Follow Me

Friday, May 31, 2019

Al Quran, Asy Syifa

May 31, 2019 1 Comments
Bismillah.
#blogwalking
Al-Qur’an lah yang telah menyembuhkan saya. Yang telah mengajarkan cara untuk menelan pil pahit bernama Qadr. Bahwa Allah adalah Rabb yang Maha Berkehendak. Sedangkan kita hanya seorang hamba yang tak memiliki kuasa apa-apa di hadapan kehendak-Nya. 
Al-Qur’an telah mengajarkan saya keikhlasan, untuk menerima sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Namun di saat yang sama juga mengajarkan keberanian, untuk mengubah sesuatu yang bisa kita ubah. Dan mengajarkan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.
- Eka Pratama, dalam tulisannya berjudul "Perjalanan Menjalani Kebenaran - Bagian 3" 
***

Kemarin aku menyempatkan buka daftar bacaan, membaca beberapa tulisan update dari blog yang aku ikuti. Blog tersebut saya dapatkan dari grup whatsapp NAK Indonesia. Ada anggota NAK Indonesia yang blogger juga, suka blogwalking dan share tulisan-tulisan bagus. Salah satunya blog tersebut, kinetic46.life, pengisinya bukan hanya satu orang. Salah satunya Eka Pratama, penyusun buku Perjalanan Mencari Kebenaran.

Ramadhan ini ada tiga tulisan Perjalanan Menjalani Kebenaran di blog tersebut, bagus semua..  silahkan baca di blog tersebut. Tapi tulisan bagian ketiga ini, yang paling mengerakkan hati saya. Tentang quran sebagai penyembuh, asy syifa. Bukan cuma penyakit 'kesurupan', bukan cuma penyakit jasad, tapi juga sakit hati. Dan sakit hati di sini, bukan cuma mencakup penyakit hati semacam sombong, dengki, riya. Tapi termasuk kesedihan, kekecewaan, depresi, dan segala kenegatifan yang melukai hati.
"Ada kemarahan di dada Anda. Ada kesedihan di dada Anda. Ada kecemasan di dada Anda. Ada ketakutan di dada Anda. Ada begitu banyak emosi di dalam diri kita yang membuat kita depresi, cemas. Perasaan-perasaan itu membuat kita takut. Perasaan-perasaan negatif. 
Allah mengatakan bukalah buku ini dan minta pada Allah untuk menyembuhkan apa yang kamu rasakan di hatimu. Apa yang sedang kamu rasakan. Apa yang sedang kamu alami. 
Allah tidak hanya bicara tentang penyakit hati seperti nifaq, kemunafikan, atau ketamakan, atau hubbud dunya (cinta dunia), dan sejenisnya. Ini membicarakan mengenai semua hal yang kita rasakan. Segala kesedihan yang melanda kita. Kesulitan apapun yang kita hadapi yang menyakiti hati kita. 
Bukalah buku Allah, dan mintalah Allah untuk menyembuhkan hati kita. Sembuhkan hati kita, dan Allah akan menyembuhkannya. Allah akan menyembuhkan hati kita."
- Nouman Ali Khan, Reconnect with Quran part 2

***

Dulu, beberapa tahun yang lalu, aku pernah berada di 'dalam' jurang, gelap, rasanya tidak ada jalan keluar. Saat itu, rasanya hatiku bukan lagi sekarat, tapi sudah mati dan tidak terasa getarannya. Tapi Allah memberikan obatnya, dalam Al Quran. Seperti Allah yang mengingatkan kita bahwa Allah bisa menghidupkan bumi setelah matinya, tepat setelah ayat tentang orang-orang yang hatinya menjadi keras. Seperti itu juga... Allah bisa menghidupkan kembali hati yang mati, Allah bisa menyembuhkan hati yang sakit, dan Allah bisa melembutkan kembali hati yang mengeras. Dengan apa? Dengan Al Quran.



يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Surat Yunus (10) ayat 57]

Allah menyebutkan syifa terlebih dahulu baru kemudian petunjuk. Karena orang yang sakit, lebih membutuhkan obat, baru setelah itu ia membutuhkan petunjukNya. Ia perlu sehat dulu, baru kemudian melangkah di jalan-Nya.

Ramadhan tinggal beberapa hari TT

Ramadhan, bulan diturunkannya Al Quran, Allah "merayakan" turunnya Al Quran sebulan penuh, bukan hanya satu hari. Mungkin Ramadhan kita jauh dari kesempurnaan, bahkan menjalani rencana saja kita tertatih-tatih. Tapi jangan menyerah. Berprasangka baiklah dan terus berusaha. Semoga setiap amal diterima, dan setiap dosa diampuni. Dan penyakit hati kita... yang menghambat laju kita dalam beribadah di bulan suci ini, disembuhkan oleh Allah, melalui Al Quran, Asy Syifa. Aamiin.



Allahua'lam.

***

Keterangan:

Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Thursday, May 30, 2019

Stay in Circle

May 30, 2019 0 Comments
Bismillah.

-Muhasabah Diri-


Alhamdulillah, diingatkan oleh Allah salah satu manfaat stay in circle. Ada agenda yang hanya bisa dihadiri yang stay in cirle, mukhayyam quran.

Meski aku ga bisa ikut acaranya full, hanya hadir beberapa jam, tapi itu cukup. Cukup untuk men-charge ruhiyah. Cukup untuk jadi booster semangat agar makin mesra dengan Alquran. Adanya target tilawah, keberadaan musyrifah, serta duduk dan menyimak taujih. Alhamdulillah.*

***

Ada yang bingung? Hehe. Abaikan saja. Baca ini aja, catatan agenda 25 Mei yang lalu.

Ada kalanya kita harus memisahkan diri sejenak dari kesibukan rutinitas kita, mengesampingkan "masalah kita", dan menikmati hari bermesraan dengan quran. Lewat tilawah, murajaah, menghafal, serta membaca ayat-ayatnya dalam shalat malam kita.
...

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَـٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَـٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًۭا

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". [Surat Al-Furqan (25) ayat 30]

Ada beberapa pendapat, salah satu indikasi mereka yang menjauh 'mahjura', adalah yang tidak mengkhatamkan quran dalam dalam kurun waktu tertentu. Ada pendapat satu tahun minimal dua kali khatam, ada pendapat satu bulan minimal sekali khatam, ada juga pendapat 40 hari minimal sekali khatam.

...

Ibnu Mas'ud berkata, "Barangsiapa yang ingin tahu apakah ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, perhatikanlah, jika ia mendzahirkan kecintaannya pada Al Quran, maka kecintaannya benar. Dan barangsiapa yang kufur ia termasuk orang yang rugi"
...

Ada tiga tingkatan membaca Al Quran. Qiraah, membaca tanpa memahami, termasuk yang membaca terbata-bata. Tilawah, membaca quran dengan tartil, disertai tadabbur. Dirasah, membaca quran dengan mempelajari tafsirnya.

....
Yang menjadi fokus dalam tarawih atau qiyamul lail seharusnya bukan hitungannya, tapi pada lamanya berdiri.
Diingatkan cerita saat Aisyah shalat malam membaca satu ayat berulang-ulang. Dari malam (dini hari) sampai mendekati shubuh. Ustadz yang mengisi taujih [1] mengingatkan bahwa untuk qiyamulail kita diperbolehkan membaca ayat yang mudah. Faqra`u ma tayassara minal qur`an. "Karena itu maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran." 

Ustadznya ngasih contoh, kalau diluar agenda tersebut, kita tiap hari ngafalin satu ayat sehari, dan menggunakannya di QL. Tapi tiap rakaatnya ga cuma dibaca sekali. In syaa Allah pasti hafal. Harusnya ketemu lagi di agenda berikutnya udah nambah hafalan sekitar 180 ayat. **speechless, malu sendiri mengingat diri TT

...
Jadikanlah Al Quran sebagai cahaya yang menerangi dan hujan yang menyejukkan di musim kemarau.
....

Ada dua hal tentang menghafal dari taujih yang sekilas terdengar kontradiksi. Pertama tentang menghafal quran itu wajib, karena untuk menyempurnakan shalat kita. Kedua, menghafal itu harusnya otomatis. Karena menghafal suatu ayat itu merupakan efek dari intensitas kita berinteraksi dengan quran.

Seperti oran-orang yang terbiasa yasinan, mungkin tidak pernah meniatkan untuk menghafalnya. Tapi karena seringnya membaca yasin, efeknya, jadi hafal sendiri.

Ustadz tersebut juga memberi contoh kisah nyata, ada orang jawa barat yang membiasakan mengkhatamkan quran 1 pekan sekali. Dan itu istiqomah ia lakukan selama 10 tahun. Sampai suatu saat ia terkena katarak dan tidak bisa membaca al quran. Trus karena kecintaannya, dan kebiasaannya mengkhatamkan quran 1 pekan sekali, ia rindu. Akhirnya ia meminta cucunya untuk menyimak bacaan qurannya, dan ia bisa mengkhatamkan quran tanpa 'membaca' quran. Artinya, kebiasaannya dan kemesraannya dalam membaca quran, menjadikan ia hafal quran. TT

...

Agar makin 'mesra' dengan quran, kita harus melakukan tiga hal. Taaruf, dengan cara sering-sering mengkhatamkannya. Install, menanamkan ayat pada memori hati dan otak. Sehingga saat kita membacanya, kita bisa ingat tulisannya, letak ayatnya di sebelah mana, dll. Dan yang ketiga, qiyamul lail, membacanya dalam shalat.
....
Seperti kita memiliki niat untuk umrah dan haji, seperti itu juga seharusnya kita memiliki niat untuk hafal quran.

***

Sejujurnya, bagiku stay in circle itu tidak mudah. Sebulan sebelumnya, aku sudah tidak betah, karena aku merasakan kembali alasan kenapa dulu aku memilih untuk tidak stay in circle. Tapi Ramadhan ini... Allah seolah mengingatkanku. Aku ga boleh berjalan sendiri, ada banyak kebaikan yang bisa di dapat dari amal jama'i. Salah satunya hari itu. Momen seperti itu.


Allahua'alam.

***

Keterangan:

[1] Ustadz Cecep, dari Banjar

*Big thanks to my sister, cause she process it fast when I say "maybe I need to join 'a circle' again."


PS: Menulis ini sembari teringat pengalaman pertama kali, di kota baru parahyangan, selepas taujih malam, di tempat penginapan. Pemandangan teteh-teteh shalihah yang memilih minum kopi untuk berlama-lama dengan quran, meski mata dan badan sudah minta istirahat. Juga teringat musyrifah di agenda tersebut, dua kali bertemu, motivasi darinya, "pertemuan berikutnya, berarti nambah lagi ya?". Malu, karena perjalanannya tidak sesuai rencana, banyak terjatuh, dan tertatih. Tapi Allah masih memberikan hidayahNya. Alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil 'alamin.

Wednesday, May 29, 2019

Membuka Mata

May 29, 2019 0 Comments
Bismillah.

#blogwalking

Kita mencitai kedamaian, perdamaian. Tapi bukan berarti, itu menjadi alasan kita untuk menutup mata. -kirei

***

2019, a lots happen in the country I live. Aku juga salah satu manusia yang tinggal di Indonesia. Sebelum berganti tahun, suasanan panas sebenarnya sudah tercipta, persiapan untuk event besar, pemilihan pemimpin dan perwakilan rakyat. Aku memang menghindari aktif berdiskusi tentang itu, tapi bukan berarti menutup pintu diskusi. I listen, I watch, and I decided. Setelah selesai event-nya, suasana tidak mendingin. Makin sengit karena fakta ini dan itu. Bahkan terjadi pembatasan pertukaran informasi di beberapa sosial media.

Jujur aku masih enggan menelusuri baris demi baris kalimat, berita, fakta, cercaan, perpecahan yang terjadi di sosial media. Tapi Allah seolah ingin mengingatkan aku untuk tetap membuka mata. Agar tidak memilih menutup mata, seolah tidak ada yang terjadi.

Ramadhan, aku membuka kembali blog dengan akun yang berisi daftar bacaan. Niat awalnya, untuk membaca tulisan orang lain di blog mereka. Sampai aku berkunjung dan membaca tulisan-tulisan O. Solihin dalam blog dan webnya. Concern yang dipilih beliau tetap sama seperti dulu saat aku membaca bukunya yang berjudul 'Jangan Jadi Bebek'. Dakwah ke remaja. Aku nostalgia menikmati serialwebramadhan yang mengangkat fiksi remaja dkm masjid, dengan tema yang up to date. Teringat buku bacaan masa kecil karya Boim Lebon, tentang Faris dan Haji Obet. Membaca tulisan-tulisan di blog tersebut juga mengingatkanku, pentingnya melek pada realita yang terjadi di umat.

Lalu aku membaca artikel ini kemarin, masih dari blog O. Solihin . Judulnya "Matinya Akal Sehat". Membuka mata saja ternyata tidak cukup, kita perlu melihat lebih cermat, dan berpikir lebih dalam.

Tapi seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak mestinya mulai berpikir lebih realistis dan juga analitis. Gampangnya, anak Kelas 1 SMP mestinya cara berpikirnya udah jauh lebih baik ketimbang ketika dia masih kelas 1 SD. Begitu seterusnya. Intinya, jenjang pendidikan yang lebih tinggi berpeluang mengedukasi orang jadi lebih baik. Apalagi disertai berbagai pengalaman yang dia dapat. Maka, menjadi lebih baik cara berpikirnya adalah sebuah keniscayaan. 
Tapi tentu akan kian aneh kalo dari hari ke hari cara berpikir kita malah lebih buruk. Nah, jangan lupakan lingkungan juga lho, itu bisa membentuk cara berpikir kita. Kalo tiap hari disuguhi tontonan di televisi (baik cerita maupun berita) yang mengada-ada, bisa dipastikan akal kita jadi jumud. Bila tiap hari nggak dilatih membaca fakta dengan cermat, hanya sebatas bagian luar yang terlihat, tidak sampai ke bagian dalamnya dari sebuah fakta, besar kemungkinan kita hanya berhenti pada cara berpikir yang dangkal. 
- O. Solihin, dalam tulisan di blognya yang berjudul "Matinya Akal Sehat"
***

Arus informasi begitu cepat berlalu lalang. Kita harus lebih teliti dan cermat menangkap mana yang fakta mana yang sandiwara. Agar akal sehat kita tidak mati. Agar media (mass media, or social media) tidak membuat kita bingung, dan salah mengambil sikap.


***

Terakhir, mengutip dari tulisan yang sama..
Yuk, sama-sama kita belajar Islam agar lebih baik lagi. Tetap teguh memegang prinsip sebagai muslim. Jangan kehilangan akal sehat, apalagi mengorbankan keimanan demi mengejar kepentingan dunia yang fana dan nggak seberapa. Jadilah orang yang waras. Sebab, orang yang waras akan menggunakan akal sehatnya dan hanya akan membela kebenaran. Orang yang sehat akalnya juga cenderung memilih kebaikan dan kebenaran Islam. Itu poinnya! - O. Solihin
Allahua'lam.


***

PS: Setiap penulis mungkin memang punya spesialisasi concern tertentu, sesuai minat dan bidangnya. Tapi kadang, memang perlu menyatakan sikap atas realita yang ada.

PPS: 10 hari terakhir, banyakin doa, bukan cuma untuk diri sendiri, bukan cuma untuk keluarga, tapi juga untuk Indonesia, dan umat muslim di seluruh dunia. Allahumma a’izzal islaama wal muslimiin, allahumma adzillasy syirka wal musyrikiin.


Anak yang Berkata "Uffillakuma" pada Orang Tuanya (2)

May 29, 2019 0 Comments
Bismillah.

-Muhasabah Diri- 

Masih dari video khutbah Ustadz Nouman yang berjudul The Quranic Essense of Parenting.


Al Quran surat Al Ahqaf ayat 17 meng-capture skenario yang terjadi di dalam rumah, 'pertengkaran' antara orangtua dan anak. Anak yang 'rebel out of control', anak-anak yang sudah besar dan dewasa, namun tenggelam dalam hitamnya kehidupan. Membuat orangtua mereka bersedih, berdoa pada Allah akan kebaikan anaknya. Namun… ada titik dimana orangtua juga terbawa emosi dan perasaan frustasi sehingga mengucapkan kata-kata kasar pada anaknya. Kata-kata menyakitkan, yang tidak hanya menoreh luka pada hati sang anak, tapi juga hati yang mengucapkannya. 

Orang-orang yang paling kita cintai, seringkali justru adalah orang-orang yang menimbulkan kepedihan dalam hidup kita. 

Photo by Picsea on Unsplash

***

Dalam khutbah tersebut, Ustad Nouman mengingatkan kepada kita, sebagai anak. Agar memahami bahwa apa yang kita lakukan, jika itu melukai hati orang tua, itu bukan hal kecil.

Understand the crime you've committed against your parent isn't a small one. That is not a small crime. Ulaikalladzina haqqa 'alaihimul qaul (Al Ahqaf : 18), those are the people that the word, meaning the verdict of punishment is righfully deserved by those young people. Fi umamin qad khalat min qablihim minal jinni wal insi. This is the same story for all kinds of nation of jin and human beings. Rebellion has always been there.

Allah menyebutkan di ayat berikutnya..

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ ٱلْقَوْلُ فِىٓ أُمَمٍۢ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِم مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ خَـٰسِرِينَ 

Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. [Surat Al-Ahqaf (46) ayat 18] 


Ulaikalladzina haqqa 'alaihimul qaul (Al Ahqaf : 18) telah pasti ketetapan (azab) atas mereka. TT 

Allah mencatatnya, dan kelak setiap anak yang mengucapkan "uff", mengucapkan kalimat kasar yang menyakiti kedua orang tuanya, akan ditetapkan balasannya. TT Semoga kita bukan termasuk di dalamnya. 

Fi umamin qad khalat min qablihim minal jinni wal insi (Al Ahqaf : 18). Cerita ini, gambaran skenario ini, sudah terjadi sejak dulu baik dari umat jin dan manusia.

Innahum kanu khasirin (Al Ahqaf : 18). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi. Bukan hanya di akhirat, namun juga di dunia.

Innahum kanu khasirin. They're always been looser. You will not win in life. You will hurt your parents, you'll rebel against them, you'll run away from them. You'll do whatever you'll feel like doing, thinking "I'm just living my life, let me breath". You'll never find happiness, you'll always be looser. You'll always find yourself in loss. Because of the suffering you caused your parents.

Kita mungkin sudah hafal dengan kutipan terkenal bahwa ridha orang tua adalah ridha Allah. Allah menegaskannya di ayat ini. Hidupnya tidak akan bisa bahagia, selama orang tuanya masih menyimpan luka. 

Ayat ini juga mengingatkan, untuk mengecek hubungan dengan orang tua. Saat hidup terasa sulit, dan masalah bertubi datang, mari tengok, adakah luka yang pernah kita gores di hati orangtua? Sengaja maupun tanpa di sengaja? *I still have to learn so much about this TT 


***

Ustad Nouman menjelaskan, bahwa kita mungkin memiliki keraguan atau pertanyaan tentang agama. Tapi sikap kita pada orang tua kita tetap harus dijaga. 

It's okay for you to have doubts, it's okay for you to question why are we following this religion, that's fine. But the way in which you dealt with your parents was merciless. They gave you love, care and mercy, and you gave nothing but pain in return. Innahum kanu khasirin.

Dan jika.. Kita merasa contoh-contoh dalam tulisan sebelumnya, atau penjelasan ayat 17 rasanya bukan kita. Mungkin terlalu buruk, dan kita tidak 'sebegitunya', tahukah apa yang Allah firmankan di ayat berikutnya? 

وَلِكُلٍّۢ دَرَجَـٰتٌۭ مِّمَّا عَمِلُوا۟ ۖ وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَـٰلَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ 

Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. [Surat Al-Ahqaf (46) ayat 19] 

Walikulli darajatummimma 'amilu (QS Al Ahqaf : 19). Dan bagi masing-masing mereka sesuai derajat yang mereka lakukaan.

In other words, some people are extremely rebellious. Some people are not praying anymore or some people are doing some haram things in life. And they're rebelling. Some people have left Islam all together, and they were cursing Islam, cursing the Prophet, cursing the Quran, that's happening too. According the degree of your crime, Allah will deal with you.

Allah memang memberikan kita satu gambaran, skenario terburuknya. Bukan berarti setiap orang sesuai dengan gambaran tersebut. Dan Allah mengetahui itu, Allah menyebutkannya dalam ayat 19. 

Walikulli darajatummimma 'amilu, waliyuwaffiyahum a'malahum wahum la yuzhlamun. They're going to be compensated fully for whatever they did. They're not going to be the ones that are wronged.

Allah Maha Adil, Allah tidak pernah mendzalimi hamba-Nya. Dosa atau perbuatan buruk akan dibalas dengan yang setimpal, sedangkan pahala, Allah berikan kompensasi yang berlipat-lipat. Allah ar rahman, ar rahim. Tidak hanya itu… bahkan dosa yang kita sesali, kemudian kita bertaubat darinya, serta kita mintakan ampunan pada Allah atasnya, Allah menutupnya, Allah mengampuninya. Wallahu ghafururrahim. TT Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fuani. 

***

Lalu bagaimana pelajaran yang bisa diambil orang tua dari ayat-ayat ini?

To the parents that may be going through this kind of suffering. May Allah azza wajall protect all of our parents from over having to see these difficult days.

Ustad Nouman mengingatkan kita, bahwa pertama, bahkan seorang Nabi juga tidak 'selamat' dari realita ini. Nabi Nuh, Nabi Ya'qub. Bahkan Nabi Ibrahim juga 'merasa takut' (terrified), dan berdoa. Wajnubni wa baniyya an na'budal ashnam (QS Ibrahim : 35), dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ini artinya kita tidak bebas dari concern ini. 

In the ayah there's an isyarah. There's an indication. When your son is 18, 19, 20, 25, 28, 30. He's an adult, maybe a young adult, maybe a very immature adult, maybe one that made horrible terrible mistakes in life. But then again, he's still still an adult, and when that child, or that man, or that woman is an adult, and they're making mistakes in life, what is your role? You and I have to remember, rufi'ul qalam, the pen has been lifted. As far as our responsibility is concerned, our job was to raise them to the point where they become adults. Once they are adults, they are directly responsible to Allah.

Ustad Nouman mengingatkan kembali, untuk membedakan bahwa kita memang memiliki tanggung jawab, tapi kita tidak memiliki kontrol atas anak-anak kita. Rufi'ul qalam, penanya sudah terangkat. Takdirnya sudah tertulis. Tugas kita adalah mendidik anak kita dengan sebaik-baiknya. Setelah ia dewasa, mereka memiliki tanggung jawab langsung kepada Allah atas dirinya. 

Namun seperti yang disebutkan di tuliskan di bagian pertama. Apakah saat anak sudah dewasa, rasa cinta, kasih sayang, dan perhatian orangtua pada anak berhenti? Tentu tidak. Perasaan itu Allah berikan, sebagai fitrah kita, kita menyayangi anak-anak kita, buah hati dan darah daging kita. Namun ada hal yang perlu kita ingat, peran kita sebagai orangtua bukan berarti kita memiliki kendali pada mereka, anak-anak kita. 

