Follow Me

Wednesday, April 22, 2015

Aku, Bell's Palsy dan Masker (2)

Bismillah..

Sebelumnya maaf, karena beberapa postingan yang aku bilang bersambung banyak yang belum dilanjutin hhe.

http://travelingvanillabean.com/uploads/3/1/8/2/3182262/2950803.jpg?449

***

Aku lupa tepatnya tanggal berapa saat aku melepas "masker Bell's Palsy". Seingatku, aku menunggu obat dari dokter di Borromeus habis. Selain itu aku juga melaksanakan terapi, meski sering bolos. Disarankan untuk dua kali per pekan, namun karena jadwal terapi sering bentrok dengan agenda lain (kelas, ngerjain tugas, dll), paling banyak satu kali terapi sepekan.

Saat Idul adha, pernah ditanya oleh Ayah tentang itu, dan beliau mendoakan yang redaksinya mirip ini, "Allah knows best. Allah is the one who cure". Ayah percaya, karena keterbatasan dan halanganku dalam melaksanakan terapi adalah takdirnya, in syaa Allah tidak akan memperlambat proses penyembuhan Bell's Palsyku.

Sedikit cerita tentang Fisioterapi [1]

Terapi fisik yang tepat dapat meminimalkan efek samping penggunaan obat telan. Pasien bisa mendapatkannya di rumah sakit yang memiliki klinik fisioterapi, tentu dengan rujukan dokter yang mengetahui kondisi kesehatan pasien.
Ada begitu banyak bentuk pengobatan yang bisa diberikan pada pasien. Salah satunya terapi fisik yang disebut fisioterapi. Perannya adalah memperbaiki fungsi gerak motorik akibat adanya gangguan pada otot dan rangka tubuh setelah patah tulang, atau pascaoperasi tulang.

Fisioterapi juga diberikan kepada penderita penyakit yang berhubungan dengan saraf, misalnya penyakit yang menyebabkan pola jalan salah dan otot lemah, penderita yang mengalami gangguan pada saraf tepi, radang selaput otak, sumbatan saluran di otak, dan lainnya. (termasuk Bell's Palsy)

Di klinik fisioterapi, terapis akan mengajarkan pasien bagaimana melakukan gerakan tubuh yang benar. Nah, gerakan-gerakan itulah yang nantinya harus diaplikasikan sendiri oleh pasien, seperti duduk, berdiri, jalan, lari, dan sebagainya.

"Fisioterapi merupakan pelayanan yang diberikan kepada pasien guna mengembangkan, memelihara, dan mengembalikan kemampuan dan fungsi gerak secara maksimal sepanjang kehidupannya," simpul Peni.

Mengenai frekuensi, tak ada patokan berapa kali seseorang harus menjalani fisioterapi. "Tergantung kondisinya. Bila datang dalam kondisi parah atau kronis, tentu membutuhkan terapi lebih lama. Lain hal kalau orang tua sudah mengantisipasinya sejak dini."

Yang tak kalah penting, sebelum menganjurkan fisioterapi, dokter atau terapis harus mengetahui dulu riwayat kelahiran dan catatan klinisnya. Terapis sebaiknya bekerja sama dengan dokter yang terkait. Bila sudah diketahui latar belakang penyakitnya, barulah dipilihkan fisioterapi yang tepat.

Fisioterapi di BMG (Bumi Medika Ganesha)

Sebagai mahasiswa biasa, ada perasaan khawatir soal biaya yang aku rasakan. Terutama saat mengetahui kalau fisioterapi termasuk terapi dengan biaya mahal. Namun Alhamdulillah ternyata di BMG ada juga tempat fisioterapi dengan dokter profesional.

Jenis fisioterapi yang pertama kali aku dapatkan adalah semacam pijat wajah, hehe. Karena memang yang bermasalah di penyakit Bell's Palsy adalah syaraf yang fungsinya menggerakkan otot-otot di wajah. Setelah fisioterapi tahap itu, saya di kasih PR untuk mengopres leher kanan belakang dengan es dingin, dan latihan ekspresi wajah.

Latihan ekspresi wajah intinya sih latihan senyum, trus bagian kanan wajah yang tidak ikut bergerak kita sesuaikan biar seimbang dengan yang kiri dan ditahan selama sepuluh hitungan. Juga latihan angkat alis, menutup mata, mengerutkan dahi, dll. Latihannya biasa saya lakukan kalau di kosan, karena butuh cermin.

Jenis fisioterapi kedua yang aku dapatkan dikasih getaran gitu lewat alat. Sebelum ditempel alat seperti untuk "kejut listrik" yang biasa di film2 kalau untuk kejut detak jantung, sebelumnya dioleskan cairan dingin gitu, gatau apa tapi. Trus alat tadi ditempel di leher belakang, mungkin tujuannya untuk menstimulus syaraf wajah yang letaknya di sana. Sok tahu hhe. Tapi hipotesis aku cukup masuk akal, karena bagian ini juga yang terbentur keras saat kecelakaan waktu lalu.

Beratnya Melepas Masker

Memakai masker saja bagiku sudah nyaman sekali, apalagi nanti kalau pakai cadar. Karena bagiku, meski wajah bukan aurat, menutupnya, mengizinkan hanya orang-orang tertentu yang mengetahui dan mengenalnya adalah sebentuk penjagaan izzah dan iffah.

Aku selalu senang mengutip quotes ini, meski setelah ditelusuri, aku tidak tahu keshahihannya.
“Wanita sholeha itu tidak suka mengenali dan dikenali,
Tidak suka memandang dan dipandang,
Di bibirnya tidak meniti nama-nama lelaki,
Dan di bibir lelaki tidak meniti namanya”
Indikatornya memang tidak selalu itu, namun izinkan aku ingin menjadi yang disebut di atas, berharap aku tidak mengenal banyak non mahram, dan non-mahram tidak banyak yang mengenalku. Berharap, aku tidak mengetahui banyak nama non mahram dan non-mahram tidak banyak yang tahu namaku.

Saat itu Masker, Semoga Kelak Menjadi Cadar

Aku memegang pendapat ulama yang menyebutkan bahwa cadar adalah sunnah. Namun sunnah, bukankah lebih baik dilakukan? Karena sunnah itu berpahala jika dilakukan dan jika tidak dilakukan, rugi!! hehe. Namun saat ini ridha orang tua menjadi prioritasku. Dan nanti, juga akan menjadi prioritasku.

"Nggak usah pakai cadar sekarang, nanti aja kalau udah nikah", redaksi serupa yang diucapkan Ayah, saat kakak perempuanku menggodaku, dan berkata,

"jangan-jangan Bella di ITB udah biasa pakai cadar pah," hhe

Allahua'lam bishowab.

Keterangan :
[1] http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Anak/Mengenal-7-Jenis-Fisioterapi/

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya