma suara kecil saat jemari Aya beradu dengan keyboard, kemudian hening, kemudian suara Aya membersihkan cairan di hidungnya sekali, mungkin karena tangis sunyinya. Selebihnya, suara jemari yang beradu dengan keyboard lagi. Setengah jam, tidak ada isak, tidak ada suara tangis, perlahan Siska beranikan diri turun ke lantai satu lagi. Saat itulah ia disambut senyum mekar Aya. Siska menghela nafas lega dalam hati, "Aya baik-baik saja, Aya sudah baik-baik saja."

Penghuni kontrakan lain mungkin tidak tahu. Mereka tidak pernah tahu kalau Aya selalu menyembunyikan tangisnya. Ia bisa dengan mudah tersenyum, meski matanya mengalirkan air mata. Ia bisa dengan mudah menjawab, kalau ia kurang tidur, dan memang ia selalu kurang tidur. Tapi Siska tahu, Aya selalu seperti itu. Dibalik senyum itu, senyum manis itu, ada banyak luka di hati Aya. Ada bekas tangis yang seringkali dapat hilang dalam hitungan menit. Dan Siska tidak pernah memberanikan bertanya alasannya, karena Aya selalu begitu, penampakannya terlalu ekstrovert untuk seorang introvert. Senyumnya bukan senyum topeng, karena benar kata Aya, kalau kehidupan memang seperti itu. Dalam hitungan detik, kita bisa berpindah dari kondisi tangis ke kondisi tersenyum. Dari sana Siska belajar banyak hal, kalau Siska tidak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan. Ada banyak yang bisa membuat Aya tersenyum, meski Siska tidak tahu, apa yang membuat Aya tersenyum saat Siska pertama kali turun untuk mengisi botol air minumnya. Yang siska tahu, Aya sekarang sudah baik-baik saja, dan senyum kali ini.. bisa jadi Siska pemicunya.

permen (from unsplash)

"Semoga Siska bisa jadi alasan kecil untuk Aya tersenyum, dan bercanda lagi, seperti anak kecil, yang bisa dengan mudah tersenyum karena sebuah permen meski sedetik yang lalu menangis. Izinkan Siska menjadi pemen itu", ucap Siska dalam hati ketika ia mulai mencoba merebut botol biru yang disembunyikan Aya di belakang punggungnya.

***

Sunday, September 17, 2017

3 Poin Intisari "Never Give Up Hope"

September 17, 2017 0 Comments
Bismillah.


Draft May 27, 2017. Kusempatkan buka preview-nya, sudah lupa sebagian besar isi videonya. Tapi ada keinginan untuk memposting saja, meski cuma sedikit isinya. Semoga postingan ini bisa jadi penyemangat untukku, agar mengedit dan menyelesaikan draft lain. Semangat menulis, atau semangat melakukan hal-hal baik lain, memang kadang naik turun. Tapi justru di sana, kita diuji, bisakah kita istiqomah? I'm still learning^^

***

Dari video tersebut di atas saya mendapatkan tiga poin:

1. Your sins is not greater than His Mercy

Dosamu tidak lebih besar daripada Kasih Sayang dan Ampunan Allah. Ini satu hal yang harus kita ingat, ketika kita berada di ujung jurang, hampir putus asa. Mungkin benar, kita sudah melakukan banyak sekali dosa, tidak terhitung, kalau ada wujudnya mungkin sudah bergunung-gunung. Mungkin benar, kita hina, tenggelam dalam dosa, jauh dari muslim yang baik, mungkin bahkan "tidak pantas" untuk bersimpuh mengharap ampunan Allah.

Tapi Allah Ar Rahman, Allah Al Ghoffar... Allah sangat menyayangi kita, excessive, beyond expectation. Ampunan Allah begitu luas, dan jauh lebih besar, sebanyak apapun dosa kita. Allah selalu membuka pintu taubat, menanti kita berjalan, tertatih, atau mungkin merangkak untuk memasukinya. Siang atau malam, Allah membukanya lebar-lebar.

2. Your sins is not greater than yourself either

Selain dosamu tidak lebih besar dari ampunan Allah. Dosamu juga tidak lebih besar dari dirimu sendiri. Dosamu sebenarnya tidak bisa mengalahkanmu, tidak bisa menghentikanmu, dan tidak seharusnya memutuskan harapanmu. Percayalah, kamu cuma perlu memperkuat tekadmu untuk menjadi muslim yang lebih baik, kemudian banyak berdoa dan bekerja, agar kamu bisa menjadi lebih baik.

3. Sampaikanlah nasihat, jangan berputus asa terhadap orang lain

Yang terakhir, jangan pula berputus asa kepada orang lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana satu kalimat baik, bisa menumbuhkan semangat untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam dirinya. Kita tidak pernah tahu, kata mana, kalimat mana, nasihat mana, yang suatu saat, Allah izinkan menjadi jalan untuk seseorang memilih meninggalkan dosa-dosanya dan berubah menjadi manusia yang lebih baik.

***

Itu tiga poinnya, penjelasan di bawahnya, cuma tambahan dari saya, gatau pas atau ga dengan yang di video, karena saya belum menyempatkan menonton lagi.

Intinya ada tiga : your sins is not greater than Allah's mercy, your sins is not greater than yourself either, sampaikan nasihat dan jangan berputus asa terhadap orang lain.

Penutup... semoga kita termasuk orang-orang yang tidak pernah kehilangan harapan, yang tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Aamiin.

Semoga bermanfaat~ see you later, in syaa Allah

Allahua'lam.

Friday, September 15, 2017

Fakta, Hoax dan Muslim Arkan (Rohingya)

September 15, 2017 0 Comments
Bismillah.

Aku pernah ada di masa itu, saat aku rela berdebat dan menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi di Suriah, apa yang media dan mayoritas sosmed ributkan, kontroversi di dalamnya, yang mana yang fakta dan yang mana yang hoax. Pernah ada di posisi itu, sampai akhirnya menulis satu, dua tulisan mengenai hal tersebut.
***

Aku kali ini memang tidak banyak membaca atau mencari tahu tentang perdebatan antara netizen mengenai fakta dan hoax tragedi yang menimpa Muslim Arkan / Rohingya. Tapi membaca sedikit opini dari seorang saudari tentang pentingnya tabayyun, jadi tahu kalau ada simpang siur informasi lagi. Ada kontroversi, perdebatan, mungkin diskusi tentang mana fakta dan mana hoax. Dan hal tersebut membuatku berpikir... apakah akan selalu begini? Akan selalu ada perbedaan pendapat, debat fakta dan hoax, saat tragedi sedang menimpa manusia di sebagian belahan bumi? Apakah seperti ini cara kerja media dan sosial media saat ini? Sehingga manusia, kita dibuat jadi salah fokus. Lebih memilih menyimak, atau justru angkat suara. Lupa, bahwa yang terpenting saat kita mendengar kabar buruk kondisi saudara kita, saudara satu Adam, adalah dengan mengambil tindakan, bukan justru sibuk berkutat pada perdebatan yang semakin panjang dan entah kapan selesainya.

Takutnya, kita salah fokus. Dan malam-malam yang harusnya kita isi dengan sujud dan mengangkat tangan untuk mendoakan mereka, justru dihabiskan dengan senam jemari membantah dan menguatkan opini bahwa fakta adalah fakta dan hoax adalah hoax. Aku tahu.. media, sosial media itu punya peran yang hebat dan kuat, untuk menguatkan opini, untuk menyebarkan suatu issue, tapi ada batasnya.

Takutnya kita salah fokus. Dan siang yang harusnya kita isi dengan ikut kegiatan doa bersama dan galang dana untuk mereka, justru dihabiskan untuk cari tambahan materi dan referensi kemudian digunakan untuk balik menyerang opini parau yang memenuhi sosial media.

***

Aku tidak ingin mengatakan kalau kita lebih baik diam saja, dan membiarkan hoax tersebar dan menjelma menjadi fakta di mata pengguna sosial media. Aku hanya ingin mengingatkan diri, bahwa ada batasnya. Kapan kita menyatakan opini dan fakta yang kita ketahui. Bahwa ada batasnya, kapan kita mengabaikan opini sumbang yang berserakan itu, dan memilih berjalan saja. Mengabaikan kata-kata parau yang berserak itu, dan memilih memperbanyak kerja tangan dan doa saja.

Semoga Allah mengampuni kita, jika kita salah mengambil sikap. Semoga Allah jadikan kita lebih bijak atas setiap berita yang kita dapatkan di media/sosial media. Semoga Allah melindungi dan menjaga ummat muslim di seluruh penjuru dunia, menguatkannya, serta menghancurkan musuh-musuh islam yang membantai muslimin di seluruh penjuru dunia.

Hari ini, jumat, hari penuh berkah, mari perbanyak doa untuk saudara kita yang jauh di mata, namun semoga selalu dekat di hati. Mungkin kita sering kebas, sehingga saat jemari teriris, kita tidak merasa sakit. Padahal saudara itu ibarat satu tubuh.


Allahua'lam.

Berdamai dengan Pertanyaan

September 15, 2017 0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-

Akan ada saat-saat kita menemukan sebuah pertanyaan spesifik yang sangat kamu benci. Rasanya tidak nyaman, dan menyakitkan ketika mendengarnya dari orang lain. Mungkin karena sifat inferior kita, atau karena alasan yang lain, yang jelas.. pertanyaan itu, ingin sekali membuat orang lain bungkam tentangnya.

Setiap orang, pasti beda.. pertanyaan getir mana, yang sederhana namun efeknya ke kita rumit. Pertanyaan getir, yang mungkin 'sekedar' basa-basi, tapi efeknya ke kita, jatuh bangun untuk kita, jauh dari basa-basi. And you hope, people won't ask you those bitter question, cause I'm sensitive to that particular question.

***

Tapi seperti kita, orang lain punya lisan untuk bertanya. Seperti kita, orang lain punya rasa ingin tahu, yang harus diejawantahkan lewat pertanyaan. Seperti kita, orang lain banyak tidak tahu, dan tidak peka tentang pertanyaan sensitif orang sekitar.

Saat ini, mungkin kita merasa jadi korban, yang ditanya pertanyaan getir. Namun tanpa kita sadari, kita juga sering menjadi pelaku yang bertanya pertanyaan getir pada orang lain. Memang beda-beda setiap orang, bahkan satu orang pun, pertanyaan getirnya beda-beda. Jadi kadang kita memang ga tahu, ga ada niat menyakiti, atau membuat orang lain merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang kita lontarkan. Sama, mereka, mereka mungkin tidak tahu, dan tidak ada niat membuat kita tidak nyaman apalagi niat menyakiti kita. Kita dan mereka, sama-sama sering tidak peka, dan tidak tahu, tidak paham, pertanyaan apa yang sensitif bagi masing-masing.

***

But instead of asking people to stop questioning, which actually won't work. Yang bisa kita lakukan adalah berdamai dengan pertanyaan itu. People won't stop asking you, they won't. Even if you ask them to not questioning about that specific subject, someday, they will forget, and ask you that kind of question again. Bukan solusi, kalau kita minta orang lain untuk berhenti bertanya. It's inevitable. *belajar nambah vocab hehe.

Cobalah berdamai dengan pertanyaan itu. Jadilah orang proaktif, jangan reaktif dan tergantung pada sikap/pertanyaan orang lain. We can handle this. Tidak mudah memang, kita mungkin bisa tersenyum, lalu menjawab pertanyaan itu dengan jawaban samar, atau dengan cengiran lugas, atau dengan mengalihkan pertanyaan. Tidak mudah memang, dan mungkin setelah itu, kau merasa 'hancur', jatuh lagi, dan berusaha bangun lagi. Tidak apa-apa, they don't know, they don't understand. Saat itu, mungkin Allah sedang ingin kau meluangkan waktu untuk mendekat dan berduaan dengan-Nya.

Cobalah berdamai dengan pertanyaan itu. Minta pada Allah, agar dikuatkan, agar pertanyaan, iya, cuma pertanyaan getir itu, tidak bisa merusak perasaan atau harimu. Minta pada Allah, agar dimudahkan, dalam menjawab pertanyaan getir tadi, agar pertanyaan itu tidak jadi pengusutkan benang ukhuwah. Believe. Trust Allah, if you can't trust yourself. Allah akan lapangkan dadamu, dan kamu bisa lebih mudah meski terbata menjawab pertanyaan getir itu.

Kalau perlu, buat daftar jawaban yang asik, yang kocak, yang cool, yang bisa kamu jadikan referensi kalau suatu saat, satu, dua atau tiga orang bertanya hal getir tersebut. Kalau perlu, buat daftar pertanyaan yang unik, yang kocak, yang tidak balik menyerang, saat pertanyaan itu hadir dari tiga, empat, atau lima orang. I know it's annoying when someone answer you with another question. But this kind of tactic sometimes effective to make them know that we aren't comfortable with those particular question. Kadang kita perlu kasih hint juga, agar orang lain tahu, kita ga nyaman. Kadang kita perlu kasih kode juga, agar orang lain tahu, ini pertanyaan getir untukku.

***

Menulis ini, somehow mengingatkanku pada pertanyaan lain, yang juga tidak bisa kita elak/hindari. Pertanyaan pertanggungjawaban hidup kita di dunia. Lima perkara? Umur, masa muda, ilmu, harta bagaimana mendapatkan dan membelanjakannya.

Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan yang ini justru kita sering lupa. TT jadi inget al asr.. Allahummaj'alna minalladzina amanu wa 'amilu shalihat wa tawashau bil haqq wa tawasshau bish shabr. Umur, masa muda. Ga berani ngelanjutin nulis, selanjutnya mari kita renungkan masing-masing ya TT Banyak-banyak ingetin diriku tentang ini.

Untuk pertanyaan-pertanyaan yang ini, cara berdamainya adalah mempersiapkan jawabannya. Bukan sembarang jawaban, namun jawaban terbaik.

***

Terakhir, selamat berdamai dengan pertanyaan getirmu!

Allahua'lam.

Thursday, September 14, 2017

Menjadi Mirip

September 14, 2017 0 Comments
Bismillah.

Karena orang-orang sering berinteraksi dengan kita, sadar atau tanpa sadar, mempengaruhi kebiasaan, dan keseharian kita. Cara kita tersenyum, hobi, makanan yang kita sukai, cara bicara, cara menulis/gaya bahasa, dan hal-hal lain menjadi mirip.

***

Ingin rasanya, menjadikan tulisan ini tidak sekedar curhat. Tapi aku lebih banyak keinginan bercerita tentang diri, yang terpengaruh banyak hal positif karena banyak berinteraksi dengan ukhti asli Kendal. Let's just write, and see what will come out here.

Awalnya aku kira, ini banyak terjadi ketika kita masa-masa SMP, masa-masa belum punya identitas diri. Persahabatan/pertemanan, yang apa-apa harus sama, kemana-mana harus bareng, buku yang dibaca mayoritas sama, pokoknya masa-masa itu menurutku, kita semua pernah mengalami, mencoba untuk menyamakan, menjadi 'bebek'. Rasanya, kalau ga sama, berasa terasing. Aku bahkan pernah mendengar kisah, tentang seorang yang mau pakai kerudung karena berteman dengan yang pakai kerudung. Ga ada yang namanya dakwah untuk ngasih tahu kewajiban pakai kerudung. Mereka cuma berteman, ngobrolin manga, atau buku, makan bareng, jajan bareng, layaknya temenan biasa. Temenan yang ga ada niat dibaliknya, ga ada udangnya. Tapi justru lewat itu, hidayah bisa dateng.

Awalnya aku kira, ini banyak terjadi pada masa ketika kita tidak punya identitas diri. Tapi setelah hidup lebih lama *berasa tua hehe, aku sadar, itu akan selalu terjadi. Kenyataannya, setiap orang yang sering berinteraksi dengan kita, membuat kita menjadi mirip. Mungkin yang paling dini bisa dilihat adalah gaya bahasa dalam menulis dan berbicara. Ini terbukti kalau kita misal merantau, pasti kan banyak berinteraksi dengan suku asli tempat tersebut, dan cara bicara kita, menulis kita, somehow menjadi mirip. Mungkin bukan bahasanya yang berubah, namun nada, atau kata-kata sisipan, kata-kata kecil yang sering kita pakai. Misalnya, penggunaan kata sapaan, 'Mba' dan 'Teh', atau 'Mas' dan 'Kang', atau 'Lo' 'Kamu' 'Antum'.

Kalau bahasa tulisan, aku sudah merasakannya sejak SMA sih. Bagaimana berinteraksi dengan seseorang bisa mengubah gaya menulis SMS-ku *jaman kapan ini wkwwk, dari alay dan banyak singkatan alay, menjadi baku. Aku kadang sering bertanya penasaran kalau ada seseorang yang gaya menulis chatnya berubah, 'kamu lagi sering chattingan/baca tulisan apa sih? Kok jadi berubah cara nulisnya?'

Fenomena menjadi mirip ini dibuktikan semakin terpercaya kalau kita melihat Al Quran, dan bahasan pertemanan di dalamnya. Ga cuma teman, juga tetangga. Kalau anjuran memilih lingkungan rumah yang tetangganya baik, itu Quran atau hadis? Atau cuma nasihat dari ulama ya? *males cari referensi **maaf V

Kalau mau nulis dari segi pernikahan. Banyak yang mengatakan kalau suami istri itu biasanya mirip, apa lagi yang udah lama hidup bersama. Karena tanpa sadar, kita meniru masing-masing, cara senyumnya, gesture kecil saat sedang berpikir, selera lidahnya juga sama, cara jalannya, dll. Jadi jangan terbalik ya, bukan berarti kalau mirip itu bakal jadi jodoh. Tapi ketika emang jodoh, nanti setelah menikah dan melalui beberapa masa bersama, tanpa sadar keduanya menjadi mirip.

***

Menjadi mirip, mungkin itu salah satu alasan, agar kita rajin memperbaiki diri. Takutnya tanpa sadar, kita menyebarkan kebiasaan/pengaruh buruk pada orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita.

Menjadi mirip, itu mungkin anjuran untuk kita, agar lebih banyak berinteraksi dengan ukhtunna shalihaat. Bukan membatasi pertemanan. We can be friend with anyone. But a close friend, the one whom you interact the most, the one who chats all night long with you. Choose wisely.

Selamat menjadi mirip J


Interact more with Quran, wish that make us similiar to the people of Quran. Allahua'lam.

***

PS: Skip this part please hehe

Balik ke cerita tentang aku yang menjadi mirip seorang ukhti asli Kendal. Sebenarnya kenal mah sudah hampir 5 tahun, tapi baru benar-benar intens interaksi satu atau dua tahun terakhir. Mungkin ia tidak sadar, tapi aku banyak meniru ia, meniru hal-hal positif darinya.

Pertama, kita punya hp yang sama persis hehe. She recommend me the handphone. Sebelum itu, aku mulai rajin membiasakan lari pagi, ya karena dia. Yang tadinya lebih suka simpan hp, dan menikmati pemandangan dan momen dengan mata dan memori semata, jadi ikutan suka ambil foto, random. Karena ia sering banget mengabadikan momen lewat foto, cek aja g+nya, banyak album foto yang isinya bagus-bagus. Mulai baca buku lagi, itu juga karenanya. Ia rajin banget sih, tiap hari bawa buku Seven Habbit atau bukunya Dale Carniage, kalau waktu kosong lagi nunggu, dia pasti baca. Mulai membiasakan lagi makan teratur juga karenanya, ia tidak terbiasa telat makan. Mencoba makan outmeal juga karena ia, jadi tahu, cara makan teratur tapi tetap hemat uang hehe dan makanannya sehat pula *bukan justru makan popmie karena lagi ngirit hehe. Suka jalan-jalan lagi, juga karena ia, awalnya sering bareng-bareng ke taman sekitar bandung, atau ke tempat-tempat lain di bandung. Kemudian aku jadi sering ngebolang, menikmati jalan kaki sendirian, entah itu bentuk sifat ekstrovert atau justru sifat introvertku. Mulai nulis lagi, setelah sebelumnya vakum lama, mungkin juga karena ia, ia rajin nulis di g+nya~

Apa lagi ya? Banyak.. banyak hal-hal positif lain. Oh ya, salah satunya diingatkan pentingnya shalat istikharah, agar setiap hari tenang, atas setiap pilihan dan langkah yang kita ambil. I miss her, miss her so much. She asked me when will I visit Kendal, I want to do that, so much. But I don't know when. My parents might not allowing me, and I don't want to have a long journey alone, she knows the reason why.

Wednesday, September 13, 2017

What I Miss From Old Blogger Theme

September 13, 2017 0 Comments
Bismillah.
#random #blog

Pernah mau menulis tentang ini, tapi akhirnya urung. Sekarang akhirnya ditulis lagi, setelah menemukan lebih dari satu.

