Seorang gadis
memakai khimar warna biru muda sedang asik menelusuri salah satu jejaring
sosial miliknya. Sudah lama ia tidak membuka grup-grup di facebook, karena
terlalu banyak, dan seringkali memusingkan jika harus dibaca satu per satu. Ia
berhenti di sebuah grup komunitas, sebuah grup yang sangat sepi, karena
ditinggal penghuninya. Bukan berarti para member left group, namun beralih ke
jejaring sosial lain yang jauh lebih mudah dan lebih cepat di akses via
smartphone.
Saat Feli masih asik
menelusuri diskusi-diskusi di grup tersebut, seorang pemuda masuk ke ruang maya
yang sama dan menge-post sebuah poster. Ada acara ta'lim menarik, yang menurut
Rey sangat penting untuk dihadiri teman angkatannya tadi. Agar undangan tersebut
dibaca, ia mulai mention satu demi satu
teman yang ada di grup tersebut.
"Aku di-mention ga ya?" ucap Feli dalam hati
sambil menyengir di depan layar lappie-nya. Ia penasaran, apakah namanya akan
di-mention meski satu tahun yang lalu ia
memutuskan menjauh karena perbedaan pendapat. Sambil menunggu jawaban
pertanyaan isengnya hadir, ia membuka tab baru, berseluncur membaca beberapa
kicauan di beranda Twitter.
***
"Saya sudah
tahu kalau kamu akan protes", jawab Rey terhadap pesan dari Feli. Diujung
sana, wajah Feli begitu geram. Feli memang sudah agak sensi terhadap Rey yang
beberapa waktu yang lalu juga membuatnya kesal. Dan kejadian tadi siang
membuatnya naik pitam. Kalau ada emot palu, pasti Feli kirim! Biar Rey tahu
kalau dia begitu kesal.
Yang membuat Feli
marah adalah letak namanya saat di mention, di paling akhir, dan hanya namanya.
Berbeda dengan komentar sebelumnya, ada sekitar 6 nama ditiap komen. Mungkin
saat itu facebook memang masih dengan settingan hanya bisa mention 6 nama dalam
1 komentar, sehingga tanpa sengaja, nama Feli di mention Rey sendirian.
Mungkin begitulah takdir menguji emosi
Feli, dan kali ini ia belum lulus, tumpukan "emosi" itu kini meledak,
meski tak menyisakan asap.
Perlahan emosi Feli
turun, dan atas undangan itu, ia akhirnya mengirim konfirmasi ke koordinator
akhwat angkatan.
"Maaf ga bisa
hadir," tanpa keterangan, tanpa basa-basi. Sudah setahun lebih sejak ia
menjauh. Dan catatan buatannya, berhasil menghentikan sms JARKOM dari Ibu
Korwat Komunitas. Ada perasaan yang bertengkar saat itu di dadanya, ada rasa
rindu ingin bertemu wajah meneduhkan saudari-saudarinya, dan ada ego karena
tidak ingin dianggap bagian dari "mereka" lagi.
***
MALAM HARI SEBELUM
ACARA
"Feli, dateng
nggak besok?"
"Nggak"
"Undangan
spesial lho.."
"Apaan"
Feli mencoba mengeraskan wajahnya, sok cuek. Berharap Nadia, teman sekamar yang
juga diundang ke acara esok hari, tidak melanjutkan percakapan itu. Setelah
Nadia berlalu, Feli menghela nafas pelan, wajahnya memanas, dan matanya mulai
berkaca.
"There's
somebody else who realize that... " tik. Tidak ada yang tahu mengapa hal
sekecil itu bisa menyakiti hati Feli. Padahal ucapan Nadia mungkin sebuah
canda. Namun tidak bagi Feli, ada duri yang menusuk-nusuk dirinya, setiap kali
kejadian serupa itu hadir.
Duri yang pertama
sanggup ia tahan perihnya. Sebuah komen, "Boleh minta posting poster
syukwis di akun?"
Duri yang kedua
berusaha ia lupakan. Sebuah sms, "Publikasi Kajian tolong di post ya"
Duri yang ketiga
tidak bisa dicabut. Sebuah tanya yang berulang kali di utarakan di forum ikhwan
akhawat. Dan sebuah komen dari ikhwan lain di grup tadi "Kalo adminnya
ikhwan akan diberi...., kalo adminnya akhwat akan dijadikan...."
"Siapa dulu adminnya?"
Duri yang keempat,
feli harap yang terakhir. Sebuah mention, yang bisa berujung fitnah. Bukankah
sudah tahu, lalu mengapa masih dilakukan?
Derai hujan basahi
bumi Allah, sejukkan hati feli yang memanas hampir meledak lewat dua tiga empat
kejadian. Untuk kali ini, feli belum lulus ujian kesabaran.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya