Follow Me

Sunday, December 29, 2019

Melepaskan dan Merencanakan Mimpi

December 29, 2019 0 Comments
Bismillah.

#blogwalking


Kepada saya di dekade 2010-an, mungkin banyak momen melelahkan. Mungkin banyak ketakutan dan ragu. Mungkin banyak rindu pada masa lalu dan ketidaksabaran akan masa depan. Mungkin banyak yang tidak tercapai atau tertunda sampai entah kapan. 
Mari kita hadapi dekade 2020-an. Jangan takut; kita lakukan yang terbaik yang kita bisa, seperti dulu, seperti selalu. 
Alhamdulillahirabbil Alamin. Bismillahirrahmanirrahim. 
- Puty Puar, Melepaskan untuk Merapikan dan Merencanakan Lagi
Lama ga nulis blogwalking.. ^^

Saya pertama kenal teh Puty Puar lewat sebuah grup facebook, pernah aku tulis juga tentang buku beliau di blog ini. Dari situ, jadi tahu ig-nya, tahu blognya, follow deh.

Dan Desember ini, aku jadi lebih kenal beliau lewat tulisan di atas. Klik di tulisan yang di-highlight untuk baca lengkapnya ya. Gak nyangka aja kalau beliau pernah melepaskan mimpi, untuk kemudian merencanakan mimpi yang baru, yang jalurnya jauuh.

Aku gak banyak kenal orang-orang yang berkutat di gambar-menggambar kreatif, tapi dua yang aku inget banget Teh Amalia dan Teh Puty. Teh Amalia lewat rangkuman lecture NAK yang disajikan dengan menarik, Teh Puty, lewat grup, lalu ig, sticker2 unyu-nya. Aku kira backgroundnya Teh Puaty sama kaya Teh Amal, memang dari awal menggeluti seni, dan dunia kreatif. Aku memang ga banyak kepo sih selain yang postingan terbaru. Sampai aku baca tulisan tersebut.

Aku takjub, heran, kagum, bahwa Teh Puty dulunya bermimpi jadi seorang Geolog. Sampai akhirnya ia berdiri di persimpangan dan harus memutuskan untuk melepas salah satu mimpinya, untuk merencanakan mimpinya yang baru. Tulisan itu memang singkat, tapi aku yakin cerita dibaliknya begitu panjang. Lihat saja foto-foto yang terlampir. Bukti nyata, bahwa beliau tipe pekerja keras, saat sebuah mimpi ia genggam, ia bekerja dan berusaha untuk menggapainya. Dan usaha, tak akan pernah mengkhianati hasil. Eh kebalik, hasil tak pernah mengkhianati usaha. ^^

Semoga dengan menulis catatan blogwalking ini, aku juga belajar banyak jadi beliau. Ga cuma baca aja, tapi benar-benar mengambil pelajaran untuk diejawantahkan dalam laku.

***

Terakhir, izinkan aku meniru penutup tulisan Teh Puty, aku juga ingin berpesan...

Dear me, dekade 2010-an memang banyak momen mengejutkan, momen saat kamu lelah dan ingin menghilang saja, momen saat kamu diliputi berbagai pikiran negatif. Dan kerinduan pada masa lalu yang sering membuatmu merasa bersalah, atau kekhawatiran akan masa depan yang membuatmu enggan melangkah. Tapi 2010-an ini, ada banyak juga momen mengharukan, momen saat kamu menemukan dirimu kembali, momen saat kamu mengenal kembali Allah, momen saat doa dan dukungan orang-orang terdekat memelukmu erat dan menguatkanmu. 
Dear me, jika Allah izinkan dirimu menemui dekade 2020-an. Semoga Allah jadikan setiap waktu dipenuhi berkah dari-Nya. Semoga dirimu senantiasa berprogres menuju kebaikan, bemetamorfosis menjadi diri yang lebih baik. Semoga kelak bisa melukis senyum di wajah mamah papah. Semoga cita dan asa bisa terwujud. 
Alhamdulillahirabbil Alamin. Bismillahirrahmanirrahim.
Allahua'alam. 

Masih Dua Hari

December 29, 2019 0 Comments
Bismillah.



*warning* selftak

Masih belum tahu, apakah diberi kesempatan bertemu dengan tahun 2020. Tapi dua hari, harusnya bisa aku manfaatkan dengan baik, dan target yang belum tercapai, maksimalkan usahanya yuk.

Blog ini, juga masih bisa di isi. Kebiasaan baik juga masih bisa di pupuk, kebiasaan buruk juga masih bisa dipangkas, semoga sampai akarnya. 

Oh ya, hutang, jangan lupa dilunasi. janji juga... kalaupun ga bisa, segera minta maaf.

Alhamdulillah penghujung tahun di Indonesia selalu musim hujan, ada banyak momen untuk melangitkan doa. Menundukkan kepala sembari mengangkat tangan, kemudian memohon dengan kerendahan hati dan kepasrahan, sembari yakin bahwa Allah mendengar kita, dan Allah selalu mengabulkan doa kita, segera, nanti, atau diganti yang lebih baik.

Semoga Allah wafatkan kita dalam keadaan terbaik. Husnul khatimal.

Rabbi lima anzalta ilayya min khairin faqir..


Wednesday, December 25, 2019

Pertanyaan Tidak Langsung

December 25, 2019 0 Comments
Bismillah.



Pekan kemarin temanya tentang pertanyaan tidak langsung. Sehari setelah aku publish tulisan 'Kenapa Gak Tanya Langsung', seorang adik tingkat mengirim chat padaku,

"Kemaren Mbak A nanyain th bella lagi"

"Masih sering kontakan sama Bella?"

"Bella zzz zzzzzzz ya?"

"Kenapa"

"Gitu"

***

Pertanyaan tidak langsung, dua kali, beda kasus, beda penanya, tapi mungkin karena ini yang kedua, efeknya jadi lebih sensi.

Aku bertanya-tanya, mengapa orang yang 'tidak mengenalku' sampai bertanya seperti itu? Sekedar kuriositas kah?

Aku bertanya-tanya, jika jawaban pertanyaan 'kenapa' itu ia dapatkan, apa yang ia dapatkan? Ia jadi lebih mengerti? Jadi lebih kenal diriku?

Berbagai lintasan pikiran yang lalu lalang kutumpahkan di blog "sebelah". Baru kemudian aku bisa dengan tenang membalas pesan dari adik tingkat tersebut.

***

"Trus kamu jawab apa?"
"Pas ketemu kemarin? Atau via chat?"
"Kapan-kapan kayanya harus ketemu mba A deh hehe"


Tiga tanggapanku itu, cuma dua yang direspon. Yang kedua dan ketiga. Pertanyaanku tentang jawabannya tidak direspon. Dari situ aku tahu, aku harus belajar untuk berbaik sangka padanya. Ia mungkin menjawab sebisanya, dengan terbata, atau menjawab tidak tahu. Ia tidak mungkin menjawab asal-asalan, apalagi manambah-nambah atau mengurang-ngurangi. Buktinya, ia menyampaikan pertanyaan tidak langsung itu padaku. Seolah ia ingin memberitahuku, bahwa ia tadi kesulitan saat pertanyaan tentangku ditanyakan padanya.

***

Pekan kemarin, temanya pertanyaan tidak langsung. Dan aku ingin mencatatnya. Karena setiap kejadian, setiap pertanyaan, setiap hal yang mengenai kita, sebenarnya membawa banyak hikmah dan pelajaran. Tinggal pintar-pintar kita memaknainya, tinggal bagaimana kita jeli menganalisisnya.

Pekan kemarin.. aku belajar, bahwa manusia itu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Bahkan pada orang yang belum ia kenal. Atau justru seringkali pada orang yang belum ia kenal. Mungkin awalnya karena kita sering mendengar sebuah nama, kemudian kita jadi bertanya, yang mana orangnya? Ada fotonya? Kemudian saat sebuah fakta tentangnya hadir, secara otomatis, refleks, meski kita tidak benar-benar kenal, kita tetap saja penasaran dan ingin bertanya. Mengapa orang itu Z, kenapa ia memilih Y, dll dst. Dan kuriositas manusia itu, wajar. Dan kuriositas tersebut seharusnya tidak melukaimu, atau membuatmu ke-GR-an. Karena memang sekedar penasaran.

Pekan kemarin... aku belajar, bahwa bisa jadi pertanyaan tidak langsung itu menjadi pintu pembuka jalan silaturahim. Jika Allah mengizinkan untuk bertemu, mari bertukar tanya dan jawab secara langsung. Karena aku juga ingin bertanya, mengapa mba A ingin tahu tentang itu. Saat itu, jika Allah mengizinkan, mungkin aku bisa bercerita dengan tenang tentang Z, dan bagaimana hal tersebut mengubah hidupku.

Pekan ini... tema apa yang akan aku pelajari?

***

Terakhir, apa "tema" pekan-mu saat ini? Hal apa yang berulang kau temui, dan seolah mengetuk otak dan hatimu untuk belajar darinya?

Allahua'lam.

Jejak Memori di Facebook

December 25, 2019 0 Comments
Bismillah.

Akhir pekan kemarin aku bersilaturahim dengan beberapa teman SMA. Salah satunya bercerita padaku, bahwa ia sering mendapatkan pengingat jejak memori dari facebook yang isinya merupakan tulisanku yang menge-tag akun facebooknya. Katanya, hampir tiap pekan ada.

Aku tersenyum mendengar ceritanya. Kemudian menanggapi bagaimana dulu aku termasuk orang yang begitu aktif di sosial media. Di benakku, aku bersyukur akan jejak memori baik yang membekas tersebut.

Sepulang dari pertemuan tersebut aku bertanya-tanya, apakah facebook memories bisa mengingatkan kita tulisan orang lain yang mengetag kita? Karena setahuku, aku cuma sering mendapat jejak memori status yang aku buat sendiri.


seperti ini misalnya, jejak memori 2011, oleh-oleh tugas pra-DP2Q1 Mata' Salman

Selain pertanyaan terntang itu, aku juga jadi berpikir, bahwa kita seringkali lupa bahwa setiap yang kita tulis di sosial media, blog, bahkan komentar yang kita tulis, meninggalkan jejak. Semua itu tercatat dan akan kembali pada diri kita sendiri. Sebuah pengingat agar selalu hati-hati dalam berbicara, menulis dan mengetik.

Allahua'lam.

***

Keterangan:

Screenshoot jejak memori 2011, kutipan dari buku Pemuda Peka Zaman. Baca resume-nya di sini.

***

Epilog: percakapan yang memicu tulisan ini

"Berarti sekarang ga aktif sosmed Bell?"

"Aktif kok, cuma jarang post aja. Whatsapp juga sering online, cuma availability-nya ga dimunculin aja. Jadi ga ketahuan kalau online apa ga."

"Masih nulis?"

"Masih, blog masih aktif."

"Berarti punya dunianya sendiri ya Bell.."

Aku tersenyum. Ia kemudian mengaku hampir tiap pekan liat Facebook Memories berupa postingan tag-tagan dariku. Dan bahwa hal kecil itu yang mengingatkannya padaku.

Aku kemudian berucap, "Iya sih, dulu emang aku aktif banget sering posting, dll." Aku berhenti di kalimat tersebut. Ia menimpali menyetujui pernyataanku.

Kemudian hening.

Aku seolah membaca ekspresinya, "Kenapa sekarang bisa berubah?"

Aku pun sebenarnya merasa kalimatku menggantung. Aku bisa saja melanjutkan dan bercerita mengapa sekarang aku memilih menghindari sosial media, mengapa aku kini cuma menjadi pengguna pasif. Tapi aku memilih tutup mulut.

Bisa jadi, pertanyaan itu hanya ilusi pikiranku. Ia tidak memiliki pertanyaan itu. Aku saja, yang berpikir dan bertanya sendiri.

Aku tidak bisa memungkiri sebagian hatiku ingin menjelaskan, sedang sebagian yang lain ingin menyembunyikannya. Tapi hari itu, yang menang adalah yang kedua.


Saturday, December 21, 2019

Kenapa Ga Tanya Langsung

December 21, 2019 0 Comments
Bismillah.
#gakpenting


Hari ini aku melakukan perjalanan 'singkat' dengan teman. Tapi di perjalanan singkat tersebut kami jadi diskusi dan cerita banyak hal, setelah komunikasi sempat sepi karena aku yang enggan membuka pintu.

Ia bercerita padaku tentang seseorang yang penasaran sekarang aku ngapain, dll. Temanku ini heran pada orang tersebut. Lah, kan waktu itu ketemu, berada di tempat yang sama, kenapa ga tanya langsung?

Aku sudah dirumah, dan aku tersenyum mengingat cerita tersebut. Aku paham mengapa sosok tersebut penasaran tapi tidak bertanya. Ia penasaran karena aku sampai sekarang seolah menghilang tak ada kabar, karena lebih banyak diam di sosmed apapun. Aku juga paham mengapa ia tidak bertanya, karena aku tampak dingin dan banyak diam. Ia ragu ingin bertanya, karena aku seolah meninggikan pagar dan membuat jarak. Ia memilih tidak bertanya langsung, karena ia bisa melihat aku saat ini berbeda dengan aku yang dulu ia kenal. Aku bukan lagi Bella yang ekstrovert, aku kini lebih condong ke introvert.

Aku menulis ini, ingin memberitahunya, bahwa denganku, ia harus menjadi yang pertama membuka pintu komunikasi. Kalau ia tidak bertanya dulu, maka aku tidak akan menjawab apapun. Dan kalau ia tidak bertanya langsung, maka ia hanya bisa mendapatkan informasi tentangku dari cerita orang lain yang isinya fakta bercampur rumor.

Aku menulis ini karena, aku sebenarnya ingin menjawab pertanyaannya. Aku sebenarnya ingin berkomunikasi dengannya. Tapi... keinginan tersebut kalah oleh sisi introvertku. Aku ingin tetap begini, aku nyaman seperti ini. Aku belum siap untuk memberitahu lebih banyak orang tentang hal tertentu.

Aku menulis ini karena, aku sebenarnya ingin menjawab pertanyaannya. Aku sebenarnya ingin berkomunikasi dengannya. Tapi keinginan tersebut segera aku hapus, karena...

***

Terakhir, aku ingin bertanya. Pernahkah kamu mengalaminya? Keinginan untuk bertanya itu ada, kesempatannya ada pula, namun kamu hanya bisa diam, dan tidak memilih bertanya langsung. Jika pernah, apa alasannya?

Atau pernahkah kamu seperti yang aku alami? Mendengar cerita bahwa ada yang bertanya tentangmu tapi ia tidak berani bertanya langsung. Kalau pernah, bagaimana sikap yang kau pilih? Apa kamu akan memberanikan diri berkomunikasi dengan orang itu, dan dengan ringan berkata, "It's okay to ask, it's better to ask directly than listening to the fact mixed-up with rumors, isn't it?"

