Follow Me

Sunday, December 29, 2019

Melepaskan dan Merencanakan Mimpi

December 29, 2019 0 Comments
Bismillah.

#blogwalking


Kepada saya di dekade 2010-an, mungkin banyak momen melelahkan. Mungkin banyak ketakutan dan ragu. Mungkin banyak rindu pada masa lalu dan ketidaksabaran akan masa depan. Mungkin banyak yang tidak tercapai atau tertunda sampai entah kapan. 
Mari kita hadapi dekade 2020-an. Jangan takut; kita lakukan yang terbaik yang kita bisa, seperti dulu, seperti selalu. 
Alhamdulillahirabbil Alamin. Bismillahirrahmanirrahim. 
- Puty Puar, Melepaskan untuk Merapikan dan Merencanakan Lagi
Lama ga nulis blogwalking.. ^^

Saya pertama kenal teh Puty Puar lewat sebuah grup facebook, pernah aku tulis juga tentang buku beliau di blog ini. Dari situ, jadi tahu ig-nya, tahu blognya, follow deh.

Dan Desember ini, aku jadi lebih kenal beliau lewat tulisan di atas. Klik di tulisan yang di-highlight untuk baca lengkapnya ya. Gak nyangka aja kalau beliau pernah melepaskan mimpi, untuk kemudian merencanakan mimpi yang baru, yang jalurnya jauuh.

Aku gak banyak kenal orang-orang yang berkutat di gambar-menggambar kreatif, tapi dua yang aku inget banget Teh Amalia dan Teh Puty. Teh Amalia lewat rangkuman lecture NAK yang disajikan dengan menarik, Teh Puty, lewat grup, lalu ig, sticker2 unyu-nya. Aku kira backgroundnya Teh Puaty sama kaya Teh Amal, memang dari awal menggeluti seni, dan dunia kreatif. Aku memang ga banyak kepo sih selain yang postingan terbaru. Sampai aku baca tulisan tersebut.

Aku takjub, heran, kagum, bahwa Teh Puty dulunya bermimpi jadi seorang Geolog. Sampai akhirnya ia berdiri di persimpangan dan harus memutuskan untuk melepas salah satu mimpinya, untuk merencanakan mimpinya yang baru. Tulisan itu memang singkat, tapi aku yakin cerita dibaliknya begitu panjang. Lihat saja foto-foto yang terlampir. Bukti nyata, bahwa beliau tipe pekerja keras, saat sebuah mimpi ia genggam, ia bekerja dan berusaha untuk menggapainya. Dan usaha, tak akan pernah mengkhianati hasil. Eh kebalik, hasil tak pernah mengkhianati usaha. ^^

Semoga dengan menulis catatan blogwalking ini, aku juga belajar banyak jadi beliau. Ga cuma baca aja, tapi benar-benar mengambil pelajaran untuk diejawantahkan dalam laku.

***

Terakhir, izinkan aku meniru penutup tulisan Teh Puty, aku juga ingin berpesan...

Dear me, dekade 2010-an memang banyak momen mengejutkan, momen saat kamu lelah dan ingin menghilang saja, momen saat kamu diliputi berbagai pikiran negatif. Dan kerinduan pada masa lalu yang sering membuatmu merasa bersalah, atau kekhawatiran akan masa depan yang membuatmu enggan melangkah. Tapi 2010-an ini, ada banyak juga momen mengharukan, momen saat kamu menemukan dirimu kembali, momen saat kamu mengenal kembali Allah, momen saat doa dan dukungan orang-orang terdekat memelukmu erat dan menguatkanmu. 
Dear me, jika Allah izinkan dirimu menemui dekade 2020-an. Semoga Allah jadikan setiap waktu dipenuhi berkah dari-Nya. Semoga dirimu senantiasa berprogres menuju kebaikan, bemetamorfosis menjadi diri yang lebih baik. Semoga kelak bisa melukis senyum di wajah mamah papah. Semoga cita dan asa bisa terwujud. 
Alhamdulillahirabbil Alamin. Bismillahirrahmanirrahim.
Allahua'alam. 

Masih Dua Hari

December 29, 2019 0 Comments
Bismillah.



*warning* selftak

Masih belum tahu, apakah diberi kesempatan bertemu dengan tahun 2020. Tapi dua hari, harusnya bisa aku manfaatkan dengan baik, dan target yang belum tercapai, maksimalkan usahanya yuk.

Blog ini, juga masih bisa di isi. Kebiasaan baik juga masih bisa di pupuk, kebiasaan buruk juga masih bisa dipangkas, semoga sampai akarnya. 

Oh ya, hutang, jangan lupa dilunasi. janji juga... kalaupun ga bisa, segera minta maaf.

Alhamdulillah penghujung tahun di Indonesia selalu musim hujan, ada banyak momen untuk melangitkan doa. Menundukkan kepala sembari mengangkat tangan, kemudian memohon dengan kerendahan hati dan kepasrahan, sembari yakin bahwa Allah mendengar kita, dan Allah selalu mengabulkan doa kita, segera, nanti, atau diganti yang lebih baik.

Semoga Allah wafatkan kita dalam keadaan terbaik. Husnul khatimal.

Rabbi lima anzalta ilayya min khairin faqir..


Wednesday, December 25, 2019

Pertanyaan Tidak Langsung

December 25, 2019 0 Comments
Bismillah.



Pekan kemarin temanya tentang pertanyaan tidak langsung. Sehari setelah aku publish tulisan 'Kenapa Gak Tanya Langsung', seorang adik tingkat mengirim chat padaku,

"Kemaren Mbak A nanyain th bella lagi"

"Masih sering kontakan sama Bella?"

"Bella zzz zzzzzzz ya?"

"Kenapa"

"Gitu"

***

Pertanyaan tidak langsung, dua kali, beda kasus, beda penanya, tapi mungkin karena ini yang kedua, efeknya jadi lebih sensi.

Aku bertanya-tanya, mengapa orang yang 'tidak mengenalku' sampai bertanya seperti itu? Sekedar kuriositas kah?

Aku bertanya-tanya, jika jawaban pertanyaan 'kenapa' itu ia dapatkan, apa yang ia dapatkan? Ia jadi lebih mengerti? Jadi lebih kenal diriku?

Berbagai lintasan pikiran yang lalu lalang kutumpahkan di blog "sebelah". Baru kemudian aku bisa dengan tenang membalas pesan dari adik tingkat tersebut.

***

"Trus kamu jawab apa?"
"Pas ketemu kemarin? Atau via chat?"
"Kapan-kapan kayanya harus ketemu mba A deh hehe"


Tiga tanggapanku itu, cuma dua yang direspon. Yang kedua dan ketiga. Pertanyaanku tentang jawabannya tidak direspon. Dari situ aku tahu, aku harus belajar untuk berbaik sangka padanya. Ia mungkin menjawab sebisanya, dengan terbata, atau menjawab tidak tahu. Ia tidak mungkin menjawab asal-asalan, apalagi manambah-nambah atau mengurang-ngurangi. Buktinya, ia menyampaikan pertanyaan tidak langsung itu padaku. Seolah ia ingin memberitahuku, bahwa ia tadi kesulitan saat pertanyaan tentangku ditanyakan padanya.

***

Pekan kemarin, temanya pertanyaan tidak langsung. Dan aku ingin mencatatnya. Karena setiap kejadian, setiap pertanyaan, setiap hal yang mengenai kita, sebenarnya membawa banyak hikmah dan pelajaran. Tinggal pintar-pintar kita memaknainya, tinggal bagaimana kita jeli menganalisisnya.

Pekan kemarin.. aku belajar, bahwa manusia itu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Bahkan pada orang yang belum ia kenal. Atau justru seringkali pada orang yang belum ia kenal. Mungkin awalnya karena kita sering mendengar sebuah nama, kemudian kita jadi bertanya, yang mana orangnya? Ada fotonya? Kemudian saat sebuah fakta tentangnya hadir, secara otomatis, refleks, meski kita tidak benar-benar kenal, kita tetap saja penasaran dan ingin bertanya. Mengapa orang itu Z, kenapa ia memilih Y, dll dst. Dan kuriositas manusia itu, wajar. Dan kuriositas tersebut seharusnya tidak melukaimu, atau membuatmu ke-GR-an. Karena memang sekedar penasaran.

Pekan kemarin... aku belajar, bahwa bisa jadi pertanyaan tidak langsung itu menjadi pintu pembuka jalan silaturahim. Jika Allah mengizinkan untuk bertemu, mari bertukar tanya dan jawab secara langsung. Karena aku juga ingin bertanya, mengapa mba A ingin tahu tentang itu. Saat itu, jika Allah mengizinkan, mungkin aku bisa bercerita dengan tenang tentang Z, dan bagaimana hal tersebut mengubah hidupku.

Pekan ini... tema apa yang akan aku pelajari?

***

Terakhir, apa "tema" pekan-mu saat ini? Hal apa yang berulang kau temui, dan seolah mengetuk otak dan hatimu untuk belajar darinya?

Allahua'lam.

Jejak Memori di Facebook

December 25, 2019 0 Comments
Bismillah.

Akhir pekan kemarin aku bersilaturahim dengan beberapa teman SMA. Salah satunya bercerita padaku, bahwa ia sering mendapatkan pengingat jejak memori dari facebook yang isinya merupakan tulisanku yang menge-tag akun facebooknya. Katanya, hampir tiap pekan ada.

Aku tersenyum mendengar ceritanya. Kemudian menanggapi bagaimana dulu aku termasuk orang yang begitu aktif di sosial media. Di benakku, aku bersyukur akan jejak memori baik yang membekas tersebut.

Sepulang dari pertemuan tersebut aku bertanya-tanya, apakah facebook memories bisa mengingatkan kita tulisan orang lain yang mengetag kita? Karena setahuku, aku cuma sering mendapat jejak memori status yang aku buat sendiri.


seperti ini misalnya, jejak memori 2011, oleh-oleh tugas pra-DP2Q1 Mata' Salman

Selain pertanyaan terntang itu, aku juga jadi berpikir, bahwa kita seringkali lupa bahwa setiap yang kita tulis di sosial media, blog, bahkan komentar yang kita tulis, meninggalkan jejak. Semua itu tercatat dan akan kembali pada diri kita sendiri. Sebuah pengingat agar selalu hati-hati dalam berbicara, menulis dan mengetik.

Allahua'lam.

***

Keterangan:

Screenshoot jejak memori 2011, kutipan dari buku Pemuda Peka Zaman. Baca resume-nya di sini.

***

Epilog: percakapan yang memicu tulisan ini

"Berarti sekarang ga aktif sosmed Bell?"

"Aktif kok, cuma jarang post aja. Whatsapp juga sering online, cuma availability-nya ga dimunculin aja. Jadi ga ketahuan kalau online apa ga."

"Masih nulis?"

"Masih, blog masih aktif."

"Berarti punya dunianya sendiri ya Bell.."

Aku tersenyum. Ia kemudian mengaku hampir tiap pekan liat Facebook Memories berupa postingan tag-tagan dariku. Dan bahwa hal kecil itu yang mengingatkannya padaku.

Aku kemudian berucap, "Iya sih, dulu emang aku aktif banget sering posting, dll." Aku berhenti di kalimat tersebut. Ia menimpali menyetujui pernyataanku.

Kemudian hening.

Aku seolah membaca ekspresinya, "Kenapa sekarang bisa berubah?"

Aku pun sebenarnya merasa kalimatku menggantung. Aku bisa saja melanjutkan dan bercerita mengapa sekarang aku memilih menghindari sosial media, mengapa aku kini cuma menjadi pengguna pasif. Tapi aku memilih tutup mulut.

Bisa jadi, pertanyaan itu hanya ilusi pikiranku. Ia tidak memiliki pertanyaan itu. Aku saja, yang berpikir dan bertanya sendiri.

Aku tidak bisa memungkiri sebagian hatiku ingin menjelaskan, sedang sebagian yang lain ingin menyembunyikannya. Tapi hari itu, yang menang adalah yang kedua.


Saturday, December 21, 2019

Kenapa Ga Tanya Langsung

December 21, 2019 0 Comments
Bismillah.
#gakpenting


Hari ini aku melakukan perjalanan 'singkat' dengan teman. Tapi di perjalanan singkat tersebut kami jadi diskusi dan cerita banyak hal, setelah komunikasi sempat sepi karena aku yang enggan membuka pintu.

Ia bercerita padaku tentang seseorang yang penasaran sekarang aku ngapain, dll. Temanku ini heran pada orang tersebut. Lah, kan waktu itu ketemu, berada di tempat yang sama, kenapa ga tanya langsung?

Aku sudah dirumah, dan aku tersenyum mengingat cerita tersebut. Aku paham mengapa sosok tersebut penasaran tapi tidak bertanya. Ia penasaran karena aku sampai sekarang seolah menghilang tak ada kabar, karena lebih banyak diam di sosmed apapun. Aku juga paham mengapa ia tidak bertanya, karena aku tampak dingin dan banyak diam. Ia ragu ingin bertanya, karena aku seolah meninggikan pagar dan membuat jarak. Ia memilih tidak bertanya langsung, karena ia bisa melihat aku saat ini berbeda dengan aku yang dulu ia kenal. Aku bukan lagi Bella yang ekstrovert, aku kini lebih condong ke introvert.

Aku menulis ini, ingin memberitahunya, bahwa denganku, ia harus menjadi yang pertama membuka pintu komunikasi. Kalau ia tidak bertanya dulu, maka aku tidak akan menjawab apapun. Dan kalau ia tidak bertanya langsung, maka ia hanya bisa mendapatkan informasi tentangku dari cerita orang lain yang isinya fakta bercampur rumor.

Aku menulis ini karena, aku sebenarnya ingin menjawab pertanyaannya. Aku sebenarnya ingin berkomunikasi dengannya. Tapi... keinginan tersebut kalah oleh sisi introvertku. Aku ingin tetap begini, aku nyaman seperti ini. Aku belum siap untuk memberitahu lebih banyak orang tentang hal tertentu.

Aku menulis ini karena, aku sebenarnya ingin menjawab pertanyaannya. Aku sebenarnya ingin berkomunikasi dengannya. Tapi keinginan tersebut segera aku hapus, karena...

***

Terakhir, aku ingin bertanya. Pernahkah kamu mengalaminya? Keinginan untuk bertanya itu ada, kesempatannya ada pula, namun kamu hanya bisa diam, dan tidak memilih bertanya langsung. Jika pernah, apa alasannya?

Atau pernahkah kamu seperti yang aku alami? Mendengar cerita bahwa ada yang bertanya tentangmu tapi ia tidak berani bertanya langsung. Kalau pernah, bagaimana sikap yang kau pilih? Apa kamu akan memberanikan diri berkomunikasi dengan orang itu, dan dengan ringan berkata, "It's okay to ask, it's better to ask directly than listening to the fact mixed-up with rumors, isn't it?"

Atau pernahkah kamu seperti yang aku alami? Mendengar cerita bahwa ada yang bertanya tentangmu tapi ia tidak berani bertanya langsung. Jika mengalami, bagaimana sikap yang kau pilih? Apa kamu akan mengabaikannya, dan bergumam pelan pada diri, "The one that deserve to hear a direct answer, is the one that brave enough to ask."

Thursday, December 19, 2019

Problem

December 19, 2019 0 Comments
Bismillah.


Setiap manusia hidup berkawan dengan masalah. Mulai dari saat ia bayi sampai kelak dijemput ajal. Semakin bertambah usia, semakin meningkat pula kompleksitas masalah yang ia hadapi. Dan sikap yang kita ambil saat bertemu dengan masalah, akan mempengaruhi diri kita, terutama kesehatan mental kita.

Bulan November kemarin saya menghadiri acara dengan tema terkait kesehatan mental. Yang mengisi adalah Eka Widiasari, M.Psi, seorang psikolog juga dosen Psikologi di IAIN Purwokerto. Berdasarkan pengamatan dan pengalamannya, beliau mengatakan bahwa salah satu penyebab penyakit mental adalah sikap yang kita pilih saat ada problem dalam hidup kita.

Orang yang sehat mentalnya menyikapi problem dengan menerima dan menghadapinya, mencari solusi untuk menyelesaikannya.

Sedangkan sikap menghindari atau menolak problem akan memicu munculnya gangguan jiwa. Orang-orang yang terus menghindari problem dan enggan menerima apalagi menghadapinya, jika dilakukan terus menerus biasanya kelak akan mengalami gangguan kecemasan (anxiety). Sedangkann sikap menolak problem akan menyebabkan gangguan depresi.

Bu Eka memberikan analogi problem itu ibarat lari keliling lapangan, dan kita diharuskan untuk menghadapinya. Hari pertama, kita diharuskan lari satu keliling lapangan. Orang yang menerima dan menghadapi problem akan melakukannya. Ia mungkin baru pertama kali lari keliling lapangan, setelah satu putaran, ia merasakan tubuhnya panas, berkeringan, mungkin gemetar dan lemas bahkan juga mual, tapi ia melakukannya. Lalu saat hari kedua, ia diharuskan lari dua keliling lapangan, dan ia memilih melakukannya (menerima dan menghadapi problem tersebut), rasa pusing dan mual tidak lagi ia rasakan. Badannya sudah mulai terbiasa.

Sekarang bayangkan jika seseorang memilih untuk menghindar dan menolak untuk lari keliling di hari pertama. Kemudian problemnya tiap hari meningkat, kini ia harus lari empat keliling lapangan. Problem yang dihindari dan ditolak itu tetap ada, dan harus terselesaikan, maka ketika situasi memaksa ia bertemu problem tersebut, bagaimana kondisinya? Seseorang yang bahkan lari satu keliling saja tidak pernah, tiba-tiba harus lari keliling empat kali.

Mendengar penjelasan Bu Eka aku banyak berkaca, pada tahun-tahun lalu saat aku pernah memilih menghindari sebuah masalah. Hasilnya memang kecemasan, dan rasa cemas tersebut yang sempat membuatku menghilang dari peredaran. Dan memang benar, saat kita belajar untuk menerima dan menghadapi problem, maka kecemasan tersebut pelan-pelan bisa diatasi. Though there's a process to overcome it. Dealing with anxiety, is not easy for someone who has run from their problems for years.

***

Setiap masalah dalam hidup kita, hadir untuk memberikan pada kita pelajaran berharga. Tapi jika kita terus menerus menghindari atau menolaknya, sekecil apapun masalah tersebut, ia bisa membuat kesehatan mental kita memburuk. Maka sambutlah problem dengan sikap yang benar, sekecil apapun suatu masalah, kita harus berusaha menerima dan menghadapinya. Jika pun terasa sulit, jangan ragu untuk meminta bantuan. Baik kepada Allah Sang Pemberi Kemudahan, juga pada manusia yang bisa menjadi wasilah kemudahan dari Allah sampai ke kita.

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Sunday, December 15, 2019

Mencintaimu

December 15, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Sengaja judulnya aku buat ambigu hehe. Mohon maaf kalau ada yang salah menerka. Masih nukil buku "Silsilah Hidayah"-nya Amru Khalid.


***

Sakit Hati Terparah


"Penyakit hati yang amat parah sebenarnya bukan penyakit hati yang disebabkan gangguan pada organ hati tersebut, atau karena aliran darah yang tersumbat, bukan. Akan tetapi lantaran hati tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, yaitu mencintai Allah subhanahu wata'ala."

Jika Tidak Mencintai-Mu


"Seandainya Anda sudah mengenyam berbagai macam kelezatan dunia ini, tapi Anda tidak merasakan lezatnya tetesan air mata yang jatuh karena takut kapada Allah, atau lezatnya khusyuk dalam dua rakaat sholat yang Anda kerjakan karena kecintaan pada Allah, atau jantung Anda tidak mendetakkan cinta pada Allah, sesungguhnya Anda belum memenangkan kelezatan dunia, meski Anda sudah mengenyam semua kelezatannya."

***

Aku pernah nulis juga, tentang fitrah hati mencintai Allah, baca di sini. Ga kebayang gimana sakitnya, kalau kita justru membenci Allah 'hanya' karena kita tidak mengenal-Nya, tidak memikirkan ayat-ayatNya, dan tidak mengingat nikmat-Nya.

Semoga Allah menjaga hati kita agar selalu mencintai-Nya. Ya Muqallibal qulub tsabbit qulubana 'ala dinik. Aamiin.

Allahua'lam,


Mengangkat Kedua Tangan Saat Berdoa

December 15, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Nukil Buku "Silsilah Hidayah" | Amru Khalid

Ada tiga bagian, ketiga-tiganya terkait doa dan sikap kita saat berdoa kepada Allah. Kalau ga salah ingat, ketiga-tiganya diambil dari bab Pasrah kepada Allah.


***

Hikmah penundaan pengabulan doa


"Saudaraku, perhatikanlah hikmah Allah dalam menunda pengabulan doa. Apakah Anda tahu mengapa Allah menunda pengabulan doa Anda? Allah menginginkan agar Anda selalu bergantung kepada-Nya, menghadapkan diri kepada-Nya, pasrah di hadapan-Nya dan tidak merasa putus asa karena tertundanya pengabulan doa Anda itu. Dia ingin menguji Anda untuk melihat sejauh mana ketergantungan Anda kepada-Nya dan sejauh mana kepasrahan Anda di hadapan-Nya." 

Mengapa kita mengangkat kedua tangan saat berdoa?


"Mengapa kita mengangkat kedua tangan ketika berdoa? Karena mengangkat kedua tangan menunjukkan kemiskinan, menunjukkan kehinaan dan menunjukkan kita butuh kepada-Nya, dan Dia menyukai hal itu dari hamba-hamba-Nya."

Aku adalah orang miskin dan fakir


Ulurkan tangan Anda kepada-Nya, serta katakanlah, 
"Aku adalah orang miskin, bersedekahlah kepadaku! Sebab sedekah hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin. Dan aku adalah orang fakir dan orang miskin, bersedekahlah kepadaku wahai Yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah"
"Wahai Zat yang memerintahkan kami dalam al-Quran untuk membebaskan budak, bebaskanlah kami dari api neraka!"
"Wahai Zat yang telah memerintahkan kami agar bersedekah, bersedekahlah kepada kami! Sebab Engkaulah Yang Maha Dermawan." 
"Wahai Zat yang telah memerintahkan kami agar memaafkan manusia, Engkau-lah Maha Pemaaf! Engkau menyukai maaf. Maafkanlah kami, wahai Yang Maha Pemaaf, Wahai Yang Mahamulia!"

***

Lewat tulisan ini aku ingin bertanya pada diri... apa kabar? Masihkah kamu menjalin percakapan dan permohonan rahasia, antara dirimu dengan Yang Maha Mendengar? Masihkah doa-doa terjalin, atau justru terputus dan hening? Pernahkah kamu menengok ulang, sikapmu, adabmu dalam berdoa?

Lewat tulisan ini, aku ingin mengingat lagi doa Nabi Musa, saat ia lari karena sebelumnya tergelincir dalam perbuatan dosa, kemudian Allah berikan ia kesempatan untuk berbuat baik pada dua perempuan dengan ternaknya, setelah itu ia bersandar di sebuah pohon dan melangitkan doa tersebut.

 رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍۢ فَقِيرٌۭ 
Al Qashash [28] : 24
“Whatever You have given me, is exactly what I needed and I desperately needed it. I desperately needed it.” [1]

Ya Tuhanku.. sesungguhnya apapun yang telah Engkau berikan padaku, adalah benar-benar hal yang aku butuhkan, dan aku sungguh membutuhkannya, I desperately needed it.

Sesungguhnya kita ibarat seorang fakir yang sangat membutuhkan kebaikan apapun yang telah Allah berikan. Doa ini bukan hanya tentang kebaikan-kebaikan yang akan kita dapatkan, tapi tentang kebaikan-kebaikan yang telah Allah berikan pada kita, baik itu nikmat hidup, nikmat kesehatan, nikmat iman dan islam, maupun nikmat-nikmat lainnya. Termasuk nikmat kesempatan untuk bertaubat setiap kali kita bersalah dan berdoa.

Allahua'lam.

***

[1] dari buku Revive Your Heart, Nouman Ali Khan. Kapan-kapan aku salin penjelasan lengkapnya ya. In syaa Allah. **panjang bgt ternyata hehe. ga jadi janji.

Monday, December 9, 2019

Rumor

December 09, 2019 0 Comments
Bismillah.

#fiksi



Perempuan berkebaya biru itu memandangiku dengan ekspresi heran, seolah masih tak percaya aku ada di hadapannya. Dia berulang mengucapkan kalimat yang sama, bahwa sudah lama sekali ia tidak bertemu dan berkomunikasi denganku.

Kami duduk sembari meminum air dingin yang dihidangkan. Dengan suara riang ia bercerita padaku, bahwa selama 'aku menghilang' dan tidak ada kabar, ia mendengar banyak rumor tentangku. Kuturunkan pelan gelas di tangan kananku. Hatiku berdegub sembari kuberanikan diri bertanya padanya,

"Rumor tentang apa?"

Sejenak hening, seolah ia tidak menyangka aku akan frontal bertanya seperti itu. Kemudian ia menjawab ringan, mungkin memilih salah satu rumor paling 'ringan' yang tidak akan menyakitiku.

"Kalau kamu udah menikah,"

Aku tersenyum tipis, telintas di otakku fakta lain yang bukan rumor tentangku kandidat alasan utama aku memilih diam dan 'hilang' di luar peredaran orang lain. Tapi pikiran tersebut kutepis, sembari aku bercanda mengenai rumor semisal yang pernah teman dekatku tanyakan padaku.

"Shelli juga pernah chat ke aku, katanya dia kira aku udah menikah dan diboyong suami ke luar negri," kali ini senyumku pahit. Karena memori tersebut mengingatkanku, bahwa ada yang memilih bertanya langsung, cross-check ketimbang memperbincangkan sesuatu yang belum jelas kebenarannya tentangku.

Perempuan berkebaya biru itu tertawa kecil. Di sebelahnya, seseorang yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi. Ia diam saja mendengar percakapan kami, seolah ia tahu betul, bahwa bukan hanya rumor itu yang beredar tentangku. Bahkan bukan rumor, tapi fakta yang sengaja tidak berani ia tanyakan karena ingin menjaga hatiku.

***

Malam sudah gelap saat aku memasuki pintu rumah yang terbuka. Ayah sedang membaca di ruang tamu, membiarkan semilir angin malam masuk sembari menungguku pulang. Kuucapkan salam, menutup pintu, bertukar satu dua pertanyaan dan jawaban, kemudian masuk ke kamar.

Percakapan mengenai rumor terlintas di otakku, aku segera menuju rak buku kecil, dan mencari sebuah novel. "Ketemu," ucapku pelan. Halaman 134. Novel tersebut kubiarkan terbuka, buku selanjutnya yang kuambil adalah jurnal harian bersampul ungu. Kutulis tanggal, dan percakapanku dengan perempuan berkebaya biru. Kemudian kusalin percakapan dari novel terbuka tadi.

"Can I... ask you something? Why aren't you asking me anything... about my hand. You must be curious" 

"Because I'm sure, you had to answer that question millions of times." 

"People asking, "What happened? What made you become like that?"' 

"It may be just a simple question for the people who ask, but it'll be painful for the person who needs to answered it every time."

Aku mengganti pena yang kupakai dengan pena lain bertinta biru. Kemudian melanjutkan menulis lagi.

      Aku sepertinya sudah jauh lebih baik daripada dua tahun lalu. Awalnya pertanyaan tertentu sakit jika didengar, menjawabnya apa lagi. Kemudian beberapa saat kemudian, tidak ada yang bertanya justru pahit rasanya, karena aku mengira tidak ada yang mau mencari tahu kebenaran dan memilih mempercayai rumor. Tapi sekarang, apapun itu... aku bisa melihatnya dengan kacamata jernih.

