Follow Me

Saturday, April 27, 2019

Tenggelam dalam Masalah Pribadi

April 27, 2019 0 Comments
Bismillah.

Sebuah kutipan dari e-book Tafsir Al Ashr, yang merupakan tulisan yang disusun dari ceramah Ustadz Nouman Ali Khan, oleh Suhendi Pusap.

Ketika manusia tenggelam dalam masalah pribadi, yang ia pikirkan hanyalah dirinya sendiri sehingga ia gagal melihat bahwa ia merupakan bagian dari sesuatu yang lebih besar, they fail to see the larger picture. 
-Suhendi Pusap
drowning


***

Itulah salah satu alasan mengapa manusia merugi. Kita, atau maksudnya saya, seringkali terpaku pada masalah sendiri, tenggelam di dalamnya, berkutat dan sibuk sendiri. Padahal ada gambaran besar yang seharusnya kita lihat, kita pahami, dan kita jadikan pedoman untuk menjalani hidup.

Sedih, saat kita mendapati diri kita sibuk mengejar dunia dan tenggelam dalam permasalahannya. Sampai lupa, bahwa misi kita di dunia tidak hanya untuk bertahan hidup dan menggapai cita/ambisi itu. Bahwa kita seharusnya tidak hanya sibuk sendiri, tapi juga melihat dunia lewat kacamata jernih, al quran.

Buku tersebut mengingatkan saya, bawa kita harus terus sadar bahwa waktu kita akan segera habis. Tapi ironisnya kita justru merasa sebaliknya. Atau meski sudah tahu, kita masih saja memilih prioritas yang salah.

***

Di akhir e-book ini, ada QA terkait penulis, proses penulis mendengar podcast, sampai detail penyusunan buku. Saya merasa malu sekaligus mengapresiasi prosesnya. Malu, karena saya sering mengaku-aku ingin menulis buku, namun masih nol dalam usaha. Sedangkan penulis e-book ini, secara manual mentranskrip, menulis tangan dari apa yang didengar, kemudian menerjemahkannya, belum termasuk mengetiknya di hp.

Keterbatasan itu selalu merintang, tapi jika tekad kuat, dan kita tahu tidak ada waktu untuk menunda-nunda, keterbatasan apapun akan bisa teratasi, deangan izin-Nya. In syaa Allah.

***

Terakhir, surat kedua terpendek ini sebagai doa, agar kita bukan termasuk orang-orang yang merugi.

Allahummaj'alna minalladzina amanu wa 'amilushsholihati watawashou bil haqq watashou bishobr. Aamiin. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Allahua'lam.

***

PS: maaf jika ada kesalahan transliterasi.





Friday, April 26, 2019

Dijadikan Pelajaran

April 26, 2019 0 Comments
Bismillah.
#hikmah



Bagiku, seolah semua yang terjadi beberapa hari yang lalu sebagai sebuah peringatan, sekaligus pengingat, bahkan bisa jadi jalan yang Allah tunjukkan padaku. Selama ini aku terus saja jatuh, berkali-kali. Allah ingin aku belajar, agar tidak jatuh lagi. Meski mungkin caranya dengan hal yang tidak disangka-sangka.

***

Kadang aku lupa, untuk mengambil pelajaran dari sebuah kejadian. Hari itu rasanya berlalu cepat, dengan emosi dan perasaan yang bergerak cepat pula bagai awan yang ditiup angin. Panik, menyesal, menyalahkan diri sendiri, kemudian berusaha tenang, sedih, teringat berulang-ulang, mencoba menghibur diri, mengingatNya, berusaha berprasangka baik padaNya, hingga kemudian bisa pelan-pelan menerima. Alhamdulillah respon orang-orang terdekat juga lembut. Sampai aku lupa untuk mengambil pelajaran.

Hingga sebuah telepon mengingatkanku lagi? Ia kaget karena yang menjawab aku, kujelaskan panjang lebar, seolah yang terjadi tidak meninggalkan bekas (karena cepatnya pergantian perasaan). Lalu ia mengingatkanku, "Yaudah jadikan pelajaran. Agar lebih primpen." Seketika orang-orang yang kusayangi ikut menambahkan, agar aku ingat, bahwa aku tidak pernah sendiri.

***

Aku kira sampai di situ pelajarannya. Ternyata masih berlanjut. Beberapa orang yang menelpon dan mengirim pesan. Mengingatkan bahwa dalam keterbatasan kita harus tetap semangat. Allah akan berikan jalannya. Pun teman yang rela direpotkan.

Semua itu membuatku sadar, bahwa ada banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran dari satu kejadian. Hanya saja kita seringkali lupa untuk mengambil dan merenungi dan memasukkannya ke hati kita.

Semoga Allah berikan kita kecerdasan dan kebijakan untuk mengambil pelajaran di setiap kejadian, baik yang kecil maupun yang besar, dalam hidup kita. Pelajaran yang mengantarkan kita lebih dekat kepada-Nya. Allahua'lam.

Monday, April 22, 2019

Hebat Kamu!

April 22, 2019 0 Comments
Bismillah.
#fiksi

"Hebat kamu!", aku menengok kebelakang. Kukira ia bicara padaku ternyata ia berbicara kepada orang yang duduk dibelakangku, membelakangiku.

"You act like nothing happened. Do you think it's cool? To hide the emotion you feel? Or, maybe because you really don't feel anything?"

Suaranya tidak sekeras saat berkata "hebat kamu", tapi aku masih bisa menangkapnya. Ia menggunakan majas ironi. Hebat yang ia maksud, sebenarnya bukan pujian. Aku membayangkan menjadi sosok yang duduk dibelakangku. Ia mungkin malu, kesal, karena orang itu "menyerang"nya di tempat umum. Jika sekarang bukan jam sepi pengunjung, pasti semua orang menengokkan kepala ke arahnya. Tapi sekarang pukul 5.20, kantin sudah hampir tutup. Aku dan sosok dibelakangku adalah pembeli terakhir. Ia memesan nasi goreng terakhir, sedangkan aku hanya memesan jus mangga untuk teman bekal nasiku.

Ia meletakkan sendok dan garpunya. Suara keduanya menyentuh piring terdengar jelas. Lalu sunyi. Akupun berhenti mengunyah makananku. Sepertinya aku harus pergi sebelum situasinya makin kikuk.

Aku tutup tempat makanku. Buru-buru kuhabiskan jus mangga di gelas. Saat aku memasukkan bekalku ke tas, sosok di belakangku membuka suara.

"It's like a bad habit. I don't know how to express it. I even doubt myself, do I have an ounce of guilt?"

"Terus mau lari? Lagi?" tanyanya, intonasi dan volume suaranya naik lagi. Aku tidak bisa bergerak. Otakku berpikir, apa aku perlu pura-pura invisible?

"Bukan lari, aku cuma butuh waktu. Sendiri." ucapnya pelan.

"Fine," lalu suara langkah terdengar menjauh. Di pintu dapur, petugas kantin terlihat risau menunggu kami. Aku berdiri, mengambil gelas jus yang sudah kosong dan meletakannya di meja piring dan gelas kotor. Sosok yang duduk di belakangku kulihat mengambil lagi piring dan sendoknya, menghabiskan nasi goreng yang tersisa. Kalau dari belakang, ia benar-benar terlihat seperti orang yang tidak mengalami percakapan tadi.

Kalau aku menjadi ia, mungkin aku menundukkan kepalaku, atau berusaha menahan air mataku. Atau segera pergi ke kamar mandi, untuk cuci muka agar jejak tangis tak berbekas.

Aku segera bergerak pergi saat kulihat ia berkemas dan hendak menuju meja piring dan gelas kotor. Aku menunduk, enggan berpapasan mata dengannya. Apalagi ia mungkin sadar bahwa aku ikut mendengar percakapannya tadi.

Suara dering hp membuatku panik, aku ambil bermaksud untuk menghentikn bunyinya. Tapi rasa panik membuatku justru menjatuhkannya. Aku terpaku, dari ketinggian tas ke lantai, kemungkinan layar proteksinya retak. Deringnya masih berbunyi, aku ambil dan melihat nama ibu. Aku reject teleponnya, aku pikir lebih baik segera pergi, baru kemudian menelepon balik di tempat dan situasi yang lebih nyaman. Tapi sebuah suara membuatku berhenti, "Bukumu tertinggal,"

Aku berbalik badan, masih menunduk, aku fokus melihat tangannya menyodorkan buku bersambul biru.

"Terima... kasih" ucapku terbata, sekilas kulihat wajahnya tersenyum. Aku berbalik dan bergegas pergi. Pikiranku terus teringat wajahnya, sembari bertanya-tanya, "apa ini mimpi?"

Wajah orang itu... wajahku.

mask


The End.

***

PS: Lagi, tulisan fiksi ga jelas wkwkwk. Sebenarnya hanya ingin menggarisbawahi, pentingnya mengekspresikan perasaan. Kemarin pertemuan ffb, salah satu insightnya adalah mengekspresikan perasaan. Jika sedih, menangislah. Jika senang tersenyum dan tertawalah. Jika marah, tunjukkan kalau kamu marah, tapi bukan berarti lepas kendali. Jika takut, jika lelah, jika tidak baik-baik saja, ekspresikan. Jangan ditutupi. Tapi jangan pula diumbar atau dilebih-lebihkan. Allahua'lam. 

Tirai Bergradasi Biru-Putih

April 22, 2019 0 Comments
Bismillah.
#fiksi

Tirai bergradasi biru putih itu selalu menarik mataku setiap melewati rumah kecil di belokan terakhir, sebelum masuk ke gang kecil tempat kosanku berada.

Bukan rumah mewah dan besar. Tapi desain rumah kecil itu menarik. Dindingnya putih tulang, pintunya berwarna biru gelap, seperti warna langit sebelum masuk waktu shubuh. Dan disebelahnya terdapat kaca besar, persis seperti jendela kaca tak berpintu yang biasa ada di sebuah cafe, atau seperti tempat untuk display sebuah toko. Tapi jendela itu tertutup tirai gradasi biru-putih. Bagian atasnya seperti warna biru langit saat siang terik, semakin muda, hingga menjadi putih. Mirip seperti langit, yang tertutup awan sebagiannya. 

Pernah suatu hari aku melihat seorang Ibu separuh baya dan seorang anak perempuan seusia SD masuk ke rumah tersebut. Satu kali, bulan Ramadhan dua tahun yang lalu saat aku sibuk Ospek Jurusan. Tapi setelah itu, aku tidak pernah lagi melihat ada yang masuk/keluar dari rumah itu. Gerbang kayu setinggi pinggang dikelilingi rantai besi kecil, dan sebuah gembok silver besar.

Tapi meski terlihat tidak berpenghuni, tirai bergradasi biru-putih itu selalu tampak sama. Dua tahun, tapi warnanya tidak memudar, pun tidak terlihat berdebu. Kacanya pun begitu. Tidak mengkilap seolah ada yang membersihkannya dengan air, dan sabun yang wangi, tapi masih cukup jelas untukku melihat tirai biru tersebut.

***

Ahad pagi sekitar jam 6, aku biasa jalan-jalan menikmati keramaian CFD di jalan utama kota. Seperti biasa aku berhenti beberapa detik untuk memperhatikan rumah kecil tersebut. Aku heran saat melihat tirainya sudah berganti. Kini jendela kaca itu tertutup oleh tirai berwarna coklat tua.

"Permisi," ucap seseorang membuatku sadar, aku berdiri di tengah jalan.

Seorang perempuan lebih muda dariku. Ia memakai jaket coklat, dan membawa sebuah koper, besar. Ia membuka gerbang pintu rumah itu dengan mudah. Aku baru menyadari gerbangnya sudah tidak dirantai dan digembok. Ia berhenti di depan pintu kayu berwarna langit shubuh, terlihat sibuk mengobrak abrik tas ransel kecilnya, seolah mencari kunci.

Kuberanikan diri untuk mendekat dan bertanya, "Ada yang bisa dibantu?" Ia menoleh ke arahku dengan pandangan curiga. Aku kemudian bercerita, panjang lebar, kosanku di ujung gang belokan sebelah rumah ini.

Ia mengabaikanku, terlihat panik, karena tidak juga menemukan kuncinya.

"Mungkin di jaketmu," ucapku, masih tidak menyerah. Aku sama seperti kebanyakan orang, tidak suka diabaikan. Tetapi kuriositasku terhadap tirai bergradasi biru-putih membuatku bertingkah begini. 

"Ah, benar," ucapnya, suaranya nyaring tidak serendah nada saat ia mengucapkan permisi tadi.

Ia menganggukkan kepala sembari mengucapkan terima kasih. Ia dengan lembut mengusirku, lewat kalimatnya. 

"Maaf, saya baru menempuh perjalanan jauh, agak letih."

Aku tersenyum pahit, perlahan membalikkan badan. Sepertinya aku salah waktu dan salah orang, mungkin ia pun tidak tahu jendela kaca itu biasa tertutup tirai bergradasi biru putih. 

Kututup gerbang kayunya, kemudian menatap tirai coklat yang nampak lebih muda warnanya karena cahaya yang menembus pori-pori antarbenangnya.


***

Rumah kecil bertirai biru-putih coklat

Setelah mengunci pintu dari dalam, ia terbatuk pelan. Debu tebal menyambutnya. Di dinding, di lantai, dan di kain-kain penutup perabotan. Sarang laba-laba menghias setiap sudut ruangan. Ia membuka salah satu kain hang menutup kursi dan duduk di sana. Memandangi lampu dan langit-langit. Kemudian membuka tas ranselnya mencari masker. Ia berjalan menuju tirai coklat tua, satu-satunya yang terlihat baru dan bersih.

Satu pekan yang lalu sebuah paket tiba di rumahnya. Kotak kardus berisi kunci, sebuah foto, dan selembar surat.

"Rumah itu milikmu, dibangun untukmu. Hanya saja kuncinya dititipkan padaku selama dua tahun. Aku dan anakku tidak tinggal di sana meski hanya sehari. Saat kuterima kunci ini, aku hanya masuk untuk meninggalkan rumah itu. Setiap bulan kubersihkan luarnya, kuganti tirainya yang sama persis. Warna kesukaanmu, biru dan putih. Kini giliranmu, untuk membersihkan dalam rumahnya."

Saat menerima paket itu luapan emosi marah, sedih, sekaligus perasaan bersalah membuat ia ingin berteriak. Namun bibirnya bungkam, dan teriakannya keluar dalam bentuk bulir-bulir air. Tiga kemudian ia akhirnya memilih mengunjungi rumah itu. Rumah yang kini ia duduk di dalamnya. Percuma luarnya sangat cantik, jika dalamnya begitu kotor dan berdebu, udara pengap dan membuat dadanya sesak. Tirainya sengaja ia ganti menjadi warna coklat tua, malam, saat jalanan depan rumah sepi. Tirai biru putihnya? Tersimpan rapi dalam kerdus yang akan ia kirim ke perempuan itu dan anaknya besok. Senin, saat kantor jasa pengiriman paket buka.

Ia menghela nafas pelan, dibalik masker hitamnya. Akan butuh tenaga dan waktu yang cukup banyak, untuk membersihkan dalam rumah ini. Karena sungguh percuma, rumah yang cantik di luar, namun buruk rupa dalamnya.

The End.

***

PS: Ceritanya aneh, seperti tanpa plot yang jelas. Tapi semoga pesannya sampai. Tentang yang terlihat dan tersembunyi,  yang di luar dan di dalam, kontras yang tidak boleh dibiarkan.

Kalau kata sebuah buku, percuma memiliki istana yang indah dan megah luarnya, namun di dalamnya justru hanya berisi sampah.

Allahua'lam.

Saturday, April 20, 2019

Better Day with Quran

April 20, 2019 2 Comments
Bismillah.

Langit gelap, namun titik-titik hujan masih belum juga turun. Rencana harimu berantakan, berniat untuk produktif, namun pagi sudah dikacaukan karena kau tertidur lagi setelah shubuh. Perasaanmu kusut, seperti raut wajahmu yang muram.

Saat aku menulis dengan pronoun kamu, bukan berarti aku bicara tentangmu. Ini tentangku, juga tentang orang-orang di luar sana.

***


Sejak mendengar penjelasan urutan ayat di surat Al Hadid (ayat 16-17), ayat sebelumnya tentang hati yang mengeras, kemudian selanjutnya tentang Allah yang menghidupkan bumi dari matinya (melalui hujan). Aku selalu berharap hujan turun, saat kondisi pikiran dan hati sedang tidak baik. Bukan, aku bukan ingin menangis di dalam hujan. Bagiku, saat hujan turun, ia seolah bisa mendinginkan hati dan pikiranku. Selain itu, hujan mengingatkanku untuk berdoa.

Saat ada dinding tinggi yang menghalangi langkahku, hujan mengingatkanku, bahwa aku bisa berdoa terlebih dahulu, agar diberi kekuatan melompati dinding tersebut, atau bahkan menghancurkan dinding tersebut. Saat segala hal terasa berjatuhan, dan aku tidak tahu harus melakukan apa, hujan mengingatkanku, bahwa selemah apapun aku, ada Allah Al Aziz. Saat tatapan mata orang-orang terasa menyakitiku, hujan mengingatkanku, bahwa ada Allah yang mengerti rasa yang tak bisa dieja dengan kata tersebut.

Ya, ini baru tentang hujan asli, hujan yang denotatif. Hujan air. Tapi kata hujan bisa berarti konotatif. Sebuah perumpamaan. Aku seringkali lupa, bahwa ada hujan lain, yang bisa 'menyelamatkan' hariku. Awan mungkin masih kelabu, atau mungkin justru tanpa awan, hanya sinar matahari terik yang menyengat. Saat rintik air belum mengetuk genting dan dedaunan, kita bisa menghadirkan hujan lain. Hujan yang juga bisa menghidupkan kembali, hati yang mati, hati yang mengeras, hati yang penuh noda dosa. Hujan itu bernama Al Quran, Al Huda, Al Furqan, An nur.

***

Having a bad day? A bad mood? A bad situation? A bad mindset?


Make it better with Quran. Perlahan, sedikit demi sedikit. Kamu bisa memulainya dengan membacanya, sekedar membacanya. Atau bisa dengan membaca atau mendengarkan penjelasan tentangnya. Atau bisa... mencari doa di dalamnya. Kamu juga bisa mengajak otakmu menggali memori tentangnya. Sesekali mungkin terpaku pada satu atau bahkan penggalan ayat terntentu kemudian merenunginya, merefleksikannya pada hidupmu. Semoga dengan interaksi kecil itu, hari kita menjadi lebih baik. Terutama saat kita menyadari, bahwa kita tidak sendiri, bahwa Allah mengirimkan surat cinta ini untuk kita, melalui manusia terbaik yang pernah ada. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam.

***

Tetap semangat!!

Sebentar lagi Ramadhan~ Semoga Allah izinkan kita mereguk rahmat dan ampunannya di bulan Ramadhan. Aamiin.

Allahua'lam.

Friday, April 19, 2019

Tenggelam-Berenang, Tenggelam-Menyelam

April 19, 2019 0 Comments
Bismillah.



Kemarin kutulis tentang gelap, hari ini aku ingin menulis tentang tenggelam dan berenang. Tapi kemudian aku teringat hubungan tenggelam dan menyelam yang pernah kubaca di buku Jalan Cinta Para Pejuang.

Jemariku langsung membuka mesin pencarian, "perbedaan tenggelam menyelam jcpp", yang keluar artikel kompasiana. Lalu kuganti keywordnya, kata jcpp uganti nama penulisnya, "perbedaan tenggelam menyelam salim a fillah". Lalu muncul sebuah artikel di web salimafillah.com

Di lautan nikmat, seringkali kita tenggelam. Tanpa pelita penerang. Tanpa sinaran cahaya yang membuat kita bisa menatap lekat keindahan, keunikan, keajaiban, dan pesona hidup. Bahkan tanpa alat pernafasan yang membuat kita megap-megap mengutuki air terminum yang rasanya pahit-pahit asin.
- Salim A. Fillah
Gelap karena tenggelam, di kedalaman yang tak terjangkau sinar matahari. Tentu saja berbeda, jika ini menyelam. Penyelam biasanya siap dengan segala peralatan, tabung gas, kaca mata, senter, juga sepatu selam yang memudahkan menyelam dan berenang.

Di akhir tulisan web tersebut, dituliskan, bahwa kita bisa meraih cahaya, lewat membaca ayat-ayatNya.
“Dialah yang menurunkan kepada hambaNya ayat-ayat yang terang, agar Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan menuju cahaya. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadap kalian.” (QS. Al Hadid: 9)
***

Awalnya aku ingin menulis tentang tenggelam dan berenang. Tentang perumpamaan orang-orang yang merugi. Ia tenggelam, namun tertidur. Ia tidak sadar, bahwa dirinya tenggelam. Lalu saat ia terbangun, ia berusaha untuk berenang ke atas, kakinya terikat dengan kaki orang lain yang juga tenggelam. Ia tidak bisa berenang sendiri, ia harus membangunkan orang tersebut, dan mengajaknya berenang bersama-sama.

Mungkin lelah, mungkin bibir dan lidah terasa asin dan pahit, dalam perjalanannya berenang, ia sering tertidur lagi, tenggelam lagi. Rasanya, kemarin ia bisa melihat cahaya, tanda bahwa permukaan sudah dekat. Tapi saat ia membuka mata, ia mendapati dirinya dalam kegelapan, lagi.

Bersitan pikiran negatif sering membuatnya berhenti berenang, bukan..bukan untuk menyelam, tapi membiarkan gravitasi menariknya kembali, lebih dalam.

Tapi sebuah 'suara' mengajaknya berenang lagi. Mengingatkannya, bahwa tenggelam itu sakit, dan akan semakin sakit. Dan bahwa berenang itu, meski lelah dan akan semakin lelah, tetap lebih baik daripada tenggelam.

Manusia itu.. diciptakan untuk bersusah payah, tinggal kita memilih. Ingin bersusah payah, yang mengantarkan ke Jannah-Nya? Atau... bersusah payah, menuju neraka yang apinya berwarna hitam. Allahumma ajjirna minannar.

Allahua'lam.

***

PS: Hari jumat, dan hujan (: Alhamdulillah

Thursday, April 18, 2019

Saat Merasa Gelap

April 18, 2019 0 Comments
Bismillah.


