Follow Me

Sunday, August 30, 2020

Betty Ta Iye

August 30, 2020 0 Comments
Bismillah.

#bukukenangan

Selain menemukan sesuatu yang sudah kurelakan hilang, dua pekan kemarin aku juga menemukan buku ini. Sebuah buku fiksi "serial" karya Fauzan Muttaqien berjudul Betty Ta Iye.


Buku ini kubeli di acara bazaar buku di gedung Pascalis Hall. Kebetulan gedungnya berada di jalan pulang rumah dari SMP ke rumahku. Aku dulu biasa berangkat dan pulang jalan kaki saat SMP. Tiap hari aku mampir dong sepulang sekolah, cuci mata, ngelihat banyak buku. Ada dua buku yang kubeli, buku Betty Ta Iye dan juga sebuah novel Diary Minni.

Dari novel diary minni, aku mencatat sebait puisi yang sampai sekarang masih kusukai. Puisi yang mengingatkanku untuk tidak tergerus arus.

Bilaku harus seperti mereka, akulah buih itu 
bilaku mengikuti mereka, akulah debu pada angin. 
bilaku kehilangan diriku sendiri, akulah kelopak bunga 
ditinggal gugur kembang dan keindahannya

- M. Irfan Hidayatullah dalam Novel "Diary Minni" terbitan Gema Insani

Beda dengan Diary Minni yang merupakan sebuah novel. Betty Ta Iye adalah serial, semacam kumpulan cerpen namun dengan tokoh dan setting yang sama. Cerita tentang Ibnu cs, dan kehidupan di sekitarnya. Oh ya, meski bukan novel komik seperti Olin, tapi buku fiksi yang target pasarnya remaja ini dihiasi dengan ilustrasi.

Pokoknya bacaanku pas SMP dulu setipe lah hehe. Detektif double F, Latansa Male Cafe, Olin, trus Faris dan Haji Obet.

Betty Ta Iye ini banyak ngingetin aku sama buku Faris dan Haji Obet karena bawaannya kocak. Kemarin pas nemu, aku baca ulang sekilas dan cepat. Dibuat banyak senyum dan ketawa.

Banyak banget nama plesetan, dari nama orang terkenal jaman dulu. Pokoknya tiap paragrafnya bikin senyum. Ini contoh salah satu halaman di dalamnya. 



Kisah di atas tentang seorang siswa yang mau bunuh diri karena habis putus cinta, judulnya 14 Februari Berdarah. Setting cerita buku ini di SMA, tokoh utamanya Ibnu cs. Ibnu tokoh protagonis yang "perfect", teman yang lain ada Kautsar, Hamzah, Akin, Ahmad, Setya dan Nashr. Tokoh favoritku Hamzah, karakternya unik, jadi hampir selalu terlihat di setiap cerita

Oh ya, seingetku, serial Ibnu cs yang pernah kubaca bukan cuma buku Betty Ta Iye. Rasanya ingat baca buku saat Ibnu cs liburan ke suatu kampung/desa. Bukunya baca di perpustakaan kayanya. Tapi lupa judulnya, dan aku googling juga ga nemu. Entahlah mungkin aku yang salah ingat. Itu buku lain dengan penulis yang berbeda.

Menemukan kembali buku kenangan membuatku bertanya-tanya, kalau anak-anak SMP sekarang bacaannya apa ya? Ada gak buku semacam ini? Yang ringan dan tipis. Kalau cem Andrea Hirata, Tere Liye, itu kan novel-novel tebel ya hehe. Relatif sih memang. Dulu temen SMP-ku yang rajin baca juga biasa namatin harry potter hehe. Tapi buat pembaca pemula, dan yang suka baca buku tipis dengan dan ringan, ada ga ya bacaan kaya gini? Atau sekarang jamannya konten digital ya? Ga baca buku, adanya baca stories ig keren yang sampai titik-titik. Ga baca buku, tapi dengerin podcast. Semoga sih begitu ya, semoga ga kalah oleh serangan entertainment dan game yang menyerbu dari berbagai arah. *ah, ngomong apa kamu bell... liat ke cermin dulu please.

Terakhir, buat kamu yang dulu pernah suka baca, apa buku kenanganmu? Coba tulisin hehe. Komik juga gapapa, tapi ditulis juga pelajaran yang kamu dapet dari komik tersebut hehe. Kalau kata salah satu dosen STEI, di Naruto ada banyak banget pelajaran yang bisa diambil. Katanya sih... aku belum pernah baca/nonton soalnya.

Semangat baca semua~

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.




Untuk Anna

August 30, 2020 0 Comments
Bismillah.



Untuk seorang sahabat yang membawa banyak kebaikan dalam hidupku.

***

Pagi itu, sebuah link video kajian masuk di sebuah grup whatsapp. Kajian sebuah kitab episode kedua. Aku membukanya, mendengarkan sebagian dalam kondisi agak mengantuk. Isi di dalamnya, ustadz yang menyampaikan kajiannya, mengingatkanku pada halaqah awal aku kuliah di Bandung.

Pagi itu, kajiannya aku pause sejenak, letikan ide membuatku tergerak untuk menulis sebuah surat terimakasih untuk seseorang. Seseorang yang mengantarkanku dan mendampingiku belajar islam.

Aku mengenal Anna sejak kelas 11, di sebuah pembinaan olimpiade fisika. Kami berdua perempuan, sisanya empat atau lima orang lainnya laki-laki. Sejak itu kami jadi dekat. Aku ingat Anna banyak bercerita tentang perjalanannya belajar islam. Ia memberiku tumpukan file berisi materi-materi pelajaran islam. Kumpulan artikel, tanya-jawab, dll.

Persahabatan kami terus terjalin, karena qadarullah kami melanjutkan kuliah di institut dan fakultas yang sama. Meski kami tidak pernah tinggal di rumah kos yang sama, beda kelas juga, tapi kami masih sering menghabiskan aktivitas bersama.

Lewat Anna, aku diajakin ikut kajian-kajian, mengenal Ustadz Abu Ezra (lewat mba Nisaa yang sekosan sama Anna), daftar PAI PIMPIN Bandung, termasuk juga mengenal ustadz Nouman Ali Khan dan gabung grup wa NAK Indonesia juga atas ajakan Anna.

Menulis ini mengingatkanku satu hari di November 2016, hari itu semacam penghibur untukku, satu hari itu seolah jawab doa Allah untukku. Bahwa aku tidak sendiri, bahwa aku tidak boleh tenggelam dalam kesedihan.

***

Kata terima kasih tidak cukup untuk menggambarkan perasaan syukurku, karena mengenal dan menjadi sahabat Anna. Semoga Allah memberikan balasan yang jauh lebih baik, atas setiap jejak kebaikan yang sampai kini masih aku rasakan manisnya. Semoga ikatan ukhuwah ini mengantarkan kami sampai jannahNya. Aamiin.

Thursday, August 27, 2020

Tentang A*

August 27, 2020 0 Comments

Bismillah.

Rasanya seperti energiku sudah habis, sehingga enggan untuk kembali. Rasanya seperti, motivasinya menguap. Aku tidak punya alasan untuk melangkah maju. Tapi aku paham lari bukan pilihan. Ingin rasanya mengobrol dan membicarakan hal ini secara gamblang. Bahwa rasanya aku ingin menyerah sebelum mencoba.

***

Paragraf itu aku tulis, berniat berkeluh kesah di sini, daripada disimpan rapat kemudian aku berdalih ingin sendiri padahal sebenarnya sedang lari dari masalah.

Alhamdulillah kemarin sudah berani menemui masalahnya, diberikan kemudahan dan jalannya sama Allah. Tinggal gimana aku mengisi bensin energi dan motivasi, tinggal gimana aku belajar bertanggung jawab dan menyelesaikan yang harus tuntas.

***

Sebenarnya masih ada yang ingin aku tulis di sini. Tentang konflik dalam diriku yang membuatku enggan maju. Tentang komersialisasi, ah, susah kalau nulisnya ditutup-tutupi begini. Ada yang masih ingin kutanyakan tentang A*, detail prosesnya, step-stepnya, bagaimana nanti jika ini dan itu.

Sebenarnya masih ada yang ingin aku tulis di sini. Tentang konflik dalam diriku yang membuatku enggan maju. Bagaimana jika ada yang tidak layak? Masih kurang? Ah, siapa lah aku untuk menilai itu. hmmmmm. Bekacalah bell. Apakah kamu ingin hanya menjadi penonton? Bukan pemain.

Sebenarnya masih ada yang ingin aku diskusikan di sana. Rasanya masih butuh teman diskusi secara gamblang, denotasi, tanpa perlu mengabstrak begini. Tapi pada siapa? Aku ga nyaman tanya di grup. Tapi mau pm ke siapa gatahu. hmmm. Ingin meminta bantuan, tapi seperti biasa ragu.

***

Terakhir, pengingat untuk diri:


He says, (فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ) (QS Al-Insyirah: 7).

Very powerful words. When you find yourself free, exhaust yourself. When you find yourself free, exhaust yourself. And what in the world does that have to do with… ease and difficulty? Allah does not want you and me sitting idle. When we are in difficulty, Allah actually wants us to exhaust ourselves.

You see other people when they find themselves in difficulty. They sit back and start giving up. They get depressed, they get anxious, they start quitting, they take a backseat.

But the believer because of these ayah, “Oh, you’re in difficulty.” Well the moment you find yourself having free time, of any kind. Exhaust yourself, put yourself to work, make yourself productive.

The ulama would comment exhaustively on this ayah. When you free yourself from da’wah, busy yourself with, you know, ‘ibadah. When you free yourself from ‘ibadah, busy yourself with da’wah. Like the Prophets (ﷺ), every time he’s exhausted from one task. He needs to busy himself with the other tasks.

The question is how much free time do you and I spend, thinking about how terrible life is, sitting there doing nothing, letting our mind take us around in circles. While we sit there, completely unproductive, completely paralyzed. And Allah says, you have way too much free time on your hands and you’re not exhausting yourself. When you’re not exhausting yourself, you are allowing the difficulty to win.

And if you don’t, the ayah starts with a (ف). Which is called (فَ – اَلسَّبَبِيَّة). “Therefore.”

“Because you want ease to come, you better exhaust yourself.”

As a result of learning this, you better put yourself to work. So you and I have to actually live meaningful productive lives.

Sometimes it is easy to become overwhelmed with the experiences that we’re having. It’s easy to become overwhelmed with sadness, or grief, or nervousness, or anxiety. It’s okay to do that, but we have to learn to fight through that, through Allah’s words. Find the strength to actually put ourselves to work and busy ourselves with something.

- Nouman Ali Khan, A Life of Ease 

Sunday, August 23, 2020

Mengobrol dengan Ibu

August 23, 2020 0 Comments
Bismillah.

in frame: mba ita dan tsabita

Kapan terakhir kali mengobrol dengan ibu? Apa topik yang sering jadi bahan obrolan?

***

Beberapa hari ini, baru ngerasain kalau ternyata aku lebih banyak ngobrol dengan Ayah dan kakak. Jarang, atau ga pernah ngobrol panjang dan dalam sama Ibu. Sejak dulu, yang rajin ngobrol dengan ibu adalah kakak. Semua hal diobrolin, termasuk obrolanku dan kakakku, disampaikan juga ke ibu.

Beberapa hari/pekan ini, aku banyak terlibat obrolan dengan ibu. Ga panjang banget memang, tapi setiap obrolan meninggalkan jejak yang ingin kurekam di sini. Cerita masa lalu, bagaimana ibu waktu kecil, bagaimana Embah begitu banyak mengisi hidup ibu. Cerita perjuangan ibu saat aku masih kanak-kanak, masih belum paham banyak hal, masih sibuk dengan urusan sekolah dan kawan-kawannya. Bagaimana tiap episode membentuk Ibu menjadi seperti sekarang.

Bagaimana bisa seseorang yang menderita asma bisa sekuat itu, energinya seolah tidak pernah habis. Cintanya seolah selalu melimpah untuk kami, selalu lemah lembut, bisa mengelola emosi dengan baik. Kami tahu kapan Ibu marah, atau sedih, tapi sikap yang diambilnya, intonasi suaranya, emosinya tidak pernah dilempar dilampiaskan pada orang lain.

Aku harus belajar lebih banyak dari Ibu. Tentang ketulusannya. Bagaimana setiap sendi kehidupannya dijadikan ibadah, dijadikan sedekah. Belajar tentang betapa mudahnya tangannya memberi dan berbagi. Malu kalau menilik diri, yang lebih banyak berhitung dan berkalkulasi. Lupa, lupa akan ayat dan janji-Nya, bahwa yang kita infakkan di jalan Allah, akan Allah ganti lebih baik, berlipat-lipat balasannya.

***

Kapan terakhir kali mengobrol dengan ibu? Meninggalkan sejenak kesibukan diri yang seolah tidak henti mendera.

Kapan terakhir kali mendengarkan obrolan ibu? Menyimak seksama, sembari menyadari betapa berat beban yang dipikul pundak yang sudah tidak muda itu. Takjub sekaligus terharu, kemudian bersyukur masih diberi kesempatan merasakan hangat cinta darinya.

Terakhir, jika pun kita tidak bisa mengobrol dengan ibu, sempatkan mengobrol dengan Allah sembari mengufukkan doa-doa terbaik untuk ibu. Allah sedia setiap waktu mendengarkan kita. Allah dekat. Allah menjawab doa-doa kita.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi minamal satu cerita dalam satu minggu.

Wednesday, August 19, 2020

Masih Belum Mengerti

August 19, 2020 0 Comments
Bismillah.



Aku masih belum mengerti. Masih hampir selalu merugi. Tapi aku, tak ingin henti. Meski jujur, aku takut yang tertulis di sini hanya topeng, yang menutup bagian buruk rupa diri. Dan setelah menulis ini, apakah pilihanmu menjadi berbeda?

Allahua'lam.

Take A Step Back

August 19, 2020 0 Comments
Bismillah.



Kadang kita memang perlu memberi diri kita jarak dan waktu terhadap sesuatu. Mundur selangkah. Menahan diri dan pergi sejenak. Dari jarak dan waktu itu, kita akan belajar dan menyadari beberapa hal.

***

I take a step back. And everything becomes clear.

Tadinya aku diliputi kabut perasanku, tidak bisa melihat dengan jelas. Tapi dengan mengambil jarak dan waktu, aku jadi lebih jelas melihat. Aku jadi tahu, bahwa ketakutan yang kemarin-kemarin hadir, adalah karena aku mengikat perasaanku dengan harapan masa depan. Padahal tidak ada yang pasti di masa depan, kecuali kematian, dan hari kebangkitan. Tidak ada yang pasti, kecuali yang ditetapkan oleh-Nya.

I take a step back. And I understand my feeling more.

Perasaan yang tadinya hanya meliputi, terkadang merabunkan pandangan, terkadang membuat sesak dada. Perasaan yang tadinya hanya meliputi, membuat tersenyum sendiri setiap kali melihatnya. Seperti harta karun yang disimpan baik-baik. Jangan biarkan ada yang tahu. Ternyata perasaan itu bentuknya begini, warnanya begitu. Rasanya? Kalau rasanya aku sudah tahu sebelum mundur selangkah, karena tiap hari aku menghirupnya. Tapi setelah aku mundur selangkah, aku lebih paham akan perasaan tersebut. Bagaimana ia pertama kali datang, dengan nada dan kata apa ia pertama menyapa. Bagaimana ia tumbuh, kuncup kemudian berbunga. Aku menjadi lebih paham bagaimana caranya agar perasaan tersebut tidak merabunkan pandangan, langkah apa yang harus kuingat agar dadaku tidak menjadi sesak karena menghirupnya.

I take a step back. And I become more calm.

Rasa tenang itu Allah hadirkan saat aku mundur selangkah. Allah tahu mengapa aku mundur selangkah. Allah tahu ketakutanku. Allah tahu dan Allah mendengar rahasia-rahasia kecil yang kubagikan hanya untuk-Nya. Terkadang dalam untaian doa. Lain waktu dalam tulisan-tulisan yang hanya dibaca aku, dan diri-Nya.

Allah seolah mengajarkanku lewat proses ini, Bahwa saat aku butuh jarak dan waktu, untuk menjauh sejenak, mundur selangkah dari sesuatu, saat itu seharusnya aku isi dengan banyak hal yang mengingatkanku pada-Nya. It's not easy, and need effort. But it's worth the fight. Karena hanya dengan begitu, kita akan menyadari bahwa hal itu, sesuatu yang kita jauhi sejenak itu. The things we take a step back from, it is actually nothing. Or even if it is something, it's value is less less less less than Him.

**aku ingin mengeja kalimat takbir. tapi aku takut, takut karena aku belum benar-benar mengamalkannya. TT Allahuakbar, allahu akbar. I wish every second I remember that phrase. That Allah is always bigger than anything in my life. That I should be careful, cause the one who sees everything is watching me. 

***

Kutulis ini untuk mengingatkan diri. Jika di waktu lain kamu merasa begitu kewalahan menghadapi ini dan itu. Terlalu disibukkan dengan perasaan itu dan ini. It's okay to take a step back. Mundur selangkah. Beri dirimu jarak dan waktu. Gapapa, asal habis itu ga melarikan diri wkwkwkwk.

Jangan lari dari masalah ya. Kau sudah mencicip sendiri, pahitnya akibat lari dari masalah. Jangan diulangi. Kalaupun benar-benar ingin lari, larilah kepada-Nya. He'll give you peace, and strength, and courage, so that you can face it. You just have to face it, the solution is already given. Kemudahan itu datang bersama kesulitan. Ya, bukan kesulitan yang datang bersama kemudahan. Tapi kemudahan yang datang bersama kesulitan. Allah wants ease for you. Allah wants many ease for you, for your life. Karena IA menginginkan limpahan kemudahan, karena itu, IA memberimu sedikit kesulitan.

Allahua'lam.


Sunday, August 16, 2020

Benarkah Luka Pengasuhan?

August 16, 2020 0 Comments
Bismillah.



Ada yang berubah. Paradigma/perspektifku tentang frase "luka pengasuhan" berubah.

***

Sebelumnya aku cuma tahu dari kabar yang beredar saja. Jadi luka pengasuhan itu semacam innerchild dari proses pengasuhan waktu kecil. Karena innerchild penyebabnya bukan cuma dari pengasuhan bisa juga dari kejadian di masa lalu kita, kalau case aku, dari pertemanan saat SMP. Bahkan, pernah baca juga, innerchild bisa jadi masa lalu ga harus waktu masa kecil, bisa jadi beberapa tahun yang lalu. Dan satu lagi, innerchild bisa jadi positif, jangan disempitkan jadi negatif ya hehe.

Oh ya, karena tulisan ini gak fokus ke innerchild, silahkan cari definisi dan hal-hal lain tentang innerchild di tempat lain hehe. Googling, atau baca buku, nonton video di youtube, dll.

Balik ke topik awal. Persepsiku dan paradigmaku tentang "luka pengasuhan" berubah. Dulu pas tahu sedikit tentang luka pengasuhan, aku jadi sering sok tahu.

Aku pernah menyimpulkan, bahwa rasa insecure seorang anak perempuan terhadap fisiknya, merasa tidak cantik, tidak PD, dll, itu salah satunya karena luka pengasuhan. Jadi pas kecil ga ada yang memujinya cantik, dan itu berefek sampai dewasa. Dewasa jadi cari penerimaan di tempat yang salah, biasanya ke lawan jenis.

Kesimpulan tersebut mungkin ga sepenuhnya salah. Tapi aku punya kesalahan fatal, tolong jangan ditiru. Jadi pernah aku dapet curhat dari temen, juga melihat rasa insecure-nya, aku lalu menjustifikasi bahwa sikapnya yang sekarang itu karena luka pengasuhan. Aku salah. Aku terlalu cepat menjatuhkan justifikasi seolah kesalahan itu berada di orangtuanya. Sampai.. sampai suatu waktu Allah berbaik hati memberitahuku kesalahanku.

Jadi waktu itu diskusi pekanan di grup wa NAK Indonesia. Lalu salah seorang anggota membagikan video, judulnya Mitos Luka Pengasuhan. Videonya boleh banget ditonton di sini:


Videonya cuma 15 menitan tapi jleb! Seketika aku berasa di skak mat, diam dan malu sendiri. Ini balik lagi ke konsep proaktif di 7 habits. Jangan sampai pengetahuan kita yang super sedikit tentang frase "luka pengasuhan" membuat kita mudah menyalahkan orang lain. Harusnya yang pertama dilakukan itu menyalahkan muhasabah diri.

Jujur kaya ditampar, sadar woy Bell! Siapa kamu, tahu ceritanya cuma cuplikan, cuma satu keping puzzle saja. Tapi sudah berani menyalahkan orang lain, orangtua orang lain. TT. Astaghfirullah. Maafkan aku...

Dari situ aku jadi belajar untuk lebih berhati-hati menyimpulkan. Apalagi aku gatau apa-apa. Lebih baik diam dan menyimak. Gak usah ikut bicara tentang "luka pengasuhan". You don't know anything, let's just be quiet and listen.

***

Oh ya, saat menulis ini, aku juga teringat sebuah percakapan di grup wa lain. di grup wa LYS (Love Yourself) Jateng.

Jadi qadarullah pas banget beberapa hari setelah nonton video tersebut, bahasan tentang luka pengasuhan naik di grup LYS Jateng. Dan aku akhirnya ikutan share link itu. Because I feel more people should watch this video before they speak about those phrase.

Terus ada salah satu yang meresponku,

Mungkin mbak Bella belum pernah ya dapat KDRT dari orang tua? Aku kalau mau cerita vulgar sangat mengerikan. Tapi sudahlah buat aku sendiri saja. Buat pembelajaran aku saja. Dan cukup aku saja yang merasakan. Jangan anak-anakku.
Aku jawab, aku memang belum pernah merasakan atau menyaksikan KDRT dari orang lain, entah itu tetangga, atau membaca kasus KDRT secara serius. Makanya sekarang aku memilih untuk diam dan menyimak untuk pembahasan tentang luka pengasuhan.

Dari respon beliau, aku jadi tahu. Bahwa bukan berarti luka pengasuhan itu tidak ada. Karena nyatanya memang ada. kekerasan yang melampaui batas, yang luka fisiknya mungkin sudah tak terlihat, tapi luka di jiwa masih menganga sehingga ini akan memberi efek buruk, jika yang bersangkutan memiliki anak. Itulah tujuannya, mengapa ada buku tentang membasuh luka pengasuhan. Untuk orang-orang yang benar-benar berjuang mengobati luka yang mungkin tidak bisa dipahami oleh orang lain kecuali dirinya dan Allah.

Tapi di sisi lain, kita juga harus paham perspektif lain. Bahwa jangan sampai kita mengkambing hitamkan orangtua, atas apa yang menjadi kesalahan kita. Karena sungguh, setiap orang akan ditanya masing-masing. Kita tidak bisa menyalahkan orang lain, saat sebenarnya kita sudah dewasa dan punya andil akan tanggung jawab diri kita.

Sebutlah case tentang rasa insecure dan percaya diri. Saat kita dewasa, seharusnya kita bisa belajar sendiri. Tentang Allah, bagaimana Allah menciptakan kita dan memperindah diri kita. Bahwa kecantikan itu sesuatu yang semu, hanya sebentar, sampai kulit kita keriput. Bahwa rasa percaya diri itu akan tumbuh bersama dengan pengetahuan kita. Saat kita belajar banyak hal, rasa percaya diri akan tumbuh. Bahwa Allah tidak memandang manusia dari hartanya, apalagi rupanya. Maka fokus kita bukan hanya memperbaiki apa yang tampak di luar, bukan hanya fisik kita. Tapi ketakwaan kita. Karena ketakwaan tersebut yang akan menyelamatkan kita dari api neraka. Ketakwaan tersebut yang akan bermanfaat di akhirat kelak, di kehidupan yang hakiki.

Terakhir, selamat belajar memperbaiki persepsi dan paradigma! Jangan malu untuk salah, wajar kamu manusia. Malu itu, kalau berhenti belajar dan nyaman dengan kesalahan. Malu itu, kalau tidak mau memperbaiki diri, atas kesalahan yang menghias hari. Malu itu, kalau tidak mau menyucikan diri, atas dosa yang menggunung. Semoga Allah memberikan kita petunjukNya, agar ketika kita salah, Allah beri tahu mana yang benar, agar saat kita tersesat Allah tunjukkan jalan yang benar. Seperti doa yang setiap hari kita langitkan. Ihdina ash-shirat al mustaqim.

Allahua'lam.

Do You Call "That" Effort?

August 16, 2020 0 Comments
Bismillah.

*selftalk **better not read this if you are not me

***

Do you call that as an effort? Really?

You just stand there holding back. You don't even leave things you must have leave behind. You don't even walk away a step.

Yes you hold your hand back, you freeze there, while saying one word in without any sound.

Think rationally, is it worth to even be called as an effort?

Come on! You can do more than that. You can do better, better than that.

Walk away please! Allah will grant you something better, far far more better that that.

Tulisan yang Ditujukan pada-Nya

August 16, 2020 0 Comments
Bismillah.

Nukil Buku "Menata Kala", Novie Ocktaviane Mufti & Khairunnisa Syaladin.

***

"Allah, maaf aku salah fokus. Pikiranku diakuisisi penuh oleh hal-hal yang kukira penting padahal tidak..." 
"Allah... Jangan biarkan aku lengah dan tergilas kerasnya urusan dunia. Tunjukkanlah aku jalan kebaikan, agar taat kepada-Mu dapat menjadi satu-satunya sumber kekuatan."
-  Novie Ocktaviane Mufti & Khairunnisa Syaladin, dalam buku Menata Kala

***

Pernahkan kamu membuat tulisan yang ditujukan pada-Nya? Atau mungkin, awalnya kamu hanya menulis monolog pikiranmu, sembari mengajak berbincang pembaca tulisanmu. Tapi kemudian kamu teringat pada-Nya, dan kamu tuliskan di tulisan yang sama, kata-kata yang ditujukan pada-Nya.

Membaca kutipan dari buku Menata Kala di atas, aku jadi teringat dan disadarkan. Bahwa adakalanya, kita merasa perlu dan butuh menulis sesuatu pada-Nya.

Karena ada kalanya kita berbincang pada-Nya bukan lewat suara, tapi lewat isak tangis yang tertahan. Ada kalanya kita berbicara pada-Nya bukan lewat suara, tapi lewat tulisan yang sengaja kita tujukan kepada-Nya. Terkadang, kita butuh seperti itu. Menuliskan surat cinta kita kepada-Nya. Mengadukan resah dan gelisah dalam kata-kata tertulis. Berdoa dalam tulisan.

Tulisan-tulisan tersebut sebagian kita simpan rapi dalam lembar diary. Sebagian dalam file-file yang hanya bisa diakses dengan password. Sebagian dipublikasikan ke blog anonim. Serta sebagian lainnya dapat juga dibaca orang lain, meski tujuan tulisan tersebut masih sama. Masih ditujukan kepada-Nya.

Dan jikapun dibaca oleh orang lain, semoga itu menjadi kebaikan, dan mengajak pada kebaikan. Dan jikapun dapat diakses oleh publik, semoga tidak ada yang bengkok dan hangus dan terbakar. Karena sejatinya, niat itu tidak hanya ada di awal tapi juga di pertengahan dan di akhir.

***

Terakhir. Biasanya aku menutup tulisan di blog ini dengan doa. Tentunya doa-doa yang kutulis dalam blog ini kutujukan kepada-Nya. Karena aku yakin Allah Maha Mengetahui. Karena aku yakin Allah Menyaksikan. Semoga doa-doa itu dikabulkan olehNya. Semoga doa-doa itu tidak sia-sia karena kelalaianku menjaga niat agar lurus dan murni. Ya Allah, Ya Muqallibal qulub, tsabbit qulubana 'ala dinik. Aamiin.

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi minamal satu cerita dalam satu minggu.


Saturday, August 15, 2020

Hilang dan Kembali

August 15, 2020 0 Comments
Bismillah.

Bagaimana rasanya menemukan kembali sesuatu yang kita kira hilang, dan sudah direlakan kepergiannya? Perasaan pertama, entahlah apa hehe. Susah mendeksripsikannya. Aku membukanya pelan, mengamati sebagian sisinya yang sudah tidak seperti dulu, ada bagian yang 'cacat'. Lalu aku bergumam pelan, ternyata di sini toh. Ternyata di sini.

***

Memori lama hadir. Memori saat aku mencarinya. Pagi itu 10 Oktober 2017. Aku rela berangkat sendiri ke suatu tempat yang sudah 5 tahun lebih tidak kukunjungi. Sendiri, menaiki angkutan pagi, turun, menyebrang, lalu berjalan sekitar 1 km. Aku ingat mengangguk pada satpam yang menjaga bangunan tersebut. Aku menuruni tangga untuk masuk gedung tua itu. Berbeda dengan gedung baru di hadapannya, lantai pertamanya lebih rendah dari jalan aspal yang memisahkah keduanya. Aspalkah? Atau paving block? Ah aku lupa.

Dari lantai satu itu aku mulai mencari, kemudian ke lantai dua, tiga, empat. Kemudian ke menelusuri ulang dan mencari lagi di lantai tiga, lantai dua, lantai satu lagi. Badanku berkeringat, tangan dan sepatuku berdebu, tapi yang kucari tidak ada.

Aku ingat mampir ke kamar mandi di lantai satu untuk mencuci tangan. Pikiran dan hatiku tidak tenang. Otakku terus berpikir, kemana dan dimana sesuatu yang kucari. Apakah hilang? Aku ingat instruksi dari ibu untuk mencarinya. Ucapan ibu yang menggerakkan kakiku untuk berusaha mencari sampai ke tempat tersebut. Aku mengingat dan jujur sedikit takut saat melihat di lantai dua terdapat kardus tempat membuang kertas dan buku bekas. Ruangan bersama di tiap lantai, kini memang kosong dari buku-buku. Terlihat jelas saat itu tidak ada lagi kegiatan dilakukan di sana. Dapur, yang dulu sempat 'hidup' saat aku tinggal di sana. Kita terlihat terbengkalai. Seolah tidak ada yang pernah mengunjunginya. Ya, kalau bisa memasak di kamar, mengapa harus masak di dapur bersama?

Aku ingat keluar dari gedung itu, menutup pelan pintu kayu tua dengan perasaan hampa. Karena yang kucari tidak kutemukan di sana. Karena yang kucari aku kira resmi hilang entah dimana dan kapan. Aku... tidak ingat.

***

Maka saat menemukannya lagi, hatiku mengajakku berbincang. Menurutmu bel, apa hikmah dari hilang dan ditemukannya lagi sesuatu ini? Mengapa Allah ingin kamu pagi itu berusaha mencari, dan menyusuri jalan itu? Seolah sebelum meninggalkan kota itu, Allah ingin kamu berkunjung lagi pada memori lama saat kamu pertama datang ke kota itu. Seolah Allah ingin menunjukkan, seperti ini caranya berusaha, kemudian pergi. Bukan sembunyi, lalu pergi.



Seolah Allah ingin menunjukkan padamu, bahwa langkah awalmu datang bergegas. Tapi saat pulang tanpa membawa apapun di tangan, langkahmu lebih ringan, kau tidak perlu cepat-cepat. Kau bisa berjalan pulang sembari melihat sekitar. Menghirup udara pagi di sana yang suhunya lebih dingin, dan lebih segar pula karena pepohonan dan hehijauan (?) di sekitar. Melihat warna lain yang mencuat di antara kehijauan, putih, oranye, merah, pink, magenta? Bunga. Bunga yang kutangkap dalam foto, saat itu aku upload ke ig, lalu masuk ke folder archive, dan lewat sana aku jadi tahu tanggal pastinya.

Maka saat menemukannya lagi, hatiku mengajakku berbincang. Menurutmu bel, apa hikmah dari hilang dan ditemukannya lagi sesuatu ini? Mengapa Allah ingin kamu menemukannya saat ini, dan bukan di waktu lain. Kenapa 2020? Bukan 2018 atau 2019? Seolah Allah ingin menunjukkan padaku, bahwa aku tidak membutuhkannya. Bahwa ada banyak yang harus aku pelajari dalam hidup karena 'hilangnya' hal tersebut. Pelajaran berbaik sangka padaNya, pelajaran untuk menjahit kembali ikatan yang renggang. Pelajaran tentang hal-hal lain yang aku sendiri tidak tahu apa saja. Maybe including the value of your self-worth, and how it doesn't determined by that kind of thing.

***

Bagaimana rasanya menemukan kembali sesuatu yang kita kira hilang, dan sudah direlakan kepergiannya? Entahlah, sampai detik ini sulit untuk mendeskripsikannya. Aku memang tersenyum, membersihkan debu-debu, kemudian memindahkannya ke lemari kaca. Ada perasaan lega. Tapi rasa senang dan lega-nya tidak terlalu tinggi. Biasa saja? Mungkin. Karena sebelumnya aku sudah merelakannya hilang. Karena dulu aku masih membutuhkannya, dan kini sudah tidak. *meski bisa jadi di masa depan akan butuh. Who knows?

Tapi meski aku tidak bisa mendeskripsikannya secara jelas. Aku ingin menuliskannya di sini. Aku ingin merekam dalam tulisan, bahwa aku pernah menemukan kembali sesuatu yang sudah aku relakan hilang.

Mungkin seni hidup memang seperti itu. Kadang kita harus belajar merelakan dan mengikhlaskan. Baru kemudian, saat tidak ada lagi keterikatan di hati, saat 'sesuatu' itu letaknya sudah tidak di hati kita, Allah mengembalikannya lagi. Karena lesson learned-nya sudah sampai.

Allahua'lam.

***

PS: Iseng pengen nambahin kalimat-kalimat yang bisa buat baper dan ambigu pembaca. wkwkwk.

"Sembari menuliskan paragraf-paragraf ini, aku bertanya-tanya. Jika saat ini aku melepasmu, merelakanmu hilang untuk selamanya dalam hidupku. Apa mungkin suatu saat nanti, kamu akan kembali kutemukan? Di belahan bumi yang selalu bumi-Nya? Di potongan waktu yang selalu waktu-Nya?"

yang ini aku hidden aja hehe. semoga tidak ada yang membaca kecuali aku.

Wednesday, August 12, 2020

Ayo Membaca Lagi!

August 12, 2020 0 Comments

Bismillah.



Sudah lama aku tidak membaca. Entah sejak kapan membaca jadi terhapus dari kegiatan harianku. Mungkin sejak negara api menyerang hehe. Aku menyadari sebenarnya makin lama, aku lebih memilih berlama-lama dengan hp. Buku tidak punya magnet yang kuat untuk membuat tanganku membukanya. Kalaupun suatu waktu dibuka, aku cuma baca satu dua halaman saja. Padahal sepekan lebih tidak membaca. Hmm.

Semalam hujan, dan aku jadi memikirkan tentang waktu luang yang terisi hal-hal nonproduktif dan tidak bermanfaat pula. Bahkan ada banyak juga pencuri-pencuri waktu yang memberi dampak buruk bagiku. Jadilah, mari kita evaluasi, apa yang hilang. Dan salah satu yang hilang adalah kebiasaan membaca yang dulu pernah dibangun. Hiks.

Mari mulai hari dengan tekad baru. Yuk baca lagi! Buat sistemnya, baca lagi tips yang pernah kau tulis, agar membaca jadi kebiasaan. Cari temen yang bisa saling mengingatkan. Karena syarat supaya ga merugi itu ga bisa sendirian, harus sama-sama.

Kalau dari penjelasan ustadz Nouman, ibarat kita terbangun, dan mendapati diri tenggelam di laut, kita ingin berenang ke atas, tapi ternyata kaki kita terantai dengan orang lain. Ingin selamat? Kita juga harus membangunkan orang lain agar sadar dan bersama-sama berenang ke atas.

Ada yang mau ikut program baca buku tiap hari? Bisa japri telegram saya ya. search aja, idnya: isabellakirei. Silahkan kirim pesan, perkenalkan diri, dan tulis kalau ingin ikut program baca tiap hari. Girls only tapi ya~

Sekian. Semangat pagi~

Tuesday, August 11, 2020

It's Raining Tonight

August 11, 2020 0 Comments
Bismillah.

Alhamdulillah. It's raining tonight.

Malam ini hujan menyapa Purwokerto.

gif from tumblr. lupa alamatnya, di save tahun 2012-an

Sebenarnya sejak pagi, awan sudah malu-malu menuangkan air berkah yang dipeluknya selama beberapa hari, atau pekan? Sudah begitu lama hujan tidak menyapa hari.

Pagi ini sedikit gerimis. Terlalu kecil dan sebentar sebenarnya untuk disebut gerimis.

Sore pun begitu. Suara ketukan kecil terdengar di genting rumah kami. Namun saat melihat ke luar, tidak ada bekas air. Seolah air hujan turun begitu ringan kemudian menguap lagi.

Tapi malam ini, selepas magrib, airnya mengalir.
Mengobati rindu dedaunan dan tanah yang mengering, sebagian hampir mati.

Entah pertanda apa ini? Semoga ini bukan termasuk tatayyur ya hehe.

Aku tahu, aku sering mengada-ada kalau hujan turun. Menerka-nerka, selain air hujan, "ayat" apa yang sedang diturunkanNya? Keberkahan apa yang Allah semai di hati yang rindu untuk hidup kembali?

Aku tahu, aku sering mengada-ada kalau hujan turun. Menyangkut pautkan hujan dengan diriku.

Setiap kali hujan, otomatis aku teringat untuk berdoa. Doa apa yang seharusnya kulangitkan?

Setiap hujan, aku teringat tentang hati yang keras dan sekarat. Hatiku, merindukan hujan juga. Bukan hujan yang rintiknya kudengar di telinga. Hujan lain yang melembutkan hati.

Setiap hujan, aku berharap teringat tentang nikmat yang Allah limpahkan dalam hidupku. Bagaimana hujan selalu bisa menjadi penghibur piluku. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu.

Aku tahu, aku sering mengada-ada kalau hujan turun. Menyangkut pautkan hujan dengan diriku. Seolah hujan malam ini diturunkan khusus untukku. *aku tahu, egois, dan tentunya ini salah. Mana ada hujan untukku saja hehe.

Hujan ini untuk semua makhlukNya. Mulai dari rerumputan liar, pohon yang sebagian daunnya telah meranggas, nyamuk yang butuh genangan air untuk bertelur, sampai manusia, manusia yang tidak bisa hidup tanpa air.

***88

Penutup.

Ada beberapa pertanyaan, yang barangkali harus aku cari jawabannya sendiri.

Ada yang tahu, berapa ayat dalam quran yang menyebutkan tentang hujan? Dimana saja? Dalam konteks apa saja?

Ada yang tahu, berapa ayat yang menyebutkan tentang air hujan yang tawar? Dan kita seharusnya memikirkan dan bersyukur akan rasa tawar itu?

Bayangkan jika air hujan asin. Atau kalau belajar tentang biologi, atau tentang cuaca** entahlah masuknya bidang apa. Bayangkan jika hujan yang turun adalah hujan asam? Mungkinkah bumi bisa bertahan hidup? Mungkinkah kita bisa bertahan hidup?

Semoga setiap yang kita lihat, kita dengar dan kita rasakan bisa menjelma "ayat" yang mengingatkan kita padaNya. Yang membuat kita merasa takjub, melting, bersyukur, tapi juga sekaligus malu dan bersalah. Lalu kita bersegera menuju ampunan dan surgaNya. Lalu kita berlari menujuNya. Aamiin.

Allahua'lam.


Monday, August 10, 2020

Pejalananku Main Desain

August 10, 2020 0 Comments

Buka twitter buat retweet 1m1c. Trus baca ini. Trus jadi pengen reply. But noo.. Twitter jangan jadi sosmed (?), jadi tempat retweet 1m1c aja hehe.

Jadi deh capture, pindahin ke sini. Simpen draft dulu. Nantin dilanjutin.

Jawaban pertanyaan diatas:

I know canva from Aulia Azmi Masna. Temen sekolah jaman putih-abu-abu. Doi designer bukan cuma desain poster dll tapi juga desain baju. Ownernya Al Haura.

Aku kenal canva dari jamannya belum ada aplikasi. Saat masih web, masih versi beta pula. Tapi versi beta itu aja. Udah nyenengin buat main-main desain. Konsepnya cuma klik, drag, edit-edit.

***

Aku termasuk yang payah sebenarnya dalam membuat desain. Tugas corel dan photoshop jaman SMA juga begitu aja. Jauh dari bagus. Sampai aku bertemu canva? Gak juga hehe.

Meski kenal sama canva udah lama, tapi jarang make. Versi web beta dulu, harus kenceng internetnya. Trus kebutuhanku membuat desain juga belum sebanyak sekarang. Aku dulu cuma buat desain dengan cara menempelkan tulisan di foto. Dan cara paling sederhana adalah dengan power point. Aku gak kenal sama sekali sama tools photoshop, corel dll. Bukan typical anak yang suka desain.

Tapi sejak ada canva jadi banyak main desain. Ga cuma nambahin kata di atas foto, tapi juga belajar nambah elemen dll. Beberapa jejak hasil canva dari sosmedku.

ASadeepuuogusftm n16smor,ret t20g1dsidf6

 
StetpantrdSesmpaoobmtcernres 2sorc8edmrs, s201i8 | edit teks, pilih font dan kombinasi warna


January 26, 2019 | edit teks, pilih font, warna, gambar, tambah elemen


***

Sekarang, canva tuh kaya jadi tempat nyamanku untuk desain. Kalau mau desain cepat biasanya aku design di aplikasi hp. Kalau butuh lebih banyak berkreasi biasanya buka canva versi web di laptop. Karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Misal di versi web, dalam satu kotak teks, kita bisa main edit warna, ukuran, dan style. Beda dengan di aplikasi android, kalau beda ukuran teks, beda warna, beda style (bold/italic) harus beda kotak teks.

Terakhir, untuk siapapun yang baru memulai main desain. Jangan ragu untuk banyak mencoba dan latihan. Gapapa ga bagus, namanya juga belum pro hehe. Tools dan sarana untuk main desain makin banyak, ga harus download semua. Pilih satu aja gapapa, yang nyaman untukmu. Yang gak suka canva, karena harus stay connected, bisa pakai aplikasi lain. Nikmati prosesnya, berkreasi tanpa merasa terbebani.

Semangat~ jangan lupa nulis juga hehe. Jangan sampai karena bingung mau ditambahin desain/gambar apa di blog, jadi ga nulis hehe.

Sunday, August 9, 2020

5 Langkah Agar Tidak Hidup Terpaksa

August 09, 2020 0 Comments
Bismillah.



Siapa sih yang mau hidup dalam keterpaksaan? Tentu tidak ada. Tapi bagaimana caranya, agar kita tidak hidup dalam keterpaksaan?

***

1. Kenali diri 


Hal pertama yang harus kita lakukan agar tidak menjalani hidup dengan rasa terpaksa adalah mengenali diri. Saat kita mengenali diri, kita jadi paham apa yang kita sukai, apa yang membuat kita bersemangat. Sebaliknya, kita juga tahu apa yang tidak kita sukai, apa hal yang tidak bisa kita toleril/kompromikan. Kita paham di area mana kita akan merasa terpaksa dan hal itu akan membuat kita merasa tersiksa. Kita juga tahu, di bagian ini, meski kita tidak suka, tapi kita bisa saja tetap melakukannya. Saat kita tahu preferensi kita, kita jadi lebih bisa membuat pilihan. Kita tidak sekedar mengikuti arus, sampai terbawa ke tempat yang membuat kita merasa terpaksa.

2. Tentukan fokus atau tujuan hidupmu

Ini masih berkaitan dengan langkah pertama. Saat kita mengenali diri, kita bisa menentukan fokus atau tujuan hidup kita. Bidang apa yang ingin kita pelajari, dunia apa yang ingin kita tekuni, kontribusi apa yang akan kita berikan. Saat sudah punya fokus dan tujuan hidup yang spesifik, kita akan mudah melakukan cara nomer 3, yang akan menghindarkan kita dari rasa terpaksa.

Saat kita memiliki fokus dan tujuan hidup, kita akan mulai membuat rencana, mengisi hari kita dengan kegiatan yang akan menjadi tangga yang mengarahkan ke tujuan kita. Bukan orang lain atau tuntutan sosial yang mengarahkan kita harus jadi apa, tapi kita sendiri yang menentukan fokus dan tujuan hidup kita. Karena kita sudah berusaha mengenal diri kita. Karena kita sudah terlebih dahulu memiliki tujuan, akan dibawa kemana hidup kita.

3. Berani untuk berkata tidak

Salah satu hal yang membuat orang yang hidup dalam jerat rasa terpaksa, adalah tidak bisa/tidak berani berkata tidak. Saat kita menjadi "yes men", memilih untuk mengikuti pilihan orang lain, serta terbawa arus kebanyakan orang, kita akan sering merasa terpaksa. Sebaliknya, dengan kita berani berkata tidak, kita akan bisa menghindari situasi dan kondisi yang membuat kita merasa terpaksa.

Tapi keberanian untuk berkata tidak ini bergantung pada kekuatan kita untuk berkata ya pada tujuan/fokus hidup kita. Stephen R. Covey, dalam buku 7 Habits menuliskan,
"Anda harus bisa memutuskan prioritas utama Anda dan memiliki keberanian --dengan menyenangkan, sambil tersenyum, tanpa rasa menyesal-- untuk berkata "tidak" pada hal lain. Anda bisa melakukannya dengan memiliki kata "ya" yang lebih besar dan menggebu-gebu dalam diri Anda."


4. Ubah perspektif saat realita menghantam

Jika sudah melakukan tiga hal di atas, tapi realita menghantam? Ya, kita tidak bisa naif, bahwa hidup tidak hanya dipenuhi dengan hal-hal yang kita sukai. Kita akan, dan pasti menemui hal yang membuat kita merasa terpaksa. Dan jika itu terjadi, apa yang bisa lakukan? Yup, jawabannya adalah dengan cara mengubah perspektif kita.

- pikirkan sisi positif dari hal yang membuat kita terpaksa tersebut

- yakinkan diri, bahwa bisa jadi hal tersebut menjadi batu loncatan kita untuk menuju tujuan kita

- pahami bahwa kesulitan dan kemudahan itu hadir beriringan

- berprasangka baik bahwa ada pelajaran hidup yang cuma bisa kita dapatkan dari pengalaman dan perasaan terpaksa

Ada yang mau menambahkan perspektif lain? Boleh jawab di kolom komentar ^^

5. Pelajari cara untuk merdeka


Rasa terpaksa adalah salah satu bukti bahwa jiwa kita tidak merdeka. Tidak merdeka, sehingga tidak bisa memilih. Dan cara paling ampuh agar kita bisa berdamai dengan rasa terpaksa dalam hidup adalah dengan belajar memerdekakan jiwa.


Tahukah, bahwa manusia, dalam hidup akan selalu menjadi 'budak' sesuatu. Entah sesuatu itu orang, atau perusahaan, termasuk juga uang, popularitas, bahkan hawa nafsu diri. Dan satu-satunya cara untuk merdeka adalah dengan menghamba pada-Nya. Menjadi hamba-Nya akan membebaskan kita dari perbudakan lain.

Kita tidak lagi menghamba pada uang, karena kita tahu bahwa Allah Maha Memberi Rezeki. Kita tidak lagi bucin, karena kita tahu Allah mampu membolak-balik hati manusia. Kita tidak lagi merasa terpenjara di dunia yang penuh ketidaksempurnaan, karena kita tahu, kita di dunia untuk bekerja, dan memetik buahnya nanti di akhirat.

***

Oh ya, ini bulan Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Jangan cuma rayakan kemerdekaan dengan memasang bendera merah putih. Maknai kemerdekaan dengan rasa syukur. Kalau bukan karena perjuangan darah dan tinta para pahlawan, berapa banyak keterpaksaan yang harus kita derita?

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi minamal satu cerita dalam satu minggu.