Follow Me

Monday, December 31, 2018

Tersambung

December 31, 2018 0 Comments
Bismillah.

from unsplash

Selalu takjub, saat Allah menuliskan skenario bagaimana kita bisa tersambung dengan orang baru dan orang lama. Saat tanpa sengaja aku sudah membaca pesan di sebuah grup yang beberapa detik kemudian dihapus oleh penulisnya. Kemudian Allah menggerakkan hatiku untuk japri dan bertanya. Padahal aku tidak mengenal sosoknya, hanya sebuah nama familiar di grup besar. Kemudian saat bertukar kalimat, jadi tahu sedikit demi sedikit kesamaan antara aku dan orang baru tersebut. Seolah Allah ingin menunjukkan padaku, kamu bisa mengambil banyak hikmah dan pelajaran jika tersambung dengan orang ini. Atau ketika kawan lama menyapa, awalnya basa-basi, kemudian berlanjut menjadi obrolan serius dan santai. Ia yang berkata, tidak punya banyak teman ngobrol terkait topik tertentu, dan aku.. yang merasa senang, ada teman diskusi.

Selalu takjub, bagaimana Allah menyambungkan yang tadinya jauh, meramaikan komunikasi yang tadinya hening. Mungkin Allah sedang mengabulkan doa salah satunya, yang sedang membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran. Atau mungkin meski tidak ada yang berdoa, Allah siapkan mereka untuk bersambung di waktu tertentu, yang itu bisa menjadi jalan mendekat padaNya, bentuk untuk tidak menjadi manusia yang merugi. Saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Selalu takjub. Ma syaa Allah. Sungguh rencanaNya, takdirNya, selalu untuk kebaikan hambaNya. Hanya saja kita, seringkali justru salah mengambil kesimpulan, karena terburu-buru dan mengiyakan prasangka buruk. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu dapat mengambil hikmah dari takdirNya, serta berprasangka baik pada rencanaNya. Aamiin.

Allahua'lam.

***

PS: Aku salah. Aku kira aku hari ini tidak bisa menulis di sini. Ternyata Allah berkehendak lain. Untuk yang tanpa sengaja baca ini, have a nice day~ Semoga harimu dipenuhi keberkahan. ^^

PSS: Ini tentang dua ukhti, CAW dan ANP, Just incase someone read it the wrong way.

Sunday, December 30, 2018

Kata-kata

December 30, 2018 0 Comments
Bismillah


2018 sudah bersiap-siap untuk pergi, 2019 sudah sedikit tampak dari kejauhan. Tapi kemungkinan untuk berpisah dengan 2018 atau bertemu dengan 2019 masih belum pasti. Ada kepastian kematian, yang hadir saja, tak peduli penghujung tahun atau awal tahun. Hitungan bulan menuju Bulan Ramadhan, tinggal menghitung jari di satu tangan. Meski kematian pasti, berdoa masih diperbolehkan. Semoga diberikan kesempatan bertemu lagi dengan Ramadhan. (': Aamiin.

Ada banyak hal yang didapatkan dan dipelajari, serta dialami di tahun ini. Manusia memang dalam kerugian, dapat jelas kulihat diriku merugi, jika kutengok ke belakang. Tapi ayat alfathihah yang sering kubaca, mengajarkanku untuk optimis, dan mengisi hari dengan memuji namaNya, akan nikmat iman dan islam yang masih ada di hati. Bersyukur atas begitu banyak capaian dan nikmat yang kukecap di tahun ini. Semangat untuk hidup dan mempersiapkan kematian terbaik harus dijaga. Perasaan putus asa, harus dihapus, diusir, dibuang jauh-jauh. Karena Allah telah menunjukkan bahwa ia memberikan kesempatan berkali-kali bahkan pada hambaNya yang tenggelam dalam dosa. Karena Allah membuka lebar pintu taubat, siang dan malam. Karena Allah mencintai kita, lebih.. lebih... dari cinta ibu kepada kita. 

***

Sengaja kutulis kata-kata ini, karena aku tidak yakin bisa menyapa lagi di hari besok. Mungkin lusa, saat sudah berganti bulan dan tahun. In syaa Allah. 

Terakhir, mungkin tahun ini kita belum bertemu, tapi tidak menutup kemungkinan kita akan bertemu tahun depan. (: Dan sekalipun kita tidak ditakdirkan bertemu, semoga tulisan ini menjadi jalan, untuk berkata-kata. Kamu juga boleh berkata-kata, menulislah, meskipun aku tidak membacanya, ada banyak orang lain yang ingin membaca kata-katamu.

See you.. 

Allahua'lam.

Pesan Untukku

December 30, 2018 0 Comments
Bismillah.


Hatimu hanya satu, jika ingin ia makin jernih dan bercahaya, maka isi dengan iman, bukan dengan hal lain. Setiap hal kecil akan menoreh jejak, membuat pola, maka sekecil apapun, jika itu buruk, jangan lakukan. Dan sekecil apapun, jika itu baik, jangan ragu, baca asmaNya dan laksanakan. 

Bohong namanya, jika di bibir kamu bilang ingin memperbaiki diri namun kakimu enggan melangkah maju. Awalnya mungkin perlu dipaksakan, karena memang tidak mudah. Tapi justru sulit itu, rasa berat itu, akan diganti oleh Allah dengan hal-hal yang jauh lebih menyenangkan dan menenangkan hati. 

Hatimu hanya satu, dan itu mempengaruhi seluruh tubuhmu. Maka jangan racuni, jangan sakiti. Jaga ia agar bersih dan jernih. Jikapun suatu saat nila terlanjur membekas, segera sucikan, banyak minta ampun dan maaf pada Allah. 

***

Semangat ^^

قَالَ رَبِّ ٱشْرَحْ لِى صَدْرِى
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, 

وَيَسِّرْ لِىٓ أَمْرِى
dan mudahkanlah untukku urusanku,

Aamiin. 

Allahua'lam. 

Tuesday, December 25, 2018

Mimpi yang Belum Menemukan Muaranya

December 25, 2018 0 Comments
Bismillah.
#blogwalking

Lama ga nulis blogwalking. Barusan baca postingan Yuning Ika R. isinya kumpulan kutipan buku berjudul PhD Parents Stories.
Mungkin ada kesombongan yang mendera, keangkuhan yang hadir menyapa, atau bahkan do’a yang belum sempurna. Sebab-sebab ini bisa menjadi alasan mengapa impian kita belum juga menemukan muaranya. Jangan khawatir, tak ada doa tanpa pahala dan tak ada ikhtiar yang berakhir sia-sia. Kamu sudah menjadi pemenang jika keduanya telah kau coba. –hal. 132
Baca selengkapnya di blog Yuning Ika R. 

***


Jleb gimana gitu bacanya. Keinget mimpi yang masih belum dieja langkah-langkah menuju ke sana.

Seneng juga, dapet ilmu dari buku yang ga aku baca. Sukaa kalau ada yang bahas buku di postingan blognya. Kadang baca resensi versi formal membosankan. Lebih suka baca resume atau review, atau tulisan terkait buku yang bahasanya nyantai, dikaitkan secara personal. Bagiku begitu lebih enjoy dibaca. Seolah sebuah buku ga cuma buku itu, tapi ada tambahan kisah pembacanya, ada tambahan sudut pandang pembacanya.

Oh ya, blog itu aku kenal lewat sabtulis, gerakan nulis tiap sabtu. Yang punya keinginan rutin nulis, bisa ikutan gerakan ini. Cek ig @sabtulis. Sistem gabungnya sederhana kok, ga perlu share info ini ke sekian grup wkwkwk. Tinggal menulis aja, lalu submit link blogmu di form gdocs bit.ly/kumpulsabtulis

Terakhir, semangat membaca dan menulis! Isi penghujung tahun dengan menulis dan membaca~ Bye^^

Allahua'lam.

Cara Mengusir dan Beranjak Pergi

December 25, 2018 0 Comments
Bismillah.


Zann (prasangka) itu sesuatu yang otomatis duduk di sebelah kita. Kalau bukan kita yang beranjak pergi, ia akan selalu ada.

Pernah aku membaca kutipan senada itu, dalam bahasa inggris di sebuah buku. Kemarin, kutemukan lagi kebenarannya. Saat prasangka hadir saja, meski tidak diundang.

***

Bagaimana mengusir prasangka yang ngikutin kita terus? Dengan keyakinan, ya.. keyakinan dan iman. Juga dengan doa. Bisa juga dengan menghadirkan prasangka, prasangka baik.

Misal saat kita khawatir, prasangka bahwa rezeki kita tidak sampai ke tangan kita. Cara mengusirnya adalah mengingatkan diri, afirmsi, self talk, kalau Allah tidak pernah menahan rezeki seorang hamba, bahwa Allah Maha Memberi, Innallaha huwarrazaqu dzul quwwatin matin.

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلْقُوَّةِ ٱلْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.

Trus kita beranjak dan pergi menjauhi zann tersebut dengan berdoa, serta ikhtiar. Ikhtiarnya ya menjemput rezeki tersebut, usaha, kerja, juga banyak istighfar. Karena bisa jadi dosa-dosa kita menghambat jalurnya. Lalu hadirkan prasangka baik. Prasangka bahwa rezeki yang belum terlihat itu, sebenarnya sedang berjalan mendekat ke kita. Seperti nasi yang kita makan hari ini, kita tidak melihat keseluruhan perjalanannya sampai ke piring kita. Kita tidak melihat bagaimana petani menanamnya, merawatnya, menanennya. Kita tidak tahu, jika kita tidak mengajak otak kita berpikir. Bagaimana Allah mengirimkan angin, membawa hujan, lalu matahari, lalu tanaman padi itu bisa tumbuh dan berbiji hingga siap dipanen. Lalu dari proses itu, bagaimana penyimpanannya, penjualannya, sampai kita bertemu dan bisa menyantapnya. It's a long long way. Maybe more than three month. Kekhawatiran dan zann kita tidak akan membuatnya segera hadir di tangan kita. Justru saat-saat menanti, harus kita isi dengan ikhtiar dan doa agar rezekinya berkah. 

***

Jadi bahas tentang rezeki ya? Padahal bukan prasangka itu yang semalam mengangguku.

Aku lupa sebenarnya, dengan apa semalam prasangka itu kuusir. Atau bisa jadi aku belum mengusirnya. Yang kuingat, aku menyibukkan diri dengan hal lain, lalu aku tidur. Lalu qadarullah saat bangun, kutemukan jawabannya. Bahwa prasangka hanya prasangka. Sebaiknya diusir saja karena kebanyakan dari prasangka itu dosa. 

Kubaca satu persatu, kalimat yang menghancurkan prasangkaku kemarin malam. Seolah Allah mengingatkanku... setiap usaha akan terbayar, dan setiap doa akan diijabah atau diistijabah, dengan jawaban terbaik dariNya. 

Ada yang tahu bedanya ijabah dan istijabah? Yang pertama berarti langsung, segera. Yang kedua ada proses sebelum jawabannya hadir. Keduanya baik untuk kita yang berdoa. *bener ga? Mohon koreksi ya kalau salah, pernah denger ini pas pembahasan ayat ramadhan 2:186, kenapa pilihan katanya ujiibu, keistimewaan doa di bulan Ramadhan. 

***

Terakhir... gak mudah mengusir zann, bukan hal mudah segera beranjak dan pergi menjauhinya. Terutama jika otak kita sudah terbiasa overthinking dan negative thinking.. it's a war you have within yourself. Aku pernah dan masih, jatuh bangun di situ. Sedikit banyak tahu pahit asin asemnya. Jadi untuk siapapun yang juga berjuang di situ, semangat ^^ Banyak menulis, itu bisa membantu. Setiap zann tulis, lalu buat kalimat afirmasi positif, apa yang kamu tahu, dan keyakinan yang seharusnya menghilangkan zann tersebut. Tulis dan panjatkan juga doamu saat prasangka menghantuimu, mengepungmu sampai kau tidak tahu harus berbuat apa. Dan prasangka baik, ia tidak datang sendiri, ia harus terus dibuat, diundang, dihadirkan. Satu, dua, berkali-kali. Sampai otak kita terbiasa dan lebih familiar. Sampai mindset kita pelan-pelan bergeser dari negatif ke positif. Dan dalam perjalanannya, akan ada banyak tanjakan, kau mungkin akan berkali-kali jatuh bangun. Jangan menyerah pada diri. You're stronger than yourself. And if you're not that strong. If you're so weak. Remind yourself that Allah is stronger than anything. He can help you. Rendahkan diri dan mintalah bantuanNya. Ia bahkan selalu memberi yang tidak kita minta. Ia akan mendengar doamu, dan menjawabnya. 

Allahua'lam. 

***

PS: Reminder for Isabella,.. tugas KMO buruan dikerjain bell!!! 




Saturday, December 22, 2018

Mendengarkan dengan Empati

December 22, 2018 2 Comments
Bismillah.

Nukil buku 7 Habits for Effective People, Stephen R. Covey

***

Kebiasaan kelima, mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti. Seek first to understand than to be understood.


Dokter Mata


Bab ini dibuka dengan sebuah kisah tentang dokter mata. Seseorang sakit mata, lalu ke dokter. Sang dokter bukannya menjalankan tugasnya mendiagnosis, justru melepas kacamatanya dan memberikan kepada pasien tersebut.
"Pakailah kaca mata ini," katanya. "Saya sudah memakainya selama sepuluh tahun, dan kacamata ini benar-benar membantu saya."
Tahu apa yang terjadi? Meski sang pasien sudah mengenakan kacamata dari dokter  penglihatannya tidak membaik, justru semakin memburuk. Tapi saat mengeluh ke dokter tersebut, jawaban dokter itu.. 
"Kacamata itu berfungsi dengan sangat baik bagi saya. Berusahalah lebih keras."
Sang pasien lalu menjelaskan lagi, bahwa ia sudah berusaha, namun segalanya terlihat buram. Dan kau tahu respon dokter tersebut? Ia meminta sang pasien untuk berpikir positif. Bahkan merasa tersinggung karena pasien tersebut seolah tidak menghargai bantuannya.

Rasanya ikut dongkol saat aku membaca kisah itu. Tapi kisah ini merupakan gambaran, tentang orang yang mendengar dan terburu-buru memberikan nasihat, atau solusi. Terburu-buru dan tidak menempatkan diri di posisi yang berbicara. Seolah keluhannya sama dengan hal yang dulu pernah kita rasakan, jadi kita pikir "kacamata" kita bisa membuat "matanya tidak sakit lagi". 

***

Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum meminta untuk dimengerti, adalah kunci sukses hubungan antarpribadi yang efektif. Dan ini bisa diraih, jika kita tahu cara berkomunikasi yang baik. Bukan hanya cara menyampaikan apa yang ada di pikiran kita, tapi lebih penting lagi bagaimana mendengarkan dengan empati. 
Kita memiliki kecenderungan untuk terburu-buru, memperbaiki segala sesuatu dengan nasihat yang baik. Namun, kita seringkali gagal meluangkan waktu untuk mendiagnosis, untuk benar-benar mengerti masalahnya secara mendalam terlebih dahulu. - Stephen R. Covey
***

Tingkatan Mendengarkan


Saat orang lain berbicara, ada beberapa tingkatan "mendengarkan". Yang pertama, mengabaikan, sama sekali tidak benar-benar mendengarkan. Yang kedua, berpura-pura, membuat ekspresi dan gesture seolah kita mendengarkan padahal pikiran kita melayang entah kemana. Yang ketiga, mendengarkan secara selektif, hanya bagian tertentu yang didengarkan. Yang keempat, mendengarkan dengan penuh perhatian, fokus pada kata-kata yang diucapkan. Dan ada yang terakhir, mendengarkan secara empatik.


Mendengarkan secara empatik berbeda dengan mendengarkan secara reflektif. Mendengarkan secara reflektif membuat kita memikirkan diri kita, kisah autobiografi diri kita, dan seringkali maksudnya untuk menjawab. Mendengarkan secara empatik adalah berusaha untuk mengerti dan berada di sepatu pembicara. 
Mendengarkan secara empatik masuk ke dalam kerangka rujukan orang lain. Anda melihat dunia sesuai dengan cara mereka melihat dunia, Anda mengerti paradigma mereka, Anda mengerti bagaimana perasaan mereka.
Tapi mendengarkan secara empatik bukan selalu berarti kita setuju pada seseorang, melainkan kita berusaha sepenuhnya mengerti orang tersebut dari sisi emosional dan intelektual.
Saat Anda mendengarkan orang lain dengan empati, Anda memberi orang itu udara psikologis.
Ibarat saat kita tenggelam, kita secara refleks melakukan cara agar bisa bernafas. Selain udara secara fisik, kita juga membutuhkan udara psikologis. Kita membutuhkan seseorang yang mau mendengarkan tanpa menghakimi atau sok tahu. Seseorang yang mau berusaha mengerti. 

***

Autobiografi 


Satu kata ini sering diulang di bab ini. Awalnya aku tidak paham, namun setelah membaca lebih lama, aku mulai mengerti. Biografi adalah cerita hidup seseorang, autobiografi adalah cerita hidup yang ditulis sendiri.

Salah satu reaksi normal saat kita mendengarkan orang lain adalah kita mengingat autobiografi kita. Kita mendengarkan dengan kerangka pikiran kita, lalu menyelidiki apakah kita pernah mengalami hal serupa.

Dalam buku 7 Habits digambarkan percakapan seorang ayah dan anaknya. Bagaimana sang anak mengadukan bahwa ia merasa tidak suka pergi ke sekolah, dan bagaimana respon salah sang Ayah yang terburu-buru memberikan "resep" tanpa berusaha mendengarkan secara empatik terlebih dahulu. Bagaimana sang Ayah bercerita bahwa ia juga pernah mengalami masa-masa itu, masa saat ia membenci pergi ke sekolah. Setelah itu percakapan selesai, sang anak merasa kecewa karena merasa tidak dimengerti.
Kita tidak akan pernah sampai ke masalahnya jika kita begitu terjebak dalam kerangka autobiografi kita sendiri, paradigma kita sendiri, jika kita tidak melepas kacamata kita cukup lama untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain.
Ada satu hal yang menarik, ternyata saat seseorang mampu bercerita tentang keadaannya, masalahnya, justru dari situlah ia dapat memandang solusi lebih jelas. Bukan karena masukan dari orang lain.
Ada saat-saat ketika transformasi menuntut nasihat yang tidak berasal dari luar. Seringkali saat orang benar-benar diberi kesempatan untuk membuka diri, mereka mengungkapkan masalah mereka dan solusinya menjadi jelas bagi mereka dalam proses keterbukaan itu.
Tapi kesempatan untuk membuka diri itu memang sulit ditemukan. Karena sulit itu, kita seharusnya belajar untuk menjadi pendengar yang empatik. Mungkin kita tidak bisa memberikan solusi atau masukan, namun semoga dengan kita mendengarkan, orang tersebut bisa menemukan solusinya lewat proses keterbukaan tersebut. 

***

Saat Mendengarkan dengan Empati


Seorang pendengar empatik yang bijak bisa membaca apa yang terjadi jauh di dalam dengan cepat dan bisa menunjukkan penerimaan seperti pemahaman bahwa orang lain merasa aman untuk membuka lapis demi lapis sampai mereka mencapai inti dalam. yang lembut, tempat masalah yang sebenarnya berada.
Saat kita mendengarkan dengan empati, kita bisa mengetahui akar masalah sebenarnya. Karena saat kita mendengarkan dengan empati, orang akan merasakan aman. Ia tidak menutup diri karena takut dihakimi atau takut tidak bisa dipahami. Karena ia bisa melihat bahwa kita berusaha untuk mengerti.

Bagaimana kalau orang lain tidak juga membuka diri, meski kita sudah mendengarkan dengan empati?
Jangan mendesak; bersabarlah; hormatilah. Orang tidak harus membuka diri mereka secara lisan sebelum Anda bisa berempati. Anda bisa berempati setiap saat dengan perilaku mereka. Anda bisa bersikap cerdas, sensitif, dan sadar, serta bisa hidup di luar autobiografi Anda saat diperlukan. - Stephen R. Covey 
Orang itu mungkin masih memilih untuk diam dan belum bisa terbuka, itu pilihan mereka. Tapi kita juga punya pilihan, untuk tetap berempati dan berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.

***


Terakhir, pesan untukku yang masih harus belajar menjadi pendengar...
Cobalah untuk mengerti lebih dulu. Sebelum masalah muncul, sebelum Anda berusaha mengevaluasi dan memberikan solusi, sebelum berusaha menyajikan ide-ide Anda sendiri - berusahalah mengerti.
Allahua'lam.

***

Keterangan:

Tulisan ini merupakan bagian dari #sabtulis. Apa itu sabtulis? Sabtulis adalah gerakan menulis di hari Sabtu bagi sobat yang ingin menjadikan malam minggunya lebih produktif, melatih kemampuan menyampaikan gagasan atau mengekspresikan diri melalui tulisan, serta membentuk kebiasaan baik dalam menulis. Mari ikutan!

Thursday, December 20, 2018

It's Just a Sign that I Miss You

December 20, 2018 2 Comments
Bismillah.

Pernah aku bertanya-tanya, apa tanda bahwa seseorang bisa move on dari 'masa lalu'nya? Ya, aku pernah bingung, karena aku sudah merasa bisa menerima dan melepaskan yang sudah berlalu. Tapi kadang masih suka tidur dan bermimpi tentang hal tersebut. 

Waktu itu, aku menuliskan di sini, masih di folder draft dan tidak jadi di publish. Di tulisan itu, aku membaca diriku saat itu, yang kesal karena merasa sudah bisa move on, tapi kok masih kebawa mimpi, seolah alam bawah sadarku belum bisa move on.

Saat ini, aku menulis ini karena menemukan jawabannya. Bukan berarti belum move on. Saat orang-orang tertentu, momen tertentu hadir menghias tidurku, bisa jadi itu tanda aku rindu. Ya, sesederhana itu.

***

Mimpinya tidak pernah sama, tapi selalu terkait dengan mereka, teman-teman ascii. Lama aku tidak menjalin komunikasi. Jadi mungkin benar, aku hanya rindu. Bukan berarti belum move on. Hanya sedang kangen. Mimpi terakhir tentang mereka masih samar kuingat. Saat itu kami melakukan perjalanan, mengobrol dan bertukar kabar.

Kemarin malam, sesaat setelah aku upload stories di ig, temanku, ANP, menyapaku, bertanya kabar, sayangnya aku baru buka ig lagi siang ini. Jadi balasanku terlambat. Semoga meski aku masih sama, suka lama respon pesan, tidak menjadi penghalang komunikasi. Aamiin. 

***

Terakhir, kutuliskan ini sebagai pengingat. Bahwa memimpikan orang-orang yang pernah mewarnai hidup kita di masa lalu bukan selalu berarti kita belum move on. Mungkin itu salah satu pertanda bahwa kita rindu. Maka jangan ragu untuk menyambung silaturahim. Meski mungkin sulit dan kikuk, karena jarak yang terbentang dan waktu yang sudah berlalu.

Untuk kawan-kawan ascii, semoga Allah memberkahi hari-hari kalian. aamiin.


Allahua'lam.

***

PS: Kusalin pranala tulisan ini, paste, kirim via dm ke ANP, tapi... *the link was detected as unsafe and was not send* hmm. yaudah.

Tentang Canva dan Starred Medium Post

December 20, 2018 0 Comments
Bismillah.
#random

Cuma ingin berbagi di sini, hal baru yang kemarin kutemukan tentang satu aplikasi desain dan platform menulis yang saya gunakan.

Canva Punya Blog

Meski sudah install aplikasi canva di android lumayan lama, saya termasuk pengguna yang jarang update versi terbaru. Qadarullah kemarin-kemarin diupdate, namun tidak menyempatkan mengeksplor fasilitas barunya. Cuma merasakan lebih banyak layout, dan font. Lalu tanpa sengaja, mengklik ikon "learn". Ada dua judul saat itu, dan saya memilih tulisan tentang font yang sedang trend. Setelah baca, muncul tuh dibawahnya related articles. Dari situ, baru sadar, ternyata canva ada blognya.

yang mau baca lengkapnya bisa klik di sini.
Jadi, selain dipakai untuk desain, bisa juga baca artikel yang mungkin menambah wawasan tentang desain. Keren. (:

Tentang blog aplikasi, mengingatkanku akan medium. Di medium banyak blog milik aplikasi tertentu, misal gojek, apa lagi ya? Pokoknya banyak. Hehe. 

Starred Medium Post

Medium platform blog gratis, tapi ada versi berbayarnya juga. Misal untuk beli domain, juga untuk membaca tulisan-tulisan berbintang lebih dari tiga. Kalau yang gratisan dibatasi maksimal 3 tulisan per bulan. Tapi.. kayanya sistem ternyata bisa diakalin. Tanpa sengaja saya menemukan caranya. Sebenarnya ragu, apa boleh ditulis? Apa ini ngajarin yang tidak benar? Hehe.

Jadi tiap beberapa hari, saya dapat email dari medium daftar highlight post supaya saya membuka akun medium dan membacanya. Mayoritas tulisan highlight post biasanya tulisan berbintang. Beberapa judul yang menarik saya klik, dan otomatis dibuka menggunakan browser chrome di hp. Satu dua tiga, lama-lama saya mikir, perasaan sudah lebih dari tiga bulan Desember ini. Kenapa masih bisa baca? Ternyata karena chrome saya tidak login akun medium. Saya juga tidak menggunakan aplikasi medium di android. Biasanya buka medium menggunakan browser Firefox Lite.

Jadi, apa saya harus berhenti membaca? Hehe. Rasanya seperti salah. Karena jatah saya baca sudah habis, tapi karena 'jalan belakang' yang tanpa sengaja saya temukan, saya jadi bisa membaca lebih dari itu. 

***

Bahasan tentang canva dan starred medium post sudah selesai. Seharusnya sekarang saya menyelesaikan draft nukil buku yang menumpuk. Doakan ya semoga diringankan jemari dan otak saya untuk merangkai kata. J

See you. In syaa Allah. 

Allahua'lam.

Wednesday, December 19, 2018

Permanent Marker

December 19, 2018 0 Comments
Bismillah.

#random

Hampir dua bulan. Kini bukan lagi yang pernah, tapi yang baru. Dan jujur aku meragu. Apalagi kuingat Ramadhan lalu, saat seseorang memberitahukan bahwa seharusnya urutannya dijaga. Bahwa yang salah, harus diperbaiki dahulu, sebelum nanti naik level. Karena lebih sulit memperbaiki hal buruk yang sudah jadi kebiasaan dibandingkan melakukan dan membiasakan hal baik. Ragu. Tapi aku ingin terus melangkah. Semoga kelak, diizinkan bertemu seseorang yang bisa mengoreksi langsung. Tidak seperti ini, bukan dengan sistem ini. Atau.. semoga yang enggan menyimak, kini mau meluangkan waktu mendengarkan. Karena jujur, untuk hal ini memang tidak bisa sendiri.

Satu lagi. Masih terkait tapi beda alinea, beda pokok pemikiran. Jadwalnya perlu disesuaikan. Agar kebiasaan buruk terkikis sedikit demi sedikit. Kemudian yang lain diisi dengan kegiatan yang juga penting untuk mewarnai hari. Seperti menulis, yang seharusnya punya jadwal rutin setiap harinya.

Terakhir, semoga tulisan abstrak ini bisa jadi catatan untukmu Bell. Catatan,.. untuk kemudian dilaksanakan.

Allahua'lam.

***

PS: Judulnya serasa ga nyambung? Sebenarnya nyambung. Bayangkan sebuah papan tulis, lalu kau menulis sebuah kata dengan permanent marker. Ternyata, ejaannya salah. Tulisan ini sedikit banyak berbicara tentang sesuatu dengan analogi permanent marker.

Sunday, December 16, 2018

Membuka Jalan

December 16, 2018 0 Comments
Bismillah.

Akankah kubuka jalannya, agar makin ramai orang yang lalu lalang? Atau seharusnya kubiarkan saja seperti ini, sepi dan nyaman.

***

Ini tentang blog ini. Sudah lama aku "menutup jalan". Hanya mengizinkan masuk sedikit orang. Kadang ada yang tersesat dan lewat jalan ini. Tapi hanya begitu. 

Sejak tantangan KMO yang pertama jumat kemarin, rasanya.. banyak hal yang akan berubah. Aku, yang sudah buat ig khusus buat blog ini. Lalu tekadku, untuk setor tulisan sabtulis tidak hanya dari blog New Leaf, tapi juga dari sini. Supaya kewajiban terpenuhi, dengan atau tanpa mood nulis penjelasan fase bahasa inggris. 

***

Komunikasinya terbuka, karena tantangan KMO kemarin. Lama kayanya gak main sosmed, lalu postingan kemarin jadi ingat rasanya bertukar komentar, mendengar doa-doa baik dari orang lain. 

Blog ini masih akan sama, isinya mungkin campur aduk, ga jelas. Tapi akan kubuka sedikit jalannya. Semoga dalam perjalanannya hati bisa tetap terjaga.

from unsplash

Allahua'lam.

PS: Menulis ini, aku jadi ingin menulis juga tentang membuka hati. Sudahkah aku siap membuka hatiku? Menerima orang lain untuk ambil bagian dalam hidupku? Atau aku... masih disibukkan memikirkan diri sendiri? 

Friday, December 14, 2018

Mengapa Menulis?

December 14, 2018 0 Comments
Bismillah.

Tugas pertama KMO Club Batch 15.

***

dari unsplash

Pernah aku menulis sebait puisi tentang menulis dan P3K.

“Karena merangkai kata bagiku
adalah hiburan atas segala pilu
P3K atas segala luka
ekspresi atas segala suka”

Begitulah makna pertama merangkai kata bagiku. Menulis bukan lagi sebuah hobi bagiku, namun sudah menjadi kebutuhan untuk menghibur, mengobati serta mengekspresikan hati.

Dari menulis, keinginan untuk menyusun buku hadir. Tapi prosesnya tidak mudah. Berulangkali aku diingatkan harus ada strong why, yang akan menemani perjalanan menyusun buku, sampai buku tersebut lahir dan menjadi jejak karya kita.

Allah menakdirkanku hadir di banyak forum online tentang kepenulisan, menanam sedikit demi sedikit agar tekad menerbitkan buku makin kuat. Lalu lewat rencanaNya aku bertemu channel Telegram Indonesia Menulis, dari sana jadi tahu pendaftaran KMO Club Batch 15.

Materi pertama, seolah menggedor pintu hatiku. Tentang ikrar yang isinya mengizinkan diri menjadi penulis. Kalimat sederhana yang perlu diulang-ulang diucapkan dalam hati. Membuat mata tiba-tiba memanas, dan mengobarkan lagi api semangat menulis. 

Kang Tendi memaparkan alasannya mengapa beliau menulis. Betapa banyak buku yang “meracuni” otak manusia. Dan betapa mahalnya kebenaran, kebaikan serta perbaikan. 

“Kegundahan saya sekarang adalah betapa mahalnya sebuah kebenaran, betapa mahalnya sebuah kebaikan, dan betapa mahalnya sebuah perbaikan.Ini benar-benar bikin saya nggak bisa tidur.” - Tendi Murti

Saya jadi teringat lagi, bahwa menulis memang merupakan ekspresi hati, bagaimana rangkaian kata mampu mengeja rasa. Namun kata memiliki kekuatan untuk menggerakkan. Jika menulis kita niatkan untuk kebaikan, lalu Allah berkahi tulisan kita, maka tulisan tersebut dapat menggerakkan pembaca untuk melakukan hal baik, mendekat pada Allah, serta mengambil manfaat dari tulisan tersebut. 

Saya pun begitu. Saya ingin tulisan saya, bukan sekedar kata. Tapi kata yang mengubah, menginspirasi dan mengajak tuk menjadi lebih baik. Kata yang bisa bernilai amal shalih, yang pahalanya mengalir sampai ke akhirat. Kata yang menjadi wasilah, agar baik penulis maupun pembaca melangkah mendekat kepada Rabb Semesta, Allah azza wajall. 

Semoga tulisan ini, bisa menjadi bibit yang kelak akan tumbuh subur. Sehingga menulis, bukan lagi dinikmati diri sendiri, tapi juga membuahkan karya berupa buku, buku yang mengajak pada kebenaran, kebaikan dan perbaikan. 

Allahua'lam.

***

Tulisan ini diupload pertama kali di facebook : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10213180135644850&id=1439117666

***

PS: Baru nyadar aku salah baca deadline-nya. Kirain teh malam ini jam 9, padahal batas akhirnya besok jam 9. Wkwkwk. Gapapa, bagus, jadi ngumpulin lebih awal hehe. 

Foto, Facebook, dan "Diam"-ku

December 14, 2018 0 Comments
Bismillah.

Cuma bercerita tentang diri. Silahkan skip aja, baca blog lain aja hehe.

***


Sejak menghilang dari peredaran, fungsi sosmed, termasuk Facebook cuma buat scrolling aja, kadang share, tapi jarang banget. Menebar like aja, tapi menahan jemari untuk komentar.

Dulu pernah, EMC kalau ga salah. Sama, tugasnya harusnya di share di fb. Tapi saat itu mungkin aku masih cenderung ke introvert, jadi deh milih untuk bandel dan ga share di fb. Tentang perjalanan nulis, dan isi tulisannya memang banya cerita detail masa lalu.

Kemarin, waktu ada tugas dari KMO, sebenarnya aku ragu. Pertama, aku harus aktif di facebook. Posting ikrar bro.. beraaat. Kedua, di syarat ikrarnya, harus ada foto. Kalau aku lagi mode introvert mungkin aku akan mundur teratur saja. Tapi mungkin karena sedang mode ekstrovert, atau memang beginilah takdirnya, jadi Allah menggerakkan hatiku.

Proses nulis ikrarnya cepat. Tapi milih foto, edit-editnya lama. hehe. Sempat mau naruh pp fb aja, trus foto diri, tapi bagian wajahnya di tutup, dan akhirnya foto siluet aja, kasih label nama. Entahlah dihitung memenuhi syarat atau ga. Yang jelas, aku sudah publish.

***

Tentang foto.. ini juga yang buat aku ragu gabung sebuah komunitas. Namanya Buka Buku, penggagasnya Pak Nassirun Purwokartun, yang dulu membimbing di Kompilasi. Seneng padahal, doaku kaya terjawab. Beberapa kali di blog ini aku menyebutkan, butuh komunitas kaya aksara, yang ngajak baca tulis dan diskusi. Butuh baca sharing bacaan dari orang lain. Agar pembaca pemilih dan lambat seperti aku, bisa ambil pelajaran juga dari buku yang dibaca orang lain.

Tapi kalau liat akun sosmednya Buka Buku, aku minder. Ah, foto. Asumsiku, semua anggotanya wajib kirim foto wajah plus buku yang sedang dibaca. Ada yang cadaran juga anggotanya. Tapi aku, dan foto itu... ada hal kecil yang ingin aku jaga, meski kadang satu dua kali lalai. Aku akhirnya cuma jadi penikmat saja, follow sosmednya. Kadang berusaha menghibur diri, gapapa bell.. toh kalaupun ikut ga mesti bisa hadir di forumnya.

***

Foto, Facebook dan diamku. KMO berhasil membuka diamku di facebook, untuk foto.. masih bisa diakali, entah dimaklumi atau ga sama panitia. Semoga effort-ku kebaca. Agak aneh soalnya kalau aku panjang lebar menjelaskan tentang diri, tentang foto. Aku cuma satu dari ratusan peserta lain.

Yang penting, satu hal ini, semoga bisa menjadi langkah agar aku berani meningkatkan kualitas menulis. Dari nulis asal, ga jelas, di sini. Ke nulis rapi, dibukukan. Aamiin.

Allahua'lam.

***

PS: Karena KMO juga, aku jadi buat email dan akun ig untuk BetterWord. emailnya: better betterwordforlife@gmail.com. Mangga kalau ada yang mau kirim kritik tentang blog ini bisa ke sana. Ig-nya @betterword_kirei. Belum ada isinya tapi. Semoga segera buat logo, trus launching resmi *sok gaya bgt hehe. Oh ya, gatau kenapa ga bisa naruh link blog ini di bio ig. Nyebelin.


Mengizinkan Diri untuk Menjadi Penulis

December 14, 2018 0 Comments
Bismillah

Sudah lama aku ikut komunitas online menulis, mulai dari Kompilasi, Rumpun Aksara, Serdadu Aksara, EMC, KMK, Menulis Aja, Perempuan!, Sabtulis, 8PM, Sharpen the Saw, Partai Literasi, dan sekarang KMO. 

Awal kenal KMO dari channel telegram Indonesia Menulis, tahu agenda besar tahunan / dua tahunan yang namanya Jumpa Penulis. Banyak materi kece di sana, tapi kalau ga standby dibaca, kemungkinan ga dapet manfaatnya. Aku baru sadar beberapa waktu lalu, saat materinya hendak aku copas sebagian untuk diceritakan di sini, eh udah ga ada hehe. Dari situ diberitahu tentang KMO Club angkatan #15. Ini gratis dan ga ngasih syarat harus share ke berapa kontak atau grup hehe. Daftar deh, malem kemarin mulai kegiatannya. 

Tiap peserta dikasih dua "nyawa", gamifikasi. Habis materi ada tugas, kalau ga ngumpulin atau telat, "nyawa"-nya berkurang satu. 

Materi semalem aku agak telat bacanya, jam 9 baru bisa standby di telegram. *yang ini harusnya ga perlu diceritain ya? wkwkwk. 

Anyway, materi semalam tugasnya menuliskan ikrar, kalimat sugesti bahwa kita mengizinkan diri kita untuk menjadi penulis. 

Semalem, aku coba ulangi kalimatnya. satu, dua.. gatau kenapa mata jadi panas dan lembab. Teringat keinginan menjadi penulis, yang sering aku cuap-cuapkan di sini, draft buku yang terbengkalai, alasan dan excuse yang membuatku 'ragu' naik tangga agar tidak berhenti menulis di sini.

Mungkin benar, selama ini.. aku belum sepenuhnya mengizinkan diriku menjadi penulis. Mungkin itu... salah satu alasan mengapa strong why belum terbentuk dan menggerakkanku untuk merampungkan tulisan agar menjadi karya sebuah buku. 

***

Tugasnya, terakhir di kumpulkan malam ini jam 21.00 di publish di facebook. Jujur keraguan itu masih ada. Facebook itu bagiku "jalan raya". Bisakah aku memberanikan diri menyatakan ikrar, bahwa aku ikhlas mengizinkan diriku menjadi penulis?

Allahua'lam. Sekarang tugasku, buat dulu.. selain posting foto ikrar yang ditulis tangan, juga membuat tulisan alasan mengapa menulis. jadi inget Aksara Salman ITB dan tugas Ambak, hehe.

Sebelum posting di fb, izinkan aku post di sini ya. 

Bismillahirrahmanirrohim. 


***

Semoga Allah menguatkan tekadku, dan menjadikanku penulis, yang karyanya mengajak pembaca menuju jalanNya, mendekat padaNya, serta mengenal tentangNya. Penulis, yang karyanya bukan hanya bernilai di dunia, tapi juga di akhirat kelak, dihitung sebagai amal baik, sebagai amal yang terus mengalir. Aamiin. 

Allahua'lam.

Thursday, December 13, 2018

Mutiara Al Quran

December 13, 2018 0 Comments
Bismillah.
#buku

Dari buku Mutiara Al Quran, Dr. Sultan Abdulhameed, diterbitkan oleh Zaytuna. Terjemahan dari "The Quran and The Life of Excellence".



***

Tentang ayat 5 dan 6 surat Al Insyirah,
Kedua ayat di atas hendak menegaskan bahwa setiap masalah selalu dilengkapi dengan pemecahannya. Solusi atau rasa lega tidak hadir setelah kesulitan, tetapi sudah tersedia saat masalah itu muncul. Kita sering kali tak mampu melihatnya tatkala kita diliputi kabut krisis, padahal sebenarnya solusinya sudah ada, yang artinya bahwa kita bisa menemukan jalan keluar itu jika kita mau mencarinya.
Tapi apakah setiap masalah solusinya bisa 'segera' kita dapatkan?
Pengalaman mengajarkan bahwa sering kali kita tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu seketika, tetapi bila kita bersikeras menemukannya dengan fokus yang optimis, maka jawaban-jawaban itu akan tampak di depan mata. Menghapuskan memori rasa sakit atau musibah dengan sendirinya akan sanggup menciptakan kelegaan tersendiri.
 ***

Tentang ayat terakhir Al Insyirah. Wa ila rabbika farghab. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.
Sumber kekuatan yang paling dahsyat dan penting yang bisa kita miliki adalah memahami bahwa Allah peduli dan menjaga diri kita. Kata bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai 'Perawat' adalah Rabb, yang menyiratkan makna "Yang peduli, merawat, memelihara, menunjukkan, melindungi, membentengi, mencintai". Jalan yang dijamin untuk menjalani hidup dengan kekuatan yang terus bertambah adalah dengan cara tetap sadar akan sang Rabb, Dzat yang tidak terlihat, tetapi selalu ada. Setiap hambatan yang kita temui telah dibentuk oleh Sang Pencipta sebagai jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Dia telah merancang hidup sedemikian rupa sehingga masalah selalu hadir melengkapi dengan pemecahannya. Dan Dia senantiasa bersama kita dan memandu kita dalam setiap kesulitan yang kita hadapi.
- Dr. Sultan Abdulhameed, The Quran and The Life of Excellence
***


Tulisan pertama di buku ini sekilas isinya mungkin hal yang pernah kita dengar atau baca. Surat Al Insyirah? Familiar kan? Sudah hafal, mungkin pernah juga mendengar penjelasan tentangnya. Tapi membaca tulisan pertama yang hanya empat lembar itu, cukup untuk membuatku sadar, bahwa Al Quran memang begitu, harus sering-sering dibaca dan dipelajari. Diulang-ulang lagi dan lagi. Dan setiap pengulangan, rasanya tidak bosan, selalu ada manfaat yang didapat. Itulah mukjizat Al Quran, isinya terjaga, berlaku untuk semua zaman. Yang mempelajari dan mengajarkan disebut sebagai sebaik-baik manusia.

Buku ini juga mengingatkanku, bahwa interaksiku dengan Al Quran tidak boleh berhenti di membaca saja, atau menghafal saja, tapi juga harus menggali makna dan tafsirnya, memikirkannya, mentadabburinya, dan mengamalkannya. Bagaimana agar setiap ayat yang kita baca bisa membuat shalat kita makin khusyu, bagaimana agar setiap ayat membuat akhlak kita semakin harum. Semoga Allah memudahkan kita melaksanakannya. Aamiin. 

Allahua'lam.

***

PS: Kalau ga salah, karena buku ini saya jadi menulis "Buku-buku yang Aku Baca". Ingin rasanya menyalin satu dua paragraf dari setiap tulisan di buku ini... boleh ga ya? Hehe.

Patah Hati

December 13, 2018 0 Comments
Bismillah.

Patah hati, sakit hati, heart break. Sebelumnya aku memandang frase itu sebagai frase saja. Tidak pernah aku bisa melihatnya lebih dalam, aku tidak pernah tahu atau paham rasanya. Sampai Allah menuliskan takdir, agar aku melihat frase itu lebih dekat. Bagaimana patah hati, sakit hati, bisa memberikan banyak perubahan di hidup seseorang.

Betapa hati itu lemah, mudah terbolak balik, aku sudah tahu. Tapi sebelumnya aku tidak pernah berempati, menyaksikan orang jatuh bangun berjuang menyembuhkan hatinya yang hancur. Mungkin itulah mengapa Allah ingin menjaga hati kita sebegitunya. Karena Allah tahu, efeknya, sakitnya, jika hati kita terluka, sakit, bahkan patah. 

***

First heart break. Prosesnya akan menyakitkan, tapi jika ia bisa melaluinya ia akan menjadi kuat. Begitu yang dijelaskan temanku. Ia mungkin sudah sering mendengar kisah patah hati orang lain, sehingga seolah-olah itu hal biasa. 

Tapi aku... bagiku, itu bukan sekedar itu. Rasanya aku bisa mengerti mengapa dunia seseorang terasa sempit dan ikut hancur, saat seseorang mengalami patah hati. Meski aku juga setuju, bahwa patah hati tidak mengakhiri hidup seseorang. Bisa jadi itu "hal kecil", jika dibandingkan dengan gempuran bom yang setiap hari mengancam nyawa seseorang yang tinggal di wilayah perang.

Menulis tentang patah hati dan perang ngingetin aku sebuah video lecture animasi. Penjelasan surat Al Furqan kalau ga salah, bagaimana gunung dosa bisa Allah ganti menjadi gunung amal baik.


Ada tiga dosa.. bagaimana seorang muslim bisa melakukan itu? Dosa syirk, membunuh dan berzina. Lalu bagaimana ayat ancaman adzab yaang dilipatgandakan itu, dilanjutkan dengan ayat rahmat dan rahim-Nya.

Membunuh dan zina itu berkaitan, yang satu membunuh raga manusia, yang satu lagi membunuh jiwa manusia. Di video itu juga digambarkan, bahwa ada situasi dimana manusia bisa "begitu mudah" terjatuh dalam dosa tersebut. Yanng satu kondisi peperangan, dimana "semua orang membunuh" maka membunuh seolah hal biasa yang terjadi sehari-hari. Yang satu lagi kondisi dimana "semua orang berzina" maka zina seolah hal biasa yang terjadi sehari-hari. Padahal keduanya merupakan dosa yang disebutkan setelah dosa syirk.

Ada di kondisi yang mana kita? Begitu bahayanya zina, sampai Allah memperingatkan agar tidak mendekatinya.

***

Main api, main hati. Berawal dari hal kecil, lalu saling meracuni dan menyakiti. Saat sudah kadung terluka, patah hati, kita baru akan menyadari hikmah perintah dan laranganNya.

Perasaan kita begitu berharga, maka Allah tidak menginginkannya terluka. Sekali dihancurkan, patah hati, kemudian mengulang kesalahan yang sama lagi dan lagi.

***

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyatukan kembali hati yang sudah patah? Mengokohkannya lagi setelah bentuknya telah menjadi serpihan kecil? Setiap orang berbeda, jelas temanku.

Lalu aku teringat sebuah ayat lain, surat At Taghabun. Mungkin bahkan lukanya dibawa terus sepanjang hidup, jika saat patah hati, kita berkunjung ke dokter salah, meminum obat yang salah, atau justru hanya lari lagi dan lagi ke tempat yang salah.

Begitu, masih akan sakit. Sampai kita tahu bahwa cuma Allah yang bisa menghidupkan hati yang telah mati. Bahwa cuma dengan berlari kepadaNya, berdoa memohon petunjukNya, hati kita bisa membaik, pelan dan ada prosesnya. Tapi janjiNya tidak pernah ingkar. Allah akan menyembuhkannya secara sempurna. Jika pun masih terasa sakit, Allah akan ganti rasa sakit itu dengan hal yang lebih baik, entah di dunia atau di akhirat kelak. 

***

Terakhir, untuk siapapun yang sedang atau pernah patah hati... Semoga Allah menyembuhkan lukanya, menghapus rasa sakitnya. Semoga patahan itu menjadi jalan kita mendekat padaNya. Karena apapun yang membuat kita mendekat padaNya itu baik, meski rupanya gelap, dan berdarah.

Allahua'lam.

***

PS: Entah berapa kali aku maju mundur untuk menulis topik sensitif ini. Rasanya, siapa kamu bell? Mohon maaf kalau ada banyak salah. Tulisan ini yang utama dan pertama untuk diri. Subahanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.

Siapa Kamu?

December 13, 2018 0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-
#selftalk

Siapa kamu? Mau nulis tentang A... memangnya kamu benar paham? Benar mengerti? Memangnya kamu sudah baik?

Siapa kamu?

Pertanyaan itu selalu hadir setiap kali aku hendak menulis, atau mempublish tulisan. Terutama jika tulisannya tentang opini, atau hal yang perlu ilmu untuk membahasnya. Maka aku sering menahan jemariku. Pertanyaan itu selalu bisa membuatku berhenti menulis, atau berhenti dan tidak jadi menekan button publish.


***

Siapa kamu?

Aku... aku hanya seseorang yang sedang belajar, dan aku suka menulis. Jadi dalam proses pembelajaranku, aku ingin menuliskannya, meski pengetahuanku tentangnya belum sempurna, masih di permukaan. 

Siapa kamu?

Aku... aku hanya seorang pendosa yang berusaha bertaubat, dan aku suka menulis. Maka dalam perjalananku kembali padaNya, meminta ampun akan dosaku, aku menuliskannya, pengingat dan nasihat-nasihat yang baik untuk hati. Bukan untuk mengingatkan orang lain, tapi justru untukku yang masih tertatih menelusuri jalan menuju padaNya. Masih sering salah belok, masih sering tersandung dan jatuh. Semoga tidak menyerah untuk terus kembali bangun dan berjalan lagi mendekat padaNya, semoga kelak dimatikan diantara orang-orang yang taat. 

***

Siapa kamu?

Bukan siapa-siapa. Cuma seorang hamba biasa, yang Allah takdirkan suka menulis. Maka izinkan aku membiasakan setiap tulisanku diawali dengan menyebut asma-Nya. Dan diakhiri dengan kata, bahwa Allah Lebih Tahu, Lebih Berilmu, dan tulisanku penuh kekurangan dan kesalahan. 

Allahua'lam.

Tuesday, December 11, 2018

2018 Selesai

December 11, 2018 0 Comments
Bismillah.

#blog

Sekitar sebulan September akhir, aku mulai suka utak atik desain di canva. Akhirnya kuputuskan untuk membuat setiap postingan di blog ini ada foto preview-nya. Mulai deh, aku garap satu persatu. Terkadang hanya desain sederhana, kadang cuma foto, kadang kalau niat, buat desain poin-poinnya. Setiap desain, meski cuma tempel-tempel dan edit dari layout yang udah ada di canva, ternyata tetap makan waktu lumayan lama hehe. Dan alhamdulillah 2018 sudah selesai. Ini mau mulai ngerjain tulisan tahun 2017, tapi masih ngumpulin semangat hehe. Selain canva, aku juga pakai aplikasi resplash, buat download gambar dari unsplash.

Sebenernya saat dicek ulang, ada aja tulisan yang image previewnya ga muncul. Gatau kenapa. Tapi kalau di klik, harusnya ada kok satu image, entah itu desain, foto, atau screenshoot. Hehe.



***

Nulis tentang blog jadi inget New Leaf. Udah ganti tema juga, semalem jadi, udah download temanya lama, dulu salah satu opsi tema untuk blog ini. Isinya... sedang krisis, karena memang semangat menulisku sempat turun. Dan konsumsi bacaan bahasa inggrisku bisa dibilang nol. 

Magic of rain masih jalan, masih di private, tapi isinya sudah bukan puisi. Cuma kata-kata pendek, yang enggan kusempurnakan jadi kalimat.

Medium, kemarin sempat import beberapa tulisan dari sini, dan dari New Leaf. Kayanya kedepannya akan begitu, cuma semacam speaker tambahan, sumber tulisannya dari sini, atau dari blog New Leaf.

Kemarin sempat kepikiran buat blog baru lagi, tapi ga jadi. Kayanya mending ngeramein sini lagi. Belajar lagi menulis bebas yang ga banyak mikir. Yang penting naik dulu semangatnya, semoga nanti diperbaiki juga. 

***

Tambahan ga penting, gatau kenapa autocorrect keyboard hp-ku aneh. Semoga ga jadi penyebab typo yang makin parah ya. Hehe. 

Semangat blogging~

Monday, December 10, 2018

Buku-buku yang Aku Baca

December 10, 2018 0 Comments
Bismillah.



Bagaimana jika seseorang bertanya tentang buku-buku yang kau baca? Bisakah kamu secara jujur memberikan listnya? Atau... kamu memilih menyebutkan beberapa saja. Beberapa judul yang paling berkesan, yang ingin kau rekomendasikan pada yang bertanya?

***

Kompilasi, sebuah grup komunitas menulis, di grup Facebook, saat itu aku ditanya dan diperintahkan untuk menyebutkan 100 buku yang pernah aku baca. Perasaan pertama, senang, tertantang. Pertanyaan itu menjadi jembatanku mengingat ulang masa-masa saat aku begitu menyukai buku, dan gemar membaca. Seolah aku diingatkan, apa kabar sekarang? Sebegitukah sulitnya meluangkan waktu membaca? Dulu kamu setiap istirahat ke perpus, pinjam atau mengembalikan buku, begadang untuk menamatkan buku, kenikmatan membuka lembaran-lembaran buku.

Selanjutnya, aku jadi sadar, bahwa buku-buku yang aku baca juga bagian masa laluku, menyimpan "rahasia" diriku. Maka saat itu, buku-buku yang kukirimkan judul dan pengarangnya, sebenarnya bukan list penuh yang kuingat, tapi merupakan seleksi dari buku-buku yang pernah kubaca. Sebagian buku lain yang pernah kubaca, ingin kusembunyikan saja, memberitahu orang lain tentangnya ibarat membuka rahasia tentang diri. 

Setelah itu... aku mulai hati-hati memberitahu orang lain tentang buku-buku yang aku baca. Membagikan daftar buku yang aku baca itu semacam berbagi rahasia, tentang topik yang kita minati, serta pemikiran yang kita miliki. Belum lagi, aku takut, saat kusebutkan buku-buku itu, orang lain akan mulai menghakimiku. Jika buku-buku yang aku baca merupakan buku pemikiran A, mereka akan mengira aku seorang A. Atau jika buku-buku yang aku baca hampir semuanya homogen, aku mungkin dikira sebagai seseorang yang pemilih, tidak berpikiran terbuka. Aku tahu ini cuma ketakutanku saja, tapi nyatanya, pemikiran itu berhasil membuatku menahan diri untuk menyebutkan buku-buku yang aku baca. 

Sampai suatu sore, atau siang.. Sebuah pemikiran baru muncul, dan membuat jemariku bergerak menulis draft tulisan ini.

Buku-buku yang aku baca, benar merupakan bagian dari diriku, masa lalu, dan juga masa kini-ku. Ia bisa juga jadi sebuah rahasia yang ingin aku sembunyikan. Tapi... tidak bisakah aku berpikir bahwa buku adalah buku? Bukan rahasia. Jika bukunya baik, mengapa tidak kau sebutkan dan rekomendasikan pada temanmu, pada kakak atau adikmu, pada orang lain di luar sana, yang sedang memulai perjalanan membacanya?

Saat itu, aku paham. Selama ini aku terlalu fokus pada diriku, egois dan memilih merahasiakannya. Saat itu aku paham, sebelumnya aku terlalu fokus pada diriku, ketakutanku untuk dinilai dan dihakimi lewat buku-buku yang aku baca. Aku lupa, barangkali saat aku memberitahu orang lain tentang buku-buku yang aku baca, fokus mereka bukan padaku, tapi pada buku-buku tersebut.

Persis seperti saat aku membagikan ayat quran yang aku baca, artinya, sedikit yang aku pahami, dan refleksi yang kudapat dari ayat tersebut. Fokus pembaca adalah pada ayatNya, bukan padaku.


***

Jadi... kedepannya, semoga aku lebih sering menulis tentang buku yang sedang atau sudah aku baca. Atau bahkan sekedar menyadur paragraf yang berkesan dari buku yang pernah atau sedang aku baca. Semoga hal kecil itu, bisa menjadi amal baik, bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Selanjutnya aku juga harus berdoa dan berusaha agar hal baik tidak hangus sia-sia karena bengkoknya niat.

***

Terakhir, maukah kamu memberitahuku tentang buku-buku yang kau baca? J

Semangat membaca! ^^

Allahua'lam.

Friday, December 7, 2018

Slow Reader

December 07, 2018 0 Comments
Bismillah.


"Belum beres baca buku itu?" tanya kakakku, melihat buku kecil tipis yang masih sering kupegang. Aku hanya menjawab dengan cengiran, "belum", lalu menambahkan, "aku bacanya sedikit-sedikit."

Pertanyaan kakakku membuatku berpikir.. mungkin memang aku keterlaluan lambat membaca buku tersebut. Aku jadi bertanya-tanya pada diri, apa aku memang tipe slow reader? Atau itu hanya alesan saja. Sebenarnya bisa jadi, aku belum juga menyelesaikannya karena memang lebih memilih menghabiskan waktu untuk hal lain. 

***

Slow reader, pembaca pelan, bacanya sehari hanya 3-10 lembar. Pelan dicerna. Tidak ingin buru-buru habis, ingin dikunyah lebih lama. Semoga tidak berhenti sebagai bacaan saja, tapi benar-benar masuk ke hati dan berbuah laku. 

Tapi sejujurnya, aku juga meragukan diriku. Beda cerita, jika dalam proses membaca pelan, aku mencatat lalu menulis ulang sebagai bentuk aku sudah memahaminya. Seperti dulu, waktu awal-awal rajin nyatet quotes dari buku yang dibaca, juga rajin nulis nukil buku. Apa sebenarnya, kecepatan bacaku harusnya bisa ditingkatkan? Agar semakin banyak buku yang habis kulahap?

Entahlah, sementara aku ingin menikmati membaca ritme ini dulu. Tapi di sisi lain, aku tahu, ada banyak waktu yang lebih baik diisi dengan membaca lebih banyak lembar, atau menulis lebih banyak kalimat. 

Jadi? Kesimpulannya gimana? 

Kesimpulannya gapapa baca pelan-pelan, tapi pastikan itu bukan alasan yang dibuat-buat. Lantaran kamu lebih suka menggunakan waktu melakukan hal lain yang tidak produktif.

Terakhir, semangat membaca!

Allahua'lam.

Wednesday, December 5, 2018

Ikut Campur

December 05, 2018 0 Comments
Bismillah.

Cuma ingin menyalin paragraf dari buku "Hujan Matahari" - nya Kurniawan Gunadi. Tulisan bertajuk, "Ikut Campur". Rasanya, pas saja untukku. Sayang jika cuma dibaca, sepertinya memang perlu disalin untuk mengingatkanku.

from unsplash
***
"Biarkan orang lain lulus dalam ujian hidupnya. Kita sebagai teman ataupun orang dekat jadilah orang yang mendukung. Jika seseorang itu tidak mengizinkan kita masuk, maka jangan memaksa untuk masuk. Ketika orang lain itu tiba-tiba membutuhkan kita dan mengizinkan kita, maka masuklah ke dalam masalahnya dengan cara yang baik.
Kadang kita menjadi "perpanjangan tangan" Allah untuk menyampaikan sesuatu ke dalam hidup seseorang dalam waktu dan momen yang tepat. Jika itu belum, tahanlah diri. Setiap orang memang memiliki ujian hidupnya masing-masing. Iman pun akan diuji. Keyakinan, impian, idealisme, semuanya akan diuji dengan masalah untuk mengetahui sejauh mana keyakinan dan kekuatan seseorang terhadap apa yang dia yakini itu.
Biarkanlah setiap orang memiliki pengalaman emosi yang lengkap. Biarkan seseorang memilih keputusannya sendiri. Sebagai teman yang baik, siapkan diri kita kapanpun dia membutuhkan. Sejauh dia belum memanggil kita, perhatikanlah dan belajarlah dari masalah yang ia hadapi.
Aku yakin, orang dengan masalahnya dihadirkan oleh Allah ke kehidupan kita bukan tanpa maksud, bukan pula untuk menjadi bahan pergunjingan (gosip). Melainkan untuk bahan kita belajar tentang kehidupan ini. Sejauh mana kita semua paham akan hal ini akan membuat kita semua menghadapi hidup lebih bijaksana, baik dalam bersikap maupun mengambil keputusan.
- Kurniawan Gunadi, Hujan Matahari
***

Sebenarnya sudah lama aku bertanya-tanya pada diri, keresahan karena ditempatkan di satu dua kondisi untuk "ikut campur". Entah hikmah apa yang ingin Allah sampaikan. Yang aku tahu, aku berkali-kali takut sendiri, ragu untuk mengambil sikap. Seringkali gagal menjadi pendengar yang baik. Seringkali terlalu egois untuk belajar mengerti keseluruhan masalah orang lain, dan perasaannya. Entah pelajaran apa yang ingin Allah titipkan. Aku... masih perlu banyak belajar. Kapan aku harus menahan diri dari ikut campur ujian kehidupan orang lain. Dan kapan aku harus masuk, membantu sebisaku, berusaha menjalani peran sebagai teman yang baik, saudara muslim yang baik. Meski dalam prosesnya, mungkin aku banyak melakukan kesalahan.

Terakhir, semoga Allah membimbing langkahku, menahanku saat aku terlalu dalam "ikut campur" pada ujian hidup orang lain, juga memberikanku keberanian untuk melangkah membantu, karena bisa jadi, hal kecil itu bisa menjadi penghapus dosaku yang menggunung. 

Allahua'lam.

Monday, December 3, 2018

Mungkin...

December 03, 2018 0 Comments
Bismillah.

Mungkin, ia tidak benar-benar membacanya. Sehingga wajar pesanku tidak sampai padanya. Mungkin, begitu. Ya, pasti karena itu. Timingnya yang salah. Ia sibuk, jadi tulisannya terbuka tanpa benar-benar terbaca. Begitu. Begitu seharusnya aku menjaga prasangka baikku padanya. 

***


Malam ini, aku membuka aplikasi catatan yang hanya bisa diakses saat terhubung jaringan internet. Aku jadi melihat tumpukan yang menanti untuk dikerjakan. Rasanya ingin membantu, tapi pesan yang tidak benar-benar dibaca itu, membuatku enggan bertanya lagi. 

Seperti yang kusebut berkali-kali di blog ini. Menawarkan bantuan, tentu berbeda dengan meneror atau memaksa orang lain agar menerima bantuan. Otakku berputar-putar, memikirkan prasangka, tentang ia yang mungkin belum belajar tentang delegasi tugas. Terkesan egois.

Namun pemikiran yang membuat otakku penuh tersebut, kini didesak oleh pemikiran lain. Aku jadi bertanya-tanya, apakah ini rasanya menjadi orang lain, yang melihatku jatuh bangun, terseok melangkah, jatuh lagi, namun saat mereka mengulurkan tangan aku malah tersenyum menggeleng dan berusaha bangkit sendiri. Menciptakan suasana kikuk karena keinginan baiknya untuk membantuku ditolak berkali-kali. Ah... beginikah rasanya?

***

Malam ini Purwokerto hujan *tiba-tiba? hehe. Mataku melembab, mengingat masa lalu. Betapa egois diriku, tidak tahu, atau tidak bisa berlapang dada menerima tawaran bantuan dari orang lain. Pun saat sudah dibantu, justru disia-siakan. Ibarat sudah ke dokter, dibantu diberi obat, eh, obatnya ga dimakan. Justru dibiarkan di meja, sedangkan aku masih keras kepala kalau bisa mengobati tanpa obat. Semacam itu. Atau seseorang melihat kakiku terkilir, ia memberikan tongkat untuk membantuku berjalan, tapi tongkatnya justru aku letakkan di tas, masih sok kuat bisa berjalan dengan kaki terkilir. Lupa, atau bodoh, bahwa kaki yang terkilir jika dipaksa berjalan akan semakin sakit. 

***

Nulis apa kamu bell? Hehe.

Balik lagi ke topik awal, abaikan tulisan setelah malam Purwokerto yang hujan. Sudah ga hujan hehe.

Kemungkinannya begitu, seperti yang kutulis di paragraf pertama. Semoga bisa kujaga prasangka baik itu. Semoga bisa mengulang pertanyaan, agar benar-benar yakin, apa tulisannya tidak benar-benar ia baca, atau... diamnya merupakan penolakan halus atas tawaran bantuan dariku? Atau aku bisa saja memilih menutup mata, atas tumpukan yang menanti untuk dikerjakan. Menutup mata, dan fokus saja memperbaiki semangat menulis.

Apapun pilihan sikap yang nantinya aku ambil, semoga yang terbaik. Dan tentang lintasan kemungkinan yang berputar-putar di otak, semoga aku bisa menghindari yang buruk, dan hanya mengambil yang baik. Karena itu haknya, dan itu kewajibanku padanya.

Allahua'lam.

Sunday, December 2, 2018

November, Sembilan Belas

December 02, 2018 0 Comments
Bismillah.



Kemarin, 1 Desember, kubuka dashboard blogger, seperti biasa. Setiap hari begitu, meski tidak menulis atau membuat draft baru, meski tidak blogwalking ke daftar bacaan yang setiap hari berganti judul dan link. Meski terkadang hanya melihat statistik lalu mengunjungi tulisan lama, saat seseorang, atau sebuah komputer tanpa sengaja melintas di blog dan menimbulkan jejak.

Kemarin, saat buka aplikasi Sheet, excell di hp yang setiap hari menemaniku, kutemukan file berjudul "Kuantitas Blog Bella" lalu aku teringat, saat iseng aku membuat tabel berisi jumlah/kuantitas tulisan blogku, dari 2008-2018. Lalu aku ingat, november sudah habis. Bulan sudah berganti. Lalu aku membuka lagi blog, menilik angka di archieve November 2018. Dan.. benar, angka itu yang kulihat. 19, sembilan belas. 

Awalnya biasa aja, sampai ku-entry angka itu di tabel. Dan kulihat barisan angka kepala dua dari januari hingga oktober.

***

Panjang ya? Padahal bisa saja ditulis lebih singkat dan padat, seperti ini:
November, sembilan belas. Bukan, bukan tanggal 19 November. Maksudnya adalah November ini aku hanya menulis 19 postingan di blog ini. Tidak turun drastis, tapi dibanding bulan lain yang kuantitasnya berkepala dua, ini jelas sebuah penurunan. 
Tujuanku menulis ini, untuk mengingatkan diri... bahwa kuantitas yang menurun itu ada sebabnya. Dan aku sebenarnya sudah beberapa kali menganalisisnya. Desember yang baru dua bilangan ini sebenernya tidak terlihat membaik, aku masih setiap hari buka dashboard, masih menulis draft, masih cek statistik, tapi... aku entah mengapa akhir-akhir ini ga terlalu tertarik baca puluhan link di daftar bacaan. Medium? Sama.. ga dibaca juga meski ada beberapa pembaruan di akun/channel yang aku follow. Satu lagi, meski banyak hal yang ingin aku tuliskan, aku sering menumpuknya diotak saja. Merangkai kata dan alur tulisannya di otak. Jarang benar-benar menggerakkan jemari dan coret-coret menuangkannya.

Kalau mau ditambah lagi, bisa sebenarnya. Tapi percuma mengeluh hehe. Kalau ga dicari solusinya. Tapi ga percuma ditulis, karena ini jadi sesi pemanasan untukku. Ada babyak hal yang ingin ditulis, semoga tidak berhenti di sini. Termasuk tentang topik yang pernah kuhindari namun beberapa pekan ini begitu memenuhi otak.

November, sembilan belas. Desember, akan jadi kepala dua lagi kan? Atau mungkin bisa lebih? Desember 2016 menjadi bulan teramai, karena diisi dengan 65 post. Bagaimana bisa? Bisaaa karena akhir tahun itu adalah saat aku mulai terbakar lagi semangat untuk mendaki jurang terjal, keluar dari gua, masuk lagi ke peredaran. Desember ini tidak perlu sebanyak itu. Cukup kepala dua juga gapapa, kalau lebih alhamdulillah. Sisanya, semoga mulai serius lagi menaiki tangga berikutnya. Agar tidak berhenti di sini terus. Selamat berjuang...!

Siklus Hari : Siang - Malam

December 02, 2018 0 Comments
Bismillah.

*silahkan skip prolognya*

Kemarin sabtulis tematik, "siklus". Kemarin, belum kepikiran untuk menulis apa, mungkin memang tidak meluangkan waktu untuk menulis. Aku tahu, ini kelemahanku. Salah satu hal yang membuatku enggan dan ragu ikutan gerakan ini, karena aku tahu aku punya ritme sendiri dalam menulis, bukan satu hari satu tulisan, dan tidak bisa juga selalu menulis di hari tertentu, atau waktu tertentu. Lebih suka reaktif, tiba-tiba saja. Saat menulis menjadi sebuah 'kewajiban' saat itulah biasanya aku menghindarinya. Aku lebih suka menjadikan menulis sebagai 'kebutuhan', ibarat makanan, kalau lapar ya makan. Tapi kalau sedang ingin puasa, ya ga makan. Ya, mungkin itu tepatnya, tidak bisa 3x sehari makan, tidak bisa setiap sabtu menulis. Hm. 

***

from unsplash

Kita menyebutnya hari, menurut definisi internasional satu hari itu 24 jam. Tapi kalau kita melihat fenomena alam, kita memandang siklus hari lewat siang dan malam. Dalam penanggalan islam, hari dimulai, saat matahari tenggelam, malam, lalu siang, dan berakhir sesaat sebelum matahari tenggelam. Pergantian siang dan malam ini unik, karena durasinya tidak selalu sama setiap harinya, terkadang lebih lama siang, terkadang malam lebih pendek. Kita mungkin tahu teorinya, mengapa itu bisa terjadi. Bentuk bumi, kemiringan bumi, jalur perputaran evolusi bumi terhadap Matahari yang bentuknya tidak lingkaran, serta posisi berbagai kota yang dipetakan melalui garis geografis bujur dan lintang. 

Namun apakah pengetahuan itu berhenti saja di situ? Di otak kita, sebagai informasi? Atau bisakah kita mencerna lebih dalam pengetahuan itu, dan mengambil hikmahnya untuk gizi hati?

Siapakah yang mengatur siang dan malam? Hingga suatu waktu, seolah-olah malam dimasukkan ke dalam siang. Dan diwaktu lain siang yang dimasukkan ke dalam malam. Pernahkah kita berpikir, bagaimana jika Zat Yang Menciptakan, Yang Mengatur hari, memutuskan bahwa satu hari hanya diisi siang saja? Atau malam saja? Jika hari diisi siang saja, kapan kita akan beristirahat? Padahal jam biologis kita didesain, agar malam kita bisa sejenak istirahat dari kerja keras di siang hari. Jika hari diisi malam saja, siapakah yang mampu menghadirkan, menciptakan, atau menemukan cahaya yang sama cemerlangnya dengan cahaya matahari? Cahaya yang dapat membantu tumbuhan berfotosintesis, memproduksi makanan, makanan untuknya sendiri, juga untuk makhluk lain, termasuk kita manusia. 

Siklus hari yang awalnya terkesan biasa, karena terjadi berulang-ulang. Siang-malam-siang-malam-siang. Siklus "sederhana" ini seharusnya bisa kita lihat lebih dalam dan bermakna, bukan cuma permukaannya saja, bukan cuma dijadikan ilmu yang dipahami otak, namun juga menggerakkan hati untuk makin tunduk pada Sang Pencipta. Lalu kita berbisik pelan memuji-Nya, rabbana ma khalaqta hadza bathila subhanaka faqina 'adzabannar. Ya Rabb kami.. sungguh tidak ada hal yang Engkau ciptakan sia-sia. Maha Suci Engkau. Maka Selamatkanlah kami dari api neraka. 

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَـٰطِلًۭا سُبْحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

***

Saat membaca tema 'siklus' rasanya ada banyak yang bisa ditulis. Tentang siklus hidup laron, yang waktunya sangat pendek, satu hari, atau mungkin satu malam saja ia hidup. Atau tentang siklus hidup kupu-kupu, metamorfosis, siklus yang menakjubkan sehingga diksi metamorfosis banyak digunakan dalam tulisan-tulisan sebagai majas sebuah proses perjuangan yang nantinya menjadi indah. Juga tentang siklus hujan, aku juga sempat berpikir untuk menuliskan itu.

Siklus hujan, aku pernah membaca tulisan, bagaimana perputaran air tersebut membawa air ke laut, beserta filosofinya. Filosofi bahwa lautan menerima air manapun, air jernih, air kotor, air yang tercemar, semuanya. Di sisi lain, aku juga baru-baru ini membaca, tentang air yang akan kembali lagi ke langit. Membuatku tersadar, bahwa asal muasal air itu dari langit. Perputaran siklusnya saja yang membuat kita lupa, bahwa aslinya air dari langit. Air diturunkan oleh Allah untuk menghidupkan bumi, lewat air ini... bumi bisa hidup, tumbuhan, hewan, juga manusia. Tentu bicara hujan selalu mengingatkanku perumpamaan Al Qur'an bak air hujan untuk hati kita. Saat hati kita gersang, bahkan mati.. Allah bisa menghidupkannya kembali, dengan ayat-ayatNya. 

Satu lagi, ada yang pernah dengar lingkaran setan? Siklus yang katanya tidak bisa atau sulit diputus? Aku juga sempat memikirkan untuk menuliskan itu. Bagaimana ternyata, rantainya, selalu bisa diputus. Hanya saja saat kita berada di dalamnya, kita dibutakan untuk melihat cahaya jalan keluarnya. Hingga rasanya, mau berkali-kali bangkit, akhirnya akan sama, jatuh lagi. Padahal... kita bisa melangkah keluar dari lingkaran gelap tersebut. Tentu tidak sendiri, dan bukan dengan kekuatan diri yang terbatas. Tapi dengan bantuanNya. Allahu musta'an. 

***

Penghujung tahun menyapa kita, mengingatkan kita... bahwa siklus satu tahun hampir kita akhiri. Bersyukurlah atas hari-hari yang sudah berlalu, apapun warnanya. Karena dengan syukur tersebut, Allah akan lipatkan nikmat dariNya untuk kita di hari ini, juga hari-hari mendatang. 

Semangat menulis, semangat menjalani aktivitasmu! Barakallahu fiikum. 

Allahua'lam.