Jangan berputus asa saat gelap. Jika kau terlalu takut melangkah karena bisa jadi kau terjatuh (lagi) ke dalam jurang yang jauh lebih gelap... Jangan menyerah terlebih dahulu. 

Berdoalah terlebih dahulu,.. minta cahaya dariNya. Seperti doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam


اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى نُوْرًا وَزِدْنِى نُوْرًا
 وَجْعَلْ لِى فِىْ قَلْبِى نُوْرًا وَفِىْ قَبْرِى نُوْرًا 
وَفِىْ سَمْعِى نُوْرًا وَفِىْ بَصَرِى نُوْرًا

"Ya Allah, Tuhanku! Anugerahi aku cahaya, tambahkanlah aku cahaya, jadikanlah dalam hatiku cahaya, dalam kuburku cahaya, pada pendengaranku cahaya, pada penglihatanku cahaya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari buku "Keajaiban Hati", Imam Ghazali.

***

Untukku.. mintalah cahaya padaNya..

Allahua'lam.

***

PS: Kalau ada kesalahan tulisan bahasa arabnya, mohon dikoreksi ya. Baru pernah ngetik bahasa arab panjang.

PPS: Kalau merasa gelap, inget ayat di surat An Nur, bahkan yang berada dalam gelap berlapis gelap, masih Allah berikan harapan. As long as you still alive and the sun still rise from the east..

Monday, April 15, 2019

Bahasa Alam

April 15, 2019 0 Comments
Bismillah.

Awal April Sabtulis angkat tema "Alam". Meski sudah terlambat, aku masih ingin menulis dengan topik tersebut.

***


Pikiran pertama yang terlintas dan diracik otakku saat membaca kata "alam" adalah "bahasa alam", bahasa yang penuh kode dan tanda-tanda unik, mirip bahasa bersayapnya perempuan. Ini saya ketahui dari kelas perdana Forum Femininitas Bunda (FFB)

Kelas pertama baru perkenalan tentang femininitas, bedanya dengan feminisme. Bahkan bisa dikatakan justru kelas femininitas bertolak belakang dengan ide yang dibawa feminisme. Jika feminisme justru ingin menyamakan perempuan dengan laki-laki. FFB justru ingin mengasah sifat feminin perempuan. Femininitas mencakup perasaan, ketulusan, cinta, empati, intuisi, peduli dan berbasis hati.

Balik lagi ke bahasa alam. Menurut penjelasan Pak Adriano Rusfi, yang akrab disapa Bang Aad, sifat alam mirip dengan perempuan. Bahkan dalam quran, kata-kata yang mewakili alam (bumi, matahari, malam, siang, dll) sifat katanya feminin.

Bahasa alam itu tersirat, simbolik. Bahkan setiap ada bencana alam, sebenarnya sebelumnya alam sudah memberitahukan lewat 'bahasanya'. Bang Aad menyebutkan beberapa contoh, seperti bencana tsunami, yang sebelumnya ditandai dengan air laut yang surut jauh. Atau saat gunung api merapi aktif, tentang kera berekor panjang dan kera berekor pendek yang turun sebagai pertanda tingkat kewaspadaannya.

Beliau juga menjelaskan tentang sedikit sekali kita belajar dari alam. Bahkan sekolah-sekolah 'alam', pada akhirnya hanya melakukan perpindahan tempat, dari ruang tertutup ke ruang terbuka.

Memperhatikan alam, mengamatinya, dan berusaha belajar bahasa alam, akan mengasah sifat feminitas manusia. Tidak hanya untuk perempuan, namun juga laki-laki. Dari FFB, disebutkan idealnya laki-laki memeliki sifat maskulin 3:1 dibandingkan sifat femininnya. Sebaliknya perempuan sifat feminin idealnya 3:1 dibandingkan sifat maskulinnya.

***

Hal kedua yang terpikir saat membaca kata "alam" adalah beberapa ayat yang berulang artinya mirip-mirip. Tentang hujan yang menumbuhkan berbagai tanaman dan pepohonan, yang menghasilkan berbagai macam jenis buah.

Sebelumnya, aku selalu menyangkut-pautkan hujan yang bisa menghidupkan bumi yang mati, dengan al quran yang bisa menghidupkan hati yang mati. Namun beberapa hari yang lalu, aku berulang membaca, bahwa hujan yang menghidupkan bumi yang mati, adalah pengingat tentang hari kebangkitan. Bukan cuma tentang harapan, bahwa saat hati kita mengeras, Allah bisa melunakkannya kembali. Namun juga sebuah peringatan, bahwa kita tidak boleh lalai di dunia. Bahwa nanti... akan ada hari kita akan dibangkitkan kembali setelah mati kita. Pengingat kematian tidak cukup, kita harus ingat juga, kematian tidak mengakhiri hidup. Ada hari kebangkitan.

Bumi, yang di dalamnya ada tulang, atau bahkan manusia yang sudah hancur menjadi debu, kelak Allah akan bangkitkan kembali, seperti semula. Bahkan jari jemari kita, sidik jari yang setiap manusia unik dan tidak ada duanya.

Kalau kita hanya melihat saja alam, tanpa berusaha mengerti bahasanya, maka alam hanya bisa menjadi pemandangan yang menyejukkan mata. Namun jika kita melihat lebih dalam, memikirkannya dengan hati, belajar bahasanya meski terbata, in syaa Allah tidak hanya mata kita yang sejuk. Tapi hati kita juga, karena alam merupakan ayat-ayatNya.

***

Terakhir, ada sebuah kutipan dari buku yang sedang kubaca. Buku ini direkomendasikan FFB karena bisa membantu proses belajar feminitas.

"Keberuntungan atau kebahagiaan total hanya akan terwujud bila kita menjadikan pertemuan dengan Allah sebagai tujuannya, negeri akhirat sebagai tempat menetap yang kekal abadi, dunia sebagai tempat tinggal sementara, tubuh sebagai kendaraan, dan anggota-anggota tubuh sebagai pelayan-pelayannya." 
- Imam Ghazali, dalam buku Keajaiban Hati

Allahua'lam.

***

Keterangan ga penting hehe:


Qadarullah aku lihat buku "Keajaiban Hati" ada di rumah. Aku kira bukunya ibu, atau ayah, tapi ternyata... bukuku. Rasanya ingin heboh sendiri. Apalagi saat kubaca halaman setelah cover.

Tinta biru.

In case of lost, please return this book to:

Namaku, beberapa keterangan. Alamatnya Jl. Kanayakan Dalam No. 61.

Tinta hitam.

Tulisan tangan ibuku, namaku, dan alamat rumah, purwokerto.

Tinta biru lagi.

4 Sept 2011, tanda tanganku. Lalu keterangan asal buku tersebut. 

From: Yuditha Nindya Kartika Rizky & Salsabila Luthfi Sesotyosari

Sunday, April 14, 2019

Memrise : Menghafal Lebih Mudah dan Asyik

April 14, 2019 0 Comments
Bismillah.

Awal kenal aplikasi ini dari rekomendasi sohib sejak SD.


Memrise aplikasi belajar bahasa sebenarnya, mirip-mirip duolingo, tapi agak berbeda. Sesuai namanya, Memrise fokus membantu dalam proses memghafal. Selain itu, course (kelas)-nya juga tidak melulu tentang bahasa.


Kalau buka web-nya, bahkan ada juga 'kelas' untuk membantu menghafal perkalian misalnya, atau menghafal ibukota negara-negara di dunia, juga menghafal kosakata dalam al quran.


Aplikasi Memrise menfasilitasi proses menghafal dengan mengulang-ulang pertanyaan. Ada pertanyaan yang diberi pilihan jawaban, 4-6, juga ada yang harus mengetik jawaban. Setiap kata yang dihafal diibaratka sebuah benih yang akan tumbuh dan mekar menjadi bunga.

Selain itu ada sistem review, clasical review dan speed review. Biasanya clasical review dengan menuliskan kata yang dihafal, sedangkan speed review, berisi kuis pilihan ganda dengan waktu terbatas, dan hanya boleh salah 3x.

Ada perbedaan ketika kita menggunakan memrise di web dan di aplikasi hp. Misal course yang hanya gratis level pertama di aplikasi ternyata bisa lanjut dimainkan lewat web. Juga saat speed review, di web, bisa menambah kesempatan melakukan kesalahan pada skor tertentu.

After all, saya cukup puas menggunakan aplikasi ini. J

***

Buat kamu yang ingin belajar bahasa, atau ingin mengasah kemampuan menghafal, barangkali aplikasi ini bisa membantu.

Allahua'lam.

Thursday, April 11, 2019

Sudahkah Mempersiapkan Ramadhan?

April 11, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Ramadhan sudah tinggal hitungan hari, sudahkah mempersiapkan Ramadhan?

***


Akhir Maret yang lalu, saya baca buku ini. Buku terbitan Aqwam yang saya beli Ramadhan tahun 2015, 1436H. Saat itu saya buat lomba menulis cerpen atau opini dengan tema "Maka Ramadhan Bagiku", niatnya dua tulisan terpilih akan dapet buku tersebut.


Singkat cerita, rencananya ga jalan. Sebenarnya saya belum pernah baca buku tersebut waktu itu. Qadarullah nemu buku itu di toko buku Jl. Gelap Nyawang, pas lagi beli buku lain, dan penerbitnya Aqwam, jadi meski belum baca, akhirnya beli. Maret lalu, saat hendak milih buku selanjutnya yang dibaca, setelah 'Minhajul Abidin', saya menemukan buku ini.

Membaca buku yang disusun Dr. Ibrahim Ad-duwaisy berhasil menyemaikan benih rindu kepada Ramadhan. Para sahabat mempersiapkan diri dan berdoa agar bertemu kembali dengan Ramadhan enam bulan sebelumnya. Sedangkan kita? Apa kabar?

Selamat yang sudah mulai mempersiapkan diri bertemu Ramadhan. Mungkin dengan cara membayar hutang puasa, dan melaksanakan shaum sunnah. Atau dengan mengurangi interaksi dengan gadget, agar kelak di bulan Ramadhan tangan kita lebih sering meraih quran daripada hp. Atau dengan membiasakan sedekah setiap hari, meski sedikit. Atau dengan membiasakan bangun malam dan mendirikan shalat meski dua rakaat, atau membiasakan shalat witir sebelum tidur. Atau dengan membaca buku dan mendengarkan materi tentang persiapan Ramadhan.

Sejujurnya malu menulis paragraf di atas, karena saya masih belum bisa melaksanakan itu semua. Masih tertatih, agar rencana yang dibuat di kepala bisa terlaksana. Sembari terus berdoa, semoga Allah berikan kesempatan untuk bertemu dengan Ramadhan, lagi. Meneguk manisnya rahmat dan ampunan yang dilimpahkan di bulan Al Quran tersebut.

***

Sebenarnya tulisan ini niatnya sebagai nukil buku, jadi mari langsung saja, izinkan aku menukil, menyalin beberapa kutipan dari buku tersebut.

Ramadhan, Bulan Kehidupan Jiwa


Sesungguhnya Ramadhan adalah kehidupan jiwa. Meskipun perut dalam keadaan kosong, dan bibit kering, akan tetapi inilah nilai hidup spiritual, hidupnya hati, hidupnya kemenangan atas hawa nafsu. Maka barangsiapa yang mampu mengalahkan jiwanya dari hawa nafsu maka akan mampu mengalahkan musuh.
Ramadhan adalah hidupnya hubungan yang erat dan kepercayaan kepada Allah azza wajall. Maka, Ramadhan akan menjadi lebih indah dan menjadi bulan yang mulia jika menjalankan nilai-nilai spiritual yang dapat membangunkan perasaan yang tidur dan memberikan pengaruh ketenangan dalam jiwa. Ramadhan, di hati orang-orang shalih, merupakan keindahan yang tiada taranya. Di hati para ahli ibadah yang penuh keikhlasan, Ramadhan adalah kegembiraan, bulan penuh ketaatan, penuh keindahan berdzikir, yang menjadi bekal kekuatan jiwa, yang kedahsyatannya melebihi kekuatan raya.
- Dr. Ibrahim Ad-duwaisy, Productive Ramadhan 

Puasa


Dan tidak ada seseorang pun yang dapat mengetahui kenikmatan berpuasa kecuali di hati mereka telah bercampur dengan iman. Nilai spiritual yang tinggi ini akan mendampingi kita pada bulan Ramadhan. Benih spiritual ini adalah dengan lapar, sedang pengairannya adalah dengan tetesan air mata, kekuatannya adalah dengan ruku', dan kebaikannya adalah dengan kekhusukan dan kerendahan diri kita kepada Allah.
- Dr. Ibrahim Ad-duwaisy, Productive Ramadhan
...
Tujuan utama dan maksud mulia diperintahkannya puasa Ramadhan adalah:memupuk takwa dan perasaan diawasi (muraqabah) oleh Allah azza wajall, dan memupuk rasa takut kepada Allah azza wajall.
...
Puasa adalah rahasia antara diri Anda dengan Allah, rahasia hamba dan Rabbnya. Andai bukan karena rasa takut dan tunduk kepada Allah, niscaya kita tidak mampu untuk selalu bersabar daro hawa nafsu.
- Dr. Ibrahim Ad-duwaisy, Productive Ramadhan 

Menyambut Ramadhan dengan...


Saudaraku, kaum muslim yang berbahagia... Muliakanlah kedatangan bulan Ramadhan ini; bulan yang penuh kemuliaan. Sambutlah bulan suci ini dengan penuh taubat dan shadaqah, berdzikir dan selalu ingat dan kembalilah kepada Allah. Bersungguh-sungguhlah dirimu sekalian, dan ikhlaskan niat Anda guna mempersiapkan bulan Ramadhan. Berapa banyak saudara kita yang telah merencanakan bulan Ramadhan dengan amal kebaikannya serta kesungguhan. Mereka, insya Allah akan menggapai keinginannya, jika diiringi niat tulus mereka. Alhamdulillah.
- Dr. Ibrahim Ad-duwaisy, Productive Ramadhan. 
***

Di buku ini juga ada 40 tips yang ditujukan kepada umum, pengurus masjid, orangtua, ibu, maupun anak-anak. Isinya memang lebih ke pengingat, bukan fiqh amalan bulan Ramadhan. Dari sekian banyak tips, yang pertama dan paling melekat di otak adalah tentang meraih dua Ramadhan dalam satu kali, dengan cara memberi makan orang yang berbuka (:

***

Senang bisa menulis lagi (:
Semangat mempersiapkan Ramadhan ^^

Semoga Allah sampaikan kita untuk bertemu Ramadhan, dan meraih rahmat serta ampunan di dalamnya. Aamiin.

Allahua'lam.

Thursday, April 4, 2019

Mencapai Sinergi dengan Menghargai Perbedaan

April 04, 2019 0 Comments
Bismillah.
#buku

Nukil buku 7 Habits of Highly Effective People, Stephen R. Covey.


***

*iklan lewat ga penting* Just finished reading this book... Alhamdulillah.

Kebiasaan ke enam dari tujuh: Wujudkan Sinergi.

Ada 7 kebiasaan yang dibahas di buku ini:

1. Jadilah Proaktif


2. Mulai dengan Tujuan Akhir


3. Dahulukan yang Utama


4. Berpikir Menang-menang

5. Berusaha Mengerti Lebih Dahulu, Baru Dimengerti


6. Wujudkan Sinergi

7. Asahlah Gergaji

***

Apa Itu Sinergi?



Sebelum membahas tentang definisi sinergi, Covey memberitahu pembaca bahwa sinergi adalah inti dari kepemimpinan.

Sinergi adalah inti dari kepemimpinan yang berpusat pada prinsip. Ini adalah inti dari pengasuhan yang berpusat pada prinsip. Sinergi mengkatalisasi, menyatukan, dan membebaskan kekuatan terbesar dalam diri manusia. - Stephen R. Covey

Definisi sinergi di buku ini menurutku membingungan, kalau tidak ada contoh yang mengikutinya.

Secara sederhana sinergi berarti keseluruhannya lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya. - Stephen R. Covey

Ngerti? Hehe. Aku pribadi masih ngambang pas baca kalimat itu. Mari kita tilik KBBI saja,

si·ner·gi /sinérgi/ n 1 kegiatan atau operasi gabungan; sinergisme;
si·ner·gis·me /sinérgisme/ n kegiatan yang tergabung biasanya pengaruhnya lebih besar daripada jumlah total pengaruh masing-masing atau satu per satu
sumber :  kbbi.web.id

Sinergi bisa berbicara tentang dua kayu  yang jika disatukan, bisa menopang beban yang lebih berat dari kemampuan masing-masing kayu secara terpisah. Juga tentang bagaimana kerja roda dan rantai pada sepeda. Juga tentang dua manusia yang bisa menghasilkan karya lebih baik secara kuantitas dan kualitas jika saling bersinergi.

***

Esensi dan Inti dari Sinergi


Dalam bab ini, berkali-kali Covey mengingatkan pembaca bahwa menghargai perbedaan adalah esensi dan inti dari sinergi.

Esensi dari sinergi adalah menghargai perbedaan -menghormati perbedaan itu, membangun kekuatan dan mengimbangi kelemahan.
- Stephen R. Covey 
Contoh dalam buku ini tentang sinergi suami dan istri, yang bisa dicapai dengan menghargai perbedaan. Bukan cuma perbedaan fisik, tapi juga perbedaan sosial, mental dan emosional. Bagaimana suami dan istri bisa menghargai perbedaan, sehingga mampu menciptakan bentuk kehidupan yang baru, menciptakan lingkungan yang memuaskan bagi masing-masing. Bagaimana menghargai perbedaan bisa menciptakan peluang bagi satu sama lain untuk menjadi dewasa dalam kemandirian, lalu secara bertahap mencapai kesalingtergantungan.

Menghargai perbedaan terkadang tidak mudah, namun jika kita mengetahui kuncinya, kita bisa melakukannya.

Menghargai perbedaan adalah inti dari sinergi -perbedaan mental, emosional, psikologis antara manusia. Kunci untuk menilai perbedaan itu adalah menyadari bahwa semua orang melihat dunia tidak seperti adanya tetapi sebagai diri mereka sendiri.
- Stephen R. Covey 

***

Komunikasi Sinergis


Untuk menjadi sinergis, kita membutuhkan komunikasi sinergis. Komunikasi yang menjembatani, agar kita saling menghargai perbedaan.

Tujuan dari komunikasi sinergis bukan kompromi, namun menemukan solusi yang menyenangkan untuk kedua pihak.

Ini bukanlah transaksi, melainkan transformasi. Kita mendapatkan apa yang benar-benar diinginkan dan membangun hubungan dalam prosesnya. 
- Stephen R. Covey 

Komunikasi sinergis sangat terkait dengan sinergi dalam diri kita sendiri, karena komunikasi menuntut kita untuk membuka diri.

Kunci dari sinergi antarpribadi adalah sinergi intrapersonal yaitu sinergi dalam diri kita sendiri. Jantung sinergi intrapersonal diwujudkan dalam prinsip-prinsip tiga kebiasaan yang pertama, yang memberikan rasa aman internal yang cukup untuk menangani risiko dari membuka diri dan menjadi rentan. 
- Stephen R. Covey  

Terakhir,

Orang yang benar-benar efektif memiliki kerendahan hati serta rasa hormat untuk mengenali keterbatasan persepsi dirinya sendiri serta menghargai sumber daya yang kaya yang tersedia melalui interaksi dengan hati dan pikiran orang lain. Orang itu menghargai perbedaan karena perbedaan menambah pengetahuannya, pemahamannya tentang kenyataan.
- Stephen R. Covey 

Sekian, bye~

Allahua'lam.

***

PS: Sebenarnya ada tiga paragraf panjang penutup bab ini yang ingin saya nukil juga. Tapi mungkin baiknya dipisah saja hehe. Di postingan lain, doakan segera ditulis hehe

Dari Kuriositas, Hadits, sampai E-book Cerita Anak

April 04, 2019 0 Comments
Bismillah.

Ingin mengapresiasi saja, sebuah gerakan hal baik, dan keistiqomahannya.

***

Berawal dari jadi peserta LMD 166, lalu masuk ke daftar kontak yang dapet jarkom (sms ke banyak nomer) dari kuriositas. Isinya pernak pernik hal yang bikin ingin tahu. Aku juga sudah lupa sebenarnya dulu isinya apa saja hehe. Ada tausyiah-tausyiah juga.

Lalu zaman berganti hehe, teknologi whatsapp sudah ada, ada broadcast wa, berpindah deh, yang mau daftar bisa kirim pesan ke nomernya Karom HG, save nomernya, nanti rutin dapet broadcastnya. Lalu instagram, ga cuma karom, ada juga maryam (dikelola oleh istri beliau kalau ga salah).

@karom_hg

@maryam_karom

Tanggal 19 Maret 2019, ada broadcast dari kuriositas, isinya bukan hadits, atau desain khasnya, tapi sebuah e-book. Awalnya aku abaikan, ga langsung download.

Ada preview berjudul LANGIT, oleh Abu Ibrahim HG. Awalnya aku kira itu artikel atau buku tulisan dari orang lain, setelah selesai baca, baru nyadar, kalau anak pertama beliau dan istrinya bernama Ibrahim HG. 

dibaca 20 Maret 2019 yang lalu

Kisahnya sederhana tapi tetap mengena. Apalagi aku mengingat perjalanan awal dari sms kuriositas, fokus share hadits-hadits, desain khas dan warna ungu khasnya, sampai berbagi e book. Oh ya, ada produk buku mini juga sebelumnya, termasuk kalender. 

Balik ke ebook tersebut. Bahasannya tentang langit, mengingatkanku pada ayat di surat Arrahman, tentang langit yang dijaga keseimbangannya oleh Allah tanpa tiang. Tentang langit, yang jika keseimbangan tersebut hancur, karena memang sudah waktunya, maka saat itu, Allah akan menegakkan "mizan"-Nya. *apakah kita sudah membekali diri menghadapi hari tersebut?

Jazakumullah khairan katsiran untuk sms kuriositas, broadcast haditsnya, juga ebook cerita pendek yang bermakna. Semoga tetap istiqomah. Barakallahu fikum. 

Allahua'lam.