The more you try to control them at that age, the more you tell them what to do, the more you try to tell your 18 years old, your 20 years old, your 25 years old to pray, pray, pray, the farther they will run from the prayer. The more annoyed they will become, they will actually distance themselves from you. They will want nothing to do with you.

Jika kita berusaha mengendalikan anak kita, dan menyerbu mereka dengan pengingat dan nasihat bertubi-tubi, tanpa melihat momen yang tepat. Lagi dan lagi. Cara tersebut justru akan memperburuk keadaan. 

Ada dua level hubungan kita dengan anak, terutama saat mereka bukan lagi anak kecil. Ada hubungan spiritual, dimana kita memberikan nasihat, pengingat, itu hubungan spiritual. Dan ada juga hubungan emosional. Seorang ibu tetaplah seorang ibu. Ia menyayangi anaknya, meskipun anaknya mungkin bukan orang yang baik. No matter if he's the worst human being on earth, she's still gonna love her child. Begitupun sang anak, meski ia sudah 45 tahun, ia masih membutuhkan dukungan emosi dari ibunya. Perasaan bahwa orang lain mungkin meninggalkanku, tapi ibuku akan menerimaku. 

He still turns to his mother for love and care. He still should feel like no matter who turns me away, my mother will never turn me away.

Dua hal ini. Peran sebagai pembimbinng spiritual, mentor spiritual dan peran sebagai ayah atau ibu, adalah dua hal yang terpisah. Kita harus memisahkan dua hal ini. 

Saat anak jauh dari Allah, memberontak (rebel), maka mereka tidak membutuhkan orangtuanya sebagai dai. Mereka tidak membutuhkan orangtua sebagai penasihat spiritual. Karena itu justru akan mendorongnya semakin jauh dari Allah. Yang mereka butuhkan adala sosok ibu, sosok ayah. 

They just need you to be a mom right now. Just make them food, don't talk about deen for a while, don't bring it up. Because you know the last ten times you brought it up what happened? You should learn from your own experience's advice. The father, don't lose your cool, don't start complaining. He comes, the son comes home once in a month, and that one month the father says, "Oh, you finally show up?" And he says, "This is why I don't come. Cause you talk like this." And he walks out again. What did you gain? What did you gain?

Kita harus berkaca pada sikap Nabi Yaqub 'alaihi salam, saat anak-anaknya membawakan baju berlumuran darah, dan ia tahu anak-anaknya berbohong, ia mengetahuinya. Ia memahami, bahwa saat ini, tidak ada yang bisa dilakukan untuk situasi tersebut. Maka kalimatnya, perkataannya dari lisannnya seharusnya terngiang pada telinga orangtua yang anaknya melampaui batas (out of control). 

Fashabrun jamil wallahu musta'an 'ala ma tashifun (QS Yusuf : 18). The only thing beautiful left now is patience. I need to demonstrate beautiful (patience). There's such a thing as ugly patience by the way. But he needs to demonstrate beautiful patience. He needs to keep a smile, maintain at least the emotional part of the relationship. "How are you doing son? Are you eating well? Is everything okay?" Don't bring up deen. Just maintain the relationship. 

Yang bisa kita lakukan saat itu, saat anak-anak menjauh dari islam dan memberontak adalah sabar, dan menjaga hubungan kita sebagai orangtua. Menapa? Karena jika tidak, setan akan datang dan membisiki pemuda dan pemudi tersebut, "Orangtuamu membencimu, mereka selalu mengkritikmu, mereka selalu menceramahimu, mereka selalu mengomel. Lupakan mereka! Jalani saja hidupmu! Pergi saja, toh mereka tidak mencintaimu. Kalau mereka menyayangimu, apa mereka akan bicara padamu sepertii ini?" Lalu mereka akan menjauh. He or she's going to go far and far and far away. 

Tugas sebagai orangtua pada saat itu mungkin lebih sulit daripada bangun tengah malam dan mengganti popok, atau pergi ke rumah sakit jam 2 saat anak-anak demam tinggi. Lebih berat daripada mengurus mereka agar siap-siap berangkat sekolah. 

All all those exhausting years that you know, that was actually easier. What you're being asked to do now is much harder, to demonstrated beautiful patience, and maybe to find other sources to give them advices. Not you.

Anak-anak, pada umur tertentu diprogram untuk sulit mendengarkan nasihat orangtua mereka (termasuk kita). Mereka mendengarkan nasihat spiritual dari orang lain lebih mudah, ketimbang mendengar nasihat dari orangtua. 

Ustad Nouman bahkan mengatakan, ada anak-anak yang membencinya karena orangtua mereka terus memaksa untuk menonton video ceramahnya. 

You'll take advice from anyone except if it comes from your father. If it comes fro/m your father, you're annoyed before he even open his mouth. You're agitated. Your mother says watch this video, listen to this here, listen to this. "Oh god! Here she goes again." You know, there are people who come up to me, "I hate you!". Like, what did I do? "Because my mother makes me watch your video all the time, I can't stand you". Please don't make your kids watch my videos.

Cara kita mengingatkan anak kita, metode kita terus menerus memborbardir mereka dengan nasihat, justru bisa membuat mereka makin jauh dari islam.

Please, I'm telling you.. You're pushing them farther away. It doesn't help. You can't shove religion down their throats. Just be parent, just be parent. As painful as it is, as rebellious as they've become, they need something else from you.

Bahkan di Surat Luqman, bahasan terpanjang dalam quran tentang parenting. Kita harus melihat bagaimana Allah mendeskripsikannya.


وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ 

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". [Surat Luqman (31) ayat 13] 

Idzqala luqmanu libnihi wahuwa ya'idzuhu (QS Luqman : 13).

There's a lot of conditions, when at the very moment when Luqman said to his son, while he was in a position to counsel him. In other words, Luqman doesn't just give his son lecture after lecture after lecture. He finds the right time, the right opportunity. He thinks of a strategic opportunity and then he brings up.

Luqman tidak menceramahi anaknya setiap waktu. Wahuwa ya'idzuhu menunjukkan bahwa Luqman mencari waktu dan momen yang tepat, kapan ia bisa memberikan nasihat. Ada strategi di dalamnya.

Ya bunayya la tusyrik billah. My son, take Allah seriously, don't do shirk with Allah. He doesn't just throw that lecture on his son constantly. He's actually, wahuwa ya'idzuhu suggesting he was very strategic. If the opportunity presents itself, well then good. If it doesn't then take your time, be patience.

Orang tua mungkin sudah tahu. Sudah pernah berada di situasi adu argumen dan diskusi alot dengan anak-anaknya. Jika metode dan caranya sama, kita tahu akhirnya akan sama. Suara yang naik, kemudian salah satu pihak pergi dan membanting pintu. Kita seharusnya bisa lebih pandai, dan tidak terperangkap pada situasi yang sama.

Be smart about it! Don't walk into that same trap again. I never want to be the kind of parent that has to say, wailaka amin, to get to the point where I lose it and I start cursing, and I start yelling and screaming at my children. And I never want to hear from my children, this religion is nothing but old stories. And they're not saying it because they're disbelieve in religion. They're saying it because they're annoyed with their parents. They can't take it anymore. This conflict, this tension needs to be brought down.

Jangan sampai skenario yang Allah gambarkan dalam Al Ahqaf ayat 17 terjadi di rumah kita.

Terakhir, kututup dengan doa yang sama dalam khutbah ustad Nouman.

May Allah azza wajall make us wiser parents, and make us more obedient children. May Allah azza wajall soften the hearts of both parents and children towards Allah's Deen. And May Allah azza wajall ease the suffering of the families that are having problems with their children. And May Allah azza wajall gives the children the sense and the guidance to come back and make taubah. Barakallahuli walakum fil Quranul Hakim, wa nafa'ni wa iyyakum bil ayati wa dzikril hakim.

Semoga Allah menjadikan kita orang tua yang lebih bijak, dan menjadikan kita anak-anak yang lebih patuh. Semoga Allah azza wajall melembutkan hati baik orangtua maupun anak terhadap agama Allah. Dan semoga Allah mudahkan penderitaan keluarga yang memiliki masalah dengan anak-anaknya. Dan semoga Allah azza wajall memberikan petunjuk dan bimbingan pada anak-anak agar kembali dan bertaubat. Barakallahuli walakum fil Quranul Hakim, wa nafa'ni wa iyyakum bil ayati wa dzikril hakim.

Allahua'lam bishowab.

***

PS: Saya banyak menggunakan kata ganti 'kita' untuk menggambarkan orang tua yang bermasalah dengan anak-anaknya, tapi kita berdoa, semoga kita bukan termasuk di dalamnya. Rabbij'al hadzal balada amina, waj'alni wa baaniyya an na'budal ashnam. Aamiin.



وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَـٰذَا ٱلْبَلَدَ ءَامِنًۭا وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. [Surat Ibrahim (14) ayat 35]

Tuesday, May 28, 2019

That's All from Ramadhan 1439H

May 28, 2019 0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-



That's all from Ramadhan 1439H, dua puluh tiga tulisan, dengan segala naik turun perasaan di dalamnya. Di dalamnya juga tercermin buku apa yang saat itu sedang dibaca. It's far from 'well done' but at least I tried, and it's worth trying^^ Produktif menulis di bulan Ramadhan itu tidak mudah. Thumbs up, salut, buat yang sudah membiasakannya. Semoga Allah berikan balasan yang lebih baik. Jazakumullah khairan. Termasuk untuk yang menyempatkan menulis, meski hanya satu dua tulisan.

***

From Ramadhan 1439H


    ***

*warning* lots lots of selftalk

Ramadhan 1440H apa kabar? Bisa produktif menulis? Kamu Bell.. aku tanya ke kamu, bukan ke pembaca.. TT

Niat sudah, rencana ada, pelaksanaannya? Honestly? Payah. Dan ada beberapa alasan yang ingin aku gunakan, tapi kann... ga boleh banyak excuse. Jadi? Let's just learn from it, and keep trying.

Ternyata, menulis quran journal itu tidak mudah. Apalagi di publish, dan ada perasaan 'takut' bahwa ayat tesebut, penjelasannya, refleksi yang dituliskan, sanggupkah tidak hanya ditulis? Or will I be the people who said things that they didn't do? TT

Sementara baru selesai 7/31, jangan tanya kenapa bisa ada 31. Mungkin kapan-kapan aku ceritain, mungkin saat aku menyalinnya dari facebook ke sini. Wallahuua'lam. Jika Allah mengizinkan. 

Inginnya sih, semoga bisa nambah, jadi 10, atau 15. Atau bisa selesai 31? Allahua'lam. Usaha Bell! Set the time, prioritize it. Jangan malah milih nulis yang lain TT

Dan kalau pun tidak selesai. Semoga bisa dilanjutkan setelah Ramadhan, sampai selesai. In syaa Allah.

Mohon doanya yaa...

***

A reminder for myself and anyone that read this blog. Semua yang ditulis di blog ini sejatinya sebuah pengingat dan penyemangat untuk diri. Makanya, setiap tulisan aku pastikan masuk label "untukku" dan "motivasiku". Dalam realitanya, aku masih terbata, dan tertatih mengamalkan apa yang kutulis. Aku menulis agar ilmu tidak hilang, agar lebih lekat di memori, agar kalau lupa, jadi baca lagi *karena yang pengunjung dan pembaca utama blog ini adalah diriku sendiri. Tapi membaca, menulis jauh berbeda dengan mengamalkan.
Ada jarak yang begitu jauh, antara mengetahui ilmu dan mengejawantahkannya dalam amal. Jarak yang bisa ditempuh dengan usaha dan doa. Jarak yang untuk menempuhnya diperlukan perjuangan, bukan cuma raga, tapi juga hati. -kirei
Kalau sudah menulis random kaya gini, aku selalu ingat hikmah dan makna dibalik doa kafaratul majlis. Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.

Terakhir, semoga Allah memberkahi hari-hari terakhir Ramadhan kita, menerima amal ibadah kita, dan mengampuni dosa-dosa kita. Aamiin



Allahua'lam.

Refleksi Ramadhan #23: Menjadi Karunia

May 28, 2019 0 Comments
Bismillah.


Sepuluh hari terakhir Ramadhan makin berkurang, tapi kita masih berjuang pada naik-turun iman. Belum lagi, jika ada cobaan lain yang memberati langkah. Hari ini, izinkan aku menyalin sebuah kutipan, yang semoga bisa sedikit memberikan semangat bagiku, juga bagi siapapun yang membacanya.

"Cobaan memang besar pada awal mulanya. Tapi jika tetap sabar, teguh dan maju terus, tentu cobaan itu akan berubah menjadi karunia dan rintangan berubah menjadi pertolongan. Yang demikian ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selagi sama seseorang lebih mengutamakan ridha Allah dari pada ridha manusia, mampu menahan diri dalam menghadapi cobaan dan sabar, niscaya Allah akan mengubah cobaan dan rintangan itu menjadi kenikmatan, kegembiraan dan pertolongan, tergantung dari kadar ridhanya, mengubah ketakutan menjadi rasa aman, keletihan menjadi ketenangan, ujian menjadi nikmat, dan kebencian menjadi cinta." - Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Madarijus Salikin

Sepuluh hari terakhir, kita tahu idealnya dijalani dengan aktivitas apa. Tapi terkadang rencana tidak terlaksana, entah karena kesalahan kita, atau karena faktor lingkungan dan kesibukan. Tapi daripada menghabiskan waktu untuk marah dan menyesal, lebih baik bersegera saja memperbaikinya. Allah melihat usaha kita. Jangan bandingkan diri kita dengan orang lain, jika itu justru membuat kita minder dan tidak bersyukur. Fokuslah pada usaha kita, setiap pencapaian kecil syukuri, kemudian berdoa supaya kita bisa menjalani detik-detik berikutnya lebih baik lagi.

25 Ramadhan 1439H | 10 Juni 2018
© BetterWord | Refleksi Ramadhan

***

Keterangan : Tulisan Ramadhan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.

Monday, May 27, 2019

Anak yang Berkata "Uffillakuma" pada Orang Tuanya

May 27, 2019 0 Comments
Bismillah.

Dari video khutbah Ustadz Nouman yang berjudul The Quranic Essense of Parenting.

Di awal khutbah, ustadz Nouman memberikan beberapa contoh interaksi anak dan orangtua dalam Al Quran, yang dari contoh-contoh tersebut didapatkan beberapa hal. Pertama, lingkungan memang mempengaruhi manusia, namun kita diberikan kemampuan oleh Allah untuk berpikir, melihat dan mendengar. 


Kedua, bahwa orangtua memiliki tanggungjawab untuk mendidik dan menyediakan lingkungan yang supportif namun tidak mempunyai kontrol atas iman anaknya. 


Kewajiban orangtua ini hanya sampai anaknya baligh atau dianggap dewasa menurut aturan Islam. Rasulullah juga mengingatkan pada Fatimah bahwa posisinya sebagai anak Muhammad tidak menjamin apapun di hadapan Allah. 

Ya Fatimah bintu Muhammad. He says, Fatimah daughter of Muhammad. Ittaqillah. You need to be cautious of Allah, fa inni la amliku laki minallahi syai'a. I no doubt will have no authority to make any case on your behalf in front of Allah. You'll have to stand on your own. I know you're my daughter, but even that doesn't get you anywhere, even that's not enough. You're going to have to stand on your own merits in front of Allah. This is an important teaching that we need to understand.

Namun meski anak sudah dewasa bukan berarti rasa cinta, kasih sayang, dan perhatian orang tua pada anak berhenti.