       Pada yang bertanya, aku bisa menjawab tanpa ada rasa getir di hati. Pada yang tidak bertanya, aku berterima kasih, karena bisa jadi mereka tidak ingin membuka luka lama meski mereka sebenarnya penasaran (seperti kutipan dari novel di atas). Juga pada yang tidak peduli, aku pun juga tidak peduli. Setiap orang sibuk dengan hidupnya masing-masing. Ada yang memang hobi membuat rumor, menyebarkan berita-berita aneh. Ada yang menyampaikan fakta, agar tidak banyak hati yang berprasangka. Ada berputar di antara keduanya, kemudian berhenti di sana. Ada yang mengerutkan kening, tidak percaya, dan bertanya untuk klarifikasi. Ada juga yang menutup telinga dan meninggalkan percakapan tidak berfaidah itu. Begitulah hidup, hidup sosial. Kalau kita menghabiskan waktu untuk berkutat di sana, kita akan banyak terluka, oleh lidah dan jari jemari yang memakai topeng.

     Aku... sepertinya sudah lebih dewasa dalam hal ini. Dan aku harap, aku juga semakin dewasa dalam hal-hal lain, agar hidupku tidak stuck dan kembali berjalan lagi dengan ritme yang tepat.

       Sudah malam, waktunya istirahat.

The End.

Thursday, December 5, 2019

Kuesioner LMD

December 05, 2019 0 Comments
Bismillah.



Aku sebenarnya tidak terlalu suka mengisi kuesioner, jadi saat di sebuah grup ada yang share link-nya, sengaja aku mengabaikan. Kuesionernya ditujukan pada alumni LMD 165-200. LMD, akronim dari Latihan Mujahid Dakwah, aku sebenarnya tidak yakin, huruf M sekarang kepanjangan untuk Mujahid atau Mujtahid. Yang jelas, waktu aku jadi peserta LMD 166, masih Mujahid. LMD itu daurah kepemimpinan yang diselenggarakan di alam, oleh Masjid Salman ITB.

Waktu berlalu, aku pikir aku tidak akan pernah mengisi kuesioner tersebut, sampai sebuah broadcast masuk. Nomer hpku saat ini dan yang tercatat di database LMD masih sama, begitu ucapku dalam hati. Aku akhirnya memutuskan untuk mengisinya.

Kuesionernya lumayan panjang, banyak membuatku mengerutkan kening, sebagian karena aku dipaksa membuka memori lama yang sudah terlupakan.

Apa yang paling kamu ingat dari LMD? - aku menjawab dua kata. cuma itu. berusaha mengingat lebih banyak, tapi ternyata cuma itu yang paling melekat. 

Penilaian kamu terhadap metode pencarian dan penyusunan Kartu? - angkatanku juga ada kah? sepertinya belum, atau sudah, aku lupa. aku ingat saat jadi panitia sih, membuat alur penyusunan kartu, menentukan tempat dimana kartu tertentu diletakkan, sesuai gambaran besar yang dibuat Bang Aad. Tapi sebagai peserta, aku benar-benar sudah lupa. Apa aku berhak memberikan angka penilaian, padahal aku tidak ingat? 

Apa yang pelu dikembangkan dalam LMD untuk bisa menjawab kebutuhan generasi saat ini? - sulit, sungguh sulit pertanyaannya.

Tapi dari sekian pertanyaan, ada juga yang memojokkanku untuk mengambil hikmah.

Seperti pertanyaan esai agar menyebutkan 7 nilai Salman. Aku belum pernah menghafalkannya, dulu sering mendengarkannya, tapi saat ini, sudah banyak lupa. Aku memang harus googling, membaca dari web salmanitb.com, menyalinnya serta menyantumkan sumbernya. Pertanyaan itu cukup membuatku berpikir dan berusaha mengambil hikmah, sudahkan 7 nilai itu ada pada diri? Terutama yang pertama, ada yang tahu nilai pertama Salman?

Menurut kamu orang yang Merdeka itu seperti apa? Jelaskan dengan menyebutkan 3 frasa/kata kunci tentang merdeka

Ya, itu pertanyaan berikutnya, untuk menguji pemahaman nilai pertama salman, merdeka. Ternyata isi kuesioner LMD tidak mudah. Hmm.. Aku dibuat banyak berpikir sebelum menjawab. Bahkan sekarang... membaca pertanyaan itu membuatku berpikir, "Sepertinya, aku tahu mengapa merdeka dipilih sebagai nilai pertama salman". Karena kata 'merdeka' akan menggiring kita pada nilai tauhid. Bahwa kita di dunia ini... adalah seorang hamba. Dan untuk menjadi merdeka, kita harus menghamba pada Allah semata. Karena selain itu, kita tidak akan bisa merdeka. Bahkan bisa jadi kemerdekaan manusia tidak 'diambil' orang lain, atau hal-hal di luar diri. Bisa jadi, justru kemerdekaan diri, dihalangi oleh penghambaan pada hawa nafsu diri. hmm.

Dua pertanyaan lagi yang saling terkait dan ingin kusalin di sini.
Kamu merasa kapasitas diri kamu meningkat nggak sih selama satu tahun ini? 
Pilihan ganda. (a) Ya sangat meningkat (b) Ya tapi meningkat sedikit (c) Engga, sama sama aja kaya dulu (d) menurun daripada sebelumnya
Jika meningkat, apa kapasitas diri kamu yang meningkat?
I've been so sensitive about that question actually. I can't count how many times I wrote about it here. The feeling of stuck, the question 'when will I change my life', and other things. And these two questions above knocking on my 'nearly broken door'. Mungkin aku benar-benar harus berkaca dan berbenah. Mungkin aku terlalu sering menutup mata dan telinga, berpura-pura kalau aku sudah melangkah jauh, padahal kenyataannya.....

***

To sum it up, it's a good quetionnaire. Saya ucapkan terimakasih untuk siapapun yang membuat pertanyaan-pertanyaan kuesioner, juga yang membuat formulirnya, sehingga ga bisa asal ngisi, termasuk di pertanyaan tentang IPK **kuesionernya melanggar SARIP emang wkwkwk. Trus jadi inget, kok jawabanku tentang pertanyaan IPK terakhir ga kerekam ya? Bisa ya, disetting agar tanggapan yang dikirim ke email pengisi kuesioner cuma sebagiannya aja?

Anyway.. Terimakasih juga untuk yang kirim pesan broadcast. Mungkin ia cuma menjalankan jobdesk, tapi pesan itu, yang membuatku memutuskan untuk mengisi kuesioner, setelah sebelumnya berpikir bahwa satu orang sepertiku mungkin tidak akan mengurangi apapun, toh yang lain banyak yang mengisi. Cuma satu pesan yang dikirim ke banyak nomer memang, tapi aku jadi tahu... bahwa bukan 'mereka' yang membutuhkanku mengisi kuesioner tersebut. Bisa jadi, justru aku, yang membutuhkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Allahua'lam.

***

PS: Aku pikir aku juga akan menuliskan tentang pilihan mengikuti LMD 166, konflik sebelumnya, dan keputusan akhirnya. Ternyata memang lebih baik fokus ke kuesionernya saja. Memori yang lain, biarlah tersimpan di diary saja. Aku bisa membacanya lagi, jika aku ingin. Toh masih tercatat di sana, setia menunggu untuk dibaca lagi, juga rela untuk tidak dibaca siapapun dan terlupakan.

Ragu Itu di Hati

December 05, 2019 1 Comments
Bismillah.



Menyembunyikan blog ini, mudah. Ya semudah mengganti setting public menjadi private. Semudah itu. Dan terkadang, aku ingin terus menggunakannya untuk bersembunyi, entah dari siapa. Mungkin bahkan, dari diriku sendiri.

Pernah dengar atau baca nasihat Ibunda Imam Atsauri pada putranya? Tentang menulis dan melihat bagaimana efek setelah menulis pada diri kita.
"Wahai anakku, jika engkau telah mampu menulis sepuluh huruf maka lihatlah dirimu. Apakah bertambah baik cara berjalan, kelembutan dan ketenanganmu?"
Jika tidak?
"Jika tidak, maka ketahuilah sesungguhnya ilmu itu tidak memberi manfaat padamu."
Beberapa bulan ini sebenarnya aku menulis lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Tapi dari yang sedikit itu, aku ragu.... apakah yang tulisan-tulisan tersebut menambah kebaikan padaku, pada jalanku, apakah menambah kelembutan, juga ketenangan? Aku... ragu, apa tulisan yang kuberi label #untukku benar-benar untukku? Apa aku menulis kemudian berusaha mengejawantahkannya dalam keseharianku? Atau sebaliknya?

***

Sejujurnya, aku ingin bersembunyi saja, seperti beberapa hari ini, saat blog ini tidak bisa dikunjungi orang lain selain diri. Lebih mudah begitu. Tapi... tidak semua yang mudah itu baik kan?

Jadi, hari ini.. aku ingin berhenti bersembunyi. 

Aku masih ragu, tapi aku bisa berhenti bersembunyi sembari mencari jawaban akan keraguan tersebut. Bukankah aku tidak tahu, tapi Allah Mahatahu? Bukankah yang ragu itu hati, dan hatiku ada di dalam genggaman-Nya?

Allahua'lam.

Monday, December 2, 2019

Gravitasi

December 02, 2019 2 Comments
Bismillah.

#puisi

Ingin menyalin puisi di sini, dari buku catatan. Tertulis di sana tanggal 18 November 2019.



Bukankah fitrah?
Hukum alam?
Bahwa gravitasi
akan menarikmu ke bawah
dan "bug" kau jatuh lagi

Sesekali memang harus begitu
Agar kau tak merasa tinggi
Agar mencicip lagi kehinaan
Kemudian hatimu tunduk
dan mengadu lagi
pada Yang Maha Tinggi

***

Puisi di atas bentuk ekspresi setelah melakukan kesalahan. Berharap aku bisa belajar dan tidak diam dan salah memilih respon.

Belajar... bahwa setiap kita jatuh, kita bisa segera bangkit sembari memetik hikmah dan pelajaran dari kejadian yang rasanya jauh dari manis itu. Sedikit pahit, sedikit perih. Tapi cukup untuk membuat diri sadar lagi, bahwa bisa jadi ada perasaan 'tinggi hati' yang perlu dibersihkan. Cukup untuk membuat diri sadar lagi, betapa limbung kaki kita jika bersandar pada kemampuan diri. Cukup membuat diri teringat, bahwa yang menggerakkan otot dan syaraf di kaki kita, untuk melangkah, berlari dan melompat bukan diri kita, bukan semata karena kemampuan kita, ada izin dari Allah. Begitu pun hati. Yang membuatnya tergerak melaksanakan amal, baik yang wajib maupun sunah, adalah hidayah dari-Nya. Dan itu... harus terus menerus kita minta.


اللهم ات نفسي تقواها وزكها أنت خير من زكها أنت وليها ومولاها

Allahumma ‘ati nafsi taqwaha wa zakkaha anta khairu man zakkaha anta waliyyuha wa maulaha

Ya Allah berikan jiwaku ini ketakwaan, sucikan ia, Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau penolongnya dan pemiliknya. (HR Muslim). [1]


Allahua'lam.

***

Keterangan:

Thursday, November 28, 2019

Membaca Ta'limul Muta'allim

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.


Bukan nukil buku, lebih banyak curhat, tentang buku ta'limul muta'allim.

***

November 2016. Malem jumat? 3 November 2016. Sehari sebelum 411. Malam saat aku bertemu kembali dengan Teteh Mentari pagi, dan diberi pesan agar 'jangan lari'.

Ada undangan kajian ta'lim muta'allim, aslinya offline, di LTI Bandung, tapi karena malam, buat akhawat ada grup google hangout buat ikutan dengerin kajian. Yang ngisi Abu Ezra, Kang Fadhli, dulu pertama kali tahu beliau lewat MPI Bandung. Ada beberapa pertemuan, tapi aku pribadi ga menyimak semua. Terakhir download audio pertemuan ke 9. Waktu itu, Abu Ezra sudah pindah tempat tinggal, ke Depok atau Bogor, agak lupa.

Selang waktu beberapa tahun kemudian, Penerbit Aqwam menerbitkan buku terjemahan Ta'lim Muta'allim. Langsung deh pre-order, alhamdulillah bukunya sampai di Purwokerto bulan Juli lalu. Tapi baru mulai baca akhir Oktober.

Aku baca dari awal, pengantar penerbit, mukadimah pen-tahqiq, dst urut pokoknya. Sembari membaca buku ini, saya mencoba menggali memori yang sudah lama hilang saat dengerin kajiannya. Jujur, jadi paham, kenapa belajar itu ga bisa cuma baca buku, tapi harus dateng kajian dengerin dari guru. Karena beneran deh, ga bisa kalau cuma salah satunya saja.

Aku pertama baca buku yang udah di-tahqiq dan ditakhrij itu buku Sirah Aisyah, bisa jadi bahkan cuma itu? Kalau di Sirah Aisyah catatan kakinya mayoritas tentang status hadits, jalur riwayatnya, atau penjelasan nama sosok yang tercantum di dalamnya. Sedangkan di buku ta'lim muta'allim ini.. lebih 'rumit' lagi.

Di bagian awal buku memang sudah disebutkan kalau buku ini adalah disandarkan dari empat naskah, yang selanjutnya disebut naskah A,B,C,D lebih tepatnya dengan karakter arab alif, ba, ja, dan dal. Di mukadimahnya disebutkan lengkap naskah A ditemukan dimana, kondisinya gimana, dll. Dari situ aku dibuat mikir, wah ternyata jaman dulu menyalin buku itu manual, tulis tangan, jadi ada kemungkinan perbedaan diksi di beberapa bagian. Kalau sekarang kan 'tinggal' copy paste dan bisa menerbitkan buku sekaligus banyak.

Dari situ, aku pribadi udah mulai merasa, kayaknya perlu minta dokumentasi kajian ta'lim muta'allim deh. Akhirnya aku coba tanya di grup Ta'lim MPI. Dan.. tidak ada respon. Mungkin memang sudah gatahu dimana, atau tidak terbaca pesannya. Entahlah, hehe. But the show must go on kan? Maksudnya, masih harus baca kan..

Alhamdulillah setelah baca (sebagian) isinya, ternyata ga seberat saat baca detail tentang tahqiq-nya. Isinya bagus dan banyak hal yang harus dicatat. Bahkan... karena banyak kutipan yang bisa diambil, penerbit aqwam sendiri menyertakan kutipan dari buku tersebut di bagian bawah tiap halaman. ^^
Yang aku suka juga... dari buku ini, aku pertama kali baca syair arab sama teks arabnya, dengan harakat hehe. Kalau sebelumnya cuma baca terjemahannya saja di beberapa buku, kali ini feel-nya beda karena baca arabnya juga.

Oh ya jadi inget. Sebelumnya aku bilang catatan buku Ta'lim Muta'allim ini lebih rumit. Sebenernya bukan rumit sih, lebih ke detail banget.  Selain penjelasan nama yang disebut dalam buku, juga keterangan kata tertentu cuma ada di naskah tertentu. Karena misal ada kata yang ada di naskah A, tapi ga ada di naskah B,C,D, atau naskah B memakai kata X, sedangkan naskah C memakai kata Y. Aku kasih contoh aja ya.

Catatan kaki :
[1] Kata 'salam' tidak terdapat pada naskah (ب)
[2] Pada naskah (ج) tidak terdapat huruf و pada kata  يجدون

Semacam itu. Tapi sekali lagi, terlepas dari itu, bukunya masih enak dibaca. Kalau ga mau pusing, jangan baca catatan kakinya.

Udah sih, mau curhat itu aja. Terakhir izinkan kusalin sebuah kutipan dari buku ini untukku.

"Wahai diri, jangan bermalas-malasan dengan menunda urusan. Jika tidak, tetaplah tinggal di jurang kehinaan. Tak pernah kulihat, para pemalas mendapat keuntungan selain sesal dan keinginan yang tak terwujud."
- Imam Az-Zarnuji, dalam bukunya Ta'limul Muta'allim

Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat malas, dan menyibukkan diri kita dengan amalan-amalan baik. Aamiin.

Allahua'lam.

Answered

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.



Masih nyambung tulisan sebelumnya, tentang judul pertama blog ini sebelum berganti menjadi better word. I said I was looking for a genuine friends, and it is answered by Allah with his best plan.

***

Sebenarnya aku berniat menulis tentang ini 21 Oktober lalu, saat mataku terbuka dan aku merasakan lagi betapa indahnya nikmat diberi sahabat baik oleh Allah. Meskipun tertunda sebulan, izinkan aku tetap menuliskannya di sini. Barangkali suatu saat aku lupa (lagi) tentang nikmat ini. 

Aku sebelumnya mencari teman sejati, begitu yang kutulis dalam bahasa inggris, genuine friends, teman yang tulus, teman yang sebenarnya. Bukan teman yang memakai topeng, terlihat 'cantik dan tersenyum' di depan kita, di belakang beda wajah. Aku mencari sahabat yang baik, yang menggandeng tanganku menyusuri jalan kebaikan. Bukan sosok yang membawa pisau, dan tanpa sadar menciptakan goresan setiap kali kami berinteraksi. Perjalanan pencarian ini tidak mudah, terutama karena sebelumnya aku pernah mengecap pahitnya bertemu teman yang meremas kertas kepercayaan. Tanpa sadar, aku sendiri yang menciptakan sekat-sekat, pagar-pagar, hingga banyak yang mungkin merasa sulit mendekat. Atau mungkin merasa dekat, tapi aku sebaliknya. Bukan salah mereka, tapi karena aku.

Aku mulai memaknai kata ukhuwah islamiyah sejak lulus SMA, pernah menuliskannya juga di sini.


Pandanganku jadi lebih luas, kalau aku kira mencari teman sejati itu hampir tidak mungkin, setelah mencicipi manisnya pertemanan yang terjalin karena iman, semuanya jadi terasa lebih mudah.

Sampai ada momen saat aku menghilang dari peredaran, masa saat aku mundur dari segi kualitas diri. Aku kemudian kembali meragu, adakah yang mau menerimaku, setelah apa yang terjadi? Karena aku bukan lagi aku yang dulu, aku... banyak mengalami degradasi, baik dari segi mindset, iman, dll. Dan Allah menjawabnya, menjawab pertanyaanku, lewat begitu banyak ayat, tanda, dan hujan nikmat yang seringkali lupa aku syukuri. Dan akhir oktober kemarin, Allah membuka lagi mataku.

See? You found that genuine friends you're always looking for. Hubungan dengan mereka mungkin sesekali renggang, karena imanku yang koyak, tapi mereka ada. Aku yang sering lupa. Aku yang sering bertanya pertanyaan yang salah.

Saat itu, aku memutuskan untuk menuliskannya. Aku takut aku lupa lagi. Dan qadarullah, baru hari ini aku mewujudkannya dalam rangkaian kata.

I look back and lost count, how many genuine friends Allah has given me. Perempuan-perempuan shalihah yang hatinya lembut, dengan berbagai perbedaan karakter, dengan ribuan detik memori bersama mereka. Alhamdulillah alhamdulillah...

Bahkan saat ini, saat banyak yang bilang, nemu temen pascakampus itu sulit, Allah bahkan menyediakannya untukku. Padahal kalau dipikir secara logis, kayanya sulit dapetnya, secara sekarang mobilitasku terbatas dan 'sambungan' komunikasiku yang lebih sering 'putus-putus'. Tapi nyatanya, nikmat itu mengalir. Dari yang jauh, juga yang dekat. Dengan sahabat-sahabat yang rindu ingin saling bertemu, juga teman-teman yang rutin duduk bersama.

Semoga nikmat ini tidak berhenti di dunia saja, tapi sampai kelak di akhirat. Semoga Allah meridhai kita masuk surga, duduk di dipan-dipan sembari bertukar kata, bercerita tentang bagaimana jalinan ukhuwah tercipta dan pasang surut seiring iman kita. Bercerita bagaimana kehadiran masing-masing menjadi pengingat akan haqq dan kesebaran. Aamiin. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Allahua'lam.


11 Tahun 7 Bulan

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.



Sekitar sebelas tahun tujuh bulan blog ini mengudara, dalam waktu yang tidak singkat itu, banyak cerita tertulis di sini.

Izinkan aku menuliskan kembali momen lalu, saat blog ini lahir. Sebagai bentuk pemecah keheningan, setelah 10 hari tidak menulis.

Tercatat April 2008, saat itu aku duduk di kelas 9 SMP, sebentar lagi lulus. Saat itu aku menemani kakak ke warnet (warung internet). Kakak ada tugas, aku cek email, membaca sebuah surat elektronik dari teman SD yang kini tinggal di kota Cilacap, masih tetangga, tapi tetap saja, jauh.

Mungkin karena ga ada kerjaan, atau entahlah, aku saat itu memutuskan membuat blog ini, dan menceritakan tentang temanku tersebut. Sama seperti tulisan pertamanya, blog ini juga kuberi judul berkaitan dengan teman. Looking 4 Genuine Friends. Seingatku begitu aku menamainya. URLnya sweetvioletta.blogspot.com

Sejak SD, lalu SMP, konflik yang pernah aku alami dan menurutku 'besar' adalah perihal pertemanan. Latar belakang itulah yang memutuskan memilih judul tersebut. Sedangkan alamat URLnya, aku menyukai kata sweet atau manis, kata tersebut bagiku lebih memikat daripada kata cantik atau beautiful. Dan violet, aku suka saja, warna ungu, warna terakhir di pelangi. Violetta, sounds more sweeter than violet, isn't it?

Tahun 2008-2011, aku tidak banyak menulis di sini. Ada beberapa postingan, tapi mayoritas merupakan salinan dari tulisanku di tempat lain, dari buku tulis, dan dari note facebook. Mungkin karena belum punya laptop, dan HP jaman dulu belum mendukung menulis di blog. Kalaupun bisa, aku tidak bisa membayangkan harus mengetik di HP tanpa keypad qwerty.

Tidak banyak menulis di blog ini bukan berarti aku tidak menulis. Aku masih sama, banyak berurusan dengan menulis. saat SMA aku aktif di ekskul mading (majalah dinding) sekolah, dan di ROHIS-pun aku masuk di divisi yang berkaitan dengan tulis menulis.

Tahun 2012 tulisan di sini meningkat drastis, aku memasuki dunia kampus, memiliki akses internet dan laptop, artinya aku semakin banyak mengetik dan semakin jarang menulis dengan tinta. Jika di masa SD-SMA aku punya dua diary, digital dan analog hehe. Saat kuliah, diary-ku cuma satu, diary digital, bukan, bukan di blog ini. Sebuah diary berbentuk dokumen word dengan proteksi password.

Tahun 2014 blog ini pindah alamat, betterwordforlife.blogspot.com. Aku lupa sebenarnya, apakah alamatnya berubah bersamaan dengan judul, atau aku ganti judul dulu, baru kemudian alamatnya. Kenapa ganti alamat? Karena sweetvioletta terdengar terlalu kekanak-kanakkan? Bisa jadi iya, bisa juga tidak. Tapi alasan utamanya bukan itu. Alasan utamanya, aku kaget, kalau ternyata ada pengunjung rutin yang tidak diharapkan.

Awal 2014, suatu malam di sebuah kamar 2 x 3 meter, aku berbincang dengan sahabat baikku yang sudah kukenal sejak kelas 11 SMA. Aku menginap di kamar kosannya, dan percakapan panjang pun terjadi. Ia bercerita padaku, tentang seseorang** yang sering nitip pesan lewatnya kepadaku. Tapi aku juga ga nyadar, karena pesannya bukan "salam ya buat Bella", bukan.. tapi pesan semacam, "itu kok di fb ada foto bella sama laki-laki" (foto saat osjur yang di upload teman sejurusan), nasihat-nasihat islami, yang disampaikan dengan cara yang baik. Iya, baik, karena lewat temanku, jadi aku sendiri ga nyadar. Kirain ya, pesan itu benar-benar dari temanku. Tapi keningku jadi berkerut, kok bisa tahu foto di facebook? Kan sudah disembunyikan dari wall? Dari situ, aku jadi teringat, tentang celetukan-celetukan serupa, yang intinya menunjukkan bahwa sosial mediaku, blogku, bisa jadi merupakan salah satu dari sekian banyak sosial media dan blog akhawat-akhawat lain yang 'mungkin' sering orang itu kunjungi.

Saat itu, aku kaget, sedikit ngeri dan jadi banyak mikir. Akhirnya aku memilih untuk ganti alamat, otomatis, blog ini mulai dari nol, pembacanya juga dari nol, orang-orang yang tanpa sengaja lewat, juga teman-teman yang kuberitahu alamat baru tersebut. Tahun itu juga, aku menghapus mayoritas teman non-mahram di facebook, berulangkali mengubah aturan privasinya.

2015, aku menghilang dari peredaran, bukan terkait keputusan ganti alamat, benar-benar beda urusan dan beda alasan. 2016 mulai rajin diisi lagi sampai sekarang, di penghujung 2019.

Oh ya, di tahun ini, aku buat header blog baru, bukan logo sih, tapi kaya kartu nama. Tahun ini juga buka instagram khusus blog ini, sebuah pintu baru yang mengajak siapapun untuk berkunjung. Artinya, blog ini, tidak lagi setertutup dulu. Ikut komunitas sabtulis dan 1m1c, pintu baru juga. Kalau membuka pintu-pintu tersebut adalah bentuk soft opening, pertanyaan selanjutnya, kapan grand opening? ^^

Aku tidak tahu, dan belum tahu. Ada rencana, ada kekhawatiran, ada keinginan untuk menebar lebih banyak manfaat. Seperti judul blog ini. Semua tulisan di blog ini mungkin tidak semuanya baik, tapi aku menuliskannya dengan niatan baik dan untuk memperbaiki diri terutama. It might not the best word, but I wish it keep improving to be better. Tidak hanya itu, aku berharap kata-kata tersebut juga berpengaruh baik dalam hidup kita. Better Word, for Better Life.

Semangat menulis semuanya~ maaf banyak curhat hehe

Allahua'alam.

***

PS: **sisi baiknya, thanks to him, aku jadi lebih hati-hati perihal hijab, foto, dll. Jadi berani chat temen sejurusan dan minta untuk dihapus saja fotonya, lalu selanjutnya jadi lebih paham, banyak momen lebih baik tidak ada foto sama sekali. Hadir, tapi tidak perlu ikut sesi foto.

Monday, November 18, 2019

Kemana Perginya Semua Kata?

November 18, 2019 0 Comments
Bismillah.



Kau tahu, perempuan rata-rata mengeluarkan dua puluh ribu kata perhari? Tapi kamu lebih banyak diam, hanya mengeluarkan beberapa kata saja sehari. Lama aku tidak melihatmu mengoceh ini itu, atau mengobrol hal-hal kecil, bahkan tidak juga berjam-jam duduk di depan laptop mengetik deretan kalimat. Melihatmu, aku jadi ingin bertanya, kemana perginya semua kata?

***

Paragraf pembuka itu kutulis untuk bertanya pada diri dan juga pada siapapun, perempuan terutama, yang lebih sering diam dan tidak mengeluarkan kata-kata, baik dalam bentuk suara yang naik turun intonasinya, maupun dalam bentuk tulisan yang terkadang berputar-putar tanpa ide pokok.

Kemana perginya semua kata?

Padahal... katanya, kalau kebutuhan berkata-kata tidak terpenuhi, baik lewat suara maupun tulisan, efeknya akan buruk bagi kesehatan mental.

Kemana perginya semua kata?


Mungkin tidak ada yang pergi, semua masih ada di dalam kepala dan hati. Seringkali melintas dan menyesaki otak, lain waktu mengendap, masuk ke alam bawah sadar hingga terbawa menjadi bunga tidur.

Kemana perginya semua kata?


Mungkin mereka pergi ke langit, lewat bisikan kecil doa, ucapan dalam benak yang ditujukan pada 'telinga' yang maha mendengar apa yang ada di tiap hati manusia. Kata-kata itu mengalir terus dalam percakapan sunyi dengan Rabb semesta. Tidak selalu ba'da shalat, terkadang saat hujan, sering juga saat momen menunggu.

Kemana perginya semua kata?

Semoga kata-kata tersebut benar tersalurkan, dan bukan tersumbat dan menyesaki dada, membuat tidur tak lelap, dan mata memerah. Semoga kata-kata itu pergi dalam bentuk yang indah, tanpa balutan prasangka yang gelap, tanpa lilitan kenegatifan yang tajam.

***

Kau tahu, tidak semua orang sama, ada yang mudah bercerita dan menghabiskan jatah kata-kata hari itu dalam hitungan menit, atau jam, pada siapa pun, dimanapun. Namun ada yang lebih hati-hati dalam berucap dan menulis, ia seorang pemilih, ia seorang yang suka meramu kata masak-masak sebelum menyajikannya. Dan meski tidak ada yang sama, bukan berarti perbedaan itu menyebabkan yang satu lebih baik. It's just everyone unique in their own way.

Dan kau tahu, kemanapun perginya semua kata, ku harap masing-masing dari kita tidak lupa, untuk selalu mengirimkan banyak kata pada-Nya. Kau tahu mengapa? Karena banyak telinga yang tidak siap sedia mendengarkan kata-kata kita, dan banyak mata yang tidak bisa membaca kalimat-kalimat kita. Tapi Dia, yang tidak pernah mengantuk dan tidur, selalu mendengarkan kita, melihat kita, bersama dengan kita. He knows, what's in our heart.

يُولِجُ ٱلَّيْلَ فِى ٱلنَّهَارِ وَيُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِى ٱلَّيْلِ ۚ وَهُوَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. [Surat Al-Hadid (57) ayat 6]

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Thursday, November 7, 2019

But He Gave It Anyway

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.


There are so many things I don't deserve, but He gave it anyway.

Kalimat itu yang terlintas di otakku berkali-kali, saat aku dibuat heran, takjub, dan perasaan tak terdeskripsi lain, akan pemberian-pemberian dari-Nya.

***

Ada banyak momen dimana aku merasa tidak pantas menerima begitu banyak nikmat dan karunianya. 

Allah Maha Pemberi. Dia memberi dan memberi lagi. Terus begitu meski hambanya seringkali berbalik arah, atau tenggelam dalam dosa. Dia masih memberi. Meski hamba tersebut lupa untuk meminta pada-Nya.

Aku malu, baru menyadarinya saat limpahan nikmatnya deras menghujaniku. Padahal setiap hari alirannya lembut mengalir.

Rasa malu ini, semoga membuatku belajar untuk menjadi golongan hamba-hambaNya yang bersyukur.

[1] اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allahua'lam.

***

Keterangan:

[1] https://rumaysho.com/627-dzikir-dan-syukur-yang-sebenarnya.html


PS: Seperti prasangka baik dari orang lain, bahwa aku tidak berangkat karena merawat ibu yang sakit. Atau kalimat dari seorang teman, 'iyaa Bel...semangaaat Bel... You can do it! aku tetap penggemar kamu Bel'

I really don't deserve it all. But He gave it anyway. Allahummaghfirli. La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzholimin. Alhamdulillah, alhamdulillah 'ala kulli hal. Allah tahu betapa 'hina' diriku, yet He saves my face from people. TT

What's New?

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.

#random #curcol

Cuma mau menulis beberapa hal random, yang sebagian penting tapi bisa jadi ga penting juga.. hehe. 


*warning* read on your own risk



Buku Itu Membacaku

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.

Pernahkah kau dengar istilah, bahwa "bukan kamu yang membaca buku, sebaliknya, justru buku itu yang sedang membacamu". Aku pernah mendengarnya, dalam sebuah video pendek, tentang momen saat kamu sedang membaca quran, tapi yang kau rasakan justru sebaliknya, seolah quran yang sedang membacamu.



***

Beberapa tahun berlalu sejak saat aku menonton video pendek dengan kutipan tersebut. Empat november lalu, aku memaknai lagi kalimat tersebut. Aku membaca sebuah buku, bukan quran, tapi kalimat di dalamnya, membuatku merasa, seolah buku tersebut sedang membacaku.

Ga cuma aku berkata dalam hati, "I can relate". Tapi aku juga menyimpulkan dalam hati, "as if it's speaking on my behalf".

Mungkin karena topiknya pas dengan apa yang kurasakan dan kualami, mungkin karena saat itu aku sedang begitu sensitif, tapi membaca kalimat-kalimat di buku itu tidak mudah. Karena bukan aku yang membaca, tapi buku itu yang membacaku.

Saat itu... aku berhenti sejenak membaca, karena melanjutkan membaca hanya akan membuatku tampak aneh. I was in a public space, and it would seems so strange if anyone noticed that I was crying.

Aku memilih menulis, berusaha meredakan emosi yang naik tanpa aba-aba. Mengekspresikannya dalam kata, adalah bentuk penyaluran emosi yang lebih baik ketimbang terus menerus menyeka wajah.

***

Seharusnya aku tidak menangis. Karena buku ini bukan buku melodrama yang penuh kisah sendu. Ini buku tentang manusia dan interaksi mereka. Bagaimana mereka berdebat dan bagaimana respon mereka terhadap perdebatan, cara menghindar yang salah. Ada empat cara salah, dan dua poin terakhir berhasil membuat air mataku luruh. Entah ini pengaruh hormon, atau karena aku merasa buku ini berbicara padaku, berbicara tentangku, juga mendengarkanku. Kalimat-kalimat di dalamnya seolah meyakinkanku bahwa 'kata-kata' tersebut mengerti aku, keadaanku, dan kesulitan yang pernah/sedang kurasakan
Buku ini seolah menasihatiku dengan lembut: "Berhentilah berpura-pura baik-baik saja" 
"Berhentilah menyerah" 
"Kamu boleh menyuarakan perasaanmu, pendapatmu, ketidaksukaanmu. Kamu tidak harus selalu diam dan setuju." 
"Berhentilah menyembunyikan dan menekannya. Kau berhak bersuara, mengkomunikasikannya dengan cara yang baik, dengan suara indahmu, - meski mungkin mencobanya akan menggetarkan kedua bola matamu, serta meluncurkan aliran deras di pipimu." 
"Kamu cuma perlu belajar (lagi). Sedikit demi sedikit mengkomunikasikannya. Bukan selalu meredam dan menyembunyikannya."
4/11 


***

Tiga hari berlalu, sekarang tanggal tujuh, aku membaca tulisan di selembar kertas tersebut dan berniat menyalinnya di blog ini. Sempat terpikir untuk membuat kisah fiksi dari sana, tapi karena bisa jadi setelah ini akan ada versi nukil bukunya, sepertinya aku ingin menuliskannya secara lugas saja. Tanpa menutupi identitas, bahwa 'aku' ditulisan itu adalah aku, bukan karakter fiksi.

Dari tulisan itu juga, aku jadi baru tahu.. bahwa ternyata karunia Allah akan kemampuan bahasa kita, efeknya begitu dasyat. Quran memang turun dalam bentuk bacaan, sesuatu yang diperdengarkan. Tapi Allah juga tahu, bahwa quran kelak akan dibukukan, dan kita membacanya, bukan cuma mendengarkannya. Dan buku, sama seperti bacaan, bisa juga memberikan efek itu. Bahwa kalimat, tata bahasa yang kita baca, bisa menghadirkan efek seolah bukan kita yang membaca, tapi sebaliknya, buku yang kita baca yang membaca kita.

Kalau dari video tersebut, ustadz Nouman menjelaskan,
fihi dzikrukum, you'll find your own mention in it. it's talking about you, it's not talking about stories of old times.
Karunia Allah akan kemampuan bahasa kita juga, yang bisa membuat kita merasa didengarkan dan dipahami, meski kita ga sedang curhat ke penulis buku. Saat aku membaca topik tertentu di buku tersebut, dan apa yang tertulis disana membantuku memahami perasaan dan kesulitanku sendiri. Saat itu aku merasa bahwa aku sedang dibaca, bahwa aku sedang didengarkan, dan juga bahwa ada yang memahamiku. It's interesting.

Itulah mengapa penting belajar bahasa arab, *loh? hehe. Kalau buku buatan manusia, kita cuma bisa relate kalau kita mengerti isinya. Begitu juga dengan Al Quran, kalau cuma baca tapi ga paham apa isinya, apa maknanya, maka akan sulit menemukan momen saat Al Quran yang membaca kita, bukan kita yang membaca quran. Terjemahan itu membantu, tapi tidak cukup. Maka mari berdoa dan berusaha, agar kita bisa mempelajari isi dan makna Al Quran, lewat mempelajari bahasanya. Step by step.

***

Terakhir, ada yang bisa tebak buku apa yang kubaca tanggal 4 November lalu? *gampang banget sebenarnya, da bacaanku masih stuck di buku itu-itu saja hehe.

Saturday, November 2, 2019

Welcome Back, Rainy Days!

November 02, 2019 0 Comments
Bismillah.


Purwokerto sudah masuk musim hujan sepertinya, dimulai dari hari kemarin, lalu hari ini full seharian hujan, reda dikit tapi masih terdengar suara air. Syahdu, dan dingin tentunya hehehe. Musim kemarau sebelumnya benar-benar terasa panjang, ditambah lagi fase super panas, ditambah lagi naik turun air di sumur yang ditandai dengan suara khas saat memompa air menggunakan mesin sanyo.

Welcome back rainy days. Semoga dengan hari-hari hujan, hujan pula inspirasi dan kesempatan serta semangat untuk menulis.

Welcome back rainy days. Semoga dengan setiap rintiknya, hujan pula hidayah yang bisa menghidupkan kembali hati yang terasa begitu kering dan berkerak.

Welcome back rainy days. Dengan kekhasan aromanya, yang seringkali membawa memori di masa lalu yang hampir terlupakan. Tentang payung hijau yang terbuka, dan langkah kaki menjauh yang rimanya terdengar seperti sebuah pesan penghibur. Atau tentang hujan siang di sekolah, dan sebuah pesan pendek, dulu sebelum semua orang mencari wifi dan kuota internet. Atau tentang memori menyusuri trotoar saat hujan deras dan semua orang berteduh, yang berbuah sesal, tapi juga pelajaran.

Welcome back rainy days... Hai semua! Selamat menikmati hari-hari penuh hujan berteman payung dan jaket! Jaga kesehatan, makan teratur, istirahat yang cukup. Jaga hatimu, bukan bukan dijaga agar tidak terlukai oleh virus merah jambu. Tapi jaga hatimu, agar selalu dipenuhi cahaya iman, yang menerangimu di dunia yang gelap ini. Jika cahayanya meredup, jangan lupa menyalakannya kembali dengan membaca cahaya yang diturunkanNya, Al Quranul Karim.

Allahua'lam.

Karet dan Gelombang Laut

November 02, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Nukil Buku "Psikologi Suami-Istri" | DR. Thariq Kamal An-Nu`aimi

***


Laki-laki itu ibarat karet, sedangkan perempuan ibarat gelombang laut, begitu perumpamaan yang disebutkan di buku tersebut. Perumpaan itu digunakan untuk menggambarkan bergejolaknya jiwa masing-masing, dan cara masing-masing menenangkan diri.

Ada perbedaan psikologis yang besar antara laki-laki dan perempuan dalam bereaksi terhadap kelelahan dan kesulitan. Laki-laki memilih diam, menyendiri, dan berjarak, sedangkan perempuan memilih berbicara dan mengungkapkan perasaannya.

Reaksi laki-laki yang lebih banyak diam, menyendiri dan berjarak inilah yang membuatnya diibaratkan sebagai karet. Saat jiwanya sedang bergejolak, ia menjauh, seperti karet yang diulur. Tapi proses itu tidak selamanya, terkadang sebentar, terkadang lama, tapi yang pasti ia akan kembali pada keadaan awal sebelum ia 'mengasingkan diri'.

"Laki-laki itu seperti karet, ketika ingin menjauh dan menyendiri --dan ini sangat biasa terjadi pada laki-laki dalam keadaan tertentu--, ia memiliki hasrat khas untuk mencapai keinginan tersebut. Dan setelah mendapatkan ketenangan ia pun bisa kembali pada keadaan biasa." - DR. Thariq Kamal An-Nu`aimi

Seperti laki-laki yang jiwanya mengalami pergolakan, perempuan pun begitu.

"Perempuan seperti gelombang laut, di mana ketika merasa dicintai dan disenangi maka semangat mentalnya akan naik dan mukanya terlihat senang dan selalu tersenyum lebar. Keadaan jiwa perempuan seperti itu sedang berada di puncak. Setelah gelombang tersebut naik maka ia kan mengalami penurunan disertai dengan perasaan dan keadaan emosional yang dalam."
***

Mengapa laki-laki memilih diam dan menjauh ketika sedang jiwanya sedang bergejolak?

Disebutkan di buku ini bahwa saat laki-laki memiliki masalah, sebelum ia membuka mulut dan bicara satu kata pun ia akan memasukkan masalah ke dalam otaknya dan memikirkannya secara mendalam dengan cara diam.

Maksudnya, ia akan berfikir dengan cara diam dan setelah sampai pada hasil kesimpulan atau suatu pemecahan maka ia baru mulai mengatakannya.
Saat proses berpikir ini ia tidak mau diganggu karena dapat memotong fokusnya, dan jika terpotong ia harus memulai lagi dari awal. Kalau pun ada saat dimana ia ingin sejenak rehat dari proses berpikir, ia memilih melakukan hal santai di tempat yang tenang, ia tidak suka berbincang atau banyak berbicara, apalagi mengenai masalah yang sedang ia pikirkan.

Hal ini wajar, karena memecahkan dan mencari solusi sendiri atas permasalahannya adalah hal penting yang dapat memenuhi fitrahnya dan memuaskan dirinya. Berbeda dengan perempuan yang memilih berbicara dan mengungkapkan permasalahannya sebagai jalan untuk mengurai pikirannya.

***

Saat gelombang laut (kondisi jiwa perempuan) naik, dan turun

Jika gejolak jiwa laki-laki ditandai dengan diam dan menjauh saja, gejolak jiwa perempuan memiliki tanda yang jauh berbeda. Sama seperti gelombang laut, kondisinya lebih sering naik-turun ketimbang diam dan tenang. Ditambah lagi, perbedaan yang sangat drastis saat gelombangnya naik dan saat gelombangnya turun.
"Ketika gelombang naik, perempuan merasakan adanya cinta dan perasaan yang melimpah yang tersimpan pada dirinya dan ia ingin memberikannya kepada orang yang ia cintai. Tetapi ketika gelombang telah reda pada tingkat yang paling bawah maka perempuan akan merasa hatinya kosong." 
...
"Ketika gelombang sedang naik, perempuan akan merasa bahagia dan memberikan kemurahan cintanya. Beberapa saat setelah itu gelombang tersebut akan turun dan penurunan tersebut akan memunculkan perasaan pada perempuan yang menyerupai penjernihan pertimbangan perasaan. Dan dalam hati ia berusaha memeriksa adanya sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan. Dalam keadaan seperti ini perempuan merasa sangat perlu dan ingin membicarakan permasalahannya. Ia mulai mengeluh tanpa henti dan mencari orang yang mau mendengarkannya. Memahami dan menghargai yang ia katakan dan ia keluhkan."

Bahkan disebutkan pula di buku ini, bahwa proses penurunan perempuan ini sama seperti terjatuh dalam "sumur yang gelap".

"Ketika perempuan masuk ke sumur gelap tersebut ia akan tenggelam pada ketidaksadaran dan pikirannya terpecah belah. Terkadang perempuan merasakan dalam hati ada perasaan yang tertutup dan ia sendiri tidak memahaminya. Terkadang perempuan merasa putus asa, sendirian dan merasa tidak ada bantuan sama sekali. Ketika itu keadaan jiwa perempuan mengalami kegelisahan yang sangat hebat." 
"Tetapi ketika sampai pada dasar sumur dan merasa di sana ada orang yang berdiri di sampingnya dan bersedia menolongnya, maka secara otomatis dan cepat keadaan jiwanya akan kembali baik. Mulai ada perasaan senang dan kebahagiaan yang baru. Saat seperti itu akan menjadi sumber kebahagiaan bagi orang sekitarnya"
"Kesiapan perempuan untuk memberi dan menerima cinta dan kasih sayang, tergantung pada seberapa besar perasaan dalam dirinya sendiri. Dengan arti lain bergantung pada penghargaannya pada diri sendiri. Ketika penghargaan perempuan pada dirinya sendiri negatif, maka ia tidak siap memberi dan menerima cinta dan kasih sayang. Dalam keadaan seperti ini perempuan akan merasa dirinya kalah dengan keadaan jiwa yang rendah. Pada saat itu yang dibutuhkan adalah perasaan kasih dan sayang dari seorang laki-laki."
***

Sebenarnya di buku ini pembahasan kejiwaan laki-laki dan perempuan dibahas di dua bab yang berbeda. Dan perumpamaan karet dan gelombang laut ada di bagian awal setiap bab

Membaca buku ini, banyak membuka sudut pandangku tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Ternyata oh ternyata... apalagi kalau aku mencocokkan dengan situasi di rumah, ayah, ibu, adik, dan tentu saja diriku. Saat tahu perbedaan tersebut, semoga kita jadi semakin bijak dalam berinteraksi dan menjalin komunikasi. Selain itu, juga lebih mengenali diri sendiri.

Sebelum baca buku ini, aku pribadi suka ga paham dan bingung dengan kondisi diri. Begitu mudah naik-turun. Sebentar merasa baik-baik saja, sebentar berikutnya merasa tidak baik-baik saja. Persis seperti perumpamaan yang dipilih, ibarat gelombang laut. Apalagi saat membaca tentang kondisi turun yang mirip jatuh ke lubang sumur yang gelap. Bacanya sambil angguk-angguk setuju dan ingin berseru, "aah... iya betul-betul, bener banget." Kalimat ini terutama,
Terkadang perempuan merasakan dalam hati ada perasaan yang tertutup dan ia sendiri tidak memahaminya. Terkadang perempuan merasa putus asa, sendirian dan merasa tidak ada bantuan sama sekali. Ketika itu keadaan jiwa perempuan mengalami kegelisahan yang sangat hebat.
Trus tentang hal yang bisa membuat gejolak jiwa perempuan naik lagi, perasaan bahwa di fase jatuhnya tersebut ada orang yang berdiri di sampingnya dan bersedia menolongnya... kalau beneran ada orangnya, entah itu keluarga, teman, atau spouse, Alhamdulillah banget hehe. Tapi kalau pun ga ada, atau ada tapi kitanya ga nyadar, biasanya banyak baca alquran dan baca artinya, dengerin penjelasannya bisa juga menghadirkan perasaan itu. Perasaan bahwa ada Allah bersama kita, dan bersedia menolong kita. 


لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا
 Jangan bersedih, Allah bersama* kita
*kata ma'a bukan cuma bermakna bersama tapi juga siap sedia membantu kita.


Terakhir, untuk siapapun yang jiwanya sedang bergejolak, semoga Allah memberikan kekuatan dan kemudahan. Aamiin.

Semangat membaca semuanya~

Allahua'lam.

***

Keterangan: 

[1] Tulisan ini diikutkan dalam gerakan #Sabtulis (Sabtu Menulis). Gerakan membangun habit menulis, minimal sepekan sekali setiap hari sabtu. Membahasakan gagasan, rinai hati, kisah, puisi, dan apapun yang bisa dieja dalam kata.

[2] Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.