Follow Me

Tuesday, July 31, 2018

Skenario Allah

July 31, 2018 0 Comments
Bismillah.

Aku selalu merasa takjub tentang silaturahim, komunikasi yang terjalin atas takdirNya. Aku paham dan tahu betul kekurangan diriku, aku.. yang jarang buka sosmed, jadi banyak ga update kabar teman, adik atau kakak yang pernah hadir di hari-hariku. Aku.. yang jarang memulai komunikasi terlebih dahulu. Tapi Allah, seringkali membuat skenario indah bagaimana komunikasi itu terjalin, silaturahim tersambung dan kami jadi saling mengaminkan doa baik untuk masing-masing. 

Seperti saat teman SDku, yang sekarang berdomisili di Bandung bertanya padaku, tentang tempat membeli sayur organik di Bandung. Aku, jadi tanya ke banyak orang, tanpa basa-basi apa kabar, langsung aja ke pertanyaan inti. 

Seorang kakak tingkat, yang pernah menjadi pembina asrama menjawab kalimat doa, "Bella, semoga kabar baik ya dirimu beserta keluarga..." kemudian memberitahuku bahwa ia juga tidak tahu dimana tempat membeli sayur organik selain di supermarket. 

Aku membaca kalimat itu mengamini, baru kemudian bertanya kabar Mba yang tegas, dan kalau diajak salaman pasti adu kekuatan cengkraman tangan hehehe. Kalau biasanya aku benci basa-basi, kali ini pertanyaan apa kabar jadi lebih ringan, karena doa baik yang ia lantunkan membuatku ingin mengetahui kabarnya. Percakapan berlanjut ini itu.. tidak lama, tapi juga tidak bisa disebut singkat.

***

Foto yang ia kirim cukup menjadi pengobat rindu. Aku mungkin bukan orang yang biasa kepo kabar teman via sosmed, ga update apakah si A sudah menikah, punya momongan, atau tinggal dimana. Tapi Allah, lewat skenarionya seolah ingin menunjukkan padaku. Kamu bisa bertanya langsung, tanpa sungkan. Seperti orang lain yang bisa bertanya langsung padaku, tanpa sungkan. Rasanya, lebih hangat dan lebih akrab bertukar kabar langsung, dan bukan dari sosial media. *atau itu cuma perasaanku aja?

Anyway, lewat tulisan ini. aku ingin mengungkapkan perasaan takjub. Alhamdulillah, atas setiap skenario Allah. Hal-hal kecil semacam ini, cukup untuk membuatku merasakan keindahan iman dan islam, keindahan hubungan dan relasi yang disandarkan pada iman. Aku mungkin memang tidak suka dan sering kesulitan basa-basi, sering pula membuat komunikasi kering, tapi lewat skenario indah Allah, semua kelemahan itu tertutup dan teratasi.

Aku yang ambivert aja, bisa merasakan seperti ini. Apalagi yang introvert ya? Hehe. Mungkin lebih kerasa lagi, bagaimana Allah memberikan skenario, bahwa menjadi introvert tidak selalu berarti sendiri, dan berdiam diri. Justru mungkin menjadi introvert artinya diberikan kesempatan untuk banyak menjadi pendengar teman-teman yang ekstrovert.

Allahua'lam. 

Bella Ga Datang Sih

July 31, 2018 0 Comments
Bismillah.

"Bella ga datang sih," ucapnya saat mengirimkan foto. Sebelumnya, saat aku mengucapkan selamat, sebenarnya aku tahu, aku bersalah. Ya, kemungkinan untuk hadir ada, tapi aku masih ingin menghindari sebisa mungkin acara semacam itu.

***

Mungkin bukan cuma aku yang merasakan seperti ini.. saat ingin menghindar menghadiri arisan keluarga besar, atau kopdar alumni (kuliah, SMA, SMP, SD), atau bahkan menghindari pengajian pekanan.  Alasan beragam, mungkin karena kita sejak dulu hidup soliter, outlier. Ngapain hadir kalau ujungnya merasa tersunyi di keramaian. Atau mungkin karena perasaan minder terhadap diri, entah itu karena sekarang jadi super gendut misal, atau karena yang lain sudah bekerja dan kita belum, atau karena yang lain sudah menikah dan kita belum, atau perasaan minder lain yang alasannya pasti berbeda-beda. Termasuk perasaan malu karena amal ibadah kita menurun drastis dibanding peserta pengajian lain. 

Bisikan perasaan was-was itu ada, dan terus dikompori oleh setan. Kenapa? Karena saat kita fokus pada perasaan minder atau inferior tersebut, kita jadi lupa untuk bersyukur atas berbagai nikmat yang masih Allah berikan. Selain itu, lebih mudah bagi setan menjebak kita saat sendiri ketimbang saat kita bersama orang lain.

Kalau sudah sampai ketahap too anxious, having some anxiety problem justru solusinya, selain mendekat pada Allah adalah memaksa diri bertemu orang-orang positif, orang-orang yang shalih dan shalihah. Kenapa? Agar kita ga ngerasa sendiri, agar kalau kita belum bisa menangkis was-was dari setan, mereka bisa bantu kita. Atau kalau masih sulit bertemu orang-orang familiar, pergilah ke masjid, shalat berjamaah di sana, nanti qadarullah bisa ikutan kajian di masjid tersebut, semoga dengan itu kita mendengar nasihat dari kalamNya. Mendekat lagi ke al quran, membacanya, mendengarkan nasihat dari dalamnya, kemudian perlahan mulai menyadari bahwa Allah mengerti perasaan tidak nyaman di hatimu, Allah akan membuatmu tenang.

Selanjutnya, semoga kau bisa tak menghindarinya. Perlahan jadi percaya diri lagi, karena lewat nasihat dari quran dan orang-orang shalih, kau tahu.. betapa banyak nikmat dariNya yang perlu disyukuri. Karena di quran disebutkan, bahwa Allah tidak melihatmu berdasarkan fisik, pekerjaan, atau kesuksesan di dunia, melainkan dari ketakwaan. Dan ketakwaan itu kasat mata, manusia tidak bisa melihatnya. Dan pintu untuk belajar dan bertakwa selalu terbuka lebar, seiring pintu taubat yang dibuka siang dan malam olehNya.


So someday, you'll be okay to face them. Bertemu banyak orang, siap menerima berbagai pertanyaan terkait masa kau hilang kontak. Atau justru, saat kau hadir dan menemui banyak orang itu, kau temukan mereka sibuk bercerita tentang diri masing-masing. You'll be okay. Silaturahimnya akan terjalin lagi, dan kau akan siap dengan apapun prasangka dan perkataan orang lain tentangmu. You'll be fine.

Allahua'lam.

***

Kujawab dengan ringan bercandaannya, "✌️peace hehe". Tak lupa kupuji ia yang tampak cantik dan anggun.

Bagiku, percakapan personal seperti ini lebih nyaman. Ketimbang harus berada di sana, bertemu. banyak orang. Maaf, karena aku masih harus belajar. It takes time for me. Bagiku teman-teman SMA dan SMP bak "singa" yang belum familiar untuk kutemui.

***

PS: Menulis ini... karena rasa bersalahku ga bs hadir di hari istimewa seorang teman yang dua tahun sekelas saat SMA. Maaf. Semoga sedikit pesan yang kukirim cukup mewakili, bahwa keinginan untuk hadir itu ada.

Sunday, July 29, 2018

Sendi Akhlak Baik dan Sumber Akhlak Rendah

July 29, 2018 0 Comments
Bismillah.
#buku #nukilbuku
Disadur dari buku Madarijus Salikin karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah.

***

Empat Sendi Akhlak Baik

Akhlak yang baik didasarkan kepada empat sendi, yaitu :

🌈 Sabar, yang mendorongnya menguasai diri, menahan amarah, tidak menganggu orang lain, lemah lembut, tidak gegabah dan tidak tergesa-gesa. 

🌈 Kehormatan diri, yang membuatnya menjauhi hal-hal yang hina dan buruk, baik berupa perkataan maupun perbuatan, membuatnya memiliki rasa malu, yang merupakan pangkal segala kebaikan, mencegahnya dari kekejian, bakhil, dusta, ghibah dan mengadu domba. 

🌈Keberanian, yang mendorongnya pada kebesaran jiwa, sifat-sifat yang tinggi, rela berkorban dan memberikan sesuatu yang paling dicintai. 

🌈 Adil, yang membantunya berada di jalan tengah, tidak meremehkan dan tidak berlebih-lebihan.

***

Empat Sumber Akhlak Rendah

Sedangkan empat sumber akhlak yang rendah ialah:

🕸️Kebodohan, yang menampakkan kebaikan dalam rupa keburukan, menampakkan keburukan dalam rupa kebaikan, menampakkan kekurangan dalam rupa kesempurnaan, dan menampakkan kesempurnaan dalam rupa kekurangan. 

🕸️ Kezhaliman, yang membuatny meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, memarahi perkara yang mestinya diridhai, meridhai sesuatu yang mestinya dimarahi dan lain sebagainya dari tindakan-tindakan yang tidak proposional. 

🕸️Syahwat, yang mendorongnya menghendaki sesuatu, kikir, bakhil, tidak menjaga kehormatan, rakus dan hina. 

🕸️ Marah, yang mendorongnya bersikap takabur, dengki, iri, mengadakan permusuhan dan menganggap orang lain bodoh. 

***

Selain dua hal di atas (sendi akhlak baik dan sumber akhlak rendah), disebutkan juga di buku ini bahwa akhlak baik berada di tengah-tengah dua akhlak buruk, misalnya dermawan yang berada diantara bakhil dan boros.

Semoga Allah berikan kemudahan kita untuk memperbaiki akhlak kita, agar kita bisa mencontoh dan meniru akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam. 

Allahua'lam. 

Blog Baru

July 29, 2018 0 Comments
Bismillah.

Sebenarnya sudah kepikiran agak lama, untuk buat blog yang fokus di bahasa inggris. Karena popularitas postingan are you ok. Dan alhamdulillah kemarin malem buat dadakan hehe. Nama blognya New Leaf, alamatnya akardaunranting.blogspot.com. Tampilannya saya buat sederhana bawaan dari blogspot. In syaa Allah saya akan isi di sana minimal sepekan sekali. Isinya juga akan saya usahakan tampilannya ga cuma teks, tapi pakai emotikon, highlight, pokoknya memanfaatkan fasilitas yang ada. Terinspirasi dari blognya Mba Miranti Banyuning Bumi yang template blognya sederhana, tapi setiap postingannya bagus banget, krn bold, highlight, trus warna font dimanfaatkan dengan baik, plus ilustrasi dan emoticon juga hehe. Bisa di cek di sini blognya Mba Miranti

Saya ga janji tampilan di blog New Leaf bakal serame dan seindah tulisan di blog Mba Miranti, tapi setidaknya saya akan berusaha agar ga cuma nulis tapi juga peduli terhadap tampilan postingan. hehe. 

***

Udah sih cuma mau nulis itu aja. 

Menulis rutinnya curhat ini itunya tetap di sini, bagaimana pun ini rumah pertamaku hehe. Medium gimana? Nah, medium kayanya aku ga nyaman menulis di sana, bisa jadi suatu saat deactive wkwkwk. Gatau juga sih hehe. Allahua'lam. Gatau kenapa kalau di medium kesannya harus 'bagus'  baru boleh di publish tulisannya. Padahal saya kalau nulis lebih suka santai dan seenaknya, jangankan memperhatikan keefektifan kalimat, banyak typo biasanya juga dibiarkan saja hehe. 

Anyway, semangat menulis ^^ 🍉

Saturday, July 28, 2018

Should I Tell Her The Secret?

July 28, 2018 0 Comments
Bismillah.

#selftalk

*warning* just some random selftalk

Haruskah kuberitahu padanya rahasiaku? Mungkinkah dengan itu.. aku bisa lebih dekat dengannya. Mungkinkah dengan itu, ia mengizinkanku membantunya. Ah. mungkin bukan membantunya, sebenarnya aku yang perlu dibantu. 

Should I ask her, if I tell her my secret, would she be my friend?

***

Tapi.. bukankah bukan rahasia, kalau aku membukanya, memberitahu orang lain tentang itu? 

So what's the point of a secret. Kalau selain aku mengetahuinya.


Ah.. I'm conflicted. Bagaimana kalau tidak ada perubahan baik untukku, meskipun aku sudah memberitahukannya rahasiaku? Bagaimana kalau aku saja yang merugi, karena rahasiaku tenggelam dihanyutkan ombak?

***

Atau sebenarnya aku salah memahami situasi. Pilihannya bukan cuma memberitahu rahasiaku atau menutupnya rapat-rapat. Ada pilihan lain yang bisa kugenggam. Tapi pilihan lain itu, membutuhkan keberanian lebih. Jauh lebih besar daripada keberanian untuk membuka rahasia kecil, yang sebenarnya tidak pantas disebut rahasia. 

I still don't know what to do. Should I just start talking to her first? Lalu selanjutnya, biarkan mood dan suasana membawaku pada pilihan berikutnya. Entah itu membuka rahasia, atau menutupnya, atau mengumpukan keberanian untuk......

Allahua'lam.

***

PS : I choose not to tell the secret tho

Qul, Katakalah

July 28, 2018 0 Comments
Bismillah.

Qul, katakanlah, ucapkanlah. Kenapa harus disuarakan? Karena manusia itu sering sombong, tidak mau meminta bantuan dan berdoa pada Allah. Padahal manusia itu kemampuannya terbatas, tapi egonya membuatnya enggan minta tolong, entah itu pada manusia lain, bahkan pada Allah, Al Khaliq.

Aku dapet insight itu, dari status wa-nya Teh Faiza Ramadhan lalu, hasil screenshoot dari blog linguisticmiracle, kalau bukan surat an nas, ya surat al falaq. Lupa hehe. 

Pagi ini.. lewat ceramah ustadz Yusuf Mansur, jadi diingatkan lagi, tentang pentingnya doa dan tawakal pada Allah. 

Mau apa? Doa.. beneran doa. Saat kita diberikan ilham untuk berdoa, itu tandanya Allah akan mengabulkan doa kita. (': Entah jawaban doanya litelrally, persis yang kita minta, atau diberikan yang lebih baik dari yang kita minta. 

Lewat ceramah itu juga.. aku jadi dibuat berpikir. Berapa banyak keinginan, yang aku berhentikan di angan-angan padahal bisa saja aku lanjutkan dengan doa? Aku bertanya, sudahkah aku berdoa, supaya bisa menerbitkan sebuah buku yang bermanfaat bagi banyak orang dan bisa jadi amal kebaikan? Aku bertanya, sudahkah aku berdoa agar bisa menjelajahi bumiNya dan mengambil serta memetik ayat-ayatNya? Aku bertanya, sudahkah aku berdoa, agar dimudahkan dan dijaga keistiqomahannya dalam berinteraksi dengan quran? Aku bertanya....

Semoga doa yang kita panjatkan, baik di dalam shalat, maupun diluar shalat, benar-benar kita maknai, dan bukan cuma di lidah saja. Al fathihah, doa di dalamnya, sudahkan kita benar-benar 'berdoa' dan bukan sekedar melafalkannya? TT

***

Qul.. katakanlah.. boleh lirih, boleh keras (jelas), tapi jangan berteriak hehe. Allah Maha Mendengar, dan Allah ingin mendengar suaramu, memohonlah padaNya, jangan malu, jangan ragu.

Qul...katakanlah.. keinginanmu, citamu, kegelisahanmu, kesedihanmu. Katakanlah padaNya. Sungguh Allah, Dia lah sebaik-baik pendengar.

Allahua'lam.

***

PS: Penjelasan tentang qul - katakanlah bisa dibaca di sini

Sakitnya Akan Hilang, Lukanya Akan Sembuh

July 28, 2018 0 Comments
Bismillah.

-Muhasabah Diri-


Mungkin karena jarang, atau baru pernah. Jadi terkesan sangat sakit. Aslinya, mungkin ini hal ringan, yang orang lain tiap hari rasakan. Nikmati saja sakitnya, sembari banyak istighfar. Karena setiap luka, rasa sakit bisa jadi tempat penggugur dosa. Tinggal bagaimana kita bersikap kala luka itu muncul, dan rasa sakitnya meradang. Apakah sakitnya membuat kita beristighfar, atau justru membuat kita mengeluh. Apakah rasa sakit, membuat kita bersyukur atas banyak hal yang berjalan baik-baik saja, atau justru membuat kita berpasangka buruk. 

***

Oh ya, tentang prasangka buruk. Kemarin qadarullah mendengar nasihat yang isinya kurang lebih seperti ini...
Apakah ada manusia yang menginginkan keburukan pada kita? Ada. Tapi kita tidak diperbolehkan berprasangka buruk pada manusia. Lalu, apakah Allah pernah menginginkan keburukan pada kita? Tidak. Allah tidak pernah menginginkan keburukan untuk hambaNya. Maka janganlah berburuk sangka kepadaNya. 
Kau tahu? Kebiasaan berburuk sangka itu bukan kebiasaan orang muslim, tapi kebiasaan orang munafik dan orang kafir.

Terus? Berarti aku munafik dong? Eits..jangan salah ambil kesimpulan. Intinya bukan itu. Poinnya adalah, jangan jadikan kebiasaan. Iya, itu berprasangka buruk jangan dijadikan kebiasaan. Ayo bergerak, munculkan berbagai pikiran positif, prasangka baik.

***

Balik lagi ke luka dan rasa sakit yang baru pernah atau jarang dirasakan.

It's not that bad actually, bukan luka parah atau kronis, bukan juga sakit yang tak berperi. Jadi jangan manjakan diri, tetap tegap menghadapinya. Sakitnya akan hilang, lukanya akan sembuh. It'll take time. Bersabarlah, banyak istighfar. Jadikan momen mendekat lagi padaNya, jangan buang-buang waktu untuk hal sia-sia. 

It's not free time. Nanti akan ditanya, dihabiskan untuk apa masa mudamu? TT

***

There's so much thing to reflect.. yet I'm afraid I can only write about it without really fixing it. 

Semangat Bella^^

Friday, July 27, 2018

Blogwalking Special : Sintayudisia Wordpress Com

July 27, 2018 0 Comments
Bismillah

#blogwalking #spesial

Ada yang sudah familiar dengan nama Sinta Yudisia? Beliau adalah salah satu penulis Indonesia yang karyanya sudah banyak, baik fiksi maupun non fiksi. Saya mengenal nama beliau pertama kali saat membaca novel the Lost Prince atau Sebuah Janji terbitan Gema Insani Press saat duduk di SMA. Singkat cerita, sekitar tahun 2016 saya menemukan blog milik Mba Sinta Yudisia. Saya menikmati dan mendapatkan bacaan bermutu dari sana, tulisannya hampir selalu "panjang" mungkin karena beliau terbiasa membuat artikel, tapi dipisahkan dengan heading, sehingga tetap nyaman dibaca.

Lewat tulisan-tulisan di blognya, saya banyak belajar dan mendapatkan perspektif baru. Salah satu tulisan yang mengena bagi saya tentang anak yang tak punya arti, beliau bercerita dialog antara dirinya dengan anaknya. Isinya bagus banget (':, sampai membuat mata berkaca-kaca.

Saya juga memakai tulisannya, sebagai landasan, alasan saya memilih sebuah sikap. Tentang setuju/tidak setuju aksi 411. Dari tulisannya juga saya belajar tentang lika liku menulis dan menjadi penulis. Juga tentang menulis yang mengobati, prosesnya memang membuka kembali luka, kemudian baru mengobatinya perlahan.

Dan hari ini, saya dibuat ikut terharu saat membaca bagimana cerpen berjudul Sedekah Minus, menjadi bukti bahwa Allah membalas setiap amal ibadah hambaNya. Mungkin tidak langsung seketika, tapi pasti lunas, bahkan dilipatgandakan balasannya. Tulisan itu membuatku berkaca untuk memperbaiki lagi niat menulis. Ayo diniatkan untuk berdakwah, jangan hanya niat untuk mengeluarkan pikiran dan perasaan. Diniatkan untuk dakwah, semoga sedikit hikmah dari tulisan kita mampu membuat pembaca mendekat lagi pada Allah.

Berikut beberapa link tulisan dari blog Sinta Yudisia yang saya suka:

Dari blogwalking ke wordpress Sinta Yudisia, aku belajar bahwa tulisan yang mendalam, dan dipenuhi studi literasi sana sini itu lebih menarik daripada yang sekedar dipermukaan. Belajar juga, bahwa ada banyak sekali proses menulis yang belum aku alami, belum pernah melangkah ngajukan tulisan ke penerbit, belum pernah revisi, ditolak, dll. Pokoknya, masih jauuh lah, harus tetap semangat meniti jalan menjadi seorang penulis. 

Tema yang dibahas di blog mayoritas tentang psikologi, menulis, perjalanannya berkunjung ke beberapa kota di luar negri, juga tentang buku-bukunya. 

Kalau tertarik dengann psikologi dan menulis, saya sarankan baca blognya Mba Sinta Yudisia (:

Sekian. Allahua'lam. 

***

PS: Bagi yang ingin tahu biodata dan list prestasi serta karya-karya beliau bisa baca di sini

Wednesday, July 25, 2018

Orang Baru

July 25, 2018 0 Comments
Bismillah.

Melalui tulisan ini aku hanya hendak mengungkapkan perasaan unik, beryukur, heran.. bagaimana meski dengan kondisi gerak fisik yang terbatas karena rutinitas dll, Allah tetap membuka padaku kesempatan untuk 'bertemu' orang baru.


***

T###, yang kukenal lewat generasi al fihri. Ia yang antusias bertanya tentang ini itu. Ia.. yang rajin mendengarkan ceramah dari seorang Ustadz yang sering 'manggung' di Bandung.

Ada juga M###, yang kukenal karena satu divisi kulwap sebuah grup. Ia yang mengingatkanku untuk tidak lupa mengerjakan tugas. Ia yang siap kutanya-tanya kala aku panik sendirian karena pembicara kulwap belum juga hadir padahal waktu sudah berlalu 15 menit dari jadwal. Ia.. yang ingin bekerja sebagai perawat, agar dapat mengamalkan ilmu yang ia pelajari. Namun ada banyak pertimbangan yang membuat ia belum memberanikan diri mendaftar.

Ada juga I###, yang kukenal dari grup Ramadhan Insiratif. Ia yang membagikan tulisan di plukme. Membuatku baru tahu ada platform menulis selain tumblr dan medium. Ia.. yang meminta izin menyimpan nomerku. Ia, yang suatu pagi tiba-tiba japri dan tanya pendapat mengenai cover novelnya. Ia.. yang judul novelnya membuat keningku berkerut karena tidak tahu artinya.

Ada juga Y#####, yang merupakan salah satu perintis Sabtulis. I thought I wouldn't have the courage to say hello. Namun setelah menantang diri sendiri untuk berani bicara di depan, it just need a little courage, to say hello and appreciate the writing movement (Sabtulis). Darinya aku belajar kalau membuka komunikasi terlebih dahulu itu tidak sesulit yang kukira.

***

Ada yang pernah denger ga, bahwa pascakampus katanya berkenalan dengan orang baru itu relatif lebih sulit. Aku awalnya juga ngerasa gitu. Tapi unik, beberapa hari lalu Allah seperti menunjukkanku, bahwa tidak sesulit itu. Apalagi sekarang, saat teknologi komunikasi begitu canggih. Kalau mau, sebenarnya teknologi itu bisa kita gunakan untuk komunikasi, bukan justru 'menjauhkan yang dekat'.

Bertemu orang baru, bukan lewat teknologi itu sebenarnya lebih asik. Ya, karena kita mendengar suara, saling mengenal wajah baru kemudian bertanya nama. Kalau di dunia maya, kita kenal nama dulu, baru kemudian bisa membaca tulisannya atau juga mengenal wajahnya. 

Tapi saat kita terbatas untuk bergerak, dan kemungkinan bertemu orang baru di dunia nyata berkurang, bukan berarti kesempatan itu hilang sama sekali. Allah akan bukakan pintunya, kalau kita juga mau berdoa dan berusaha hehe.

***

Sebelum menulis ini, sekitar beberapa hari yang lalu, aku baca pertanyaan seseorang di media sosialnya. Ia bertanya, kalau dikasih kesempatan untuk magang setahun, kamu ingin magang jadi apa? di perusahaan apa? atau pada tokoh/orang siapa? Dan jelaskan mengapa. 

Karena pertanyaan itu, aku jadi menyadari bahwa aku pernah, dan masih suka bertemu dengan orang-orang baru. Bertemu orang baru artinya aku mengenal satu manusia baru sepaket dengan keunikan sifat dan karakternya, budayanya, masa lalunya, visi misinya, topik yang ia suka bicarakan, buku yang ia baca *kalau ia seorang pembaca.

Pertanyaan sederhana itu, dan jawaban yang kukirimkan iseng saat itu. Membuatku sadar, bahwa... sebelum aku fokus ke "luka lama", sebelum aku menyatakan "i don't believe people", sebelum aku mengalami "kesulitan berprasangka baik", aku pernah dan masih suka bertemu orang baru. Aku suka belajar dari pertemuan dengan orang baru, dari membaca tulisan orang baru (makanya aku suka blogwalking).

Dan dari pertanyaan sederhana itu, aku jadi sadar, bahwa meski dengan segala keterbatasan, Allah masih memberikan kesempatan untuk bertemu orang-orang baru. Tinggal aku saja, yang seharusnya bisa menemukan momen saat aku condong ke ekstrovert, agar aku bisa aktif membuka jalan komunikasi terlebih dulu.

***

Rasanya tulisan ini muter-muter. hehe. Intinya satu, aku heran, merasa takjub, bersyukur, akan orang-orang baru yang kukenal di dunia maya. Mungkin komunikasi kami tidak intensif, tapi satu duka kali bertukar tanya bagiku cukup, untuk belajar lagi berkomunikasi, belajar banyak hal dari pertanyaan sederhana, dan interaksi singkat.

Salam kenal, untuk orang-orang baru yang kutemui, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya.

Allahua'lam.

Tuesday, July 24, 2018

Like a Bad Habit

July 24, 2018 0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-

Hidup dalam pikiran dan hati yang selalu dipenuhi hal positif itu menenangkan. Banyak yang sudah menjalaninya sehari-hari. Tapi banyak juga yang berjuang untuk mencapai itu.

Berpikir negatif itu buruk, berpasangka buruk pada manusia itu menyakiti diri, sudah paham sekali, tapi ada momen-momen sulit untuk tetap positif. It's like a bad habit. You know it's bad, but you keep doing it. Bodoh memang, tapi menurutku, justru disitulah tantangannya. Apakah kita mau terus berjuang agar tetap positif, mencoba menjernihkan hal-hal negatif yang menendang-nendang di otak, dan membuat dada sesak? Atau kita justru memilih membiarkannya saja, larut, hanyut dalam perasaan negatif yang meracuni.


***

Pernah suatu sore, entah aku yang sedang berada di kondisi tidak stabil, atau memang satu hal tersebut memang titik kelemahanku. Tapi satu pemicu membuatku berprasangka buruk, seketika aku ingin menangis, karena perasaan marah dan tidak nyaman akan kehadiran pikiran buruk di otak dan hatiku. 

Sore itu.. aku duduk di salah satu sudut kecil ruangan, mencoba menjernihkan otak dengan menulis, berupaya agar emosi tidak meledak, agar bisa disalurkan lewat kalimat dan kata-kata. 

***

I... this situation, it makes me wanna cry. When I face a situation that makes me think negative easily, it feels like my tears just want to burst out. I.... for me, it's still difficult. It's still hard for me to keep thinking positive, to stop the negative prejudice inside my head. 

Kadang jadi bertanya, se... rendah itukah imanku sehingga berprasangka baik kepada sesama muslim sulit? Why? Kamu.. kenapa sih Bell?

Saat yang lain mungkin mudah menemukan sisi positif, think of another excuse to another excuse to let go that negative thoughts. Why you just sat there, writing this and cry? Actually it's not that person, or this situation that hurts you..... It's you hurting yourself. You torture yourself by thinking negative. Don't you get it?

Apa ini karena kelemahanku dalam komunikasi? Kamu kan bisa bertanya..(untuk menghilangkan prasangka buruk) tapi.. buat apa tanya kalau di otakku sudah terisi "sampah". Lisanku hanya akan mengeluarkan kata-kata tajam. I'll hurt people if I speak out and ask about it. So... lebih baik aku niteni saja kan? Menulis di sini, nangis-nangis sendiri. wkwkwk. 

Berdoa Bell.. Adukan padaNya rada sakit yang tak kau pahami ini. Jika sulit berprasangka baik, berceritalah padaNya. Kamu tahu? Seburuk apapun komunikasimu dengan manusia. Terbatamu saat mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikiranmu. Semuter-muter apa saat kamu berusaha menuliskan "rasa sakit dan sulit" yang kau rasakan. Meski kau terbata untuk berbicara, dan muter-muter untuk menuliskannya.. Komunikasi dengan Allah itu.. mudah. He made it easy to every human being. Allah made it easy to us to talk to Him. Karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui, termasuk apa yang ada di hatimu.

Jadi saat semua terasa sulit untuk diungkapkan. Ingatlah kamu bisa berdoa dan mengungkapkan padaNya. Boleh lewat doa yang kamu hafal dan pahami maknanya. Boleh lewat bahasamu (jawa, english, indonesia). Bahkan boleh juga pakai bahasa kalbu dan bahasa mata. Cause He knows exactly the meaning of your tears.

***

Alhamdulillah, menulis itu, sedikit mengeluarkan satu dua bulir air mata sedikit menenangkan diriku. Sore itu, meski perasaanku masih kalut. Aku berusaha untuk melawan kebiasaan buruk, ya, kebiasaan buruk untuk berprasangka buruk.

Aku juga ingat, sore itu.. saat menulis dan berdoa masih berasa kurang. Aku boleh curhat ke teman. Allah tidak melarang kita untuk curhat ke manusia. Bahkan kalau perempuan, itu udah kaya hal alami.

So I sent a message to her, telling her I just want to cry. Alhamdulillah, masih ada teman yang membaca pesan itu dan membalasnya. Ringan bertanya tiga huruf, aku jawab bukan. She tell me, that I could continue and cry when I get home. She knows me well enough. Bersyukur Allah takdirkan kami bertemu dan komunikasi yang terjalin ini.. meski sederhana, dan bukan curhat panjang lebar, bagiku cukup.

I'm not alone. Saat aku, berjuang melawan kebiasaan buruk yang suka kambuh ini.. ada Allah yang siap mendengarkan keluhanku saat aku merasa lemah dan kesulitan. Allah juga sediakan orang-orang baik, yang siap mendengarkanku kalau aku... mau membuka diri dan bercerita.

***

Terakhir, aku ga tahu sih.. kalau orang-orang yang sudah terbiasa menjalani hari dengan berbagai kepositifan di hati dan pikiran. Aku gatau bagaimana mudahnya, atau triknya, agar bisa mengusir kenegatifan kala ia menyerang. 

Tapi... aku termasuk manusia biasa, yang masih berjuang untuk menjadi positif. Aku percaya, ada orang-orang yang berjuang juga dengan pikiran negatifnya. Mungkin bukan tentang prasangka buruk, tapi tentang hal lain. I just want to say, even if we're still struggling, it doesn't mean we're already bad, and we can't change to become good people, good people with positive mind. Meski itu.. seperti kebiasaan buruk, bukan berarti kebiasaan itu tidak bisa dihilangkan. It won't be easy, but it's not impossible. Bisa in syaa Allah. 

Semangat ^^

Allahua'lam. 

***

PS: Tulisan italic ditulis di suatu sore, sekitar jam 4, tanggalnya lupa. Karena emosional, ga kepikiran nulis tanggal, ditulis di buku tulis yang setia jadi teman corat-coret hariku.



Saturday, July 21, 2018

Lebih Dekat

July 21, 2018 0 Comments
Bismillah.
#hikmah

Kemarin, qadarullah aku tergerak untuk buka galeri hp. Melihat deretan foto dan folder yang tersimpan di folder camera. Padahal biasanya kalau buka galeri, album Tsabita Khalisha Taqiyya yang dilihat. Bersama foto-foto yang pernah kuambil, dan video yang pernah kurekam, tersimpan juga memori dan kisah di sana.

Sampai aku terhenti pada dua foto yang kuambil tanggal 5 Juni 2017, 11.23 WIB. Meski aku ingin juga bercerita kisah yang tersimpan di foto itu, behind the scene-nya, izinkan kali ini aku menuliskan hikmah yang kudapat saja dari dua foto tersebut.

Closer Look, Clear Look, Find the Beauty Hidden


Foto pertama, sebuah pot berwarna coklat muda yang tidak diisi tanaman. Kondisinya pun jauh dari pot baru atau pot terawat. Tapi saat itu.. entah mengapa pot itu menarik mataku, membuatku ingin memotretnya. Meski tidak berisi tanaman hias yang cantik, tumbuhan liar di dalamnya cukup membuatku teralihkan dari perasaan saat itu. Saat kufoto pertama, keindahannya ga tertangkap. Akhirnya aku berjongkok, mendekatkan lensa kamera hp ke pot tersebut dan mengambil foto kedua. Dua-duanya diambil pada menit yang sama 11.23 tapi menyimpan frame yang berbeda.

Melihat lebih dekat, artinya melihat lebih jelas. Artinya, kita bisa melihat keindahan yang mungkin tersembunyi, dan tidak bisa terlihat dari jauh. Melihat lebih dekat membuat kita bisa melihat detail kecil yang tadinya terabaikan, membuat kita memahami lebih baik.

Menulis ini jadi ingat lagu ost Petualangan Sherina hehe.
"Janganlah sedih, janganlah resah. Jangan terlalu cepat berprasangka. Janganlah gundah, janganlah resah. Lihat segalanya, lebih dekat. Dan kau bisa menilai, lebih bijaksana. 
Mengapa bintang bersinar? Mengapa air mengalir? Mengapa dunia berputar? Lihat segalanya lebih dekat.. Dan kau akan mengerti." 
***

Saat senua belum terlihat jelas, dan prasangka mempermainkan perasaanmu. Mungkin itu saatnya kau melihat lebih dekat, lebih peka, lebih teliti. Semoga dengan berusaha melihat lebih dekat, Allah berikan kepadamu kelapangan dada, kejernihan pikiran, dan ketajaman mata. Sehingga apapun itu, meski dari jauh terlihat buruk rupa, kau bisa melihat sisi indahnya, sisi indah yang tersembunyi, yang hanya bisa dilihat oleh yang mau melihat. Lebih dekat.

Allahua'lam.

Friday, July 20, 2018

Mimpi Sepatu

July 20, 2018 0 Comments
Bismillah.
#fiksi

"Kemarin pagi, aku mimpi tentang sepatu," ucapmu tiba-tiba saat kami hendak makan siang bersama. Kamu bukan tipe yang biasa memulai percakapan, apalagi di tempat umum seperti ini. Bukan cuma aku yang heran, si kembar Lili dan Laili juga menurunkan sendok yang sudah dekat menuju mulut masing-masing. 

Kamu, seperti ragu melanjutkan cerita. Tanganmu memutar-mutar sedotan di atas jus strawberry kesukaanmu.

Lai segera meyakinkanmu agar kamu melanjutkan cerita mimpi pagi ini. "Mimpi tentang sepatu?"

Hm.. jawabmu singkat. Kemudian kamu menyuruh kami berhenti menatapmu seperti itu.

"Dengerin sambil makan aja, cuma cerita mimpi aneh kok," mendengar kalimat tersebut, kami tertawa dan saling komentar, karena jarangnya kamu bercerita jadi kami penasaran. 

***

Aku berada di luar gedung bertingkat, tanpa alas kaki. Gedung yang menjulang tinggi di depanku, terasa begitu menjulang dan membuatku mengerdil. Aku harus pulang, tapi bagaimana mungkin aku pulang tanpa alas kaki?

Aku ingat, sepatuku tertinggal di lantai teratas gedung ini. Tapi untuk masuk ke sini, naik ke lantai lima, aku tidak yakin aku bisa. Padahal ini bukan gedung berhantu. Hanya saja, gedung ini menyimpan masa lalu kelamku. Aku ingat, saat aku terisolir dari penghuni gedung, teringat saat seseorang digedung ini menolakku karena tidak ingin aku berada di gedung ini. Untuk mengambil sepatuku, aku harus siap masuk dan 'bertemu' kembali dengan masa lalu kelam tersebut.

Bagaimana kalau aku bertemu dengan orang yang kukenal? Bagaimana jika mereka bertanya dan heran, bagaimana aku bisa datang lagi ke gedung ini? Ketakutan itu membuatku mencari jalan lain menuju lantai 5. Aku tidak naik lift, bukan pula naik tangga darurat. Tapi aku benar-benar mendaki gedung dari luar. Ketika sudah sampai lantai empat, seseorang melihatku dan bertanya, ngapain aku di situ? Aku menjawab pendek dan ketus. Aku kelelahan setelah sampai lantai empat, kaki tanpa alasku luka. Dan orang itu... dengan ringan bertanya padaku dengan nada mengejek. 

"Gak ada pintu masuk dari sana. Apa kamu ga cape?" Mendengar komentarnya membuatku makin marah. Kujawab ia dengan kalimat pedas, yang lebih bikin aku cape itu kamu. Iya kamu yang cuma bisa komentar. Aku tidak melihat wajahnya, namun aku tahu itu suara siapa, ia salah satu 'teman' ku saat dulu duduk di bangku sekolah. Namanya terdiri dari tiga huruf, nomor absennya tepat di atasku. 

Aku akhirnya turun, sadar bahwa aku tidak bisa memaksaka diri melalui jalur yang salah. Aku beranikan diri memasuki gedung itu, masih dengan niat mengambil sepatu yang tertinggal di lantai lima. 

Seseorang menemaniku, tapi aku tidak tahu siapa, wajahnya tidak terlihat, dan ia tidak bersuara, ia diam saja. Yang aku tahu, saat lift mencapai lantai 3, dan pintu terbuka, banyak orang masuk lift, seketika bayangan masa lalu kelamku membuatku menggenggam tangannya. Begitu erat, mungkin sampai melukai tangannya. Ia menampik tanganku, seolah tidak mau aku menggenggam tangannya. Meski ia tidak bersuara, seolah aku tahu apa yang dipikirannya. 'Aku cuma mau nemenin kamu, tapi ga usah pakai gandeng tangan'. Aku menunduk malu, aku tahu orang-orang yang naik lift tidak ada yang mengenalku. Aku sendiri saja, yang terlalu mengingat masa lalu kelam di gedung ini. Seperti video tayang ulang, kejadian di lantai 3 masa lalu, di lantai 4 masa lalu, aku melihatnya lagi, dipaksa menghadapi dan bukan lari. 

Lift sudah sampai lantai lima, aku bisa bernafas lega. Lantai lima adalah lantai baru di gedung ini, ini lantai yang bersih dari kenangan apapun. Di sini, kucari sepatuku. Ada beberapa flat shoes di ruangan yang bernuansa biru. Sofa biru, karpet biru dan dinding biru. Aku duduk dan mengambil satu sepatu kanan yang kukenali sebagai sepatuku. Desainnya sederhana, flatshoes berwarna biru dengan pinta kecil di atasnya. Kucari pasangannya, namun yang kutemukan justru sepatu kiri dengan ukuran yang lebih kecil. Meski desainnya sama, warnanya sama, dapat kulihat dengan jelas bahwa yang kiri lebih kecil satu nomor dibawah sepatu kananku. Ku cari lagi, barangkali ada diantara flatshoes yang berjajar di ruangan itu. Ada sebelah sepatu yang jika kusandingkan dengan sepatu kananku ukurannya sama persis. Meskipun modelnya berbeda, tapi warnanya sama. Kucari lagi diantara sepatu yang ada. Belum juga kutemukan pasangan sepatu milikku.

Aku harus segera pulang, maka aku mengambil sepatu dengan ukuran yang sama. Ketika hendak kupakai, aku baru menyadari, bahwa meski ukurannya sama, ternyata sepatu biru dengan lingkaran kecil di atasnya itu ternyata sebelah kanan juga. Tidak mungkin aku pakaikan di kaki kiriku. Akhirnya aku mengambil sepatu kiri yang ukurannya lebih kecil. Aku pikir, setidaknya bisa kupakai dan aku bisa segera pulang.

***
"Trus kamu jadi pulang pakai sepatu nomer 39 di kaki kanan, dan nomer 38 di kaki kiri?" tanyaku padamu.

"Yang bikin aneh itu.. ternyata setelah aku pakai, ukurannya pas untuk kakiku." jawabmu. Kemudian memutar-mutar sedotan di jus strawberry yang sudah habis dan menyisakan dua kotak kecil es batu.

Lili dan laili saling berbisik dan tertawa kecil. Aku dan kamu menatap si kembar tanda tidak nyaman. Kami pernah berjanji untuk tidak berbisik saat di tempat umum meski berisik. Lebih baik mengeraskan suara, atau pindah tempat untuk mengobrol. 

Laili akhirnya angkat bicara, "Kata Lili, kakimu kali yang aneh, ukurannya beda kanan sama kiri" ucapnya sambil menahan tawa. Aku memperhatikan wajahmu, takut kamu tersinggung dengan candaan si kembar. Tapi yang kutemukan hanya senyum tipis.

"Bercanda loh, jangan dimasukin ke hati" ucap Lili, takut senyum tipismu itu senyum pahit. 

"Ada keanehan lain dari mimpi tadi pagi," kamu tidak dengan ringan melanjutkan cerita. Aku dalam hati merasa lega, kamu yang hampir selalu serius kali ini mampu mengikuti candaan si kembar.

Kamu menunjukkan sebuah luka di telunjuk kirimu. Bentuknya seperti bentuk kuku. Kamu menjelaskan bahwa mungkin, saat bermimpi ketakutan menaiki gedung itu via lift, yang kamu genggam tangannya adalah dirimu sendiri. Kuku panjangmu melukai tanganmu sendiri.

Aku dan si kembar kali ini yang terbawa aura seriusmu. Jujur saja, aku jadi memikirkan, mungkinkah, perkiraanmu benar? Kalau salah, darimana luka itu didapat. Bentuknya persis seperti luka karena kuku ditekan terlalu keras dan lama di satu bagian kulit. Terkihat pendarahan di bawah kulit hingga meninggalkan bekas merah tua.

"Gatau kenapa aku jadi mikir, apa ini mirip semacam hipnotis? Itu loh yang di film-film, kalau ada yang ingin ingat masa lalu yang dilupakan atau terkunci di memori?"

Kami makin penasaran dengan ceritamu. Aku, Lili dan Laili tahu.. bahwa kamu tidak mengingat masa-masa sekolah. Bukan seperti amnesia, tapi lebih seperti orang yang sangat pelupa. Padahal daya ingatmu sangat tinggi. Kamu bahkan ingat hampir semua curhatanku dan curhatan si kembar. Kamu bisa dengan mudah mengenal mahasiswa satu jurusan baik angkatan kami, adik tingkat maupun kakak tingkat. Tapi kamu lupa, bahwa kamu pernah belajar karate saat di SMP. Kamu juga lupa, bahwa siapa nama teman sebangku saat SMA.

Seorang pelayanan membuyarkan suasana serius kami. Pelayan itu hendak mengambil piring dan gelas kotor kami.

"Ini cuma overthinking kan?" tanyamu pada kami. Lili mengangguk.."Mimpi cuma bunga tidur, lagian tadi pagi kita emang ribut ngobrolin sepatu buat.. ". 

"Buat dateng ke walimah kakak kelasku, " potong Laili. Aku yang sadar Lili hampir menghancurkan rencana hadiah kejutan untukmu segera menyikut Lili yag duduk di samping kananku.

***

Malam sudah menunjukkan pukul sepuluh, aku keluar kamar hendak mengisi tempat minum dengan air tremos. Kulihat kamu di ruang TV, layar TV menyala, tapi layar laptopmu juga menyala. 

"Nulis apa?" tanyaku, setelah mengisi botol minumku dengan air hangat. 

"Baca aja nanti," jawabmu singkat. Aku mengangguk. Kemudian pamit ke kamar.

***

Pernahkah kamu mimpi, bermimpi sesuatu yang sangat mencekam, hingga saat terbangun perasaanmu tidak tenang. Bukan mimpi hantu padahal, tapi pagi ini aku terbangun dengan perasaan tak nyaman. Air dingin yang kupakai untuk wudhu membuatku menemukan bahwa jari telunjukku terluka. Lalu perasaanku seakan hanyut dan mengulang kembali mimpi sesaat sebelum aku terbangun. Aku menjadi super sensitif. Selepas shalat, aku biasanya langsung kembali ke kasur dan menarik selimut. Tapi pagi ini aku duduk dan menangis. Bukan menangis karena ingat dosa, bukan pula sembari berdoa. Tapi duduk saja, menangis mengingat mimpi dan perasaan tak nyaman yang dibawa mimpi itu. 

Pagi ini, siang ini, bahkan sampai malam ini aku bertanya-tanya. Apa gerangan pesan yang dikirimkan mimpi itu kepadaku? Apa mimpi pagi ini, hanya bunga tidur akibat suara teman kosan yang mengobrol tentang sepatu? Atau ini, berkaitan dengan alam bawah sadarku? Sungguh aku tidak tahu. 

Tapi mimpi pagi ini, tidak kukelompokkan sebagai mimpi buruk. Entah mengapa. Mungkin karena perasaan tidak nyaman ada di pertengahan mimpi. Mimpi itu berakhir sederhana, dengan perasaan ringan. Bahwa sepatuku sudah kutemukan, bahwa yang kukira akan cukup dan pas, ternyata justru tidak bisa di pakai. Dan yang kukira tidak pas, ternyata justru bisa dipakai.

Sepatu di mimpiku, seperti garis yang ditulis pada hidupku. Aku pikir rencanaku yang paling pas dan oke. Tapi ternyata, sepatu yang terlihat kekecilan itu, justru yang pas untukku. Aku sok tahu dan hanya melihat dengan mata. Padahal saat aku meletakkan kakiku di sepatu itu, aku jadi paham, bahwa sepatu inilah yang pas untukku.

Tulisan random, tentang mimpi sepatu pagi ini. 

Special thanks, untuk tiga teman yang mau dengan antusias mendengarkan mimpi anehku. (:
Semoga kita tidak hanya bersahabat di dunia, tapi berlanjut pula di akhirat, di JannahNya, aamiin.

_Juli, 14, 2018 - Pohon Kekisah

***

The End

Wednesday, July 18, 2018

Jangan Menghindari Sedih

July 18, 2018 0 Comments
Bismillah.
#blogwalking

Hanya ingin membagi kutipan dari salah satu blog yang saya follow. Bagus isinya J
Berbeda dengan padangan umum tentang “ketegaran”, psikologi melihat kesedihan sebagai sebuah mekanisme alami yang wajar. Sehat. Tidak merusak. Yang tidak sehat adalah yang menghindari dan mengabaikan rasa itu. Karena menghindari sunnatullahNya. Dan biasanya akan berdampak tidak sehat di kemudian hari.
-  Fitri Ariyanti, dalam postingan di blognya berjudul "Sedih Itu Belum Tentu Luka"
Langsung klik di link ya untuk tulisan lengkapnya.

***


Sedih tidak perlu dihindari, tidak boleh ditutupi selamanya. Bukan berarti juga mengumbar ke seluruh dunia. Tapi saat kita jujur, mengakui kesedihan dan bisa mengekspresikannya, itu akan lebih baik bagi kita. Bagus lagi, kalau misalnya kesedihan itu bukan hanya ditangisi/diratapi, tapi benar-benar bisa jadi momen kita sadar, bahwa kesedihan kita cuma bisa dihilangkan dengan mendekat padaNya. Bahwa nangis-nangis aja, meratapi yang sudah terjadi itu gak baik.

Manusia..hatinya, otaknya, ibarat cawan, ada volume maksimalnya. Setiap emosi yang kita tekan dan tutupi, tidak disalurkan dan tidak diekspresikan, akan tertimbun. Hasilnya, suatu saat akan luber, meluap, banjir, meledak. 

Saat sedih, jangan menghindar. Duduk saja, sendiri, atau berdua denganNya. Jujur pada dirimu, berdialog denganNya. Ungkapkan dalam tetes air mata, jika kata terlalu sederhana untuk menjelaskan kerumitan perasaanmu. 

It's okay to cry, to be sad, to be frustated, to be anxious. Cause we're human. Seperti yang ditulis di blog Fitri Ariyanti, Allah tidak menciptakan sesuatu sia-sia. Warna-warni perasaan dan emosi manusia, tidak Allah ciptakan sia-sia. Allah menciptakan perasaan sedih, takut, marah, senang, semuanya ada tujuannya. Tinggal bagaimana kita belajar, agar perasaan itu bisa kita salurkan dengan baik, bisa jadi wahana untuk mendekat padaNya. Saat sedih, mendekat padaNya, saat senang mendekat padaNya, saat marah mendekat padaNya, saat ragu mendekat padaNya, saat khawatir, saat tenang, saat merasa aman... bahkan saat campuran emosi membuatmu bingung, mendekatlah padaNya. 

Kita.. mungkin tidak terlalu paham tentang emosi manusia, masih perlu banyak belajar. Tapi Yang Menciptakan kita tahu betul, per individu. He knows us. He knows each emotions we feel. 

Allahua'lam. 

Monday, July 16, 2018

A Dreamer

July 16, 2018 0 Comments
Bismillah.
#random
-Muhasabah Diri-

Pernah ikutan tes IMBT dapet hasil x, di lain waktu dapat hasil y. Mirip sih, cuma ganti E sama I (ekstrovert dan introvertnya). Baca penjelasannya, kekuatannya. Aku lupa penjelasan x atau y, tapi ingat pernah baca kata dreamer. Saat itu, sampai saat ini masih mikir, apa kekuatan seorang dreamer? Kalau cuma pandai bermimpi, membuat angan-angan, berimajinasi, itu buat apa? Hehe.

Menulis ini jadi teringat buku Madarijus Salikin, disebutkan di sana bahwa salah satu dari lima perkara yang merusak hati[1] adalah berangan-angan.

Aku salin beberapa kalimat dari bukunya ya, tentang angan-angan. 
Setiap orang menciptakan di dalam. jiwanya gambaran yang diinginkannya. Seakan-akan dia beruntung mendapatkannya. Tapi ketika dia tersadar, ternyata tangannya hampa dan hanya memegang bantal.
Tapi orang yang memiliki hasrat tinggi, maka angan-angannya berkisar pada ilmu dan iman serta amal yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah.
Pertanyaannya, adakah aku termasuk yang angan-angannya berkisar pada ilmu dan iman, serta diikuti dengan amal?

Menulis ini, tiba-tiba teringat buku favoritku, Jalan Cinta Para Pejuang, karya Salim A. Fillah. Aku ingat, bagaimana Ustadz Salim membuat puisi yang isinya jadi outline keseluruhan bukunya. Buku nonfiksi pertama yang aku nikmati karena bahasanya penuh sastra, banyak puisi dan kutipan puitis. Salah satunya tentang mimpi. Aku mungkin ga hafal bagaimana Ustadz Salim menuliskannya, tapi aku ingat pesan intinya. Menjadi dreamer, yang bukan bermimpi dalam tidur, tapi bangun untuk mewujudkan mimpi itu. Salah satu caranya, sedikit tidur dan mendirikan shalat malam. Menulis ini berat, apa kabar malammu? Lebih sering nyaman di atas kasur berselimut? TT

***

Dreamer, that word, what's the good thing about it? Hehe. *bagi yang protes, silahkan buat tulisan jawabannya hehe. 

Mungkin banyak, dan pastinya ada. Cuma saat ini, aku sedang tidak bisa melihatnya. Aku tahu sebenarnya kapan dan bagaimana agar angan-angan tidak melayang-layang bak layangan. Tinggal bagaimana pengetahuan itu aku aplikasikan, untuk memutuskan benangnya, atau mengaitkan layang-layangnya ke pohon atau layang-layang lain, biar putus senarnya hehe. 

Trus karena sudah memberi tag random, tiba-tiba otakku mengajak menulis yang lebih random lagi. Anak-anak kecil jaman sekarang, berapa yang kenal sama layangan? Dan berkesempatan memainkannya? Trus teringat juga, novel the kite runner. Hmm. Kita sudahi saja. Sudah malam, ikan bobo. *ini...  iklan jaman kapan hehe...

Kututup dengan doa tidur yang pernah dihafal dulu.. 

Bismika Allahumma ahya wa amut, dengan nama-Mu Ya Allah, aku hidup dan aku mati. Aamiin.


Allahua'lam. 

Keterangan :
[1] Adapun lima perkara yang merusak hati adalah: banyak bergaul/bercanda dengan manusia, mengumbar harapan, bergantung kepada selain Allah, kenyang dan banyak tidur. - Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam. buku Madarijus Salikin

Saturday, July 14, 2018

Ditunggu Dari Kamu

July 14, 2018 2 Comments
Bismillah.

"Ditunggu dari kamu," jawabnya dengan emotikon tertawa. Aku membaca itu di preview, belum menyempatkan untuk membuka, keburu sensi dan overthinking sendiri.

They want me to participate. Partisipasi satu langkah lebih jauh daripada sekedar apresiasi. Kamu bisa mengapresiasi dan bertepuk tangan atas pemandangan, kejadian, organisasi, komunitas, yang kamu lihat. Tapi berpartisipasi? It takes a lot more than one step.

Seperti misalkan, kamu mengapresiasi seseorang yang rajin membuat ulasan buku yang pernah ia baca. Bahkan ia sampai membuat web khusus. Mudah untuk mengapresiasi tindakannya. Tapi saat ia menawarkan barangkali ada yang mau berpartisipasi menulis ulasan buku, apa mudah bagi kita melangkah maju, seperti saat kita mengapresiasi hal tersebut? It's harder, right?

Nyatanya begitu. Jadi sejujurnya aku sudah mengantisipasinya. Saat kugerakkan jemariku untuk mengirimkan kata-kata apresiasi. They will ask. Bukan, pemilihan katanya tidak tepat. Mereka bukan memintaku untuk berpartisipasi. Bukan. Mereka hanya memberikan kalimat persuasif. Ditunggu dari kamu. 

Sejujurnya, sejak preview jawabannya kubaca, sampai saat ini, aku terus memikirkan. Ya, aku memikirkan kemungkinan aku mau melangkah maju lebih jauh. Berpartisipasi, bukan cuma mengapresiasi. Tapi aku.. detik ini, masih kalah akan excuse diri. Entah ini tentang zona nyaman, atau ini tentang ego. Aku sendiri tidak tahu.

Aku sendiri sebenarnya ragu, perlukah kutulis dan ku-publish tulisan ini? Yang isinya hanya excuse saja? Tidak penting. Melangkah juga ga mau, ngapain nulis tentang keraguan untuk melangkah? Hehehe.

Tapi sebenarnya, tulisan ini justru bukti, bahwa ada konflik di diriku. I'm conflicted. Aku berharap suatu saat hatiku, pikiranku berubah, dan aku bisa dengan ringan menjawab kalimat sederhana itu. Ditunggu dari kamu.


***

Terakhir, ada yang tahu.. atau bisa nebak, darimana kalimat itu datang? Let me give some hints. What day is it today?

***

Allah.. jika ini baik untukku, jangan biarkan aku berlama dan menahan langkahku sendiri. Guide me, cause only You, The One Who Knows what's best for me. Aamiin.

Allahua'lam.

Ungkapan-ungkapan Emosional

July 14, 2018 0 Comments
Bismillah.
#nukilnbuku #buku

Alhamdulillah bersama Generasi Al Fihri buku Madarijus Salikin sudah selesai dibaca, menambah daftar list buku yang harus diresensi. Bersama Gen Al Fihri juga, aku memulai membaca buku baru. Beberapa hari sebelum selesai baca, aku sudah berpikir buku apa yang akan kubaca selanjutnya? Sampai mataku, qadarullah, tertarik pada satu buku dengan cover pink di lemari kaca. Bukan buku milikku, punya kakak kayanya. Sirah Aisyah radiyallahu anha, yang ditulis oleh Sayyid Sulaiman An-Nadwi.

dokumentasi pribadi

Aku mulai baca dari pengantar penerbit, prakata dari Ustadz Sa'id Al-A'zhami An-Nadawi, juga muqadimah dari pentahqiq. Jujur, baru pernah baca buku begini. Sebelumnya, mana paham aku arti tahqiq dan takhrij. Prakata dari Ustadz Sa'id Al-A'zhami An-Nadwi membuatku bukan cuma membaca sirah Aisyah, tapi juga diceritakan perjalanan bagaimana buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Gatau kenapa, karena tahu behind the scene-nya jadi dapat hikmah juga, tentang indahnya islam, bagaimana niat terhitung pahala, dan Allah menghitung usaha dan proses, bukan cuma melihat hasil akhir.

Jadi aslinya, sirah Aisyah karya Sayyid Sulaiman An-Nadwi ini ditulis dalam bahasa urdu. Karena isinya yang bagus, ingin diterjemahkan dalam bahasa arab, bahasa persatuannya umat islam, bahasa yang Allah pilih untuk mempersatukan kita, sehingga kita bisa shalat satu shaff, membaca ayat quran. Meski jika diluar shalat, mungkin kita tidak bisa saling berkomunikasi karena perbedaan bahasa. 

Jadi.. behind the scene-nya menceritakan niatan menterjemahkan, didelegasikan ke A, sudah dikerjakan setengah jalan, qadarullah tidak selesai karena satu dua hal, lalu didelegasikan lagi, sampai jadi deh buku ini. Bayangin deh, kalau kisahnya diluaskan lagi, bagaimana dari buku yang sudah berbahasa arab itu, diterjemahkan lagi ke beberapa bahasa, salah satunya bahasa indonesia, dan bukunya ada di tangan kita sekarang untuk dibaca. Ini kan, yang namanya berkah? Bagaimana Allah melipatgandakan nikmat. (':

***

Muhammad Rahmatullah Hafizh An-Nadwi selain mentahqiq dan mentakhrij buku ini, beliau juga menambahkan satu bagian dalam buku ini, pengenalan sekilas tentang penulis. Judulnya selayang pandang tentang kehidupan Al-Allamah Sulaiman An-Nadwi rahimahullah. Dari sinilah, saya memilih judul postingan kali ini hehe. Panjang ya alurnya? hehe. 

Jadi di selayang pandang kehidupan penulis buku ini disebutkan prestasi-prestasinya, baik dari segi Al Qur'an, Hadits, Fiqh, Sejarah, dll. Nah.. dibagian sejarah ini, ada satu kalimat yang membekas dan membuatku tergerak untuk menukilnya, di edisi nukil buku kali ini.
Beliau (Sulaiman An-Nadwi) adalah rujukan para dosen dan peneliti sejarah di Inda. Mereka sering melakukan kunjungan dan korespondensi dengan beliau dan mereka sering memakai pendapat dan tahqiq beliau. Beliau sangat jujur dan amanah dalam menyampaikan sejarah. Jarang sekali beliau menggunakan ungkapan-ungkapan emosional dalam tulisan-tulisannya. Beliau menyarankan agar mewaspadai penggunaan ungkapan yang membangkitkan emosi dan memainkan perasaan.
- Selayang Pandang tentang Sayyid Sulaiman An-Nadwi dalam buku Sirah Aisyah
***

Membaca itu, membekas gitu rasanya. Jleb gimana gitu, soalnya aku sering nulis kelampau hiperbol. Hmm.. jadi introspeksi diri sih. 

Meski memang, saran beliau lebih ke sejarah, dan aku tidak fokus menulis tentang sejarah, tapi kalimat tersebut cukup untuk membuatku teringat untuk jangan melebih-lebihkan ungkapan emosional. Kalimat itu juga mengingatkanku pada buku Serial Cinta yang di dalamnya dibahas tentang jurang para penyair, rawan kebohongan, bahkan disebutkan juga ayat dalam quran tentang para penyair. Hmmm.. 

Menulis postingan ini, aku jadi memikirkan lagi, kenapa sebaiknya mewaspadai ungkalan emosional dalam penulisan sejarah? Aku berpikir, tentang sejarah, yang pastinya ada momen-momen dramatis, yang membuat kita ingin menggunakan ungkapan emosional. Tapi.. kalau itu dituliskan, mungkinkah, tujuan penulisan sejarah, yang untuk mencatat fakta bisa tidak tepat sasaran? 

Menulis postingan ini juga.. aku jadi memikirkan tentang show not tell.. Bagaimana penggunaan kata-kata sifat bisa membuat tulisan begitu subjektif. Kata indah, pahit, panas, keras, itu relatif, jadi subjektif. Karena indah bagi setiap orang berbeda, pahit juga, beda lidah, beda level mana yang disebut pahit. Panas, berapa derajat Celsius yang disebut panas? Tapi ini nyambung ga sih? Entahlah. Hehe

***

Intinya, di nukil buku kali ini, aku belajar bahwa Allah punya rencana indah, bagaimana sebuah buku Allah berikan keberkahan di dalamnya. Dari saat ditulis dalam bahasa urdu, lalu diterjemahkan ke bahasa arab, bahkan sampai diterjemahkan ke bahasa indonesia sehingga bisa kita baca.

Lewat nukil buku kali ini, aku tahu.. bahwa setiap niat baik Allah akan beri balasan yang baik. Dan setiap orang yang ikut serta dalam proses sampai buku ini sampai di tanganku, termasuk kakakku yang membeli buku ini, Allah akan balas juga dengan kebaikan. In syaa Allah. How amazing, isn't it?

Lewat nukil buku kali ini, aku diingatkan untuk berhati-hati dalam menulis ungkapan-ungkapan emosional. Boleh pakai, tapi hati-hati. Kalau ga perlu ga usah.. ga usah dihiperbolkan. Ya? Hehe

Terakhir, barangkali ada yang butuh temen baca, buat ngingetin untuk membiasakan membaca buku, atau butuh temen diskusi hasil membaca, khusus untuk perempuan, bisa kontak saya ya.. kirim email aja ke isabella.kirei@gmail.com, say hai, nanti kita obrolin enaknya komunikasi via apa. J

Allahua'lam.

Friday, July 13, 2018

Yes, Ya

July 13, 2018 0 Comments
Bismillah.
#random #gakpenting

Ia hanya menjawab singkat kalimat-kalimat yang aku kirim berturut-turut padanya. Yes katanya, iya katanya. Kata singkat tersebut cukup untuk membuatku tersenyum. 

***

Kadang kita memang tidak perlu jawaban panjang lebar. Tidak perlu kalimat positif, kutipan inspiratif. Kita cuma perlu jawaban singkat, yang menunjukkan kalau orang lain mendengarkan kita, membaca kalimat-kalimat kita. 

Meski kadang juga, kita suka dibuat kesal pada mereka yang hemat kata. Yang hanya suka menjawab singkat dengan kata ya, tidak, anggukan, atau gelengan. Tapi sebenarnya, kalau dipikir-pikir itu lebih baik daripada tidak ditanggapi sama sekali. Ya lebih baik, setidaknya kamu tahu mereka hidup, mendengar dan membaca. 

***

Menulis ini, memoriku meluncur ke beberapa tahun lalu, saat aku ditempatkan di sebuah divisi yang banyak silent readernya. Saat itu aku banyak marah, banyak terbawa emosi. Sekarang, sudah tidak. Itu bahkan jadi lebih membekas, karena keunikannya. Aku ingat sekali, betapa sering aku seolah ngomong sendiri di forum tersebut. Tanya sendiri, jawab sendiri, brainstorming sendiri, diskusi dengan diri sendiri. Sampai suatu waktu, aku butuh bantuan orang lain. Maka di forum tersebut kusampaikan. Hadiah untuk pemenangnya aku letakkan di sekre, rak divisi kami, tolong serahkan ke pemenangnya ya. Aku pikir, akan sunyi, ga ada yang jawab. Ternyata, akhirnya ada yang muncul dan menjawab. Kalau ga salah ingat, satu kata, bisa, atau boleh. Pokoknya antara dua kata itu.

***

Balik lagi ke topik tulisan ini. Komunikasi itu penting. Kita memang bisa saja bekerja tanpa bersuara, kerja saja, tanpa bilang-bilang. Tapi kalau ini tentang urusan lebih dari satu orang, kadang perlu ada komunikasi. Agar jangan sampai pekerjaan sama dikerjakan lebih dari satu orang, hanya karena miss komunikasi. Jawab ya, yes. 

***

Tulisan ini, terinspirasi dari jawaban Pak Nass saat kukatakan bahwa aku ingin mulai lagi setor tulisan untuk draft buku.

Yes. Tiga huruf, satu kata. Tapi cukup untuk mengingatkanku, wah bapaknya sudah balas yes, masa aku ga memenuhi komitmenku sendiri.

Semangat menulis. Maaf random, gakpenting pula hehe. Curcol juga. 

Sekian.

Thursday, July 12, 2018

Empati

July 12, 2018 0 Comments
Bismillah.

Tadinya ingin cerita panjang lebar, tapi setelah dipikie-pikir, justru mengurangi inti yang ingin disampaikan. Jadi... langsung saja saya share kutipan yang kemarin seolah 'dikirimkan' Allah atas kebingungan dan pertanyaanku. 
Berempati atau merabarasakan perasaan dan permasalahan orang lain, pada dasarnya bukan dalam rangka sekadar untuk merasakan apalagi kemudian sekadar membahas permasalahan, tapi dalam rangka kepedulian dan turut membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Seharusnya jika sensitifitas perasaan tersebut diwujudkan dalam bentuk empati dan kepedulian, maka tidak akan ada kesan negative thinking dari orang lain. Oleh karena itu kepekaan perasaan kita terhadap realitas orang lain jika tak dapat kita wujudkan dalam bentuk bantuan, maka setidak-tidaknya kita wujudkan dalam bentuk doa. Oleh karena itu berempati juga menjadi sesuatu yang harus terkendali agar dia tidak berkembang menjadi diskusi dan gosip semata. 
- Bang Aad, Adriano Rusfi, tentang Empati. Credit: Forum Feminitas Bunda
***

Ada saat kita ragu, apa diskusi kita tentang seseorang dan permasalahannya adalah bentuk ghibah? Atau ini cuma brainstorming semata, sebagai bentuk topeng, bahwa kita teman yang baik? Atau ini.. benar bentuk empati dan kepedulian kita kepadanya? Saat itu.. kita perlu banyak beristighfar, tanyakan pada hati, jujur, jika bukan empati dan kepedulian, segera tinggalkan percakapannya. Jika hanya sekedar penasaran, tinggalkan percakapannya. Namun jika itu benar untuk membantu, pastikan haknya terpenuhi, jangan buka aibnya, jaga kehormatannya, bantu dengan daya yang dimiliki, kalaupun tidak ada, berdoalah, pastikan bahwa saat kita mengingatnya, mengetahui permasalahannya dan jatuh bangunnya, jangan lupa mendoakan yang terbaik untuknya. Semoga Allah melindunginya, semoga Allah melapangkan dadanya, menjernihkan pikirannya dan membimbingnya. 
How beautiful is Islam that you can make Dua for someone without them even knowing and in return the angels make Dua for you. - anonymous
Allahua'lam.

Wednesday, July 11, 2018

Tantangan Menulis di HP

July 11, 2018 0 Comments
Bismillah.

#gakpenting

Kamu tahu tantangan menulis di HP? Bukan ngetik chat loh ya. Menulis, beneran menulis panjang, ga panjang banget sih, tapi ya.. satu postingan blog misal. Tantangannya itu bukan tentang typo berkali-kali, atau space keyboard yang kekecilan dan jari yang terasa terlalu besar. Bukan pula jari yang berasa kram. Tapi distraksi yang ga bisa berhenti muncul dan ganggu hehe.


Eh, ada notif di sana, di sini. Belum lagi keinget, harus kontak A untuk urusan ini, belum lagi hal lain. Pokoknya hp itu benda kecil yang isinya distraksi semua. Bahkan udah nulis draftnya di buku, tinggal ngetik nyalin aja. rasanya... ya ampun, kok bisa lama ya? Karena tanpa sadar melayani distraksi terlebih dahulu. Ibarat noise, yang harus didengerin itu ceramah pembina upacara, tapi telinga kita menangkap obrolan ciwi-ciwi yang berdiri di belakang kita. Susah, ga mudah. Tapi bukan berarti ga mungkin. Bisa kok bisa bell.. hehe.

Caranya pastikan sambungan internetmu mati, tutup semua aplikasi yang tidak diperlukan. Baca bismillah, kalau masih terdistraksi, ada sms spam masuk misal hehe. Baca istighfar, doa, ta'awudz.. berlindunglah kepada Allah. He'll help you. J

Menulislah. Semangat menulis~~

*blog ini mayoritas isinya, pemikiran penulis, reaktifitas penulis dan motivasi penulis untuk menulis. hehe. 

Lomba Menulis Asian Games

July 11, 2018 0 Comments
Bismillah.

#random #selftalk

Aku dapat infonya dari grup EMC. Iseng, atau memang berminat ikut, entahlah, yang jelas, aku buka link yang tertera di posternya.


Aku baca keterangannya, udah sempet klik juga pendaftarannya, ada pelampiran cv pula hehe. Kaya mau melamar kerja aja hehe. Mungkin aku tertarik karena ada yang bisa aku ikuti, sebagai blogger. Mungkin tertarik, karena angka yang tertera sebagai total hadiahnya. Atau tertarik, karena ada pelatihan writingthon selama sepekan, artinya kesempatan bertemu banyak orang, belajar menulis, termasuk kesempatan menerbitkan buku. Batas waktunya sampai tanggal 15 Juli. Tinggal beberapa hari lagi. Terkait syarat-syarat, kayanya bisa dipenuhi. Bisa nih dicoba ikutan aja. Sudah lama sekali kayanya aku ga ikutan kompetisi menulis, sibuk dan mencukupkan diri menulis di blog sendiri. hehe.

Tapi kemudian, overthinking-ku kambuh hehe. Biasa lah, selftalk sendiri memikirkan banyak hal lain yang membuatku ragu, ikut, ga, ikut ga. Seperti pemikiran, ah paling ga menang. Lagian tahu apa aku tentang asiangames. Hehe. Trus keseluruhan isi blogku, dengan asian games, ga match, ga nyambung. aneh ga sih? hehe. Dan begitu diterusin terus aja dengan pertanyaan dan pernyataan lain, di otakku, gitu terus. Sebenarnya aku tahu, overthinking itu ga baik. Kalau mau ikut, ya ikut, kalau ga, juga gapapa. That's your choices. Tapi jangan terlalu banyak mikir dan buat excuse.

Kalau ga ikut, fokus ke misi lain hehe. Tentang draft. Hua... butuh mentor minta bantuan, uda ada mentornya, jangan bandel, kerjain, setiap hari edit, atau nulis. Jangan alasan kekurangan fasilitas, kamu tahu, kamu bisa nyaman-nyaman aja nulis dan ngedit di google docs meski di hp. Jadi? Bergerak bell.. jangan mau kalah sama diri sendiri. Kan kemarin baru nulis nukil buku tentang proaktif, gimana sih?? hehe.

Anyway, semangat! Untukku, dan untuk siapapun.

***

Yang mau ikutan lombanya, buruan buat konten, trus penuhi syarat-syarat, isi formulir pendaftaran di link. Berdoa jangan lupa. J

Semangat menulis ~

Tuesday, July 10, 2018

Kutipan/Quotes

July 10, 2018 0 Comments
Bismillah.

Tulisan ini tidak akan berisi kutipan atau quotes. Hanya sedikit pemikiran yang terlintas, saat kubaca pertanyaan orang tentang maksud dari sebuah kutipan. 

Kutipan/quotes biasanya tinggal lengkap, ia dipilih untuk menghighlight keseluruhan tulisan/percakapan. Jika baik pemilihannya, bisa jadi pintu untuk membaca tulisan/percakapan keseluruhannya. Jika salah pilih, bisa misleading, ambigu dan membingungkan. 

***

Another case. Masih tentang kutipan. It's interesting to find someone learning to write, just by making some simple design quotes. Jadi ia buat desain, lalu diberi satu dua kalimat darinya. Tapi karena masih belajar, wajar kalau kalimatnya masih ambigu, belum efektif. Gapapa, namanya juga belajar. Justru salut, ia berusaha belajar meski dari hal kecil. Bukan berangan-angan menerbitkan buku, tapi tidak menulis sama sekali. 

***

Terakhir, semangat membaca dan menulis~


Allahua'lam.

Sunday, July 8, 2018

Mengubah Perspektif Tentang Outlier

July 08, 2018 0 Comments
Bismillah.

Kira-kira ada ga ya manajemen outlier. Biar menjadi outlier tidak begitu menyakitkan dan mengancam keselamatan.
Kubaca kalimatnya, tentang menjadi outlier yang seringkali menyakitkan dan bahkan bisa mengancam keselamatan. Keningku berkerut, pilihan kalimatnya, emoticon nyengir yang seolah menutupi semua. Aku membacanya, sebagai kalimat yang bukan cuma di permukaan. Aku dibuat bertanya-tanya, sebegitu menyakitkankah menjadi outlier bagi penulis kalimat tersebut, sampai hal itu mengancam keselamatan? Ah, mengetik ini saja rasanya kelu. Apa maksudnya dengan dua kata yang digandengkan itu?

Sebenarnya ini bukan yang pertama, sebelumnya, aku membaca tulisannya tentang setiap orang merasa kesepian, sendiri. Di lain waktu, kubaca tulisan lain masih darinya, tentang perjalanannya, yang diantara panjang dan berliku ceritanya sebenarnya tersisip kalimat yang nadanya mirip dan semakna. Aku harap aku saja yang sok tahu. Atau jika aku benar, semoga bentuk keberaniannya menyiratkan makna itu sebagai bukti, kalau ia akan menghapus pemikiran buruk itu. 

***

Outlier, sebelumnya aku tidak terlalu familiar dengan istilahnya. Tapi bukan pertama bertemu juga, pernah diceritakan teman sinopsis film bertema atau berjudul outlier. Intinya sih pengecualian, orang-orang yang terasing, tidak sama seperti kebanyakan orang, mungkin tidak searah dengan arus utama.

Kalau tentang soliter, kesendirian, kesepian (loneliness), aku paham, bahwa fitrahnya manusia itu sendiri dan akan pulang sendiri juga. Ia bertanggung jawab sendiri akan amal perbuatannya. Aku juga paham, kalau kesendirian, kesepian itu tidak nyaman. Seperti balita, atau bayi, yang jika tidak melihat ibunya menangis. Aku pernah menulis tentang loneliness di sini kayanya hehe. 

Tapi outlier itu agak beda kan ya dengan loneliness? Outlier itu jadi orang yang berbeda, terasing, bisa dibawa ke negatif sebagai orang aneh, atau ke positif sebagai orang yang unik. 

Bagi manusia, remaja terutama, menjadj outlier itu pasti menyiksa. Remaja atau ABG kan gitu, ia memiliki keinginan untuk diterima oleh lingkungannya. Maka banyak yang menyamakan diri dengan arus meski tak nyaman . Teman-temannya suka makan pedes, dia ngikut. Teman-temannya hobi ngerumpi, dia ikut. Di masa ini, menjadi outlier itu semacam jadi bocah ilang. Main sendiri, makan sendiri, mau gabung juga susah, ga nyambung obrolannya. 

Tapi perspektif tentang outlier bisa berubah kalau kamu baca buku-buku islami hehe. Aku, jujur saja semakin ingin 'berbeda' dan menjadi 'pengecualian' sejak tahu bahwa yang sedikit, yang asing, meski ga semua, adalah yang dicintai Allah. Ini perlu detail, ga bisa dipotong tanpa pelengkap. Orang sedikit, orang asing mana yang dicintai Allah? Oh ya, kalau istilah arabnya ghuroba

Pertama islam, islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali kepada menjadi asing. Maka beruntunglah orang-orang yang asing. Siapa orang-orang asing yang beruntung? Orang-orang yang berbuat baik selagi manusia berbuat kerusakan. 

Kedua, orang yang berbuat balik saat mayoritas manusia berbuat kerusakan. Ini seperti mayoritas orang yang memilih riba, dan orang-orang asing yang menjaga harta dan apa yang ia makan dari riba. Atau seperti korupsi yang sudah menjerat sampai jadi sistem, dan orang-orang asing yang menghindarinya. Seperti sekelas yang mengerjakan ujian nasional menilik kunci jawaban beli sekian juta, dan seorang siswa biasa, yang tidak terlalu pintar tapi mengerjakan semua sendiri meski satu kelas bahkan gurunya memaksanya menggunakan kunci jawaban tersebut. Atau seperti pedagang yang timbangannya benar, meski pedagang lain hampir semua mengakali timbangannya. Atau seperti, orang yang memungut sampah di jalan dan memasukkannya ke tong sampah, sedang yang lain seenaknya melempar bungkus minuman atau makanannya. Dan masih banyak contoh lain. 

Ketiga, orang-orang yang bertambah iman dan takwanya selagi manusia berkurang iman dan takwanya

Keempat, orang-orang yang menghidupkan Sunnah dan mengajarkannya kepada manusia. 

***

Orang-orang yang disebutkan sedikit jumlahnya di quran, mereka juga outlier. Yang bersyukur, yang beriman. Sedangkan orang-orang yang termasuk golongan berjumlah banyak, yang tidak bersyukur, yang tidak beriman, fasik, bodoh, dll.*

***

Menjadi outlier itu tidak mudah, aku tahu. Kadang memang bukan sekedar tidak nyaman, bisa sampai menyakitkan. Tapi semoga ga sampai mengancam keselamatan. Sungguh, meski menjadi outlier itu ga enak, bukan berarti kita menyerah hanya karena kita outlier

Kalau sepi, ngerasa sendiri, dan perasaan menyiksa itu hadir, jadikan itu momen untuk mendekat padaNya. Saat itu, kau bisa mendekat padaNya lewat doa, berbicaralah padanya dalam lirih, angkat tanganmu, ungkapkan padaNya perasaanmu, Allah akan menjawab doamu, akan Allah tenangkan hatimu, dan perasaan menyakitkan itu akan hilang. Kau juga bisa mendekat padaNya dengan membaca kalamNya, pelan, meski terbata. Jangan terpaku pada jumlah ayat, baca saja pelan, jika masih terasa hanya sampai lidah atau tenggorokan saja, baca artinya, minta pada Allah agar dimudahkan menjadikan quran sebagai adz dzikr. Kau juga bisa mendekat padaNya dengan shalat, dua rakaat sunnah. Atau dengan sedekah, atau dengan puasa. Atau bahkan sekedar masuk dan berdiam di rumahNya, jika kau berniat untuk mendekat padaNya, bahkan kau berdiam diri di rumahNya, dalam keterasingan sebagai outlier bisa menjadi pereda kecamuk di dada. Di rumahNya, kau bisa shalat sunnah, shalat berjamaah, mendengarkan lantunan tilawah orang lain, berdoa, berdzikir, tafakkur, menghitung nikmat ibarat menghitung bintang di langit, dan bahkan bisa jadi Allah pertemukan dengan orang yang sama-sama merasa terasing juga.


Allahua'lam bishowab.