***

Previous and Next Post

Iya, aku tidak bisa menemukan ini di tema blogger yang baru. Sebenarnya ini bisa diakali dengan fungsi archieve, tapi kan ya.. akan lebih mudah kalau ada link/button atau apapun yang memudahkan kita membaca tulisan sebelum atau sesudahnya.
Hidden Side Bar

Efek positifnya sebenernya ada banyak. Tampilan jadi bersih, dan sederhana. Fokus ke tampilan isi. Tapi kadang aku merindukannya. Pengennya ga perlu harus klik sesuatu untuk bisa lihat archieve, bloglink yang sering kukunjungi dll. Tapi ini sebenarnya bisa diakali sih. Hehe.
Cara mengakalinya adalah buka di versi PC. Lalu tampilannya jadikan 80 persen ke bawah. Nanti otomatis side bar-nya muncul. Bener ga sih istilahnya? Side bar? Side menu? Hehe

Edit Post

Meski aku login sebagai pemilik blog ini, ketika aku baca tulisan lama, dan menemukan typo atau kalimat rancu yang harus diedit, aku ga bisa lagi langsung pergi ke editor lewat button edit yang dulu ada di tema blogger yang lama.

Untukku ini penting. Soalnya, keinginan untuk mengedit jadi hilang karena aku gamau repot buka dashboard, cari tulisan yang mau diedit, baru kemudian memulai mengedit.

***

Sementara, tiga itu yang saya rindukan dari tema blogger lama. Kalau kamu gimana? Punya blog? Pernah ganti tema setelah lama menggunakan tema X? Ada yang merasa dirindukan ga dari tema yang lama? Ga ada? Masa sih? Yakin? *maksa hehe.

Menulis ini tiba-tiba mengingatkanku pada Medium. Ya, medium yang katanya fokus pada konten bukan tampilan tulisan. Tapi kok aku justru sebaliknya ya? Kalau nulis di medium gatau kenapa terbebani, kayanya tampilannya harus bagus gitu, harus ada banyak gambar, juga beda heading, juga page break. Kan jadi harus mikir, kapan kita pakai page break, kapan pakai heading/sub heading, kapan juga harus nyisipin gambar. wkwkwk.

Aku lebih nyaman di sini. Bagiku, di sini, cara penulisannya ga perlu ada aturan baku atau ga perlu mengikuti kebanyakan pengguna lain. Aku cuma menggunakan formatku saja, Bismillah, hashtag, isi tulisan, yang sering berhias bintang tiga, lalu di akhiri dengan Allahua'lam. Aku lebih suka di sini ~ hehe #nggakadayangtanya

***

Merindukan sesuatu yang pernah terbiasa kita gunakan, yang pernah terbiasa kita lihat, itu wajar kan? Tapi seharusnya rindu ini, bukan sekedar dinyatakan dalam kata. Harusnya.. kalau kau memang rindu, ya, usaha biar rindunya bisa terobati. Mungkin dengan bertemu, atau dengan menyambung komunikasi. Kalau ini tentang tema blog, mungkin kamu perlu buat versi-mu sendiri, agar tidak cuma jadi konsumen, agar kreatif. Ya kan? Harusnya gitu kan?


Allahua'lam.

Tuesday, September 12, 2017

Halaman Terakhir

September 12, 2017 0 Comments
Bismillah.

#untukmuukhti

Mungkin akhir-akhir ini aku banyak menulis tentang deskripsi dan nostalgiaku tentang orang lain. Tapi sore ini, saat aku membaca salah satu surat dalam Al Quran, terutama di halaman terakhirnya, aku teringat kamu.

halaman terakhir QS Al Hujurat

***

Hari terakhir acara daurah sebuah unit, kita berjalan kaki jauh, bersama akhawat lain, dan juga peserta daurah lainnya. Salah satu checklist tugas daurah adalah menghafal satu halaman terakhir surat tersebut. Aku belum bisa menghafalnya, dan kamu yang memiliki pengalaman dan jam terbang lebih lama dalam urusan menghafal, membantuku.

Unit tersebut memang mengutamakan tentang dakwah Quran. Mungkin daurah yang kita ikuti saat itu adalah daurah persiapan pejuang quran yang kedua, sebelum akhirnya dibuka pendaftaran bagi yang berminat menjadi pengurus. Sejujur aku lupa, kamu dan aku satu majelis bukan ya? Maafkan aku, Zahra, aku ragu dengan ingatanku. Izinkan aku menyebutmu dengan nama itu ya, karena pernah kamu menggunakan nama pena Fatimah Az Zahra.

Perjalanan lumayan jauh, dan aku selalu tersendat dalam menghafal. Padahal sudah berulangkali melafalkan, selalu saja lupa. Kau biasanya membantuku memberi kode kalau lanjutannya tuh 'ini', atau mengingatkanku arti dari ayatnya, supaya aku bisa ingat. Tapi saat itu, dan mirisnya juga saat ini, kemampuan bahasa arabku sangat minim, jadi tidak banyak membantu. Tapi pengulangan demi pengulangan, berulang kali aku menoleh ke arahmu dan bertanya lagi, membuat satu pengalaman itu tertanam di tempat istimewa memoriku.

***

Zahra, pertemanan yang terjalin diantara kita memang unik menurutku. Meski benar kita satu unit, dan mungkin satu majelis/sektor, beberapa kali satu kepanitiaan, juga satu fakultas, dan beberapa kali setengah lingkaran, kita tidak pernah terbuka tentang kegelisahan atau masalah masing-masing. Sampai suatu saat, Allah menyambungkan lagi tali komunikasi diantara kita. Saat itu aku sedang jatuh, dan kamu sedang bertanya-tanya suatu soal. Yang jelas, kita terhubung lagi, dan jejaknya, sempat aku tuliskan di sini.

Tahun berganti, satu dua kali kita masih terhubung. Terakhir kali aku mengirim pesan, adalah bulan Juli lalu. Lalu sekarang senyap. Aku yang bungkam sebenarnya, aku yang belum ada keberanian menghubungimu lagi sebenarnya. Aku.. yang cuma bisa tersenyum, karena rinduku sedikit terobati melihat senyum di wajahmu. Zahra yang jelita seperti bunga.

Sekarang, aku cuma bisa mengingatmu memang, menceritakan memori menghafal halaman terakhir surat tertentu setengah dekade yang lalu saat kita masih memiliki kesibukan yang sama. Benarkah setengah dekade? Hehe.

Sekarang aku cuma bisa menulis ini di sini, tanpa berani mengirimkan link-nya ke dirimu, Zahra shalihah yang suaranya kurindukan, yang gaya bicaranya, terngiang namun aku ingin mendengarnya langsung.

Tapi aku percaya, suatu hari nanti, aku akan memberitahu padamu. Mungkin bukan lewat kirim link tulisan ini. Namun secara langsung, kalau aku mengingatmu saat membantuku menghafal halaman terakhir salah satu surat dalam Al Quran. Saat itu, mungkin aku akan memintamu menebak surat apa itu. Mungkin aku akan memberi hint surat tersebut berada di Juz berapa, atau memberi hint kapan momennya. Dan mungkin saja kau tidak mengingat meskipun sudah aku beri hint atau justru aku nyatakan jawabannya. Karena toh setiap orang menyimpan memori momen yang paling berkesan bagi dirinya. Bagi diriku, tentangmu, mungkin salah satunya ini.

***

Zahra.... tetaplah seperti bunga yang cantik jelita. Kau harus percaya, dan yakin bahwa dirimu selain cantik, juga shalihah, cerdas, dan memiliki banyak hal baik lainnya. Kau juga harus percaya, dan yakin bahwa ada banyak orang yang menyayangimu, perhatian padamu, bangga padamu, namun tidak bisa mengeja, mendeskripsikannya, maupun menunjukkannya padamu. Itu pesanku padamu ~

Zahra... maukah kau membantuku menghafal lagi? Bukan hanya satu halaman, tapi satu, dua, tiga dan seterusnya. Aku masih seperti dulu, masih butuh banyak bantuan darimu untuk yang satu ini.

dari yang belum 'berani' menyapa lagi,
^kirei~

***

PS: Web unit tersebut sudah bisa dibuka, namun hanya berisi Hello word. Aku ingin bertanya pada pengurusnya lewat official account salah satu sosmednya. Tapi aku malu, malu karena cuma bisa 'complaint' tanpa bisa bantu apapun. Salahkah, kalau aku sedih? Haruskah aku tutup mata dan tak peduli?