Disconnect (2)
Bismillah.
Beberapa waktu yang lalu membaca tulisan lama di blog ini berjudul Disconnect. Mungkin karena baca itu, jadi teringat lagi emosi yang disimpan waktu itu. Lalu qadarullah mengalami beberapa kendala komunikasi serupa. Perasaan ketidakterhubungan hanya karena merasa percakapan satu arah, tanpa ada tanda tanya balik. Lalu puncaknya beberapa hari yang lalu menerima surat di Slowly tanpa tanda tanya. Satu, dua sampai empat hari kubiarkan surat itu di inbox, sambil merangkai emosi dan kalimat, topik apa yang selanjutnya harus kuusulkan agar percakapan kembali menjadi percakapan dan bukan sebuah interview atau interogasi. Dan pagi ini, selain memberikan tanda tanya baru dan mengajukan topik obrolan baru, aku memberanikan diri mengeluarkan unek-unekku terkait perasaan 'disconnect'.
Dan inilah yang aku tuliskan, dalam bahasa inggris.
***
Hmm.. There's something I want to say. But please don't be offended.
Actually, when I first read your latest reply I feel a little bit disappointed. Because I can't find any question mark there. It happens a lot. And not only in Slowly. And I'm a little bit sensitive about it lately.
As an Introvert who gather energy to open up and connect with new people. It's sad when I saw that the conversation flow as if it's one way. It's not even an interview, but trying to always be the one who ask is kinda... Hmm. It's a complicated feeling.
I usually take time to neutralize that complicated feeling before sending a response to whatever communication it is. Whether it's in Slowly or in chat. But I usually still can keep the conversation going. As I have a high curiosity and I'm told that I have a good empathy. Making more questions is not difficult for me. And trying to think what's on their shoes is also not difficult.
Most people just more introvert than me. Answering questions from stranger and trying to open up for them is already taken a lot of their energy. So they don't have time to think asking questions. And I think most people, just like me, wanted to be heard/listened, but that in their life there's not many occasions that they can tell people about themselves. So when a question come, they just focus on answering. And giving response or answer is also their way to continue the conversation.
Anyway, I just want to let out this complicated feeling. I'm sorry if somehow I hurt your feeling. It is not only about your letter. More of me trying to let out that stacked of emotion after some similar cases where I feel "disconnected" just because I didn't get any question mark. Perhaps, I'm just having a high expectations that people are just like me, someone who easily ask questions.
- Isabella Kirei a.k.a Blue on Slowly
***
Membaca kembali tulisan impulsif di atas membuatku pusing. Bukan karena isinya, lebih ke tatanan bahasa inggris yang kacau dan kalimat yang tidak efektif. Padahal, tujuan utamaku menggunakan akun Slowly, selain untuk kirim-mengirim surat, adalah untuk melatih kemampuan menulis bahasa inggrisku. Tapi kalau setiap kirim surat, aku gak cek grammarnya, gak dibaca ulang dan coba diedit, kan tujuannya jadi gak tercapai ya? Syukurlah, minimal dengan proses menyalin tulisan seperti ini, aku jadi ingat lagi.
Terakhir, kututup postingan ini dengan pertanyaan untukmu. Apakah kamu juga pernah merasa seperti aku? Perasaan tidakterhubung, perasaan aneh saat orang yang kau ajak "bicara" (komunikasi tertulis entah itu chat/surat) tidak balik bertanya? Apakah cuma aku yang overthinking, dan jadi bingung, haruskah menghentikan obrolan, atau haruskah mencari topik lain? Bagaimana dengan orang-orang ekstrovert? Apakah hal seperti ini harusnya memang tidak dipikirkan ya? Yaudah sih, kalau masih mau ngobrol lanjut tanya aja. Dan kalau tidak, bisa cari orang lain yang mungkin lebih punya waktu dan lebih tertarik untuk mengobrol topik tersebut. Ceritakan dalam tulisan dan publikasikan dalam blogmu ya. Atau bisa jawab di komentar juga. Boleh anonim juga.
Sekian. Bye~
Wallahua'lam.
***
PS: Saat menulis "I have a good empathy", ini sebenarnya agak gimana, takut kesannya sok empati gitu haha. Tapi di sisi lain, aku bisa menulis seperti itu, karena dulu pas tes Talent Mapping, memang poinku di empati lumayan tinggi. Semoga gak overclaim hehe. Mohon doanya, semoga beneran bisa jadi orang yang bisa berempati dengan banyak orang, dan semoga hal itu bukan cuma bikin emosiku mudah naik turun, tapi juga bisa membuatku menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang lebih bijak. Aamiin.