Atau pernahkah kamu seperti yang aku alami? Mendengar cerita bahwa ada yang bertanya tentangmu tapi ia tidak berani bertanya langsung. Jika mengalami, bagaimana sikap yang kau pilih? Apa kamu akan mengabaikannya, dan bergumam pelan pada diri, "The one that deserve to hear a direct answer, is the one that brave enough to ask."

Thursday, December 19, 2019

Problem

December 19, 2019 0 Comments
Bismillah.


Setiap manusia hidup berkawan dengan masalah. Mulai dari saat ia bayi sampai kelak dijemput ajal. Semakin bertambah usia, semakin meningkat pula kompleksitas masalah yang ia hadapi. Dan sikap yang kita ambil saat bertemu dengan masalah, akan mempengaruhi diri kita, terutama kesehatan mental kita.

Bulan November kemarin saya menghadiri acara dengan tema terkait kesehatan mental. Yang mengisi adalah Eka Widiasari, M.Psi, seorang psikolog juga dosen Psikologi di IAIN Purwokerto. Berdasarkan pengamatan dan pengalamannya, beliau mengatakan bahwa salah satu penyebab penyakit mental adalah sikap yang kita pilih saat ada problem dalam hidup kita.

Orang yang sehat mentalnya menyikapi problem dengan menerima dan menghadapinya, mencari solusi untuk menyelesaikannya.

Sedangkan sikap menghindari atau menolak problem akan memicu munculnya gangguan jiwa. Orang-orang yang terus menghindari problem dan enggan menerima apalagi menghadapinya, jika dilakukan terus menerus biasanya kelak akan mengalami gangguan kecemasan (anxiety). Sedangkann sikap menolak problem akan menyebabkan gangguan depresi.

Bu Eka memberikan analogi problem itu ibarat lari keliling lapangan, dan kita diharuskan untuk menghadapinya. Hari pertama, kita diharuskan lari satu keliling lapangan. Orang yang menerima dan menghadapi problem akan melakukannya. Ia mungkin baru pertama kali lari keliling lapangan, setelah satu putaran, ia merasakan tubuhnya panas, berkeringan, mungkin gemetar dan lemas bahkan juga mual, tapi ia melakukannya. Lalu saat hari kedua, ia diharuskan lari dua keliling lapangan, dan ia memilih melakukannya (menerima dan menghadapi problem tersebut), rasa pusing dan mual tidak lagi ia rasakan. Badannya sudah mulai terbiasa.

Sekarang bayangkan jika seseorang memilih untuk menghindar dan menolak untuk lari keliling di hari pertama. Kemudian problemnya tiap hari meningkat, kini ia harus lari empat keliling lapangan. Problem yang dihindari dan ditolak itu tetap ada, dan harus terselesaikan, maka ketika situasi memaksa ia bertemu problem tersebut, bagaimana kondisinya? Seseorang yang bahkan lari satu keliling saja tidak pernah, tiba-tiba harus lari keliling empat kali.

Mendengar penjelasan Bu Eka aku banyak berkaca, pada tahun-tahun lalu saat aku pernah memilih menghindari sebuah masalah. Hasilnya memang kecemasan, dan rasa cemas tersebut yang sempat membuatku menghilang dari peredaran. Dan memang benar, saat kita belajar untuk menerima dan menghadapi problem, maka kecemasan tersebut pelan-pelan bisa diatasi. Though there's a process to overcome it. Dealing with anxiety, is not easy for someone who has run from their problems for years.

***

Setiap masalah dalam hidup kita, hadir untuk memberikan pada kita pelajaran berharga. Tapi jika kita terus menerus menghindari atau menolaknya, sekecil apapun masalah tersebut, ia bisa membuat kesehatan mental kita memburuk. Maka sambutlah problem dengan sikap yang benar, sekecil apapun suatu masalah, kita harus berusaha menerima dan menghadapinya. Jika pun terasa sulit, jangan ragu untuk meminta bantuan. Baik kepada Allah Sang Pemberi Kemudahan, juga pada manusia yang bisa menjadi wasilah kemudahan dari Allah sampai ke kita.

Allahua'lam.

***

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Sunday, December 15, 2019

Mencintaimu

December 15, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Sengaja judulnya aku buat ambigu hehe. Mohon maaf kalau ada yang salah menerka. Masih nukil buku "Silsilah Hidayah"-nya Amru Khalid.


***

Sakit Hati Terparah


"Penyakit hati yang amat parah sebenarnya bukan penyakit hati yang disebabkan gangguan pada organ hati tersebut, atau karena aliran darah yang tersumbat, bukan. Akan tetapi lantaran hati tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, yaitu mencintai Allah subhanahu wata'ala."

Jika Tidak Mencintai-Mu


"Seandainya Anda sudah mengenyam berbagai macam kelezatan dunia ini, tapi Anda tidak merasakan lezatnya tetesan air mata yang jatuh karena takut kapada Allah, atau lezatnya khusyuk dalam dua rakaat sholat yang Anda kerjakan karena kecintaan pada Allah, atau jantung Anda tidak mendetakkan cinta pada Allah, sesungguhnya Anda belum memenangkan kelezatan dunia, meski Anda sudah mengenyam semua kelezatannya."

***

Aku pernah nulis juga, tentang fitrah hati mencintai Allah, baca di sini. Ga kebayang gimana sakitnya, kalau kita justru membenci Allah 'hanya' karena kita tidak mengenal-Nya, tidak memikirkan ayat-ayatNya, dan tidak mengingat nikmat-Nya.

Semoga Allah menjaga hati kita agar selalu mencintai-Nya. Ya Muqallibal qulub tsabbit qulubana 'ala dinik. Aamiin.

Allahua'lam,


Mengangkat Kedua Tangan Saat Berdoa

December 15, 2019 0 Comments
Bismillah.

#buku

Nukil Buku "Silsilah Hidayah" | Amru Khalid

Ada tiga bagian, ketiga-tiganya terkait doa dan sikap kita saat berdoa kepada Allah. Kalau ga salah ingat, ketiga-tiganya diambil dari bab Pasrah kepada Allah.


***

Hikmah penundaan pengabulan doa


"Saudaraku, perhatikanlah hikmah Allah dalam menunda pengabulan doa. Apakah Anda tahu mengapa Allah menunda pengabulan doa Anda? Allah menginginkan agar Anda selalu bergantung kepada-Nya, menghadapkan diri kepada-Nya, pasrah di hadapan-Nya dan tidak merasa putus asa karena tertundanya pengabulan doa Anda itu. Dia ingin menguji Anda untuk melihat sejauh mana ketergantungan Anda kepada-Nya dan sejauh mana kepasrahan Anda di hadapan-Nya." 

Mengapa kita mengangkat kedua tangan saat berdoa?


"Mengapa kita mengangkat kedua tangan ketika berdoa? Karena mengangkat kedua tangan menunjukkan kemiskinan, menunjukkan kehinaan dan menunjukkan kita butuh kepada-Nya, dan Dia menyukai hal itu dari hamba-hamba-Nya."

Aku adalah orang miskin dan fakir


Ulurkan tangan Anda kepada-Nya, serta katakanlah, 
"Aku adalah orang miskin, bersedekahlah kepadaku! Sebab sedekah hanya untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin. Dan aku adalah orang fakir dan orang miskin, bersedekahlah kepadaku wahai Yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah"
"Wahai Zat yang memerintahkan kami dalam al-Quran untuk membebaskan budak, bebaskanlah kami dari api neraka!"
"Wahai Zat yang telah memerintahkan kami agar bersedekah, bersedekahlah kepada kami! Sebab Engkaulah Yang Maha Dermawan." 
"Wahai Zat yang telah memerintahkan kami agar memaafkan manusia, Engkau-lah Maha Pemaaf! Engkau menyukai maaf. Maafkanlah kami, wahai Yang Maha Pemaaf, Wahai Yang Mahamulia!"

***

Lewat tulisan ini aku ingin bertanya pada diri... apa kabar? Masihkah kamu menjalin percakapan dan permohonan rahasia, antara dirimu dengan Yang Maha Mendengar? Masihkah doa-doa terjalin, atau justru terputus dan hening? Pernahkah kamu menengok ulang, sikapmu, adabmu dalam berdoa?

Lewat tulisan ini, aku ingin mengingat lagi doa Nabi Musa, saat ia lari karena sebelumnya tergelincir dalam perbuatan dosa, kemudian Allah berikan ia kesempatan untuk berbuat baik pada dua perempuan dengan ternaknya, setelah itu ia bersandar di sebuah pohon dan melangitkan doa tersebut.

 رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍۢ فَقِيرٌۭ 
Al Qashash [28] : 24
“Whatever You have given me, is exactly what I needed and I desperately needed it. I desperately needed it.” [1]

Ya Tuhanku.. sesungguhnya apapun yang telah Engkau berikan padaku, adalah benar-benar hal yang aku butuhkan, dan aku sungguh membutuhkannya, I desperately needed it.

Sesungguhnya kita ibarat seorang fakir yang sangat membutuhkan kebaikan apapun yang telah Allah berikan. Doa ini bukan hanya tentang kebaikan-kebaikan yang akan kita dapatkan, tapi tentang kebaikan-kebaikan yang telah Allah berikan pada kita, baik itu nikmat hidup, nikmat kesehatan, nikmat iman dan islam, maupun nikmat-nikmat lainnya. Termasuk nikmat kesempatan untuk bertaubat setiap kali kita bersalah dan berdoa.

Allahua'lam.

***

[1] dari buku Revive Your Heart, Nouman Ali Khan. Kapan-kapan aku salin penjelasan lengkapnya ya. In syaa Allah. **panjang bgt ternyata hehe. ga jadi janji.

Monday, December 9, 2019

Rumor

December 09, 2019 0 Comments
Bismillah.

#fiksi



Perempuan berkebaya biru itu memandangiku dengan ekspresi heran, seolah masih tak percaya aku ada di hadapannya. Dia berulang mengucapkan kalimat yang sama, bahwa sudah lama sekali ia tidak bertemu dan berkomunikasi denganku.

Kami duduk sembari meminum air dingin yang dihidangkan. Dengan suara riang ia bercerita padaku, bahwa selama 'aku menghilang' dan tidak ada kabar, ia mendengar banyak rumor tentangku. Kuturunkan pelan gelas di tangan kananku. Hatiku berdegub sembari kuberanikan diri bertanya padanya,

"Rumor tentang apa?"

Sejenak hening, seolah ia tidak menyangka aku akan frontal bertanya seperti itu. Kemudian ia menjawab ringan, mungkin memilih salah satu rumor paling 'ringan' yang tidak akan menyakitiku.

"Kalau kamu udah menikah,"

Aku tersenyum tipis, telintas di otakku fakta lain yang bukan rumor tentangku kandidat alasan utama aku memilih diam dan 'hilang' di luar peredaran orang lain. Tapi pikiran tersebut kutepis, sembari aku bercanda mengenai rumor semisal yang pernah teman dekatku tanyakan padaku.

"Shelli juga pernah chat ke aku, katanya dia kira aku udah menikah dan diboyong suami ke luar negri," kali ini senyumku pahit. Karena memori tersebut mengingatkanku, bahwa ada yang memilih bertanya langsung, cross-check ketimbang memperbincangkan sesuatu yang belum jelas kebenarannya tentangku.

Perempuan berkebaya biru itu tertawa kecil. Di sebelahnya, seseorang yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi. Ia diam saja mendengar percakapan kami, seolah ia tahu betul, bahwa bukan hanya rumor itu yang beredar tentangku. Bahkan bukan rumor, tapi fakta yang sengaja tidak berani ia tanyakan karena ingin menjaga hatiku.

***

Malam sudah gelap saat aku memasuki pintu rumah yang terbuka. Ayah sedang membaca di ruang tamu, membiarkan semilir angin malam masuk sembari menungguku pulang. Kuucapkan salam, menutup pintu, bertukar satu dua pertanyaan dan jawaban, kemudian masuk ke kamar.

Percakapan mengenai rumor terlintas di otakku, aku segera menuju rak buku kecil, dan mencari sebuah novel. "Ketemu," ucapku pelan. Halaman 134. Novel tersebut kubiarkan terbuka, buku selanjutnya yang kuambil adalah jurnal harian bersampul ungu. Kutulis tanggal, dan percakapanku dengan perempuan berkebaya biru. Kemudian kusalin percakapan dari novel terbuka tadi.

"Can I... ask you something? Why aren't you asking me anything... about my hand. You must be curious" 

"Because I'm sure, you had to answer that question millions of times." 

"People asking, "What happened? What made you become like that?"' 

"It may be just a simple question for the people who ask, but it'll be painful for the person who needs to answered it every time."

Aku mengganti pena yang kupakai dengan pena lain bertinta biru. Kemudian melanjutkan menulis lagi.

      Aku sepertinya sudah jauh lebih baik daripada dua tahun lalu. Awalnya pertanyaan tertentu sakit jika didengar, menjawabnya apa lagi. Kemudian beberapa saat kemudian, tidak ada yang bertanya justru pahit rasanya, karena aku mengira tidak ada yang mau mencari tahu kebenaran dan memilih mempercayai rumor. Tapi sekarang, apapun itu... aku bisa melihatnya dengan kacamata jernih.

       Pada yang bertanya, aku bisa menjawab tanpa ada rasa getir di hati. Pada yang tidak bertanya, aku berterima kasih, karena bisa jadi mereka tidak ingin membuka luka lama meski mereka sebenarnya penasaran (seperti kutipan dari novel di atas). Juga pada yang tidak peduli, aku pun juga tidak peduli. Setiap orang sibuk dengan hidupnya masing-masing. Ada yang memang hobi membuat rumor, menyebarkan berita-berita aneh. Ada yang menyampaikan fakta, agar tidak banyak hati yang berprasangka. Ada berputar di antara keduanya, kemudian berhenti di sana. Ada yang mengerutkan kening, tidak percaya, dan bertanya untuk klarifikasi. Ada juga yang menutup telinga dan meninggalkan percakapan tidak berfaidah itu. Begitulah hidup, hidup sosial. Kalau kita menghabiskan waktu untuk berkutat di sana, kita akan banyak terluka, oleh lidah dan jari jemari yang memakai topeng.

     Aku... sepertinya sudah lebih dewasa dalam hal ini. Dan aku harap, aku juga semakin dewasa dalam hal-hal lain, agar hidupku tidak stuck dan kembali berjalan lagi dengan ritme yang tepat.

       Sudah malam, waktunya istirahat.

The End.

Thursday, December 5, 2019

Kuesioner LMD

December 05, 2019 0 Comments
Bismillah.



Aku sebenarnya tidak terlalu suka mengisi kuesioner, jadi saat di sebuah grup ada yang share link-nya, sengaja aku mengabaikan. Kuesionernya ditujukan pada alumni LMD 165-200. LMD, akronim dari Latihan Mujahid Dakwah, aku sebenarnya tidak yakin, huruf M sekarang kepanjangan untuk Mujahid atau Mujtahid. Yang jelas, waktu aku jadi peserta LMD 166, masih Mujahid. LMD itu daurah kepemimpinan yang diselenggarakan di alam, oleh Masjid Salman ITB.

Waktu berlalu, aku pikir aku tidak akan pernah mengisi kuesioner tersebut, sampai sebuah broadcast masuk. Nomer hpku saat ini dan yang tercatat di database LMD masih sama, begitu ucapku dalam hati. Aku akhirnya memutuskan untuk mengisinya.

Kuesionernya lumayan panjang, banyak membuatku mengerutkan kening, sebagian karena aku dipaksa membuka memori lama yang sudah terlupakan.

Apa yang paling kamu ingat dari LMD? - aku menjawab dua kata. cuma itu. berusaha mengingat lebih banyak, tapi ternyata cuma itu yang paling melekat. 

Penilaian kamu terhadap metode pencarian dan penyusunan Kartu? - angkatanku juga ada kah? sepertinya belum, atau sudah, aku lupa. aku ingat saat jadi panitia sih, membuat alur penyusunan kartu, menentukan tempat dimana kartu tertentu diletakkan, sesuai gambaran besar yang dibuat Bang Aad. Tapi sebagai peserta, aku benar-benar sudah lupa. Apa aku berhak memberikan angka penilaian, padahal aku tidak ingat? 

Apa yang pelu dikembangkan dalam LMD untuk bisa menjawab kebutuhan generasi saat ini? - sulit, sungguh sulit pertanyaannya.

Tapi dari sekian pertanyaan, ada juga yang memojokkanku untuk mengambil hikmah.

Seperti pertanyaan esai agar menyebutkan 7 nilai Salman. Aku belum pernah menghafalkannya, dulu sering mendengarkannya, tapi saat ini, sudah banyak lupa. Aku memang harus googling, membaca dari web salmanitb.com, menyalinnya serta menyantumkan sumbernya. Pertanyaan itu cukup membuatku berpikir dan berusaha mengambil hikmah, sudahkan 7 nilai itu ada pada diri? Terutama yang pertama, ada yang tahu nilai pertama Salman?

Menurut kamu orang yang Merdeka itu seperti apa? Jelaskan dengan menyebutkan 3 frasa/kata kunci tentang merdeka

Ya, itu pertanyaan berikutnya, untuk menguji pemahaman nilai pertama salman, merdeka. Ternyata isi kuesioner LMD tidak mudah. Hmm.. Aku dibuat banyak berpikir sebelum menjawab. Bahkan sekarang... membaca pertanyaan itu membuatku berpikir, "Sepertinya, aku tahu mengapa merdeka dipilih sebagai nilai pertama salman". Karena kata 'merdeka' akan menggiring kita pada nilai tauhid. Bahwa kita di dunia ini... adalah seorang hamba. Dan untuk menjadi merdeka, kita harus menghamba pada Allah semata. Karena selain itu, kita tidak akan bisa merdeka. Bahkan bisa jadi kemerdekaan manusia tidak 'diambil' orang lain, atau hal-hal di luar diri. Bisa jadi, justru kemerdekaan diri, dihalangi oleh penghambaan pada hawa nafsu diri. hmm.

Dua pertanyaan lagi yang saling terkait dan ingin kusalin di sini.
Kamu merasa kapasitas diri kamu meningkat nggak sih selama satu tahun ini? 
Pilihan ganda. (a) Ya sangat meningkat (b) Ya tapi meningkat sedikit (c) Engga, sama sama aja kaya dulu (d) menurun daripada sebelumnya
Jika meningkat, apa kapasitas diri kamu yang meningkat?
I've been so sensitive about that question actually. I can't count how many times I wrote about it here. The feeling of stuck, the question 'when will I change my life', and other things. And these two questions above knocking on my 'nearly broken door'. Mungkin aku benar-benar harus berkaca dan berbenah. Mungkin aku terlalu sering menutup mata dan telinga, berpura-pura kalau aku sudah melangkah jauh, padahal kenyataannya.....

***

To sum it up, it's a good quetionnaire. Saya ucapkan terimakasih untuk siapapun yang membuat pertanyaan-pertanyaan kuesioner, juga yang membuat formulirnya, sehingga ga bisa asal ngisi, termasuk di pertanyaan tentang IPK **kuesionernya melanggar SARIP emang wkwkwk. Trus jadi inget, kok jawabanku tentang pertanyaan IPK terakhir ga kerekam ya? Bisa ya, disetting agar tanggapan yang dikirim ke email pengisi kuesioner cuma sebagiannya aja?

Anyway.. Terimakasih juga untuk yang kirim pesan broadcast. Mungkin ia cuma menjalankan jobdesk, tapi pesan itu, yang membuatku memutuskan untuk mengisi kuesioner, setelah sebelumnya berpikir bahwa satu orang sepertiku mungkin tidak akan mengurangi apapun, toh yang lain banyak yang mengisi. Cuma satu pesan yang dikirim ke banyak nomer memang, tapi aku jadi tahu... bahwa bukan 'mereka' yang membutuhkanku mengisi kuesioner tersebut. Bisa jadi, justru aku, yang membutuhkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Allahua'lam.

***

PS: Aku pikir aku juga akan menuliskan tentang pilihan mengikuti LMD 166, konflik sebelumnya, dan keputusan akhirnya. Ternyata memang lebih baik fokus ke kuesionernya saja. Memori yang lain, biarlah tersimpan di diary saja. Aku bisa membacanya lagi, jika aku ingin. Toh masih tercatat di sana, setia menunggu untuk dibaca lagi, juga rela untuk tidak dibaca siapapun dan terlupakan.

Ragu Itu di Hati

December 05, 2019 1 Comments
Bismillah.



Menyembunyikan blog ini, mudah. Ya semudah mengganti setting public menjadi private. Semudah itu. Dan terkadang, aku ingin terus menggunakannya untuk bersembunyi, entah dari siapa. Mungkin bahkan, dari diriku sendiri.

Pernah dengar atau baca nasihat Ibunda Imam Atsauri pada putranya? Tentang menulis dan melihat bagaimana efek setelah menulis pada diri kita.
"Wahai anakku, jika engkau telah mampu menulis sepuluh huruf maka lihatlah dirimu. Apakah bertambah baik cara berjalan, kelembutan dan ketenanganmu?"
Jika tidak?
"Jika tidak, maka ketahuilah sesungguhnya ilmu itu tidak memberi manfaat padamu."
Beberapa bulan ini sebenarnya aku menulis lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Tapi dari yang sedikit itu, aku ragu.... apakah yang tulisan-tulisan tersebut menambah kebaikan padaku, pada jalanku, apakah menambah kelembutan, juga ketenangan? Aku... ragu, apa tulisan yang kuberi label #untukku benar-benar untukku? Apa aku menulis kemudian berusaha mengejawantahkannya dalam keseharianku? Atau sebaliknya?

***

Sejujurnya, aku ingin bersembunyi saja, seperti beberapa hari ini, saat blog ini tidak bisa dikunjungi orang lain selain diri. Lebih mudah begitu. Tapi... tidak semua yang mudah itu baik kan?

Jadi, hari ini.. aku ingin berhenti bersembunyi. 

Aku masih ragu, tapi aku bisa berhenti bersembunyi sembari mencari jawaban akan keraguan tersebut. Bukankah aku tidak tahu, tapi Allah Mahatahu? Bukankah yang ragu itu hati, dan hatiku ada di dalam genggaman-Nya?

Allahua'lam.

Monday, December 2, 2019

Gravitasi

December 02, 2019 2 Comments
Bismillah.

#puisi

Ingin menyalin puisi di sini, dari buku catatan. Tertulis di sana tanggal 18 November 2019.



Bukankah fitrah?
Hukum alam?
Bahwa gravitasi
akan menarikmu ke bawah
dan "bug" kau jatuh lagi

Sesekali memang harus begitu
Agar kau tak merasa tinggi
Agar mencicip lagi kehinaan
Kemudian hatimu tunduk
dan mengadu lagi
pada Yang Maha Tinggi

***

Puisi di atas bentuk ekspresi setelah melakukan kesalahan. Berharap aku bisa belajar dan tidak diam dan salah memilih respon.

Belajar... bahwa setiap kita jatuh, kita bisa segera bangkit sembari memetik hikmah dan pelajaran dari kejadian yang rasanya jauh dari manis itu. Sedikit pahit, sedikit perih. Tapi cukup untuk membuat diri sadar lagi, bahwa bisa jadi ada perasaan 'tinggi hati' yang perlu dibersihkan. Cukup untuk membuat diri sadar lagi, betapa limbung kaki kita jika bersandar pada kemampuan diri. Cukup membuat diri teringat, bahwa yang menggerakkan otot dan syaraf di kaki kita, untuk melangkah, berlari dan melompat bukan diri kita, bukan semata karena kemampuan kita, ada izin dari Allah. Begitu pun hati. Yang membuatnya tergerak melaksanakan amal, baik yang wajib maupun sunah, adalah hidayah dari-Nya. Dan itu... harus terus menerus kita minta.


اللهم ات نفسي تقواها وزكها أنت خير من زكها أنت وليها ومولاها

Allahumma ‘ati nafsi taqwaha wa zakkaha anta khairu man zakkaha anta waliyyuha wa maulaha

Ya Allah berikan jiwaku ini ketakwaan, sucikan ia, Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau penolongnya dan pemiliknya. (HR Muslim). [1]


Allahua'lam.

***

Keterangan: