Bismillah.
Belum lama ini ada grup baru dari salah satu komunitas baca yang pernah aku ikutin. 22HBB, atau 22 hari baca bareng? singkatannya lupa. Tapi setauku ini semacam challange baca yang aku dapet infonya dari aku SRC (Salman Reading Corner). Aku pernah ikut 2 kali dari panitia yang sama, yang pertama challange Ramadhan, trus habis itu 22HBB batch berapa gitu lupa batchnya hehe V. Jadi dibuat grup baru dengan nama "22HBB Family - Book Sharing". Yang minat gabung bisa klik link. Kan tadinya tuh kepisah-pisah ya tiap batch grupnya.
Jujur waktu tahu ada grup ini aku udah excited banget, karena emang butuh tempat buat diskusi buku. Karena kan grup whatsapp baca tiap hari yang aku buat (https://chat.whatsapp.com/JcBDKKPti1WKtM71zq3xaz) fokusnya lebih ke lapor baca buat ngebangun habit baca. Belum ada program diskusinya.
17 Agustus dibuat, 39 orang bergabung, 1 September, berbagai kejadian demo dan segala komplikasi di dalamnya membuatku memberanikan diri untuk angkat suara. Ya, kan wadahnya udah ada, tinggal diaktifkan aja.
Lalu 2 September
Dari situ, tim panitia langsung buat ide #ResetIndonesiaBookChallenge. Banyak yang ikutan dan pasang buku-buku yang hendak dibaca. Fokusnya lebih ke buku-buku yang membuat kita lebih melek ke politik dan sosial. Dan katanya, salah satu tokoh ada yang ikutan ngerepost story yang dibuat oleh tim 22HBB. Walaupun aku pribadi gak terlalu kenal sama beliau. Tapi bagusnya, aku jadi tertarik untuk baca karya Ahmad Tohari yang tertera di sana.
Sebenarnya daripada share challenge begitu, aku lebih tertarik nyimak sharing dan diskusi tentang buku terkait. Aku teringat pernah denger sharing buku Animal Farm dari salah satu pertemuan di komunitas the Lady Book (back then when I was still a member).
Dan alhamdulillah jalan juga sih sharing bukunya, ada yang share kutipan dari novel Entrok-nya Okky Madasari, ada juga share insight yang dia dapet setelah baca novel Tan. Dari sini juga aku jadi sadar tentang bahasan Tan Malaka dan Mandilog yang sedang viral. Yang jujur aku pribadi gak ngikutin hal tersebut. Bahkan ada yang share tulisan Muhammad Abduh Negara yang memberikan ide untuk muslim muda untuk mempelajari dan mengkristalkan pemikiran Natsir atau Hamka atau Cokro. Yang jujur menurutku, untuk bisa terjadi hal itu, ada banyak banget PR dari internal anak muda islam sendiri. Apalagi aku banyak mengingat masa-masa kuliah saat melihat banyak aktivis islam yang sedihnya terkotak-kotakkan oleh harakah/organisasi dan clash sesama aktivis muslim, bukannya duduk bareng di hal-hal yang bisa dibahas bersama, dan untuk yang beda, ya jalan masing-masing aja tanpa perlu memperpanjang debat.
Oh ya, ini juga ngingetin aku sama salah satu komunitas baca yang awal-awal aku kenal. Namanya dulu IMLA, kalau gak salah pengurusnya itu anak UIN luar kota, jatim bukan ya? haha lupa. Tapi dari komunitas ini aku jadi banyak tahu sharing tentang Hamka. Yang pada waktu itu jujur aku buta banget sama buku-buku "berat" yang membahas itu, aku dulu, dan mungkin sampe sekarang masih di zona nyaman baca-baca bukunya cuma self improvement, buku islam yang efek langsungnya lebih ke perbaikan ranah pribadi (sirah, quran, akhlak) belum sampai baca-baca buku yang mendorong untuk melakukan perbaikan di ranah lebih luas seperti masyarakat, sosial, ekonomi, politik, dll. Dan tentu aku masih baca buku-buku fiksi ringan, bukan buku fiksi berat yang bahas tema serupa.
Baca juga: IMLA (Indonesia Muslim Literacy Action)
***
Ada pun aku, meski belum ikutan #ResetIndonesiaBookChallenge, ada beberapa hal dari bacaanku yang mungkin masih nyambung sama semangat #ResetIndonesia dengan Literasi. Seperti beberapa hal di bawah ini:
Pentingnya Sikap untuk Memperjuangkan Keadilan
"Banyak orang tidak bisa membedakan antara ranah hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) serta ranah hubungan manusia dengan sesama manusia (hablumminannas).
.
.
.Seorang guru, dokter, atau siapa pun dengan profesi apa pun tidak salah jika meminta hak dan menuntut kehidupan yang layak. Sebab, memang dalam hubungan antarmanusia, setiap orang, di samping dilimpahi kewajiban, ia juga punya hak yang dilindungi oleh berbagai peraturan dan kebijakan. Jika ia merasa tidak dipenuhi dengan baik, jalan yang bisa ditempuh adalah memperjuangkan hak tersebut.
Apakah itu berarti dia tidak ikhlas dan rida terhadap rezeki dari Allah Swt.? Tidak berarti demikian! Ia tidak rida atas perilaku buruk sesama manusia terhadapnya (dalam hal ini kegagalan pemenuhan hak), tetapi bukan berarti ia menyalahkan Tuhan. Justru ia tidak berlindung dengan menjustifikasi bahwa semua yang ia terima sudah menjadi takdir. Sebab jika demikian, sama saja ia menganggap bahwa Allah Swt., tidak adil terhadapnya. Boleh jadi, pikiran seperti itu justru akan membuatnya merasa berhak menyalahkan Tuhan atas penderitaan atau kesalahan yang sebenarnya disebabkan oleh dirinya sendiri.
Orang yang membela haknya justru sedang menjelaskan bahwa ketidakadilan itu dibuat oleh manusia bukan oleh Tuhan. Oleh karena itulah ia berusaha membuat perubahan di ranahnya yaitu ranah hubungan manusia. Bukan begitu saja mengalamatkan semuanya pada takdir Allah Swt., seolah-olah itu adalah sesuatu yang tidak bisa diusahakan oleh manusia. Lebih parah lagi, hal itu menyiratkan seolah-olah Allah Swt., "merestui" ketidakadilan terjadi kepada hamba-Nya."
#daribuku *Jika Bersedih Dilarang, untuk Apa Tuhan Menciptakan Air Mata* - Urfa Qurrota Ainy, S.Psi., PT. Elex Media Komputindo
***
Ada satu lagi yang aku sharing di sana, dari buku berbeda, tapi karena ini sudah panjang, aku pisah di postingan selanjutnya ya..
Semoga Indonesia bisa menjadi lebih baik, lewat anak-anak mudah yang bangun dan sadar terhadap literasi. Mulai dari satu halaman buku, mulai dari diskusi di lingkaran kecil dalam komunitas, semoga nanti makin meluas dan besar impact-nya sampai bisa benar-benar #ResetIndonesia. Menulis ini mengingatkanku akan salah satu pengingat tentang masa/zaman yang buruk akan bangkit generasi terbaik. Jadi jangan hanya berhenti bersuara dan beraksi dalam bentuk demo, tapi juga lanjutkan dalam bentuk mendidik diri lewat literasi. Gak cuma literasi tentang politik, sosial, tapi juga pendidikan. Gak cuma literasi yang memisahkan urusan dunia dengan agama, tapi juga literasi yang menyadarkan kita bahwa islam itu mencakup semuanya, gak cuma ranah pribadi dan ibadah yang sifatnya ritual, tapi juga termasuk urusan-urusan ummat. Gak cuma buku-buku dan kitab-kitab buatan tokoh-tokoh terkenal, tapi juga membaca kalamullah Al Quran secara vertikal, lebih mendalam, lebih banyak tadabbur, lebih banyak membuat kita sadar lalu berdoa, rabbana ma khalaqta hadza bathila, subhanaka, faqina 'adzabannar. Aamiin.
Wallahua'lam bishowab.
***
PS: Sebenernya ini bukan grup satu-satunya Book Sharing yang aku gabung. Ada juga grup book sharing dari Buibu Baca Buku, tapi sifatnya cuma berbagi rekomendasi buku. Dan jujur aku di sana aku gak berani vocal, secara membernya 500 dan pastinya merupakan pembaca buku yang lebih wow daripada aku, yang super slow dan masih moody baca bukunya.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya