Follow Me

Thursday, November 28, 2019

Membaca Ta'limul Muta'allim

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.


Bukan nukil buku, lebih banyak curhat, tentang buku ta'limul muta'allim.

***

November 2016. Malem jumat? 3 November 2016. Sehari sebelum 411. Malam saat aku bertemu kembali dengan Teteh Mentari pagi, dan diberi pesan agar 'jangan lari'.

Ada undangan kajian ta'lim muta'allim, aslinya offline, di LTI Bandung, tapi karena malam, buat akhawat ada grup google hangout buat ikutan dengerin kajian. Yang ngisi Abu Ezra, Kang Fadhli, dulu pertama kali tahu beliau lewat MPI Bandung. Ada beberapa pertemuan, tapi aku pribadi ga menyimak semua. Terakhir download audio pertemuan ke 9. Waktu itu, Abu Ezra sudah pindah tempat tinggal, ke Depok atau Bogor, agak lupa.

Selang waktu beberapa tahun kemudian, Penerbit Aqwam menerbitkan buku terjemahan Ta'lim Muta'allim. Langsung deh pre-order, alhamdulillah bukunya sampai di Purwokerto bulan Juli lalu. Tapi baru mulai baca akhir Oktober.

Aku baca dari awal, pengantar penerbit, mukadimah pen-tahqiq, dst urut pokoknya. Sembari membaca buku ini, saya mencoba menggali memori yang sudah lama hilang saat dengerin kajiannya. Jujur, jadi paham, kenapa belajar itu ga bisa cuma baca buku, tapi harus dateng kajian dengerin dari guru. Karena beneran deh, ga bisa kalau cuma salah satunya saja.

Aku pertama baca buku yang udah di-tahqiq dan ditakhrij itu buku Sirah Aisyah, bisa jadi bahkan cuma itu? Kalau di Sirah Aisyah catatan kakinya mayoritas tentang status hadits, jalur riwayatnya, atau penjelasan nama sosok yang tercantum di dalamnya. Sedangkan di buku ta'lim muta'allim ini.. lebih 'rumit' lagi.

Di bagian awal buku memang sudah disebutkan kalau buku ini adalah disandarkan dari empat naskah, yang selanjutnya disebut naskah A,B,C,D lebih tepatnya dengan karakter arab alif, ba, ja, dan dal. Di mukadimahnya disebutkan lengkap naskah A ditemukan dimana, kondisinya gimana, dll. Dari situ aku dibuat mikir, wah ternyata jaman dulu menyalin buku itu manual, tulis tangan, jadi ada kemungkinan perbedaan diksi di beberapa bagian. Kalau sekarang kan 'tinggal' copy paste dan bisa menerbitkan buku sekaligus banyak.

Dari situ, aku pribadi udah mulai merasa, kayaknya perlu minta dokumentasi kajian ta'lim muta'allim deh. Akhirnya aku coba tanya di grup Ta'lim MPI. Dan.. tidak ada respon. Mungkin memang sudah gatahu dimana, atau tidak terbaca pesannya. Entahlah, hehe. But the show must go on kan? Maksudnya, masih harus baca kan..

Alhamdulillah setelah baca (sebagian) isinya, ternyata ga seberat saat baca detail tentang tahqiq-nya. Isinya bagus dan banyak hal yang harus dicatat. Bahkan... karena banyak kutipan yang bisa diambil, penerbit aqwam sendiri menyertakan kutipan dari buku tersebut di bagian bawah tiap halaman. ^^
Yang aku suka juga... dari buku ini, aku pertama kali baca syair arab sama teks arabnya, dengan harakat hehe. Kalau sebelumnya cuma baca terjemahannya saja di beberapa buku, kali ini feel-nya beda karena baca arabnya juga.

Oh ya jadi inget. Sebelumnya aku bilang catatan buku Ta'lim Muta'allim ini lebih rumit. Sebenernya bukan rumit sih, lebih ke detail banget.  Selain penjelasan nama yang disebut dalam buku, juga keterangan kata tertentu cuma ada di naskah tertentu. Karena misal ada kata yang ada di naskah A, tapi ga ada di naskah B,C,D, atau naskah B memakai kata X, sedangkan naskah C memakai kata Y. Aku kasih contoh aja ya.

Catatan kaki :
[1] Kata 'salam' tidak terdapat pada naskah (ب)
[2] Pada naskah (ج) tidak terdapat huruf و pada kata  يجدون

Semacam itu. Tapi sekali lagi, terlepas dari itu, bukunya masih enak dibaca. Kalau ga mau pusing, jangan baca catatan kakinya.

Udah sih, mau curhat itu aja. Terakhir izinkan kusalin sebuah kutipan dari buku ini untukku.

"Wahai diri, jangan bermalas-malasan dengan menunda urusan. Jika tidak, tetaplah tinggal di jurang kehinaan. Tak pernah kulihat, para pemalas mendapat keuntungan selain sesal dan keinginan yang tak terwujud."
- Imam Az-Zarnuji, dalam bukunya Ta'limul Muta'allim

Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat malas, dan menyibukkan diri kita dengan amalan-amalan baik. Aamiin.

Allahua'lam.

Answered

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.



Masih nyambung tulisan sebelumnya, tentang judul pertama blog ini sebelum berganti menjadi better word. I said I was looking for a genuine friends, and it is answered by Allah with his best plan.

***

Sebenarnya aku berniat menulis tentang ini 21 Oktober lalu, saat mataku terbuka dan aku merasakan lagi betapa indahnya nikmat diberi sahabat baik oleh Allah. Meskipun tertunda sebulan, izinkan aku tetap menuliskannya di sini. Barangkali suatu saat aku lupa (lagi) tentang nikmat ini. 

Aku sebelumnya mencari teman sejati, begitu yang kutulis dalam bahasa inggris, genuine friends, teman yang tulus, teman yang sebenarnya. Bukan teman yang memakai topeng, terlihat 'cantik dan tersenyum' di depan kita, di belakang beda wajah. Aku mencari sahabat yang baik, yang menggandeng tanganku menyusuri jalan kebaikan. Bukan sosok yang membawa pisau, dan tanpa sadar menciptakan goresan setiap kali kami berinteraksi. Perjalanan pencarian ini tidak mudah, terutama karena sebelumnya aku pernah mengecap pahitnya bertemu teman yang meremas kertas kepercayaan. Tanpa sadar, aku sendiri yang menciptakan sekat-sekat, pagar-pagar, hingga banyak yang mungkin merasa sulit mendekat. Atau mungkin merasa dekat, tapi aku sebaliknya. Bukan salah mereka, tapi karena aku.

Aku mulai memaknai kata ukhuwah islamiyah sejak lulus SMA, pernah menuliskannya juga di sini.


Pandanganku jadi lebih luas, kalau aku kira mencari teman sejati itu hampir tidak mungkin, setelah mencicipi manisnya pertemanan yang terjalin karena iman, semuanya jadi terasa lebih mudah.

Sampai ada momen saat aku menghilang dari peredaran, masa saat aku mundur dari segi kualitas diri. Aku kemudian kembali meragu, adakah yang mau menerimaku, setelah apa yang terjadi? Karena aku bukan lagi aku yang dulu, aku... banyak mengalami degradasi, baik dari segi mindset, iman, dll. Dan Allah menjawabnya, menjawab pertanyaanku, lewat begitu banyak ayat, tanda, dan hujan nikmat yang seringkali lupa aku syukuri. Dan akhir oktober kemarin, Allah membuka lagi mataku.

See? You found that genuine friends you're always looking for. Hubungan dengan mereka mungkin sesekali renggang, karena imanku yang koyak, tapi mereka ada. Aku yang sering lupa. Aku yang sering bertanya pertanyaan yang salah.

Saat itu, aku memutuskan untuk menuliskannya. Aku takut aku lupa lagi. Dan qadarullah, baru hari ini aku mewujudkannya dalam rangkaian kata.

I look back and lost count, how many genuine friends Allah has given me. Perempuan-perempuan shalihah yang hatinya lembut, dengan berbagai perbedaan karakter, dengan ribuan detik memori bersama mereka. Alhamdulillah alhamdulillah...

Bahkan saat ini, saat banyak yang bilang, nemu temen pascakampus itu sulit, Allah bahkan menyediakannya untukku. Padahal kalau dipikir secara logis, kayanya sulit dapetnya, secara sekarang mobilitasku terbatas dan 'sambungan' komunikasiku yang lebih sering 'putus-putus'. Tapi nyatanya, nikmat itu mengalir. Dari yang jauh, juga yang dekat. Dengan sahabat-sahabat yang rindu ingin saling bertemu, juga teman-teman yang rutin duduk bersama.

Semoga nikmat ini tidak berhenti di dunia saja, tapi sampai kelak di akhirat. Semoga Allah meridhai kita masuk surga, duduk di dipan-dipan sembari bertukar kata, bercerita tentang bagaimana jalinan ukhuwah tercipta dan pasang surut seiring iman kita. Bercerita bagaimana kehadiran masing-masing menjadi pengingat akan haqq dan kesebaran. Aamiin. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Allahua'lam.


11 Tahun 7 Bulan

November 28, 2019 0 Comments
Bismillah.



Sekitar sebelas tahun tujuh bulan blog ini mengudara, dalam waktu yang tidak singkat itu, banyak cerita tertulis di sini.