Photo by Picsea on Unsplash
***

Khutbah ini disampaikan oleh ustadz Nouman karena ia banyak bertemu dengan orangtua dan menemukan permasalahan yang sama. Banyak orangtua yang bercerita tentang anak mereka yang rebel, jauh dari islam. Anak tersebut mungkin sudah tidak lagi melaksanakan shalat, tidak pernah membaca quran, minum alkohol, berpacaran, dll. Dan orangtua yang menyaksikan itu, berusaha mengingatkan anaknya untuk shalat, untuk menjauhi zina, membacakan ayat ini, hadits itu. Namun bukannya menjadi lebih baik, anak tersebut justru membantah, tidak mau mendengarkan, membanting pintu, serta mengakibatkan pertengkaran-pertengkaran. Beberapa kasus, anak bahkan menjauh dari orangtua karena merasa setiap pulang ia akan disajikan dengan ceramah yang berantai-rantai. Atau ada juga kasus dimana anak secara fisik menyakiti orangtuanya. Atau kasus anak yang tadinya sangat baik, menghafal quran, tapi tiba-tiba entah apa yang ia alami, menjadi anak yang tidak lagi 'dikenali' orangtuanya. 

وَٱلَّذِى قَالَ لِوَٰلِدَيْهِ أُفٍّۢ لَّكُمَآ أَتَعِدَانِنِىٓ أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ ٱلْقُرُونُ مِن قَبْلِى 
وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ ٱللَّهَ وَيْلَكَ ءَامِنْ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّۭ فَيَقُولُ مَا هَـٰذَآ إِلَّآ أَسَـٰطِيرُ ٱلْأَوَّلِينَ

Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka". [Surat Al-Ahqaf (46) ayat 17]

Allah menggambarkan kondisinya adi surat Al Ahqaf ayat 17. Allah berfirman, walladzi qala li walidaih (QS Al Ahqaf : 17), dan mengatakan kepada kedua orangtuanya, uffillakuma, I've had it enough both of you, uffillakuma. Orang ini merasa muak dengan nasihat dan pengingat dari kedua orangtuanya. Ibunya terus mengingatkan, "shalat, shalat, shalat", ibunya terus menasihati "jangan melakukan itu", "pulanglah lebih awal", dll. Orangtuanya terus memberikan nasihat dan nasihat, ceramah, mengutip ayat dan hadits. Anaknya begitu muak dan merasa cukup, "cukup!! Aku tidak mau mendengar kalian lagi!" 

Ata 'idanini an ukhraja, "kalian terus mengingatkanku, bahwa aku kelak akan dibangkitkan dari kuburku?" Waqad khalatil qurunu min qabli. "Begitu banyak orang sudah mati, namun tidak ada satupun yang kembali. Sudahi pembicaraan tentang neraka adan surga ini. Let me live with my life! Aku hanya ingin menjalani hidupku. Aku hanya ingin bahagia! Mengapa kalian terus berbicara tentang agama? Ok, fine! Bahkan jika aku ke neraka, itu masalahku, apa hubungannya dengan kalian?" Lalu anak itu membanting pintu dan pergi. 

Allah lewat ayat-Nya menggambarkana situasi ini. Bukan situasi baru, scene ini bahkan juga terjadi ribuan tahun yang lalu.

Lalu bagaimana orangtuanya? Wahuma yastaghitsanillaha. (QS Al Ahqaf ayat 17) Mereka memohon kepada Allah. Sang ibu menangis di setiap shalatnya. "Ya Allah, anakku, anakku, my son, my son, my daughter.. What do I do? Apa yang harus aku lakukan? Dia dulunya memakai jilbab, dia dulu menghafal quran, namun sekarang ia berubah menjadi orang lain. Aku tidak tahu ia sedang apa, dengan siapa ia bergaul. Aku menemukan narkoba di kamarnya. Kemarin ia bau alkohol. Ya Allah, apa yang harus kulakukan??" 

Yastaghitsanillah. Ustadz Nouman menjelaskan, istighast artinya saat sebuah kota begitu kekeringan, tidak ada hujan yang turun, sangat kering, dan tidak ada air. Orang-orang memohon dengan sangat kepada Allah untuk hujan. 

Istighats is actually means when a town is desperate, it hasn't had any rain and it's drying and drought. And people desperately turn to Allah for a miracolous rain. Wahuma yastaghitsanillah means they were asking for a miracle from god himself.

Orangtuanya memohon keajaiban dari Allah. Kemudian mereka berkata pada anaknya, wailaka amin (QS Al Ahqaf ayat 17). Curse you, believe!! Orangtuanya juga kehabisan kesabaran. Mereka tidak bisa terus memberikan nasihat lembut dan penuh kasih sayang. 

Ustadz Nouman menjelaskan bahwa kata wail bukanlah kata yang lembut. Bahkan wail merupakan salah satu nama tempat terburuk di neraka. Tapi terlepas dari itu, dalam literatur arab, wail digunakan sebagai sumpah serapah (curse) yang begitu buruk pada seseorang. 

Mengapa orangtuanya sampai mengucapkan wailaka? Karena anak ini, tadinya merupakan buah hati yang sangat mereka cintai. Mereka berkorban banyak untuk membesarkannya. Dan anak yang mereka sayangi telah memberikan rasa sakit yang begitu banyak. Sehingga yang tadinya mereka berdoa untuk anak tersebut, kini yang keluar dari lisan orangtuanya justru perkataan yang buruk. Amarah dan perasaan frustasi mendorong ayah atau ibu untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Dan Al Quran, mengetahui, bahkan menggambarkannya. Quran captures it. 

Wailaka amin. Celaka kamu, mengapa kamu tidak beriman? Mengapa kamu tidak bisa menjadi selayaknya anak normal? Mengapa kamu tidak bisa seperti orang-orang lain, mengapa kamu tidak bisa seperti Yusuf? Mengapa kamu harus menjadi seperti ini?

Selanjutnya, masih di ayat yang sama, apa yang digambarkan dalam quran?

Anaknya membantah perkataan kedua orangtuanya. fayaqulu ma hadza illa asathirul awwalin. Apa yang kalian katakan tidak lain hanyalah cerita orang terdahulu.

Sang ibu mungkin menyebutkan ayat-ayat dalam quran, atau menceritakan anaknya tentang nabi ini dan itu, atau mengutip sebuah hadits.

"Can you keep this old stuff to yourself? I don't need this anymore. Thank you very much. I don't want none of this. You keep this stories. And you tell them to somebody who cares. Tell them, somebody who's interested."
Ma hadza illa asthirul awwalin. (QS Al Ahqaf ayat 17)

***

Ayat ini… saat kita tahu maknanya, apa yang digambarkan di dalamnya. Beberapa dari yang membacanya, atau mendengarnya, mungkin pernah mengalaminya. 

Some of you, as you listening to this, you've actually experienced something like this. You've lived it. Some of you are living in that horror in your homes, Everytime the son walks in, there's argument between the parents and the children.

Benar, bahwa Al Quran diturunkan Allah untuk memberi petunjuk untuk manusia. Huda linnas (QS Al Baqarah ayat 185). Benar, bahwa Al Quran diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ayat ini adalah salah satu buktinya, bagaimana Allah meng-capture realita yang terjadi di dalam rumah, antara orangtua dan anak. Ayat ini seharusnya menjadi pengingat, baik untuk anak maupun orangtua, bagaimana kita harus bersikap. 

(bersambung)


Allahua'lam.

***

In syaa Allah bagian kedua akan segera ditulis. Atau kalau mau dengerin langsung penjelasan ustadz Nouman bisa nonton di link ini, atau kalau mau baca transkrip bahasa inggrisnya bisa di sini.

Refleksi Ramadhan #22: Jangan Marah

May 27, 2019 0 Comments
Bismillah.


Entah karena hormon yang sedang berubah, atau karena diri yang belum bisa mengendalikan emosi. Tapi rasanya, jengkel, sebal, ingin berteriak, marah, menangis. Rasanya seperti zat reaktif, salah sedikit, bisa meledak.

Tiga kalimat diatas kutulis sore kemarin, tapi terhenti saja. Malam, sebenarnya ingat lagi, bahwa hari itu aku belum menulis. Namun aku lebih memilih lari, dan melakukan hal lain, yang berada di kuadran empat.

Sebenarnya aku bisa saja menyelesaikan tulisan kemarin. Aku cuma perlu sedikit bermain kata, untuk memperjelas tiga kalimat yang sudah kubuat. Bahwa meski tidak puasa, meski ada excuse sedang masanya sensitif, seharusnya aku bisa memilih tidak marah. Ya, selalu ada jeda antara stimulus dan respon. Apalagi kalau mengingat salah satu hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasalam. Bukan satu kalimat, tapi diulang tiga kali. Jangan marah, jangan marah, jangan marah.

Seharusnya juga... kemarin aku bisa menyelesaikan tulisannya. Aku bisa menuliskan tips yang kuketahui jika perasaan marah, ingin menangis, emosi menyergap. Jika sedang berdiri, duduk, tarik nafas dalam, istighfar. Masih ingin marah? Ambil air wudhu. Habis itu semoga reda emosinya. Kalaupun belum reda, lebih baik menangis saja, ketimbang melampiaskan marah ke orang lain dan kemudian menyesalinya.

Menulis ini, mengingatkanku juga. Bahwa biasanya, satu pelanggaran mengundang pelanggaran berikutnya. Seperti efek domino, tapi tidak selalu secepat efek domino. Ada yang pernah dengar, setan cuma perlu menggoda kita untuk mengikuti jalannya, selanjutnya tanpa sadar kita sendiri yang meneruskan berada di jalan tersebut. Apakah karena aku sudah skip tulisan sekali, jadi kemarin, rasanya lebih ringan untuk skip menulis lagi? Payah memang diriku.

Kalau sudah menyadari hal itu, yang harus aku lakukan satu. Mengingat kembali niat awal, kenapa harus ada proyek pribadi menulis setiap hari di Bulan Ramadhan meski hanya satu paragraf? Saat kita bertanya lagi tujuan awal, biasanya motivasi bisa muncul lagi. Selanjutnya, aku juga harus mengevaluasi, waktu mana yang kuhabiskan untuk hal tidak produktif, bagaimana agar waktu itu bisa menjadi produktif, bagaimana memotivasi diri agar tidak menunda, dst.

Terakhir, untukku... meski ada banyak alasan untuk marah, bukan berarti kamu bisa seenaknya memilih untuk marah. Kenapa? Karena marah tidak akan pernah jadi pelampiasan emosi yang tepat, saat kau marah dadamu sesak, dan perasaanmu tidak membaik. Saat dihadapkan pilihan untuk marah, justru pilihan terbaik, adalah mencari ketenangan, dengan mengingatNya, baik lewat dzikir, doa, dan Al Quran.

Allahua'lam.

23 Ramadhan 1439H | 8 Juni 2018
© BetterWord | Refleksi Ramadhan

***

Keterangan : Tulisan Ramadhan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.

Sunday, May 26, 2019

Refleksi Ramadhan #21: Sedekah

May 26, 2019 0 Comments
Bismillah.


Kalau boleh jujur, sebenarnya setiap kali aku menulis dan membagikan tulisan selalu ada perasaan minder. Aku tahu betul kualitas diri, kualitas tulisanku, dan juga ilmu yang kumiliki. Aku tahu tulisanku tidak mendalam, lebih sering hanya di permukaan, sebagai penampakan bahwa aku banyak tidak tahu, dan masih harus banyak belajar.

Minder, malu, perasaan itu wajar dimiliki oleh seseorang yang menulis. Tidak mudah memiliki keberanian untuk menulis dan membagikan tulisan kita. Aku juga seringkali meragu, bertanya pada diri, menengok lagi motivasi awal menulis, agar keberanian itu bisa muncul, meski masih sering harus dipaksakan hadirnya.

Hari ini, saat membaca ulang buku Madarijus Salikin dan menyalin kutipan yang aku suka di buku tulis bergaris, aku menemukan kalimat indah. Sabda sang Nabi, shalallahu 'alaihi wasalam tentang sedekah. Potongan hadits tersebut memberikan ketenangan, memunculkan kembali motivasi, dan memekarkan lagi keberanian untuk tetap menulis.

"....kata-kata yang baik adalah shadaqah. Setiap langkah kaki waktu seseorang berjalan nenuju shalat adalah shadaqah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah."

Kalimat sederhana ini, "kata-kata yang baik adalah shadaqah", menyentuh hatiku. Seolah menenangkan perasaan minderku. Tetaplah menulis, selama yang kita tulis adalah kata-kata yang baik. Mungkin tulisan kita belum seciamik tulisan penulis populer, mungkin belum mendalam, dan masih dipermukaan, selama itu kata-kata yang baik itu bisa jadi bentuk shadaqah. Kita cuma perlu belajar lagi, dan lagi, belatih lagi dan lagi, agar tulisan kita membaik kualitasnya. Selama proses perbaikan itu.. tetaplah menulis, jangan berkecil hati, luruskan niatmu. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan tulisanmu, kata-kata baik yang kita coba rangkai, Allah akan menggantinya dengan balasan yang lebih baik.

Seperti wajah cerah saat bertemu saudara terhitung sedekah, begitu pula kata-kata baik yang keluar dari lisan maupun tulisan kita. In syaa Allah.


21 Ramadhan 1439H | 6 Juni 2018
© BetterWord | Refleksi Ramadhan

***

Keterangan : Tulisan Ramadhan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.

Saturday, May 25, 2019

Refleksi Ramadhan #20: Terlambat

May 25, 2019 0 Comments
Bismillah.


Entah karena tubuh yang letih, atau itu hanya sebuah excuse. Intinya sama, kemarin aku tidak menulis. Jadi hari ini, aku bertekad menulis dua kali. Satu untuk membayar hutang kemarin, dan satu lagi untuk hari ini.

Sebenarnya ide menulis untuk kemarin sudah hadir. Tapi karena dibiarkan saja sekedar jadi ide, jadi tidak bertransformasi menjadi tulisan.

Di akhir ramadhan, selain lailatul qadar, apa yang biasa kita ingat? Tentang zakat fitrah, zakat yang berfungsi untuk membersihkan harta kita.

Terkait zakat, aku teringat definisi kata 'miskin' dari sebuah buku. Sebelumnya, definisi miskin yang kuketahui adalah orang yang memiliki perkerjaan, namun tidak cukup untuk menghidupinya. Lewat buku Revive Your Heart, Nouman Ali Khan saya mendapat definisi baru.

"These are the people that are called miskin - they're stuck. They can't help themselves. Literally, just from every angle, they're just caught, and they don't know what to do." - Nouman Ali Khan, Revive Your Heart

Contoh untuk memperjelas, misal seorang yang pekerjaannya supir, kemudian ia mengalami kecelakaan, kakinya tidak bisa digunakan lagi untuk menyupir. Orang yang berada di situasi sulit, dan stuck, tidak tahu harus bagaimana.

Saat kita zakat fitrah, kita harus tahu, kepada siapa zakat tersebut diberikan. Bagaimana kita tahu, siapa yang miskin, siapa yang terlilit hutang? Masih dari buku Revive Your Heart, Nouman Ali Khan menjelaskan bahwa perintah menebar salam kepada sesama muslim mencakup fungsi saling menyapa, saling mengenal sehingga kita tahu, rumah mana yang membutuhkan bantuan.

".... Salaam means you introduce yourself to each other. Then, you get to know who the masakin are." - Nouman Ali Khan
Hal lain yang harus diperhatikan, kita harus paham, bahwa zakat yang kita keluarkan sebenarnya bukanlah hak kita. Yang kita lakukan bukan mengambil sebagian rizki kita, justru kita menyerahkan rizki orang lain, yang Allah titipkan di dompet kita. Itu hak mereka, yang harus kita penuhi.

"In other words the money sitting in my pocket, that should be given to my family members that are in need is actually not my money that I'm holding - It's their right" - Nouman Ali Khan

Bab berjudul Money Matter, di buku Revive Your Heart memang tidak membahas tentang zakat fitrah. Tapi dari membacanya, aku mendapat banyak insight baru. Termasuk prioritas membantu saudara terdekat, ketimbang kepada yang jauh. Juga insight, bahwa apapun yang kita berikan kepada orang lain, baik itu bentuk sedekah, maupun zakat, sebenarnya kita yang harus berterima kasih, bukan yang menerima yang berterima kasih.

"When you help someone, you are not honouring them; they are honouring you." 
...
"You've helped them only in the dunya, which is nothing to Allah, but they have help you in akhirah, which is everything." - Nouman Ali Khan

Terakhir, aku memang terlambat merealisasikan ide menjadi tulisan. Tapi benar, kata pepatah yang terkenal, 'better late than never'. Semoga tetap semangat menulis. Yang memiliki target harian selain menulis, namun suatu hari terlambat atau terlewat, semoga kita diberikan kemampuan untuk menyemangati diri, agar bisa mengejar ketertinggalan yang sudah lalu. Ucapkan bismillah, lalu bergeraklah, ikhtiar, melangkah, sertakan doa. Semoga Allah berikan kemudahan dan keberkahan dalam hari kita. Aamiin.

21 Ramadhan 1439H | 6 Juni 2018
© BetterWord | Refleksi Ramadhan

***

Keterangan : Tulisan Ramadhan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.

Friday, May 24, 2019

Salah Baca? Atau Salah Ingat?

May 24, 2019 0 Comments
Bismillah.
#blogwalking


Sekitar beberapa waktu yang lalu, aku blogwalking. Aku masih ingat isinya. Tentang pengalaman pemilik blog saat ada ibu tua yang menyapanya, dalam bahasa jepang. Awalnya ia mengira ibu tersebut hanya seorang ibu yang ramah dan suka menyapa. Namun ternyata bukan cuma sapaan, ibu tersebut melanjutkan sapaannya dengan berbagai pertanyaan. Pertanyaan terkait apa? Terkait hijab yang dipakai pemilik blog tersebut.

Aku ingat, ia menuliskan transliterasi sapaan ibu tersebut. Termasuk transliterasi pertanyaan awal ibu tersebut. Kemudian menuliskan, apa yang ibu tersebut tanyakan. Tentang hijab, apakah dipakai untuk menghangatkan saat musim dingin? Apa musim panas juga dipakai? Tentang apakah hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan atau agama tertentu? Apakah harus warna tertentu, apakah tidak boleh yang bercorak, atau ada bunga-bunganya? Qadarullah saat itu pemilik blog menggunakan hijab polos (tanpa pola/corak) berwarna biru tua. Ia menjelaskan ditulisannya, ia mencoba menjelaskan dengan keterbatasan bahasanya.

Tulisan singkat itu sederhana, namun begitu mengena sehingga sampai saat ini aku masih mengingatnya. Aku saat itu berpikir tentang hidayah, yang bisa hadir bahkan kepada seorang tua, yang memiliki keterbatasan informasi. Ia mungkin hanya penasaran, karena beberapa kali melihat turis/pendatang mengenakan 'tudung kepala' yang berbeda-beda tapi tampak seragam. Ia mungkin pernah bertanya, namun tidak menemukan jawaban karena keterbatasan bahasanya, dan bahasa orang yang ia tanya.

Lewat tulisannya, aku jadi ikut merasakan manisnya, jika perjalanan kita di atas bumi-Nya, bukan cuma bentuk wisata, tapi juga jalan untuk mengenalkan orang lain tentang islam. Bahkan tanpa kita secara 'aktif' melakukannya. Beautiful, isn't it? Karena perempuan Allah perintahkan berhijab, salah satunya agar mudah dikenali. Kita mungkin "hanya" berjalan, tapi lewat itu Allah memperkenalkan orang lain tentang islam. Ada yang bertanya, ada juga yang googling karena kuriositasnya. Beberapa mungkin mengiyakan strereotipe yang ada, namun beberapa bertanya ulang akan hal tersebut karena 'pernah' berinteraksi dengan seorang muslim.

Tulisan itu... aku kira, aku mengingat dimana aku membacanya. Dan aku bertekad kelak menuliskannya dalam tulisan #blogwalking. Namun saat aku mencari di tempat aku kira aku membacanya, tidak ada. Aku jadi bertanya-tanya, apa aku salah baca? Atau memang tulisannya sudah dikembalikan ke draft? Ingin rasanya bertanya pada pemilik blog, tapi aku belum berani hehe. Bukan karena pemilik blognya menakutkan. From what I read in her blog*, I think she's kind, and beautiful, and younger than me. But I just... don't know how to start converstation. It felt weird to ask in the comment section, while it's not connected with the post she published. Or should I add/follow one of her social media, just to ask this 'weird' question?

***

Ada yang pernah baca tulisan blog dengan kisah mirip dengan itu? Atau ada yang mau bantu tanyain? Hehe. Atau... minimal bantu doain aku ya. Semoga diberikan keberanian untuk bertanya hehe. Harusnya sih biasa aja. Tapi.. aku terlalu sering menyimpan kuriositasku sendiri, karena terbiasa jadi silent reader  kalau blogwalking hehe. Lagian, aku takut salah baca, atau salah ingat.

Anyway... siapapun itu yang menulis itu. Terima kasih sudah menulisnya. ^^

Terakhir, semangat menulis, semangat blogging~ Have a barakah last 10th days of Ramadhan J

Allahua'lam.

Refleksi Ramadhan #19: Mencari

May 24, 2019 0 Comments
Bismillah.



Kemarin satu kata ini membuatku sedikit lebih bersemangat, kata "mencari". Kubaca sebuah tulisan tentang lailatul qadr, pembahasan tiap ayatnya, keistimewaannya, sunnah yang biasa dilakukan Rasulullah. Juga sebuah kalimat, bahwa yang berkesempatan mendapatkan lailatul qadr bukan hanya yang bisa itikaf, tapi juga untuk siapapun yang berusaha mencarinya, seorang ibu yang memenuhi malamnya dengan ibadah di rumah, atau bahkan seorang perempuan yang sedang haid dan memenuhi waktunya dengan dzikir dan murajaah. Kata mencari, seketika menumbuhkan sebuah harapan.

Tapi jujur saja, malam ini aku justru dibuat meragu, dan bertanya pada diri, lewat satu kata yang sama. Mencari, benarkah aku mencari lailatul qadr? Waktu yang berlalu ini, aktivitasku beberapa menit yang lalu, apa ini sesuai dengan kata 'mencari'?

Hari ini, aku menulis terlalu malam lagi. Padahal harusnya, semua kegiatan diselesaikan sebelum magrib tiba. Agar setelah magrib, aku bisa fokus melakukan ibadah yang lain.

Waktu yang berlalu tidak bisa diputar ulang. Tidak mengapa, jangan terlalu lama menundukkan kepala menyesalinya. Lebih baik sekarang fokus menjalani detik berikutnya. Buat rencana, pastikan esok lebih baik. Pastikan malam ini, tekadmu untuk mencari lailatul qadar tertanam lebih kuat, dan bukan sekedar angan-angan yang melintas bak layang-layang.

Allahumma a-inna 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatika. Ya Allah tolonglah aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan memperbagus ibadah kepadaMu. Aamiin.

Allahua'lam.

19 Ramadhan 1439H | 4 Juni 2018
©BetterWord | Refleksi Ramadhan

***

Keterangan : Tulisan Ramadhan tahun lalu, dari facebook pribadi khusus Ramadhan.