Follow Me

Monday, September 26, 2011

Ukhuwah Ini

September 26, 2011 0 Comments

Pernah ada masa-masa dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan diatas iman
bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
pada akhlak yang manis, lembut, dan wangi
hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya

(Pernah Ada Masa-masa - Salim A Fillah)


Puisi di atas, sedikit banyak cocok untuk keadaanku kali ini. Ehem. Ini tentang ukhuwah.. dengan ia yang berada jauh di sana.

Aku tidak tahu sejak kapan jarak yang terbentang terasa lebih jauh, gersang dan menyakitkan. Tidak sadar.. betapa kami sudah lost contact. Entah aku yang mendiamkannya atau dia yang mendiamkanku. Atau bisa juga, kami memang saling membisu.

Ingin kunyanyikan sebaris lirik lagu Sheila On 7,

'hilangkah dari ingatanmu? di hari kita saling berbagi'..
sudah lupakah? sehingga dengan mudahnya kau bilang lebih baik jarak ini tetap seperti ini. Tetap lebar, gersang nan berduri.

'dan, bukan maksudku,.. bukan inginku, melukaimu
sadar kah kau di sini kupun terluka..
melupakanmu.. menepikanmu..
maafkan aku..'

Maaf. Sekali lagi maaf. Maaf kalau kiranya banyak luka yang sudah ku toreh di hatimu.
Maaf. Sekali lagi maaf. Kalau nyala api yang kutawarkan bukan menerangi gelap, namun malah membakar dan menghanguskan.
Maaf. Sungguh tidak ada maksud hati untuk melukai. Kalaupun ada ego di sini, maka maafkan aku. Aku saja yang tak pandai menyampaikan nasihat.
Kalaupun aku terlalu memaksa.. itu karena aku mencintaimu karena Allah.
Aku tak ingin kau berpaling dari jalanNya.

kalau itu yang membuat jarak ini terus melebar, beritahu aku. Aku tak peka tentang ini.
Aku mungkin akan bungkam saja. Bukankah tugasku hanya mengingatkan, selanjutnya semua menjadi urusanmu?
kalau memang itu masalahnya. Aku siap kok.. untuk menunggu. Memperhatikan proses demi proses perubahanmu.

aku ingat.. ingat dengan sangat jelas.
saat itu,
saat yang menjadi latar belakang kedekatan kita, ukhuwah kita...

kau berkata : (kurang lebih begini)
"Aku cape Bel, mereka ingin aku berubah.. tapi mereka nggak mau tau prosesnya. mereka cuma mau tau aku berubah. tanpa mau membantuku untuk berubah."

kau tahu? saat itu aku menjawab dalam hati, "aku akan buktikan.. ada kok, yang tidak hanya ingin melihat hasil, tapi juga mengamati proses, menerima proses."
Adakah aku sudah menerima proses? Tell me..

Maka aku belum bisa memenuhi jawabanku atas pertanyaanmu kalau sekarang aku justru menyakitimu dengan cara yang sama dengan mereka.


sekali lagi.. ingin kubacakan padamu :


Pernah ada masa-masa dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai

(benarkah sekarang kita sedang saling meniadai?)


di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan diatas iman
bahkan saling nasehat pun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

(ahh.. mungkin iya, aku habis dimakan api tanpa pernah menerangi)



Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
pada amal shalih yang menjulang bercabang-cabang
pada akhlak yang manis, lembut, dan wangi
hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya


Pertanyaannya, maukah kita kembali pada iman yang menerangi hati?
pada amal shalih? pada akhlak manis nan lembut dan wangi?
hingga ukhuwah ini kembali tegak dan tak lagi pincang?

bukankah menjalin silaturahim adalah kewajiban?

Bukan Sekedar Hobi

September 26, 2011 0 Comments
Kalau sebagian orang hanya melakukan hobi di waktu luangnya, mungkin tak benar kalau kujawab menulis sebagai hobiku. Menulis sudah menjadi bagian hidupku, sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi baik di waktu senggang maupun di waktu sibuk. Sebuah kebutuhan yang tidak hanya muncul kala aku bersedih dan terluka, tapi juga hadir kala bahagia hinggap di ujung senyumku.


Karena merangkai kata bagiku

adalah hiburan atas segala pilu

P3K atas segala luka

ekspresi atas segala ria

Menulis memberikan banyak manfaat bagiku, lewat menulis aku bisa mengekspresikan ide dan rasa yang berkelebat di otak dan hatiku. Dengan tulisan, aku bisa menjabar makna yang tak tersentuh oleh suara, meski kata terkadang masih enggan memeluknya.

Dengan menulis, satu demi satu pengetahuan serta ilmu kurajut, untuk selanjutnya kubagikan pada semua yang ingin memilikinya. Sebuah sarana bagiku untuk berbagi ilmu tanpa perlu bertatap muka dengan yang ingin menerima ilmu.

Sebuah tulisan mengetuk hati dan pikiran pembaca dengan lembut. Maka nasihat terasa lebih nyaman disimak, karena hanya sang pembaca dan Allah yang tahu ada rasa bersalah yang hinggap kala seseorang membaca tulisan berisi nasihat. Atau inspirasi yang yang tiba-tiba meloncat keluar dari pikiran kita karena sebuah tulisan. Maka insya Allah, menulis juga memberiku sarana untuk amar ma’ruf nahi mungkar tanpa berteriak keras, atau berbisik-bisik, hingga yang diberi nasihat merasa tersinggung dan hilang harga diri.

Itulah sebabnya aku sangat suka kata-kata Salim a. Fillah yang satu ini : “Menulis itu berkah. Dengan menulis saya bisa menyapa ribuan manusia; tak sekedar sapa, tapi sapaan dakwah. Dengan menulis, saya merekam jejak-jejak pemahaman saya, mengikat ilmu, lalu melihatnya kembali untuk –sesekali- menertawakannya”.

Menulis, memberikan kita kebebasan untuk memilih siapa yang berhak membaca. Ia diam namun berkata banyak. Terkesan sunyi, namun semarak. Tergantung pilihan kita, yang pertamakah atau yang kedua. Jikapun pilihan pertama yang kupilih, maka tulisan menjadi jejak-jejak yang ingin kunikmati sendiri, pengingat pribadi, sesuatu yang tak ingin kubagi pada yang lain kecuali pada Sang Maha Mengetahui. Jika pilihan kedua yang kupilih, maka ia adalah benih yang ingin kutebar. Yang kuharap suatu saat nanti akan bersemi abadi.

Sunday, September 25, 2011

Senyum :)

September 25, 2011 0 Comments
Aku tersenyum. Walau keadaan tidak memungkinkanku untuk tersenyum. Ahhh.. kau tahu? Senyum seperti sebuah keajaiban tersendiri bagiku. Cuma dengan energi yang tak banyak, untuk melengkungkan senyum di bibir, seketika dapat menghadirkan ribuah energi. waw!

Percaya tidak percaya, senyum adalah aktivitas unik yang banyak membawa berkah. Ingatkah kau hadist tentang senyum, bahwa senyum adalah sedekah. Cuma dengan sebuah senyum kita bisa bersedekah tiap hari. Ringan bukan?

Pernah denger, pernyataan kalau bukan hanya perasaan yang diwujudkan oleh ekspresi wajah, tapi juga sebaliknya. sebuah ekspresi wajah juga akan memunculkan rasa.
percaya nggak percaya, aku ngerasain dan ngebuktiin kalau bukan hanya karena kita bahagia kita lantas tersenyum. tapi juga karena kita tersenyum, lantas buncah kebahagiaan muncul di hati.

Tersenyum memberi ketenangan dan rasa indah di hati kita maupun hati orang lain. pernahkah merasakan ikut senang ketika melihat orang lain tersenyum bahagia? atau ikut menjadi bad mood gara-gara orang lain cemberut? seperti itulah.. senyum tidak hanya berdampak bagi kita, tapi juga untuk orang lain.