Izinkan aku menuliskan kembali momen lalu, saat blog ini lahir. Sebagai bentuk pemecah keheningan, setelah 10 hari tidak menulis.

Tercatat April 2008, saat itu aku duduk di kelas 9 SMP, sebentar lagi lulus. Saat itu aku menemani kakak ke warnet (warung internet). Kakak ada tugas, aku cek email, membaca sebuah surat elektronik dari teman SD yang kini tinggal di kota Cilacap, masih tetangga, tapi tetap saja, jauh.

Mungkin karena ga ada kerjaan, atau entahlah, aku saat itu memutuskan membuat blog ini, dan menceritakan tentang temanku tersebut. Sama seperti tulisan pertamanya, blog ini juga kuberi judul berkaitan dengan teman. Looking 4 Genuine Friends. Seingatku begitu aku menamainya. URLnya sweetvioletta.blogspot.com

Sejak SD, lalu SMP, konflik yang pernah aku alami dan menurutku 'besar' adalah perihal pertemanan. Latar belakang itulah yang memutuskan memilih judul tersebut. Sedangkan alamat URLnya, aku menyukai kata sweet atau manis, kata tersebut bagiku lebih memikat daripada kata cantik atau beautiful. Dan violet, aku suka saja, warna ungu, warna terakhir di pelangi. Violetta, sounds more sweeter than violet, isn't it?

Tahun 2008-2011, aku tidak banyak menulis di sini. Ada beberapa postingan, tapi mayoritas merupakan salinan dari tulisanku di tempat lain, dari buku tulis, dan dari note facebook. Mungkin karena belum punya laptop, dan HP jaman dulu belum mendukung menulis di blog. Kalaupun bisa, aku tidak bisa membayangkan harus mengetik di HP tanpa keypad qwerty.

Tidak banyak menulis di blog ini bukan berarti aku tidak menulis. Aku masih sama, banyak berurusan dengan menulis. saat SMA aku aktif di ekskul mading (majalah dinding) sekolah, dan di ROHIS-pun aku masuk di divisi yang berkaitan dengan tulis menulis.

Tahun 2012 tulisan di sini meningkat drastis, aku memasuki dunia kampus, memiliki akses internet dan laptop, artinya aku semakin banyak mengetik dan semakin jarang menulis dengan tinta. Jika di masa SD-SMA aku punya dua diary, digital dan analog hehe. Saat kuliah, diary-ku cuma satu, diary digital, bukan, bukan di blog ini. Sebuah diary berbentuk dokumen word dengan proteksi password.

Tahun 2014 blog ini pindah alamat, betterwordforlife.blogspot.com. Aku lupa sebenarnya, apakah alamatnya berubah bersamaan dengan judul, atau aku ganti judul dulu, baru kemudian alamatnya. Kenapa ganti alamat? Karena sweetvioletta terdengar terlalu kekanak-kanakkan? Bisa jadi iya, bisa juga tidak. Tapi alasan utamanya bukan itu. Alasan utamanya, aku kaget, kalau ternyata ada pengunjung rutin yang tidak diharapkan.

Awal 2014, suatu malam di sebuah kamar 2 x 3 meter, aku berbincang dengan sahabat baikku yang sudah kukenal sejak kelas 11 SMA. Aku menginap di kamar kosannya, dan percakapan panjang pun terjadi. Ia bercerita padaku, tentang seseorang** yang sering nitip pesan lewatnya kepadaku. Tapi aku juga ga nyadar, karena pesannya bukan "salam ya buat Bella", bukan.. tapi pesan semacam, "itu kok di fb ada foto bella sama laki-laki" (foto saat osjur yang di upload teman sejurusan), nasihat-nasihat islami, yang disampaikan dengan cara yang baik. Iya, baik, karena lewat temanku, jadi aku sendiri ga nyadar. Kirain ya, pesan itu benar-benar dari temanku. Tapi keningku jadi berkerut, kok bisa tahu foto di facebook? Kan sudah disembunyikan dari wall? Dari situ, aku jadi teringat, tentang celetukan-celetukan serupa, yang intinya menunjukkan bahwa sosial mediaku, blogku, bisa jadi merupakan salah satu dari sekian banyak sosial media dan blog akhawat-akhawat lain yang 'mungkin' sering orang itu kunjungi.

Saat itu, aku kaget, sedikit ngeri dan jadi banyak mikir. Akhirnya aku memilih untuk ganti alamat, otomatis, blog ini mulai dari nol, pembacanya juga dari nol, orang-orang yang tanpa sengaja lewat, juga teman-teman yang kuberitahu alamat baru tersebut. Tahun itu juga, aku menghapus mayoritas teman non-mahram di facebook, berulangkali mengubah aturan privasinya.

2015, aku menghilang dari peredaran, bukan terkait keputusan ganti alamat, benar-benar beda urusan dan beda alasan. 2016 mulai rajin diisi lagi sampai sekarang, di penghujung 2019.

Oh ya, di tahun ini, aku buat header blog baru, bukan logo sih, tapi kaya kartu nama. Tahun ini juga buka instagram khusus blog ini, sebuah pintu baru yang mengajak siapapun untuk berkunjung. Artinya, blog ini, tidak lagi setertutup dulu. Ikut komunitas sabtulis dan 1m1c, pintu baru juga. Kalau membuka pintu-pintu tersebut adalah bentuk soft opening, pertanyaan selanjutnya, kapan grand opening? ^^

Aku tidak tahu, dan belum tahu. Ada rencana, ada kekhawatiran, ada keinginan untuk menebar lebih banyak manfaat. Seperti judul blog ini. Semua tulisan di blog ini mungkin tidak semuanya baik, tapi aku menuliskannya dengan niatan baik dan untuk memperbaiki diri terutama. It might not the best word, but I wish it keep improving to be better. Tidak hanya itu, aku berharap kata-kata tersebut juga berpengaruh baik dalam hidup kita. Better Word, for Better Life.

Semangat menulis semuanya~ maaf banyak curhat hehe

Allahua'alam.

***

PS: **sisi baiknya, thanks to him, aku jadi lebih hati-hati perihal hijab, foto, dll. Jadi berani chat temen sejurusan dan minta untuk dihapus saja fotonya, lalu selanjutnya jadi lebih paham, banyak momen lebih baik tidak ada foto sama sekali. Hadir, tapi tidak perlu ikut sesi foto.

Monday, November 18, 2019

Kemana Perginya Semua Kata?

November 18, 2019 0 Comments
Bismillah.



Kau tahu, perempuan rata-rata mengeluarkan dua puluh ribu kata perhari? Tapi kamu lebih banyak diam, hanya mengeluarkan beberapa kata saja sehari. Lama aku tidak melihatmu mengoceh ini itu, atau mengobrol hal-hal kecil, bahkan tidak juga berjam-jam duduk di depan laptop mengetik deretan kalimat. Melihatmu, aku jadi ingin bertanya, kemana perginya semua kata?

***

Paragraf pembuka itu kutulis untuk bertanya pada diri dan juga pada siapapun, perempuan terutama, yang lebih sering diam dan tidak mengeluarkan kata-kata, baik dalam bentuk suara yang naik turun intonasinya, maupun dalam bentuk tulisan yang terkadang berputar-putar tanpa ide pokok.

Kemana perginya semua kata?

Padahal... katanya, kalau kebutuhan berkata-kata tidak terpenuhi, baik lewat suara maupun tulisan, efeknya akan buruk bagi kesehatan mental.

Kemana perginya semua kata?


Mungkin tidak ada yang pergi, semua masih ada di dalam kepala dan hati. Seringkali melintas dan menyesaki otak, lain waktu mengendap, masuk ke alam bawah sadar hingga terbawa menjadi bunga tidur.

Kemana perginya semua kata?


Mungkin mereka pergi ke langit, lewat bisikan kecil doa, ucapan dalam benak yang ditujukan pada 'telinga' yang maha mendengar apa yang ada di tiap hati manusia. Kata-kata itu mengalir terus dalam percakapan sunyi dengan Rabb semesta. Tidak selalu ba'da shalat, terkadang saat hujan, sering juga saat momen menunggu.

Kemana perginya semua kata?

Semoga kata-kata tersebut benar tersalurkan, dan bukan tersumbat dan menyesaki dada, membuat tidur tak lelap, dan mata memerah. Semoga kata-kata itu pergi dalam bentuk yang indah, tanpa balutan prasangka yang gelap, tanpa lilitan kenegatifan yang tajam.

***

Kau tahu, tidak semua orang sama, ada yang mudah bercerita dan menghabiskan jatah kata-kata hari itu dalam hitungan menit, atau jam, pada siapa pun, dimanapun. Namun ada yang lebih hati-hati dalam berucap dan menulis, ia seorang pemilih, ia seorang yang suka meramu kata masak-masak sebelum menyajikannya. Dan meski tidak ada yang sama, bukan berarti perbedaan itu menyebabkan yang satu lebih baik. It's just everyone unique in their own way.

Dan kau tahu, kemanapun perginya semua kata, ku harap masing-masing dari kita tidak lupa, untuk selalu mengirimkan banyak kata pada-Nya. Kau tahu mengapa? Karena banyak telinga yang tidak siap sedia mendengarkan kata-kata kita, dan banyak mata yang tidak bisa membaca kalimat-kalimat kita. Tapi Dia, yang tidak pernah mengantuk dan tidur, selalu mendengarkan kita, melihat kita, bersama dengan kita. He knows, what's in our heart.

يُولِجُ ٱلَّيْلَ فِى ٱلنَّهَارِ وَيُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِى ٱلَّيْلِ ۚ وَهُوَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati. [Surat Al-Hadid (57) ayat 6]

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Thursday, November 7, 2019

But He Gave It Anyway

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.


There are so many things I don't deserve, but He gave it anyway.

Kalimat itu yang terlintas di otakku berkali-kali, saat aku dibuat heran, takjub, dan perasaan tak terdeskripsi lain, akan pemberian-pemberian dari-Nya.

***

Ada banyak momen dimana aku merasa tidak pantas menerima begitu banyak nikmat dan karunianya. 

Allah Maha Pemberi. Dia memberi dan memberi lagi. Terus begitu meski hambanya seringkali berbalik arah, atau tenggelam dalam dosa. Dia masih memberi. Meski hamba tersebut lupa untuk meminta pada-Nya.

Aku malu, baru menyadarinya saat limpahan nikmatnya deras menghujaniku. Padahal setiap hari alirannya lembut mengalir.

Rasa malu ini, semoga membuatku belajar untuk menjadi golongan hamba-hambaNya yang bersyukur.

[1] اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allahua'lam.

***

Keterangan:

[1] https://rumaysho.com/627-dzikir-dan-syukur-yang-sebenarnya.html


PS: Seperti prasangka baik dari orang lain, bahwa aku tidak berangkat karena merawat ibu yang sakit. Atau kalimat dari seorang teman, 'iyaa Bel...semangaaat Bel... You can do it! aku tetap penggemar kamu Bel'

I really don't deserve it all. But He gave it anyway. Allahummaghfirli. La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzholimin. Alhamdulillah, alhamdulillah 'ala kulli hal. Allah tahu betapa 'hina' diriku, yet He saves my face from people. TT

What's New?

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.

#random #curcol

Cuma mau menulis beberapa hal random, yang sebagian penting tapi bisa jadi ga penting juga.. hehe. 


*warning* read on your own risk



Buku Itu Membacaku

November 07, 2019 0 Comments
Bismillah.

Pernahkah kau dengar istilah, bahwa "bukan kamu yang membaca buku, sebaliknya, justru buku itu yang sedang membacamu". Aku pernah mendengarnya, dalam sebuah video pendek, tentang momen saat kamu sedang membaca quran, tapi yang kau rasakan justru sebaliknya, seolah quran yang sedang membacamu.



***

Beberapa tahun berlalu sejak saat aku menonton video pendek dengan kutipan tersebut. Empat november lalu, aku memaknai lagi kalimat tersebut. Aku membaca sebuah buku, bukan quran, tapi kalimat di dalamnya, membuatku merasa, seolah buku tersebut sedang membacaku.

Ga cuma aku berkata dalam hati, "I can relate". Tapi aku juga menyimpulkan dalam hati, "as if it's speaking on my behalf".

Mungkin karena topiknya pas dengan apa yang kurasakan dan kualami, mungkin karena saat itu aku sedang begitu sensitif, tapi membaca kalimat-kalimat di buku itu tidak mudah. Karena bukan aku yang membaca, tapi buku itu yang membacaku.

Saat itu... aku berhenti sejenak membaca, karena melanjutkan membaca hanya akan membuatku tampak aneh. I was in a public space, and it would seems so strange if anyone noticed that I was crying.

Aku memilih menulis, berusaha meredakan emosi yang naik tanpa aba-aba. Mengekspresikannya dalam kata, adalah bentuk penyaluran emosi yang lebih baik ketimbang terus menerus menyeka wajah.

***

Seharusnya aku tidak menangis. Karena buku ini bukan buku melodrama yang penuh kisah sendu. Ini buku tentang manusia dan interaksi mereka. Bagaimana mereka berdebat dan bagaimana respon mereka terhadap perdebatan, cara menghindar yang salah. Ada empat cara salah, dan dua poin terakhir berhasil membuat air mataku luruh. Entah ini pengaruh hormon, atau karena aku merasa buku ini berbicara padaku, berbicara tentangku, juga mendengarkanku. Kalimat-kalimat di dalamnya seolah meyakinkanku bahwa 'kata-kata' tersebut mengerti aku, keadaanku, dan kesulitan yang pernah/sedang kurasakan
Buku ini seolah menasihatiku dengan lembut: "Berhentilah berpura-pura baik-baik saja" 
"Berhentilah menyerah" 
"Kamu boleh menyuarakan perasaanmu, pendapatmu, ketidaksukaanmu. Kamu tidak harus selalu diam dan setuju." 
"Berhentilah menyembunyikan dan menekannya. Kau berhak bersuara, mengkomunikasikannya dengan cara yang baik, dengan suara indahmu, - meski mungkin mencobanya akan menggetarkan kedua bola matamu, serta meluncurkan aliran deras di pipimu." 
"Kamu cuma perlu belajar (lagi). Sedikit demi sedikit mengkomunikasikannya. Bukan selalu meredam dan menyembunyikannya."
4/11 


***

Tiga hari berlalu, sekarang tanggal tujuh, aku membaca tulisan di selembar kertas tersebut dan berniat menyalinnya di blog ini. Sempat terpikir untuk membuat kisah fiksi dari sana, tapi karena bisa jadi setelah ini akan ada versi nukil bukunya, sepertinya aku ingin menuliskannya secara lugas saja. Tanpa menutupi identitas, bahwa 'aku' ditulisan itu adalah aku, bukan karakter fiksi.

Dari tulisan itu juga, aku jadi baru tahu.. bahwa ternyata karunia Allah akan kemampuan bahasa kita, efeknya begitu dasyat. Quran memang turun dalam bentuk bacaan, sesuatu yang diperdengarkan. Tapi Allah juga tahu, bahwa quran kelak akan dibukukan, dan kita membacanya, bukan cuma mendengarkannya. Dan buku, sama seperti bacaan, bisa juga memberikan efek itu. Bahwa kalimat, tata bahasa yang kita baca, bisa menghadirkan efek seolah bukan kita yang membaca, tapi sebaliknya, buku yang kita baca yang membaca kita.

Kalau dari video tersebut, ustadz Nouman menjelaskan,
fihi dzikrukum, you'll find your own mention in it. it's talking about you, it's not talking about stories of old times.
Karunia Allah akan kemampuan bahasa kita juga, yang bisa membuat kita merasa didengarkan dan dipahami, meski kita ga sedang curhat ke penulis buku. Saat aku membaca topik tertentu di buku tersebut, dan apa yang tertulis disana membantuku memahami perasaan dan kesulitanku sendiri. Saat itu aku merasa bahwa aku sedang dibaca, bahwa aku sedang didengarkan, dan juga bahwa ada yang memahamiku. It's interesting.

Itulah mengapa penting belajar bahasa arab, *loh? hehe. Kalau buku buatan manusia, kita cuma bisa relate kalau kita mengerti isinya. Begitu juga dengan Al Quran, kalau cuma baca tapi ga paham apa isinya, apa maknanya, maka akan sulit menemukan momen saat Al Quran yang membaca kita, bukan kita yang membaca quran. Terjemahan itu membantu, tapi tidak cukup. Maka mari berdoa dan berusaha, agar kita bisa mempelajari isi dan makna Al Quran, lewat mempelajari bahasanya. Step by step.

***

Terakhir, ada yang bisa tebak buku apa yang kubaca tanggal 4 November lalu? *gampang banget sebenarnya, da bacaanku masih stuck di buku itu-itu saja hehe.

Saturday, November 2, 2019

Welcome Back, Rainy Days!

November 02, 2019 0 Comments
Bismillah.


Purwokerto sudah masuk musim hujan sepertinya, dimulai dari hari kemarin, lalu hari ini full seharian hujan, reda dikit tapi masih terdengar suara air. Syahdu, dan dingin tentunya hehehe. Musim kemarau sebelumnya benar-benar terasa panjang, ditambah lagi fase super panas, ditambah lagi naik turun air di sumur yang ditandai dengan suara khas saat memompa air menggunakan mesin sanyo.

Welcome back rainy days. Semoga dengan hari-hari hujan, hujan pula inspirasi dan kesempatan serta semangat untuk menulis.

Welcome back rainy days. Semoga dengan setiap rintiknya, hujan pula hidayah yang bisa menghidupkan kembali hati yang terasa begitu kering dan berkerak.

Welcome back rainy days. Dengan kekhasan aromanya, yang seringkali membawa memori di masa lalu yang hampir terlupakan. Tentang payung hijau yang terbuka, dan langkah kaki menjauh yang rimanya terdengar seperti sebuah pesan penghibur. Atau tentang hujan siang di sekolah, dan sebuah pesan pendek, dulu sebelum semua orang mencari wifi dan kuota internet. Atau tentang memori menyusuri trotoar saat hujan deras dan semua orang berteduh, yang berbuah sesal, tapi juga pelajaran.

Welcome back rainy days... Hai semua! Selamat menikmati hari-hari penuh hujan berteman payung dan jaket! Jaga kesehatan, makan teratur, istirahat yang cukup. Jaga hatimu, bukan bukan dijaga agar tidak terlukai oleh virus merah jambu. Tapi jaga hatimu, agar selalu dipenuhi cahaya iman, yang menerangimu di dunia yang gelap ini. Jika cahayanya meredup, jangan lupa menyalakannya kembali dengan membaca cahaya yang diturunkanNya, Al Quranul Karim.

Allahua'lam.

Karet dan Gelombang Laut

November 02, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Nukil Buku "Psikologi Suami-Istri" | DR. Thariq Kamal An-Nu`aimi

***


Laki-laki itu ibarat karet, sedangkan perempuan ibarat gelombang laut, begitu perumpamaan yang disebutkan di buku tersebut. Perumpaan itu digunakan untuk menggambarkan bergejolaknya jiwa masing-masing, dan cara masing-masing menenangkan diri.

Ada perbedaan psikologis yang besar antara laki-laki dan perempuan dalam bereaksi terhadap kelelahan dan kesulitan. Laki-laki memilih diam, menyendiri, dan berjarak, sedangkan perempuan memilih berbicara dan mengungkapkan perasaannya.

Reaksi laki-laki yang lebih banyak diam, menyendiri dan berjarak inilah yang membuatnya diibaratkan sebagai karet. Saat jiwanya sedang bergejolak, ia menjauh, seperti karet yang diulur. Tapi proses itu tidak selamanya, terkadang sebentar, terkadang lama, tapi yang pasti ia akan kembali pada keadaan awal sebelum ia 'mengasingkan diri'.

"Laki-laki itu seperti karet, ketika ingin menjauh dan menyendiri --dan ini sangat biasa terjadi pada laki-laki dalam keadaan tertentu--, ia memiliki hasrat khas untuk mencapai keinginan tersebut. Dan setelah mendapatkan ketenangan ia pun bisa kembali pada keadaan biasa." - DR. Thariq Kamal An-Nu`aimi

Seperti laki-laki yang jiwanya mengalami pergolakan, perempuan pun begitu.

"Perempuan seperti gelombang laut, di mana ketika merasa dicintai dan disenangi maka semangat mentalnya akan naik dan mukanya terlihat senang dan selalu tersenyum lebar. Keadaan jiwa perempuan seperti itu sedang berada di puncak. Setelah gelombang tersebut naik maka ia kan mengalami penurunan disertai dengan perasaan dan keadaan emosional yang dalam."
***

Mengapa laki-laki memilih diam dan menjauh ketika sedang jiwanya sedang bergejolak?

Disebutkan di buku ini bahwa saat laki-laki memiliki masalah, sebelum ia membuka mulut dan bicara satu kata pun ia akan memasukkan masalah ke dalam otaknya dan memikirkannya secara mendalam dengan cara diam.

Maksudnya, ia akan berfikir dengan cara diam dan setelah sampai pada hasil kesimpulan atau suatu pemecahan maka ia baru mulai mengatakannya.
Saat proses berpikir ini ia tidak mau diganggu karena dapat memotong fokusnya, dan jika terpotong ia harus memulai lagi dari awal. Kalau pun ada saat dimana ia ingin sejenak rehat dari proses berpikir, ia memilih melakukan hal santai di tempat yang tenang, ia tidak suka berbincang atau banyak berbicara, apalagi mengenai masalah yang sedang ia pikirkan.

Hal ini wajar, karena memecahkan dan mencari solusi sendiri atas permasalahannya adalah hal penting yang dapat memenuhi fitrahnya dan memuaskan dirinya. Berbeda dengan perempuan yang memilih berbicara dan mengungkapkan permasalahannya sebagai jalan untuk mengurai pikirannya.

***

Saat gelombang laut (kondisi jiwa perempuan) naik, dan turun

Jika gejolak jiwa laki-laki ditandai dengan diam dan menjauh saja, gejolak jiwa perempuan memiliki tanda yang jauh berbeda. Sama seperti gelombang laut, kondisinya lebih sering naik-turun ketimbang diam dan tenang. Ditambah lagi, perbedaan yang sangat drastis saat gelombangnya naik dan saat gelombangnya turun.
"Ketika gelombang naik, perempuan merasakan adanya cinta dan perasaan yang melimpah yang tersimpan pada dirinya dan ia ingin memberikannya kepada orang yang ia cintai. Tetapi ketika gelombang telah reda pada tingkat yang paling bawah maka perempuan akan merasa hatinya kosong." 
...
"Ketika gelombang sedang naik, perempuan akan merasa bahagia dan memberikan kemurahan cintanya. Beberapa saat setelah itu gelombang tersebut akan turun dan penurunan tersebut akan memunculkan perasaan pada perempuan yang menyerupai penjernihan pertimbangan perasaan. Dan dalam hati ia berusaha memeriksa adanya sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan. Dalam keadaan seperti ini perempuan merasa sangat perlu dan ingin membicarakan permasalahannya. Ia mulai mengeluh tanpa henti dan mencari orang yang mau mendengarkannya. Memahami dan menghargai yang ia katakan dan ia keluhkan."

Bahkan disebutkan pula di buku ini, bahwa proses penurunan perempuan ini sama seperti terjatuh dalam "sumur yang gelap".

"Ketika perempuan masuk ke sumur gelap tersebut ia akan tenggelam pada ketidaksadaran dan pikirannya terpecah belah. Terkadang perempuan merasakan dalam hati ada perasaan yang tertutup dan ia sendiri tidak memahaminya. Terkadang perempuan merasa putus asa, sendirian dan merasa tidak ada bantuan sama sekali. Ketika itu keadaan jiwa perempuan mengalami kegelisahan yang sangat hebat." 
"Tetapi ketika sampai pada dasar sumur dan merasa di sana ada orang yang berdiri di sampingnya dan bersedia menolongnya, maka secara otomatis dan cepat keadaan jiwanya akan kembali baik. Mulai ada perasaan senang dan kebahagiaan yang baru. Saat seperti itu akan menjadi sumber kebahagiaan bagi orang sekitarnya"
"Kesiapan perempuan untuk memberi dan menerima cinta dan kasih sayang, tergantung pada seberapa besar perasaan dalam dirinya sendiri. Dengan arti lain bergantung pada penghargaannya pada diri sendiri. Ketika penghargaan perempuan pada dirinya sendiri negatif, maka ia tidak siap memberi dan menerima cinta dan kasih sayang. Dalam keadaan seperti ini perempuan akan merasa dirinya kalah dengan keadaan jiwa yang rendah. Pada saat itu yang dibutuhkan adalah perasaan kasih dan sayang dari seorang laki-laki."
***

Sebenarnya di buku ini pembahasan kejiwaan laki-laki dan perempuan dibahas di dua bab yang berbeda. Dan perumpamaan karet dan gelombang laut ada di bagian awal setiap bab

Membaca buku ini, banyak membuka sudut pandangku tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Ternyata oh ternyata... apalagi kalau aku mencocokkan dengan situasi di rumah, ayah, ibu, adik, dan tentu saja diriku. Saat tahu perbedaan tersebut, semoga kita jadi semakin bijak dalam berinteraksi dan menjalin komunikasi. Selain itu, juga lebih mengenali diri sendiri.

Sebelum baca buku ini, aku pribadi suka ga paham dan bingung dengan kondisi diri. Begitu mudah naik-turun. Sebentar merasa baik-baik saja, sebentar berikutnya merasa tidak baik-baik saja. Persis seperti perumpamaan yang dipilih, ibarat gelombang laut. Apalagi saat membaca tentang kondisi turun yang mirip jatuh ke lubang sumur yang gelap. Bacanya sambil angguk-angguk setuju dan ingin berseru, "aah... iya betul-betul, bener banget." Kalimat ini terutama,
Terkadang perempuan merasakan dalam hati ada perasaan yang tertutup dan ia sendiri tidak memahaminya. Terkadang perempuan merasa putus asa, sendirian dan merasa tidak ada bantuan sama sekali. Ketika itu keadaan jiwa perempuan mengalami kegelisahan yang sangat hebat.
Trus tentang hal yang bisa membuat gejolak jiwa perempuan naik lagi, perasaan bahwa di fase jatuhnya tersebut ada orang yang berdiri di sampingnya dan bersedia menolongnya... kalau beneran ada orangnya, entah itu keluarga, teman, atau spouse, Alhamdulillah banget hehe. Tapi kalau pun ga ada, atau ada tapi kitanya ga nyadar, biasanya banyak baca alquran dan baca artinya, dengerin penjelasannya bisa juga menghadirkan perasaan itu. Perasaan bahwa ada Allah bersama kita, dan bersedia menolong kita. 


لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا
 Jangan bersedih, Allah bersama* kita
*kata ma'a bukan cuma bermakna bersama tapi juga siap sedia membantu kita.


Terakhir, untuk siapapun yang jiwanya sedang bergejolak, semoga Allah memberikan kekuatan dan kemudahan. Aamiin.

Semangat membaca semuanya~

Allahua'lam.

***

Keterangan: 

[1] Tulisan ini diikutkan dalam gerakan #Sabtulis (Sabtu Menulis). Gerakan membangun habit menulis, minimal sepekan sekali setiap hari sabtu. Membahasakan gagasan, rinai hati, kisah, puisi, dan apapun yang bisa dieja dalam kata.

[2] Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.