Follow Me

Tuesday, September 29, 2020

Jawaban Untukku

September 29, 2020 0 Comments

Bismillah.

20 Mei 2020. Seorang bertanya padaku, "Teh, gimana cara menghilangkan kebiasaan buruk?" Tertulis angka 23.26, saat ia melanjutkan tanyanya dengan kalimat penjelas lain.

Kujawab pertanyaannya keesokan harinya, lumayan panjang. Tiga layar screenshoot.

***

Tiga bulan kemudian, jawaban yang kuberikan padanya, menjadi jawaban untuk diriku sendiri. Kucatat di blog magicofrain.

Jawabannya kini untukku.

"Sibukkan diri dengan hal-hal baik"

"Cek penyebabnya, hindari situasi tersebut"

"Sering-sering diulang kenapa harus ninggalin hal itu, biar tekadnya kuat"

"Kalau misal jatuh, lagi dan lagi. Jangan putus asa. Harus yakin bahwa Allah melihat usaha kita. Allah tahu kita berusaha meninggalkan kebiasaan buruk itu."

"Jangan lupa doa."

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Fatimah (puterinya), “Apa yang menghalangimu untuk mendengar wasiatku atau yang kuingatkan padamu setiap pagi dan petang yaitu ucapkanlah:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan [artinya: Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya].” (HR. Ibnu As Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no. 46, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 381: 570, Al-Bazzar dalam musnadnya 4/ 25/ 3107, Al-Hakim 1: 545. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 227). [1]

***

Sekarang, akhir bulan September. Allah masih memberikanku nikmat iman, islam, dan berbagai nikmat lain yang tidak bisa aku sebut satu per satu. Kusalin jawaban untukku di sini, karena aku ingin mencatatnya, agar aku ingat, bahwa begitulah semua tulisan di sini. Semuanya untukku, meski bisa jadi beberapa diantaranya terinspirasi dan diambil dari kisah orang lain. Tapi pelajaran di dalamnya, makna dan hikmah di dalamnya, jawaban di dalamnya, nasihat di dalamnya, untukku.

Allahua'lam.

***

Keterangan:

[1] https://rumaysho.com/11790-dzikir-dan-doa-dengan-ya-hayyu-ya-qayyum.html

Monday, September 28, 2020

Bukan Fighter Hanya Pembaca

September 28, 2020 0 Comments
Bismillah.

#buku

Halo semua. Lama gak nulis hehe. Selama proses ga nulis, alhamdulillah aku jadi pembaca kecil-kecilan hehe. Salah satu yang aku baca adalah 30 Cerita Fighter 30DWC, e-book yang disusun oleh Rezky Firmansyah dan dibagikan secara gratis di channel telegram 30DWC.

***

Ada yang belum kenal 30DWC? 30DWC adalah sebuah challange menulis 30 hari tanpa putus. Sekarang sedang berjalan jilid 25. Untuk pendaftaran jilid 26 sudah dibuka juga, batas pendaftarannya tanggal 15 Oktober 2020.



Peserta yang ikut 30DWC biasa disebut fighter. Aku pribadi bukan seorang fighter, belum pernah daftar, dan belum kepikiran untuk daftar. Tapi meski bukan fighter, aku pembaca 30DWC. Aku lupa awalnya dari mana, dari blog Teh Hajah kah? Intinya tanpa disengaja beberapa blog yang aku follow banyak yang ikut program 30DWC, termasuk Roro. Oh ya, 30DWC ini ga harus nulis di blog, boleh nulis di facebook atau instagram. Kayanya sih, lebih banyak di ig.

***

Balik lagi ke e-book 30 Cerita Fighter 30DWC. Dari hasil membaca e-book tersebut, ada beberapa kutipan yang aku catat.


Melakukan yang Terbaik

"Bagaimana dengan kita selama ini? Seringkali fokus menjadi yang terbaik, pengen jadi yang terbaik. Tapi lupa untuk melakukan yang terbaik." 

- Rezky Firmansyah, dalam buku 30 Cerita Fighter 30DWC

Sebuah pengingat untuk jujur pada diri, benarkah kita ingin menjadi yang terbaik? Sudahkah keinginan tersebut kita amalkan? Sudahkah kita melakukan yang terbaik? Atau...?


Menemukan Genre

"Menemukan genre adalah perkara penting dalam berkarya. Seringkali banyak penulis terjebak dalam tahap ini. Pengen jadi penulis yang sastrawi tapi bacanya karya Raditya Dika. Pengen nulis komedi, bacanya Harry Potter. Lah gimana coba? 
Menemukan genre adalah sebuah proses. Tidak ujung-ujug sekali coba langsung cocok dan bisa. Ada sebuah proses coba-coba. Percobaan cara pertama, nggak nyaman. Percobaan cara kedua, merasa aneh. Percobaan cara ketiga, makin sulit. Eh pas percobaan cara keempat baru mulai menemukan klik.

Untukmu yang berproses, sabarlah. Teruslah cari tujuanmu. Tentukan kamu ingin jadi penulis seperti apa, temukan role modelmu, dan teruslah mencoba!"
- Rezky Firmansyah, dalam buku 30 Cerita Fighter 30DWC

Ada yang masih cari-cari genre? Atau masih berjuang nemuin jenis, kemasan, bentuk buku yang ingin ditulis? Semangat berproses.. beneran berproses ya, jangan berhenti nulis hehe. Fighting!


Banyak-banyak lah Mencoba

"Semakin banyak kita mencoba, semakin banyak pula hal yang kita dapatkan. Termasuk dalam menulis. Semakin banyak kita explore, semakin banyak ide yang bisa dikembangkan. Ditambah lagi dengan tantangan menulis setiap hari yang tujuannya adalah membangun kebiasaan. Seharusnya akan lebih mudah melanjutkan langkah selanjutnya."

- Rezky Firmansyah, dalam buku 30 Cerita Fighter 30DWC


Terakhir, ada satu kutipan satu lagi, tentang Menulis Karena Depresi. Tapi, berhubung panjang, saya share ss-nya aja ya. Atau yang punya e-booknya, bisa dibuka halaman 18.



Aku suka kalimat ini, "...yang nggak wajar itu adalah ketika kita mendiamkan depresi itu begitu saja. Membiarkannya tumbuh dan saja."

Sama seperti kesedihan dan rasa takut yang akan selalu ada dalam hidup kita. Jangan biarkan perasaan itu melingkupi dan membutakan pandangan kita. Harus gerak dan berusaha agar perasaan itu menjadi netral dan hati kita menjadi lebih tenang, meski perlu perjuangan tentunya. Banyak-banyak mendekat padaNya, baca ayat-ayatNya, salurkan dalam tulisan, keluar rumah dan berjalan kaki, atau lari kecil, cerita dan bertanya solusi ke orang terpercaya. In syaa Allah kesempitan akan berganti dengan kelapangan. Dan kesulitan yang kau rasakan tersebut, sebenarnya hanya sebuah tanda, bahwa Allah hendak memberikan banyak kemudahan dalam hidupmu.

Terakhir, semangat baca buku~ meski lambat, meski hanya satu dua paragraf, satu dua halaman setiap hari. 

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Thursday, September 24, 2020

Berkelana Merajut Asa Meraih Cita

September 24, 2020 0 Comments

*Berkelana Merajut Asa Meraih Cita*

Penulis: Alumni KMO Club Batch 25 Kel. 39

Genre: Nonfiksi

Ukuran: 14 x 21 cm

Terbit: Oktober 2020

Harga Pre-Order (22 September - 1 Oktober) : 55.000

Pengiriman (16 Oktober)

Info pemesanan: wa.me/6285227742193

Blurb:

Impian manusia tidak akan pernah berakhir selama ilmu diterapkan dengan kreativitas tanpa batas untuk membangun sebuah proses menuju kesuksesan.

Kapankah seseorang bisa dikatakan telah gagal?
Apakah saat melakukan kesalahan? Tidak!
Apakah saat orang-orang menjauhi? Tidak!
Apakah saat mendapatkan penilaian buruk dan dikritik habis-habisan? Tidak!

Seseorang dikatakan gagal ketika ia tidak lagi memiliki impian.

Bacalah kumpulan tulisan dalam buku ini, untuk memperoleh rasa percaya diri yang tinggi dalam menggapai mimpi.

Saturday, September 19, 2020

Bunga Dandelion

September 19, 2020 0 Comments

Bismillah.

#fiksi

It's all in here, stacked up, layer by layer. Where should all this go now?

 

"Pertanyaan itu untuk siapa?" tanyaku, saat melihat ia mengupdate blognya dengan dua kalimat tersebut. Kulihat di layar ia sedang mengetik jawabannya. Satu, dua, tiga detik.


"Definitely not for you," jawabnya pendek.


"Yah, ga usah update blog kalau misal cuma kalimat abstrak dan ga jelas kaya gitu. Cuma bikin pembaca penasaran," kali ini kukirim pesan itu dengan voice note, agar ia tidak salah memaknai.


Sebenarnya aku tidak benar-benar ingin menyuruhnya berhenti menulis. Aku hanya ingin menunjukkan, kalau aku penasaran.


It's all in here, apa yang ada di sana?


Stacked up, layer by layer, apa yang tertumpuk? Lapis demi lapis apa yang ada di sana? Lembar demi lembar apa yang tertumpuk? Apa ia berbicara tentang kertas? Atau tentang pakaian? Atau sesuatu yang lain, yang abstrak, seperti tumpukan perasaan.


Suara notifikasi membuatku berhenti mengulang-ulang dua kalimat di blognya. Ia membalasnya lagi. Dua huruf berulang, ia menertawakanku yang kadung penasaran. Ia tahu kalau aku sudah penasaran, aku akan memikirkannya terus sampai mendapat jawaban yang minimal bisa membuatku berhenti bertanya.


"Jadi... apa yang menumpuk? Sampah yang perlu dibuang? Kertas berisi tulisan-tulisanmu?"


"Rumput liar itu termasuk sampah bukan sih?"


"Gulma bukan sih? Eh, tapi apa hubungannya sama ini", tanyaku merasa ia mengalihkan pembicaraan.


"Connected. Yang aku bicarakan di kalimat itu, ibarat rumput liar." Aku mendengus, ia mengabstrak lagi. Bukannya jadi jelas, malah makin membingungkan. Mari fokus ke kerjaan hari ini saja, daripada ngurusin tulisan abstrak di blog orang. Batinku kemudian mematikan koneksi wifi ke ponselku.


***


Satu pekan berlalu. Aku sibuk dengan urusanku, sudah lupa pada kalimat bahasa inggris itu. Setiap pagi, aku biasa memulai hari dengan membaca tulisan-tulisan dari blog yang kuikuti. Bagiku, itu lebih menyegarkan, ketimbang membaca tumpukan pesan di aplikasi hijau itu. Juga lebih menenangkan ketimbang melihat pembaruan cerita orang lain di sosial media. Sosial media baik sebenarnya, cuma algoritma bubble-nya sering membuatku kesal. Aku merasa ada banyak sekali akun "bergizi" yang aku follow. Tapi yang muncul di dashboard adalah akun-akun yang aku banyak berinteraksi. Padahal tujuanku follow kan ingin dapat pemberitahuan. Oke, abaikan urusan sosial media. Fokus pada mengapa aku memilih blog.


Karena di blog, setidaknya platform yang kupakai, tidak ada sistem algoritma bubble. Semua blog yang ku-follow, akan muncul tulisan baru-nya di daftar bacaanku. Terlepas aku sudah tidak pernah klik pembaruan di blog tersebut, atau aku selalu baca tiap ada pembaruan di blog tersebut.


Sebuah postingan dengan preview foto dandelion di daftar bacaanku menarik mataku. Judul postingan tersebut berbahasa asing, bukan menggunakan huruf latin. Aku tidak perlu mengklik tulisan itu. Karena dari previewnya saja. Aku sudah bisa membaca keseluruhan postingannya.


Setelah pekan kemarin update satu tulisan dengan kalimat bahasa inggris yang abstrak. Kali ini ia memposting foto dandelion, judul bahasa asing, kemungkinan artinya dandelion juga. Aku bisa menebak, karena ini bukan pertama kali ia memposting tulisan berfoto, dengan judul bahasa asing. Di sebelah foto dandelion itu, kubaca kalimat bahasa indonesia di dalamnya.


"Rumput liar, tapi berbunga. Atau bukan rumput liar, tapi bunga dandelion. Kujaga baik-baik meski sebagian hati ingin meniup bunga-bunga kecilnya. Lupa, bahwa fitrah bunga dandelion adalah terbang terbawa angin, mencari tanah baru untuk tumbuh dan berbunga lagi."


Berbeda dengan pekan kemarin, saat aku segera chat padanya bertanya arti kalimat abstraknya. Kali ini aku tersenyum tipis. Kali ini aku bisa menerka, bunga dandelion itu mengumpamakan apa. Dan pertanyaan pekan kemarin, kemungkinan besar masih terhubung dengan dandelion ini.


The End.

Friday, September 18, 2020

Buku Antologi Pertama

September 18, 2020 0 Comments

Bismillah.

Qadarullah ma syaa Allah.

Setelah aku sendiri selalu berkutat dalam keraguan. Ada banyak sebenarnya kesempatan untuk naik tingkat di dunia kepenulisan, yang aku sendiri ga berani ambil karena keraguan.

Sampai akhirnya Allah membuka jalannya. Awalnya lewat jadi PJ Kelompok KMO Batch 25. Niatnya membersamai, sama saling menyemangati peserta K39 biar bisa bertahan ikut kelas, ngerjain tugas, sarapan kata dan yang terakhir, ikut projek nulis buku antologi.

Alhamdulillah kelompok kami nelurin dua buku antologi. Satu buku fiksi (kumpulan cerpen), kolaborasi dengan kelompok 36.

Untuk buku kumpulan cerpen "Tale of Us", aku ga ikutan nulis. Cuma bantu ngumpulin dan edit-edit dikit tulisan dari 9 orang peserta K39 dan 11 orang peserta K36. Eh, ikut nulis ding. Nulis blurbnya.

Setiap orang ibarat potongan puzzle. Satu sama lain bertemu, kemudian menyajikan kisah yang berbeda-beda.

Bagaimana jika potongan puzzle yang tidak cocok dipaksa bersatu?

Gambar besar apa yang kita lihat, saat satu demi satu keping puzzle saling melengkapi?

Mari sejenak duduk, dan nikmati sajian kisah-kisah dalam buku ini.


Sedangkan buku Antologi nonfiksi "Berkelana Merajut Asa Meraih Cita", aku ikut sumbang tulisan di dalamnya. 15 orang peserta K39, plus tulisanku, jadi 16 orang.

Ada banyak yang bisa diceritain. Yang jelas, dua buku antologi kelompok 39 naik cetaknya beda gelombang. Yang fiksi lebih dulu, makanya sekarang udah bisa dipesen. Yang minat mangga langsung hubungi CP.

Untuk buku nonfiksi BMAMC, masih fase pemilihan cover. Nanti kalau udah dibuka PO-nya saya update lagi in syaa Allah ^^

Semoga buku kecil ini bisa menjadi langkah awal, agar aku semangat berkarya dan terus menulis. Dan draft buku solo nonfiksi yang ngendap di folder laptop, segera diberesin bell!

Semangat ~

Tuesday, September 15, 2020

5 yang Harus Dijaga

September 15, 2020 0 Comments

 Bismillah.

#blogwalking

Halo.. lama tidak menggunakan hastag blogwalking. Mari mulai lagi september ini. In syaa Allah aku agendakan sepekan sekali akan ada tulisan blogwalking. Biar isi blog ini ga cuma ngejar setoran #1m1c dan tulisan abstrak pikiran dan perasaanku hehe.

***

Blogwalking kali ini dari Medium Gamais ITB. Judul tulisannya "Bukan Sekedar Manusia Cerdas", nama penulisnya tidak disebutkan. Kemungkinan mahasiswa ITB,*yaiyalah.

Langsung aja, ini kutipannya. Yang mau baca lengkapnya, klik tulisan yang dihighlight warna kuning ya.


"...Pikiran, atau akal manusia, menjadi penggerak utama perkembangan teknologi, menjadi faktor utama manusia melakukan sesuatu, menjadi hal yang berpengaruh terhadap bagaimana manusia memandang hidup, menjadi bekal utama kita untuk belajar. Tapi sebenarnya, mengapa Allah menciptakan kita dengan akal, dan bagaimana kita sebagai seorang muslim memosisikan fungsi akal dalam kehidupan?

Akal termasuk ke dalam dharuriyyatul khams, atau lima hal dalam syariat islam yang perlu dijaga. Manusia dibekali dengan akal, membedakannya dari hewan, sehingga dapat membedakan hal-hal yang bermanfaat dan hal-hal yang berbahaya. Saking pentingnya akal ini, kita diminta untuk selalu menjaga akal kita dari hal-hal yang dapat merusak, bahkan ada syariat untuk menjauhi segala sesuatu yang memabukkan...." 

-- Medium Gamais ITB, "Bukan Sekedar Manusia Cerdas"

 

***


Tadinya aku mau komentar gitu, mau tanya selain akal, apa 4 dharruriyatul khams yang lain? Tapi.. karena aku biasa jadi silent reader, trus jaman sekarang, ada banyak pertanyaan yang bisa cari jawaban di google, akhirnya aku cuma ngehighlight aja. Ga jadi tanya.

Setelah google, alhamdulillah jadi dapat ilmu baru. Dari artikel di website almanhaj.or.id [1], disebutkan bahwa dharruriyatul khams merupakan lima kebutuhan penting yang harus dijaga oleh seorang muslim, yaitu:

1. Agama (Ad Din)

Karena agama yang akan menentukan nasib kita di akhirat, maka harus dijaga. Tentu kita semua ingin selamat kan?

2. Jiwa (Nafs)
Inna lillahi (sesungguhnya kita milik Allah) dengan demikian, kita ini milik Allah Azza wa Jalla, tidak boleh berbuat sewenang-wenang atas diri kita, tidak boleh menyengaja melukai tangan sendiri lalu berkata “ini tangan saya, saya bebas melakukan apa saja terhadapnya”. Apalagi sampai mengatakan “ini adalah jiwaku, saya ingin membunuh diri atau menjatuhkan diri dari gunung, atau menenggak racun”, maka semua ini tidak boleh, karena termasuk berbuat sewenangwenang pada sesuatu yang bukan miliknya. Wahai Hamba Allah! Jiwa yang pada dirimu itu adalah milik Pencipta dan Rabbmu, Dzat yang engkau ibadahi, yaitu Allah Azza wa Jalla . Engkau tidak boleh berbuat sewenang-wenang padanya.

Referensi: https://almanhaj.or.id/3373-dharuriyyatul-khams-lima-kebutuhan-penting-yang-harus-dijaga-oleh-kaum-muslimin.html
Jaga dirimu baik-baik ya~ makan yang teratur dan bergizi, olahraga. Pola tidur dijaga!

3. Akal (Aql)

Cara menjaganya adalah dengan ilmu, don't be ignorant! Kalau dari artikel di almanhaj di atas, disebutkan juga ada beberapa syariat islam yang fungsinya adalah bentuk penjagaan terhadap akal, baik secara maknawi maupun yang bersifat fisik. Apa aja? *cek linknya aja ya hehe.

4. Keturunan (Nasl)

Cara menjaganya lewat pernikahan, di sini masuk wajibnya kita belajar parenting, dan menafkahi anak.

5. Harta (Mal)

Di antara cara dalam pemeliharaan harta ialah: (a). Islam mewajibkan beramal dan berusaha. (b). Memelihara harta manusia dalam kekuasaan mereka. (c). Islam menganjurkan bershadaqah, memperbolehkan jual beli dan hutang-piutang. (d). Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap harta orang lain dan wajib menggantinya. (e). Kewajiban menjaga harta dan tidak menyia-nyiakannya.

Referensi: https://almanhaj.or.id/3373-dharuriyyatul-khams-lima-kebutuhan-penting-yang-harus-dijaga-oleh-kaum-muslimin.html
***

Thanks to admin Medium Gamais yang udah share tulisan, yang menggerakkan jariku untuk blogwalking. Semoga aku rajin nulis blogwalking lagi ya. Biar blog ini ga sepi hehe.

I think it's better to share a quotes from blogwalking, than rambling about abstract things. Semangat blogging untukku, dan untuk pemilik blog dimanapun kamu berada. Bye 5~

Allahua'lam.

Sunday, September 13, 2020

Alergi pada Kritik

September 13, 2020 0 Comments

Bismillah.


Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang alergi terhadap kritik? Egonya begitu tinggi, sehingga setiap masukan, saran, dan tentu saja kritik membuat ia menyerang balik. Reaksi pertama yang muncul adalah amarah.

***

Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang alergi terhadap kritik?

Ada merasa pertanyaan di atas salah? Hehe. Pertanyaan itu membuat kita mencari-cari, siapa orang yang pernah kita temui, yang alergi terhadap kritik. Padahal dalam hidup, jika kita bicara tentang sebuah kesalahan, fenomena alergi kritik misal, yang pertama harus kita lakukan adalah melihat ke dalam dan bukan keluar.

Mari kita ubah pertanyaannya,

Pernahkah merasa alergi pada kritik?

Apa gejala yang kita rasakan? Pusing, panas dingin, gatal, dan ingin meledak?

Aku pernah bertanya-tanya, yang manakah sebenarnya reaksi normal kita terhadap kritik? Apakah normal untuk kita merasa benci pada kritik? Apakah normal kita merasa alergi dan memilih menghindari kritik?

Atau reaksi normal kita terhadap kritik adalah netral, kita bisa mendengarkan dengan tenang, asalkan kritik yang diberikan orang lain membangun dan benar. Bukan atas dasar kebencian dan emosi. Karena kalau kritik disampaikan dengan cara yang keras/kasar, serta ditempat umum, seolah untuk mempermalukan diri kita, wajar jika kita tidak suka dan jadi kebawa emosi. Bahkan cuma orang-orang tertentu saja yang bisa tetap tenang jika dihadapkan situasi sulit tersebut.

***

Pernahkah merasa alergi pada kritik?

Aku pernah, masih sering mungkin. Biasanya alergi terhadap kritik itu 'kambuh' saat aku mengedepankan ego, mengedepankan emosi dan tidak mengedepankan rasio. Karena kalau kita bisa menurunkan ego kita, penyakit alergi kritik tidak akan menyerang. Kenapa? Karena kita tahu, bahwa setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda, nilai dan prinsip yang kita pegang pun berbeda. Dari perbedaan itu, kritikan mungkin muncul. Kedua, saat kita lebih mengedepankan rasio, mau meletakkan emosi di belakang, kita akan bisa menerima kritikan sebagai bentuk kepedulian orang lain pada kita. Karena yang tidak peduli akan membiarkan saja.

Bagaimana dengan kritikan yang tak berlandaskan? Terutama sekarang zaman orang bersembunyi dibalik id, yang menebar kritik pedas hanya untuk melampiaskan energi negatif dalam dirinya pada orang lain. Masih sama sebenarnya, saat kita mengedepankan rasio, kita tidak akan alergi, karena kita bisa membedakan, mana kritikan yang perlu disimak dan dipikirkan, dan mana kritikan yang perlu diabaikan.

Jika merasa diri alergi pada kritik, obat apa yang harus diminum?

Karena alergi terhadap kritik ada kaitannya dengan ego, maka yang harus kita lakukan adalah mengelola ego kita. Bagaimana agar ego kita tidak tinggi menjulang dan justru menghalangi kita untuk bertumbuh. Orang yang merasa benar sendiri, tidak akan bisa melihat dengan jelas kelemahan/kesalahannya, sehingga ia tidak bisa bertumbuh. Maka kita harus belajar mengelola ego, merendahkannya. Caranya dengan belajar itu sendiri. Belajar dengan adab. Belajar yang disertai kerendahan hati. Saat kita belajar, wawasan kita akan terbuka, kita akan paham bahwa ilmu kita dibandingkan ilmu-Nya, adalah seumpama jari kita dicelupkan di samudra luas, kita angkat jari kita, air yang tersisa di jari tersebut adalah ilmu kita, sedangkan air yang mengisi samudra, bahkan lebih dari itu adalah ilmuNya.

Selain mengelola ego, kita juga harus mengelola emosi kita. Bagaimana agar tidak baper saat sebuah kritik diberikan pada kita. Entah kritik tersebut dikirim via pos, lewat lisan langsung, atau dengan cara melempar surat kaleng ke rumah kita. Bagaimana saat emosi hendak menguasai, kepala terasa panas, lisan rasanya ingin balas menyerang, jemari juga, tapi kita berusaha menahan diri, mengambil jarak dan waktu untuk mundur. Agar bisa menjadi tenang dan mendahulukan rasio. Agar tidak serta merta kita menangkis kritik, yang sebenarnya hadir untuk kebaikan diri.

***

Oh ya, tulisan ini terinspirasi dari diskusi pekanan di grup wa NAK Indonesia. Senin kemarin, Mba W menyajikan resume video iniSaat agenda diskusinya aku ga ikut nimbrung. Baru nonton ulang videonya beberapa hari kemarin. Meski video lama, pernah nulis beberapa insight juga di blog (tulisan ini dan itu). Tapi karena nonton lagi, ada aja insight baru yang bisa diambil. Kali ini tentang alergi terhadap kritik.

Setan salah satu asal katanya adalah syaatah, artinya ia berasal dari api, atau bisa diartikan terbakar. Dan salah satu tipu daya setan adalah kita mudah terbawa emosi. Kita menjustifikasi kesalahan kita dengan cara marah setiap kali seseorang mengoreksi/mengkritik kita.

One of the meaning of the word syaithan, syathoh, is halaka wahtaraq. Actually ihtaraq wa halak, which means, he got set on fire, literally, to be set on fire. It is used as a figurative speech in Arabic for loosing one's temper. So you justify your misbehavior by loosing your temper and storming out of the conversations, and you still do what you do.

...you hide, you justify your misbehavior by just acting all tough, so nobody can correct you. Anybody tries to give advice, you're always (get angry).

...this is syaitan. That's syaitan, when you're incapable of taking advice. Incapable of being corrected. Just.. you get flared up. You just get flared up 
- Nouman Ali Khan

 

Semoga kita bukan termasuk orang yang alergi terhadap kritik ya. Kalaupun sesekali kita mendapati diri kita alergi pada kritik, jangan ragu untuk memohon perlindungan kepadaNya, ucapkan a'udzubillahi minasy syaithanirrajim. Jangan lupa juga untuk 'meminum obatnya'.

Allahua'lam.


***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Friday, September 11, 2020

Hati yang Sakit

September 11, 2020 0 Comments
Bismillah.

Menyalin tulisan lama, untuk pengingat diri.

Back then I wrote it in the blue notebook. Tulisannya acak-acakan, menggambarkan kondisi diri dan hati yang tidak baik-baik saja. Entah ditulis tahun, bulan dan tanggal berapa. Kemungkinan saat fase aku 'kehilangan diriku'.

***

Ini bukan tentang "sakit hati" yang lebih sering dimetaforkan sebagai sakit karena cinta. Ini tentang hati yang mengeras hampir mati. Ini tentang hati yang begitu gelap karena noda dosa.

Hatiku yang sakit. Dan tidak ada orang lain yang melihatnya. Allah berkali-kali memberikan aku obatnya, memberikan aku kesempatan untuk kembali pada-Nya. Namun berulangkali juga aku tak mau meminumnya. Berkali juga aku melangkah untuk kembali namun kemudian berbalik.

Hati ini sakit, sudah begitu keras nan hampir mati. Sehingga lantunan ayat-Nya tak juga melunakkannya. Sehingga tiap bacaan dan hafalan hanya berhenti di tenggorokkan.

Iman seolah hanya di lisan, dan sholat seolah hanya gerakan tubuh. Hati ini yang sakit, sehingga kehidupanku terlihat seperti zombie.

Aku butuh konsultan, psikolog, terapist, ustadzah atau siapapun yang bisa membantuku. Tentu saja Allah cukup menjadi penolong hati yang sakit ini. Tetapi aku sudah tidak bisa mengendalikan diri. Izinkan bantuan Allah juga tersalur lewat orang lain.

Dan tangis yang berlinang saat ini... Semoga bukan tangis palsu. Semoga kali ini yang terakhir, sebagai bentuk taubatku pada-Nya.

فَفِرُّوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةًۭ نَّصُوحًا 

 قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Yaa Muqallibal Quluub.. Tsabbit Qalbi 'Ala Dinik.

***

Kubuka halaman sebelumnya. Sepotong tulisan bernada sama kutuliskan. Tertanggal 14 Agustus 2011.

Seolah tulisan-tulisan di buku catatan ini mengingatkanku. Begitulah iman, naik dan turun. Begitulah hati, kadang sehat, dan tak jarang sakit.

Cz it hurts me so.

***

Semoga saat hatiku sakit, aku tak berhenti menulis. Tidak harus di sini. Boleh di secarik kertas, dengan tulisan tangan yang sulit dibaca bahkan oleh diri. Tidak mengapa. Karena Allah Maha Mengetahui apa yang ada di hatiku. He knows. But He still wants to hear our voice. Romantic, isn't it?

Tetaplah berdoa, dalam bisikan kecil. Dalam bahasa kalbu. Dalam tulisan-tulisanmu.

Allahua'lam.

Sunday, September 6, 2020

Jangan Berjalan Sendiri

September 06, 2020 0 Comments
Bismillah.

Jika Anda ingin berjalan lebih cepat, berjalanlah sendirian; jika Anda ingin berjalan lebih jauh, berjalanlah bersama orang lain"
Ada yang pernah membuktikan pepatah Afrika tersebut?

***

Beberapa hari ini, blog sengaja aku ganti setting-nya, hanya bisa dilihat sendiri. Bukan karena sesuatu yang besar, hanya saja, aku ingin menantang diriku untuk menyelesaikan suatu kewajiban yang kutunda-tunda. Alhamdulillah malam ini sudah selesai. Masih ada satu lagi sih, tapi minimal, untuk pekan ini sudah cukup.

Aku belum menulis 1m1c, maka dengan sisa waktu yang tidak banyak, tapi cukup untuk bercerita, aku membuka setting blog menjadi bisa dibaca public lagi. Berniat menyetorkan satu cerita untuk 1m1c. *oke, bagian ini kita hide aja ya, langsung bahas ke pepatah.

Aku dulu pernah ragu untuk mengikuti grup-grup yang mengharuskan laporan setiap hari. Tapi semenjak memaksakan diri ikut karena merasa tidak dapat berjalan sendiri, aku jadi bisa melihat sisi lainnya.

Dulu, aku takut akan niat yang mudah berbelok. Jangan sampai aku melakukan sesuatu hanya untuk menunaikan tugas, supaya bisa laporan di grup. Selain itu, godaan untuk sombong sering muncul, apabila kita termasuk yang rajin laporan di awal, atau ga pernah bolong laporan, dll.

Sampai aku tiba di suatu kondisi, dimana aku tidak sanggup berjalan sendiri. Aku butuh teman dan fasilitas yang memaksa diriku untuk disiplin melakukan suatu hal. Aku butuh lingkungan dan teman yang suportif untuk membangun habit yang baik. Entah itu menulis, membaca, atau hal lain.

Aku tadinya suka was-was, akan kondisi hati yang tidak baik-baik saja. Menjaga niat bukan hal mudah bukan? Tapi perspektifku berubah setelah menjalani program laporan tiap hari di beberapa tempat. Aku jadi paham, bahwa sebenarnya tidak ada yang peduli dengan orang lain. Semua sibuk dengan pencapaiannya masing-masing. Rasa ingin ria atau sumah bisa dengan mudah ditepis lewat perpektif tersebut. Semua orang sibuk melaksanakan targetnya, ketika tiap orang laporan, tidak ada yang fokus melihat pada orang lain. Siapa yang membaca paling banyak halamannya, atau siapa yang skor quiznya selalu diatas 90. Tidak ada, semua sibuk dengan dirinya. Beberapa bahkan kesulitan untuk mencapai targetnya.

Tentu saja, masalah niat dan godaan untuk sombong itu selalu ada. Setan memang begitu giat membisikkan was-was, baik saat kita jalan sendiri maupun bersama. Fokus kita bukan merasa takut, tapi kita cuma perlu membangun benteng yang lebih kuat untuk menjaganya. Harus sering-sering muhasabah, harus setiap hari memohon perlindunganNya.

***

Ada yang ingin punya habit membaca tiap hari? 12 Agustus yang lalu, saya buat grup laporan baca buku tiap hari. Membernya cuma 8 orang, oh ya ini girls only. Barangkali ada yang mau gabung bisa chat ke telegram saya (t.me/isabellakirei), sebutkan nama dan alasan ingin gabung ya. Cuma untuk yang mau komitmen.

Sistemnya tiap hari laporan baca, dengan kirim kutipan dari buku yang kita baca (boleh foto atau diketik ulang), sama sebutin judul buku, penulis dan penerbitnya. Gak perlu lapor baca berapa halaman. Selain itu, bukunya bebas, boleh tiap hari ganti. Mau satu buku terus sampai khatam juga boleh.

Jujur, setelah berinisiatif membuat grup ini, aku makin merasakan kebenaran pepatah tersebut. Kita bisa saja, membaca satu buku sekali duduk. Tapi untuk istiqomah baca tiap hari, kita perlu teman yang mengingatkan. Karena kalau belum jadi habit, kita sering lupa, sering tidak memprioritaskan.

***

Untukmu yang merasa sepi berjalan sendiri, sinih! Kita jalan bareng. Kadang kita yang perlu terlebih dahulu membuka pintu, mengucapkan sapa dan salam. Diiringi doa tentunya. Selanjutnya, Allah yang akan mempertemukan kita, dengan orang-orang yang membersamai kita berjalan bersama memperbaiki diri.

Saat berjalan bersama, perlu kesabaran memang menyamakan ritme melangkah. Kadang kita perlu berhenti, meski kaki kita masih kuat berlari. Karena ada momen saat kita harus menguatkan yang ingin menyerah dan berbalik arah. Tidak jarang juga kita harus memikul beban yang lebih berat. Tapi semua itu, nanti akan terbayar. Saat kita melihat seberapa jauh kita berjalan. Kita akan tersenyum dan menyadari, bahwa jika berjalan sendiri, aku tidak akan sampai ke titik ini.

Allahua'lam. ^^

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Wednesday, September 2, 2020

Diam tapi Lari

September 02, 2020 0 Comments
Bismillah.

#selftalk

Sejujurnya aku sedang enggan menulis di sini. Tapi aku ingin memaksa diri. Agar tidak diam. Agar tidak lari. Agar belajar dari pengalaman.

***

Semoga setiap nikmat yang tercurah dari-Nya bukan bentuk istidraj.

Semoga ayat-ayatNya menerangi hati yang gelap, meluluhkan hati yang keras, menghidupkan hati yang sekarat.

Semoga menulis di sini, tidak meninggikan gunungan dosa.

Semoga selalu ingat bahwa Allah membenci mereka yang berdusta, bicara apa yang tidak dilakukan, menulis A tapi melakukan negasi A.

Mari terus berprogres menjadi lebih baik. Semoga kelak menutup hidup dengan keadaan terbaik.

Aamiin.