Follow Me

Thursday, October 24, 2013

Tentang Hijab : Itu Semua Apa?

-muhasabah diri-

Bismillah...
“Dia lain bro, dia gak kayak temen-temen jilbab lu yang lain, kalo disapa dia senyum manis ma gua, waktu nanya soal tugas dan gua duduk di samping dia deket banget dia nya biasa aja, kalo yang laen mah jangankan duduk deketan ngeliat aja pada susah, bawaannya nunduk mulu”
- cuplikan cerpen "Pagi Itu di Lorong Kampus"


***

Pagi itu di Lorong Kampus. Sebuah cerita yang membuatku tersenyum-senyum sendiri. Ada banyak hikmah dan nasihat yang kudapat dari cerita pendek tersebut. Terutama tentang bagaimana seorang muslimah harus bersikap.

Pertengahan. Mungkin itu yang seharusnya bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Ingin menjaga, namun justru menjauhkan

Menjaga itu harus. Harus banget. Tapi saat menjaga menjadikan kita jauh dari lingkungan? Terutama dengan sesama muslimah di kelas, di jurusan, di fakultas, di kampus. Jangan sampai, alibi "menjaga diri", menjadikan kita jadi jauh dari mereka. Padahal mereka, masih punya hak untuk ngobrol dengan kita, punya hak dapet senyum manis kita. Padahal mereka, bisa jadi ingin bertanya ini itu pada kita, namun kita? Kesan eksklusif yang terbangun karena terlalu "menjaga", membuat mereka enggan untuk sekedar dekat dengan kita. Hiks. Seolah-olah ada garis demakrasi diantara kita dan mereka. Kasarnya, "Kita dengan ayat, mereka dengan pandangan hidup barat. Habis perkara!"

Ingin akrab dengan lingkungan, namun justru "menjauhkan"

Akrab dengan lingkungan itu perlu. Perlu banget --mengingat itu bisa jadi ladang syiar dan dakwah. Tapi saat akrab dengan lingkungan justru menjauhkan kita dari Allah? Menjadikan kita jauh dari menjaga izzah dan iffah. Menjadikan kita lupa, tentang interaksi yang harus dijaga. Menjadikan kita lalai, tentang tabarruj (baca : berhias) yang seharusnya kita hindari. Ya, terlalu akrab dengan lingkungan, sampai jatuh-nya bukan mewarnai, tapi terwarnai. Larut kedalam trend sekarang, dimana interaksi laki-laki dan perempuan hampir tidak ada batasnya.

Jadi harus bagaimana?

Berat nulisnya. Hehe. Penulis juga masih belajar. Terkadang terlalu "menjaga", tapi pernah juga kecolongan terlalu "akrab". Kita memang harus terus belajar, menjaga batas-batas 'hiijab'. Kita juga memang harus terus belajar, menjaga keakraban dengan lingkungan --terutama ke sesama perempuan. Dan kita, memang harus terus belajar untuk menyeimbangkan keduanya. Pertengahan. Tetap menjaga, menundukkan pandangan, tidak obral senyum. Tapi juga tetap ramah (tipsnya baca di sini), menjawab sapaan, mengobrol seperlunya.

Anyway. Ijinkan penulis minta maaf. Jika penulis saat ini masih sering condong ke satu sisi (*sisi yg mana hayo? hehe). Jangan sungkan untuk menegur, mengkritik, menasihati. Bisa via sms, pm, atau langsung aja.

***

Terakhir, bagian yang paling mengena. Ijinkan aku menuliskannya juga di penutup tulisan ini :

Tidak pernah mau menyapa, bersikap dingin ketika disapa, enggan tersenyum, selalu menunduk ketika bertemu lawan jenis, jutek jika diajak ngobrol.
Itu semua apa? Bentuk penjagaan diri atau mengekslusifkan diri?
Dan bercanda ria, dengan mudahnya melempar senyum, obrolan yang mengalir asik bagai anak sungai, dan bahkan tak sungkan untuk menyentuh.
Itu semua apa? Bentuk keakraban kepada lingkungan atau memperendah izzah diri?

Allahua'lam bishowab.

1 comment:

  1. khairul umuri ausatuha.. sebaik-baik urusan itu pertengahannya..

    Kunjungan balik. Silahkan untuk men- share- apa saja di blog saya selama itu membawa manfaat..

    ReplyDelete

ditunggu komentarnya