Follow Me

Tuesday, April 29, 2025

Judgement or Critics?

April 29, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#RefleksiDiri

 


 

 

Dini hari, dan aku memutuskan untuk menulis. Mungkin karena waktunya, jadi yang terlintas di kepala, adalah hal-hal emosional. Katanya sih, katanya, semakin malam, seseorang akan semakin melankolis. Makanya, dulu ada jam malam untuk interaksi lawan jenis, baik secara langsung maupun chat, meski yang dibahas tugas kuliah atau rapat organisasi. Lebih baik bagi tugas, kemudian mengerjakan masing-masing, daripada meneruskan interaksi dengan resiko ditanggung sendiri. *kenapa jadi belok ke bahasan interaksi non-mahram ya wkwkwk.

 

***

 

Kutulis judul di atas, sembari mengingat sebuah kalimat yang mungkin bentuk jugdement atau bisa jadi sebuah kritik. Aku ingat saat pertama mendengar kalimat tersebut dari orang terdekat, reaksi pertama kaget, kemudian sedih, kemudian banyak-banyak beristighfar dan mengucapkan na'udzubillahi min dzalik. Takut, kalau hal tersebut benar, atau belum benar tapi bisa jadi sebuah doa buruk untukku.


Tapi alhamdulillah-nya, aku tidak terlalu kesenggol egonya karena kalimat itu. Jadi tidak ada amarah kepada orang lain. Emosi yang dirasakan lebih ke introspeksi pada diri. Masih bertanya-tanya sampai saat ini..."am I?"

 

Aku tidak akan menuliskan kalimatnya, atau konteks judgement/critic tersebut di sini. Aku hanya ingin menuliskannya di sini, agar suatu saat membaca tulisan ini lagi, aku teringat dan mengambil pelajarannya lagi.

 

***

 

Dalam hidup, judgement atau kritik itu adalah hal lumrah yang tidak bisa kita hindari. Kita akan banyak bertemu dengan berbagai macam dan jenisnya, cara penyampaiannya pun berbeda-beda, mulai dari nada bercanda, sarkasme, sampai cara yang mungkin setajam silet wkwkwk.

 

Pesanku untukku. Jangan berhenti belajar, jangan jadikan kalimat judgement* atau kritik itu batu yang menghalangi untuk maju. Justru jadiin batu pijakan. Jika pun ada yang salah dari cara belajarmu, perbaiki. Ibaratnya, kita udah terlanjur belajar ilmu, sebelum adab. Lalu di tengah jalan, baru tahu, oh, harusnya belajar adab dulu. so the next step, ayo belajar adab. Semoga dengan itu ilmu yang dipelajari jadi lebih berkah dan bermanfaat.

 

Terakhir, ini pesan lama yang ingin terus kutulis berulang untuk diri. Don't give up on yourself. Jangan menyerah pada diri sendiri. It's okay, other people might be give up on yourself, they might already giving you A to Z label on you. That's okay. Their label on you mean nothing as long as you don't give up on youself. Setiap orang masih bisa bertumbuh dan bertransformasi menjadi versi lebih baik dari dirinya. Seberapa lambat pun prosesnya. Even if all of them only see the result, only see what's above the ground. Allah sees your effort, Allah sees the process, Allah knows what's under the ground. Seperti biji mati yang ditanam di tanah. Sekian lama belum juga terlihat kecambahnya (the sprout). Semua orang sudah menyerah, mengira biji itu mati dan tidak tumbuh. Tapi Allah tahu, di dalam kegelapan itu, biji tersebut sebenarnya sudah tumbuh, akarnya sudah semakin dalam menghujam. Allah tahu, ada kebaikan kecil dalam hatimu yang penuh noda dosa. Allah tahu, ada cahaya kecil yang merindukan cahaya dari-Nya, berdoa dalam perjuangan sunyinya.. Rabbana atmimlana nuurana waghfirlana.. waghfirlana.. innaka 'ala kulli syai-in qadiir. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

 

***

 

PS:

*Judgement tuh istilah bahasa indonesia yang tepat apa ya? kagok sebenernya nulis istilah inggris terus ><

Why Do You Use Social Media?

April 29, 2025 0 Comments

Bismillah. 

 


Sosial media, media sosial, awalnya diciptakan untuk menghubungkan orang-orang yang jauh. Interaksi di dalamnya, diskusi dan pertukaran dialog di dalamnya, konten dan informasi yang berputar, bagian mana yang membuatmu memakai sosial media?

 

Baru-baru ini ada sebuah pernyataan yang menyindirku. Pernyataan yang membuatku bertanya-tanya pada diri, mengapa, dan untuk apa aku menggunakan sosial media?

 

It is said, that people who go to social media actually escaping from their own reality.

 

That sentence struck me at the heart. As if it's talking about me.

 

***

 

Entah ini bentuk buka aib atau bentuk refleksi. Tapi akhir-akhir ini aku menemukan diriku tenggelam dalam riuh informasi di sosial media. Kebiasaan buruk yang belum juga terputus, padahal kemarin sudah diberi momen Ramadhan ya? TT hiks.

 

Sedih, saat mengetahui aku masih saja menggunakan pola lama saat bertemu dengan masalah. Bukannya menghadapi, tapi justru menghindar dan memilih untuk tenggelam dalam distraksi.

 

Sebenarnya menghindar dan escape sejenak dari masalah itu tak apa. Kadang kita memang butuh waktu sendiri untuk mencerna banyak hal dalam hidup. Tapi kuncinya di kata sejenak. Sebentar saja, ada batas waktu. Bukan justru malah jadi lupa daratan, lalu bukannya menyelam, eh malah terbawa arus dan tenggelam. Padahal bukan ikan yang bisa bernafas di air.

 

***

 

Sedihnya, meski tahu bisa melakukan detox sosial media. Ada tempat sembunyi dan tenggelam lain, yang bisa jadi pelarian baru. World within my mind, panjangnya angan-angan, fiction that I made inside my head.

 

Kalau sudah begini, dan sudah tahu harus segera diputus waktu yang terbuang sia-sia dalam distraksi... next stepnya, selain nulis di sini (biar inget dan jadi lesson learned), aku harus segera bergerak. Membuat rencana, jangan kebanyakan target dulu, buat target kecil yang bisa membuat hari lebih produktif. Ini laptop dipake, jangan cuma main hp doang. Spend your time more to learn, to read, to write, to exercise. Jangan lupakan umur dan kematian yang selalu dekat, lebih dekat dari hidup itu sendiri.

 

Kalau memang tidak bisa sendiri, cari teman. Aku tahu ada banyak komunitas yang sudah vakum, atau kamu memilih untuk keluar karena satu dua alasan pribadimu. Tapi kamu bisa cari komunitas baru, start new, meet new people. Get the positive energy from others. Humble yourself and ask for help. Tentu saja, urutan pertama minta bantuan ke Allah dulu, nanti sambil kamu usaha cari temen, Allah will show you the way.

 

Sekian. Sementara itu saja curhatan kali ini. Keep writing for yourself. At least for yourself. Someday, when you reach your growth, the flowers will bloom, and hopefully you'll taste the sweet fruits.

 

 Wallahua'alam.

Wednesday, April 16, 2025

Cinta dan Kegagalan

April 16, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

 

It's a misleading title. Just wanna warn you, in case you think this post will take on failure on love. Tapi sebenarnya tidak benar-benar misleading juga, karena memang aku ingin menyalin kutipan dari buku "Yang Belum Usai" tentang cinta dan kegagalan.

 

***

 

 "...pada saat kegagalan datang, konsep self-love akan menuntun kita untuk tetap berbelas kasih pada diri sendiri (self-compassion).

Lain halnya apabila kita tidak mencintai diri kita secara utuh, tidak menerima kegagalan kita sebagai bagian dari proses hidup dan bertumbuh, atau menganggap upaya mencintai diri adalah cara kita untuk menjadi narsis, maka kita cenderung akan masuk ke dalam lubang hitam bernama penyesalan, kritik diri yang kejam, self-loathing, frustasi, insecure, self-harm, bahkan depresi."

#daribuku *Yang Belum Usai* - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo

 

Membaca kutipan di atas membuatku berkaca, bahwa hal tersulit dalam mencintai, adalah mencintai seseorang (termasuk diri) yang sedang atau pernah gagal. Dan sedihnya, banyak yang masuk ke lubang hitam itu, penyesalan, kritik diri yang kejam, self-loathing, frustasi, insecure... bahkan yang lebih buruk lagi, seperti yang tertera di kutipan di atas.

 

Dan mencintai dan menerima orang yang gagal itu, butuh waktu. Terutama, jika sebelumnya kita sudah memiliki ekspektasi tinggi terhadapnya. Pasti akan ada masa-masa kita harus memberi jarak dan menjauh sejenak, sekedar untuk menetralkan rasa kecewa dan menyiapkan diri untuk bisa menerima dan mencintai orang itu lagi. Tapi ironisnya. Kalau orang itu adalah diri kita sendiri, bagaimana bisa kita menjauh dan berjarak dengannya? Banyak yang akhirnya memilih untuk mengurung diri, menjauh dari semua orang, tidur terlalu lama, atau menenggelamkan diri dalam distraksi, dari satu game ke game lain, dari satu series/drama/film ke series/drama/film lain. Tanpa benar-benar mencerna emosi dan perasaan kecewa yang seharus diolah hingga kita menemukan makna, bahwa kegagalan ini, juga bagian dari proses diri menjadi lebih baik. Bahwa luka ini, bukan semata goresan yang membuat wajah tunduk karena malu, tapi bisa menjadi cerita, bahwa ada kisah di balik luka tersebut. Cerita yang bisa jadi menginspirasi orang lain, yang juga mengalami hal yang mirip/serupa.

 

***

 

Masih di bagian yang sama dari pembahasan self love. Aku menemukan kutipan tentang cinta sejati. Frase cinta sejati ini, sejak dulu sudah lama menjadi frase yang istimewa. Bahkan pernah kupakai sebagai judul blog ini. It was "Looking for a Genuine Love" (--ternyata salah, bukan genuine love, tapi genuine friends, maaf atas memori burukku) before transforming into (Better Word for Better Life). Jadi saat membacanya, tanganku segera meraih hp dan mengetik ulang. Mencatat sebagai pengingat bahwa,

 

"Konsep itu (mencintai yang sejati) meliputi penerimaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, kesadaran untuk memahami daripada menghakimi, memaafkan daripada menyimpan dendam, melepas daripada menimbun beban, serta mengasihi daripada mengkritik tajam."

#daribuku *Yang Belum Usai* - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo


Kalau dulu aku mengira cinta sejati adalah kata benda. Kini setidaknya aku tahu, bahwa cinta adalah kata kerja. So instead looking for it outside, I should work on it from inside.

 

Wallahua'lam. 


***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.


 

Sunday, April 13, 2025

Late Eid Mubarak

April 13, 2025 0 Comments

 Bismillah.

 

Sudah 14 Syawal. Kalau biasanya tiap tahun aku menyiapkan setidaknya satu desain template canva yang diedit sedikit, kali ini tidak. Aku masih 'tenggelam dan bersembunyi' sendiri. In real life, tentu saja aku alhamdulillah menjalani hari-hari Eid Mubarak seperti biasa. Bersalaman dan saling bertukar ucapan maaf kepada keluarga besar dan tetangga. Tapi di luar itu, aku tidak mengirim ucapan Eid Mubarak pada mereka yang belum sempat bertemu langsung secara fisik. Aku memilih untuk tidak melakukannya tahun ini. Meski jauh di lubuk hati, aku tahu... masih ada keinginan untuk sekedar menyapa mereka yang jauh di mata tapi dekat di hati. Kapan lagi momennya, jika bukan di hari raya idul fitri?

 

It's a late eid mubarak. Semoga amal ibadah kita di bulan Ramadhan diterima, semoga doa-doa kita diijabah, dan dosa-dosa kita diampuni. Semoga bekal dari bulan Ramadhan kemarin bisa menjadi bensin untuk menjalani bulan-bulan selanjutnya. Aamiin

 

   
Eid Mubarak, and never forget about our brother and sister in Palestine