Itulah mengapa aku memilih menjadi pecinta senyum, alhamdulillah hampir semua sahabatku mengakui, kalau aku lebih sering terlihat ceria ketimbang murung. sekalipun kondisinya tidak memungkinkan, aku akan tetap berusaha untuk tersenyum pada siapapun. I don't want to show my sadness. Bukan hanya karena aku memang dasarnya seorang yang tertutup. Bukan hanya itu, tapi karena aku tahu betapa tersiksanya ketika melihat orang lain murung. Aku bisa saja ikut menangis saat melihat orang lain menangis, ikut badmood kalau temenku lagi uring-uringan. Rasanya nggak enak banget di sini (baca: di hati).

Tapi bukankah semua orang butuh air mata juga? Ia juga butuh mengekspresikan kesedihannya pada seseorang?

Tentu jawabannya iya. Semua orang butuh menangis, hanya saja bagiku.. ada waktu-waktu tertentu untuk itu. Bukan setiap saat kita selalu mengikuti perasaan hati yang sedang kelabu, lantas cemberut, pundung, dan menangis. Sometimes you need to, but not everytime you want to.

kalau aku sendiri, cukuplah hanya orang-orang terdekat dan terpercaya yang melihatku menangis. Yang menyeka tangisku walau hanya dengan kata-kata penyemangat, atau dengan diam dan menyimak.

Bagiku, kalau kita bisa tidak mengikutkan orang-orang terdekat dalam kesedihan kita, kenapa tidak? Saat tangis tak dapat lagi terbendung. berkhalwatlah dengan Allah. Bacalah alquran, berbincanglah dengannya. Menangislah di hadapan Allah.. ceritakan padanya semua beban yang memberatkan langkahmu, semua keluh kesahmu, bukankah ia sebaik-baiknya tempat mengadu? Mintalah padaNya, agar IA memberimu kekuatan dalam menghadapi semua hal, karena sungguh segala daya hanya milik Allah. Memohonlah.. dengan santun, memohonlah bantuannya, sesungguhNya ia sebaik-baik Penolong. Jangan khawatir, Ia akan selalu mendengar doamu. selalu.

"Tersenyumlah.. walau hatimu mungkin menangis.
Tersenyumlah.. bukan berarti ia palsu
Karena tersenyum.. terkadang lebih halus menyentuh luka,
tanpa perlu picu lara"

Tersenyumlah, dan jutaan keajaiban akan muncul satu per satu. membuatmu semakin malu untuk menangis. sungguh, sebenarnya ada terlalu banyak hal yang membuat kita tersenyum ketimbang hal-hal yang membuat kita menangis (menangis sedih).


:) So, keep smile!

Indonesia, Here I Come!

September 25, 2011 2 Comments
Bismillahirrahmanirrahim..


Menjelajah tanah air kita hanya berbekal keinginan kuat dan kebutuhan lain secukupnya. Bukan sekedar untuk bersenang-senang belaka, tapi untuk mengenal indonesia lebih dekat, agar kita semakin mencintai indonesia.

Siapa yang mengaku warga negara Indonesia? Ayo.. jangan malu-malu mengangkat tangan dan katakan Aku warga Indonesia. Sebagai warga negara yang baik, kita wajib mencintai Indonesia. Seperti pepatah lama ‘tak kenal maka tak sayang’, untuk mencintai Indonesia kita harus mengenal indonesia terlebih dahulu.

Ada banyak cara untuk mengenal indonesia, kita bisa mengenal indonesia lewat visual yaitu lewat bacaan, audio (dengan cara mendengarkan lagu-lagu daerah indonesia misalnya), atau gabungan dari keduanya. Salah satu cara yang menarik yaitu, dengan pengalaman langsung. Ketika kau melihat indonesia, bukan melalui mata kamera, tapi melalui kedua bola matamu sendiri. Bukan hanya mendengar desingnya lewat kabar burung, tapi benar-benar lewat indramu, kau rasakan tanpa ada perantara yang menyalurkannya. Ya, apalagi kalau bukan keliling Indonesia.

Hambatan biaya? Kenapa tidak coba backpacking? Kalau biasanya orang-orang melakukan backpacking untuk tujuan vacation atau ‘plesiran’, maka kali ini.. niatkan rencana travellingmu kali ini untuk mengenal Indonesia lebih dekat.

Dua orang jurnalis sudah pernah melakukannya, mereka adalah Farid Gaban dan Ahmad Yunus. Berbekal niat yang kuat, mereka mengelilingi Indonesia.. menjelajah pulau-pulau terluar Indonesia yang jarang terjamah. Kemudian menuliskan pengalaman mereka dalam sebuah buku berjudul ‘Meraba Indonesia’, untuk kembali membuka mata warga Indonesia tentang sejarah masyarakat yang selama ini terlupakan, baik oleh pemerintah maupun arus media utama.

Dengan menjelajah bumi dan mengarungi laut Indonesia, kita akan menemuka pemandangan idah yang tidak dapat kau temukan di negara lain. Kita akan sadar dan setuju, betapa Indonesia adalah negara yang kaya, negara yang dipenuhi keindahan alam, zambrud khatulistiwa, permatanya dunia. Mungkin pernyataan di atas terkesan hanya klise belaka. Namun menurut Ahmad Yunus, justru dengan mengungkap terus-menerus fakta bahwa kita memang kaya, akan membangkitkan semangat kita untuk menengok kembali Indonesia dan terus mencintai negeri ini.

Dengan melihat Indonesia lebih dekat, kita belajar untuk tahu dan mengerti masalah-masalah apa saja yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia. Lalu bukan sekedar diam dan menyimak permasalahan pelik yang kita temui saat menjelajah bumi pertiwi, namun kemudian menganalisis dan mencoba mencari penyelesaian masalah tersebut. Bukankah itu merupakan tugas kita sebagai generasi muda Bangsa Indonesia? Generasi yang kelak akan memimpin bangsa ini menuju masa depan yang lebih cerah.

Lewat perjalanan menyelisip sendi-sendi kehidupan Indonesia dari dekat, kita diingatkan kembali, atau bisa jadi baru tahu tentang sejarah bangsa Indonesia. Tentang penjaringan ratusan pemuda bertato dalam operasi militer yang dikenal dengan Penembakan Misterius (Petrus) pada tahun 80-an yang sempat meneror suku mentawai yang memang identik dengan tato. Atau daerah Sampit yang pada kurun 1997-1999 yang merupakan salah satu daerah konflik berdarah antara etnis Madura dan Dayak. Dan banyak lagi sejarah indonesia yang akan membantu kita lebih mengenal Indonesia, untuk lebih mencintai bangsa kita.

Di sela-sela perjalan mengelilingi Indonesia, mungkin matamu akan merasa pedih melihat fakta Indonesia dari dekat. Karena Ahmad Yunus pun bertutur, “Menulis Indonesia, bagai mengupas sebiji bawang. Lapisan demi lapisan menguak sejarah, namun begitu terkuak mata kita perih karenanya.” Seperti itulah yang ia rasakan tiap kali mencatat kisah perjalanannya. Coba kita tengok Mentawai di sebelah barat Sumatra Barat, perdagangan satwa ilegal banyak terjadi di pulau yang menjadi habitat flora dan fauna endemik ini. Belum lagi kebakaran hutan yang sering terjadi di Kalimantan tiap musim kering, akibat angin kering dan matahari yang membakar gambut. Atau, masyarakat Kolo (sebuah pulau di dekat kendari) yang semakin terasing di negeri mereka sendiri. Dan rasa pedih lain, yang harus kau paksa bertahan demi mengupas bawang ‘Indonesia’.

Pertanyaannya sekarang, adakah orang yang ingin dan mau berkeliling Indonesia, berbackpacking ria bukan untuk sekedar berlibur? Kurang lebih begini jawaban Ahmad Yunus, “Saya yakin saya tidak sendirian. Masih banyak orang yang memiliki perasaan yang sama (cinta pada Indonesia). Mereka bermimpi ingin tahu bagaimana wajah Indonesia yang sebenarnya. Mereka menyusuri perjalanan dari Sabang hingga Merauke. Keindahan, juga kegetiran, Nusantara akan melekat dalam benak orang yang pernah dan punya pengalaman berkeliling Indonesia.”

Kaliankah salah satu dari mereka? Mari mengenal Indonesia dari dekat!