Follow Me

Thursday, June 4, 2015

Menangkap Langit Lewat Lensa


-opini, Muhasabah Diri-

Bismillah

sumber gambar dari sini
Selalu gagal dan tak seindah yang dilihat mata. Kau tahu? Selalu begitu jika kau ingin menangkap langit lewat sebuah lensa buatan manusia. -kirei-
***

Aku tahu ini lucu dan tak logis, tapi itulah aku. Sejak tahu bahwa lensa kamera mana pun tak pernah mampu menangkap keindahan langit, aku memilih untuk menikmatinya saja dengan mata.

Dan gemintang atau bulan purnama, juga awan putih yang menemani biru langit, atau justru langit senja yang jingga atau ungu atau biru. Aku memilih untuk menikmatinya sendiri lewat mata yang begitu kompleks dan ajaib diciptakan oleh Sang Maha Pencipta. Aku tidak berusaha lagi untuk menangkap indahnya langit lewat lensa buatan manusia, karena seringkali hasilnya hanya timbulkan kecewa.

Karena pertama, aku memang tidak ahli dalam fotografi. 

Baik fotografi yang mudah dan simple, maupun fotografi yang nyeni, termasuk di dalamnya, fotografi langit. Cakrawala yang tidak pernah kita lihat retaknya ini, menjadi terbatas jika diabadikan lewat lensa kamera. Tidak utuh, hanya menggambarkan sebagian. Tidak nyata, karena warnanya terbatas pada RGB atau CMYK.

Karena kedua, aku tidak memiliki kamera secanggih kedua bola mata ciptaan-Nya. 

Pernah di suatu pagi, pagi yang begitu istimewa. Adzan shubuh saat itu sudah berkumandang, namun bulan masih tampat indah di peraduannya. Bulat sempurna tanpa ada sedikitpun awan menghalangi sinar yang muncul di dalamnya. Saat itu aku pikir, kamera hp bisa merekam sedikit keindahannya, namun ternyata aku salah. Tidak ada keindahan tersisa saat aku menangkap rembulan dan langit fajar itu. Tidak ada, hanya langit gelap dan satu titik bulat kecil mewakili rembulan istimewa fajar itu.

Ya, dua alasan tadi membuatku selalu mengurungkan niat mengambil kamera, saat mega terbentang begitu indah. Aku kini lebih suka terdiam menikmati sajian langit, dengan dua bola mata yang masih diizinkan Allah bekerja dengan baik.

***

Ada beberapa ayat dalam Al Quran yang hadir saat aku menuliskan ini.

Yang pertama dalam Surat Al Mulk ayat 3 dan 4 yang mengambarkan bahwa kita akan lelah jika mencari retak atau cacat di langit.

Yang kedua dalam Surat Nuh ayat 16, yang menggambarkan perbedaan bulan dan matahari. Wa ja'alal qamara fiihinna nuura waja'ala syamsa siraajaa

Yang ketiga dalam Surat Adz Dzariyat, yang menggambarkan langit yang diluaskan oleh-Nya. Sungguh Maha Benar Allah. Betapa luas langit, dan betapa sempit tangkapan langit lewat lensa kamera.

Yang keempat.... It such an endless list.. Ada QS An-Nur yang mengingatkan filosofi cahaya, bagaimana Allah menciptakan dunia dengan 2 cahaya, physical light and spiritual light. Ada juga.. Sebuah ceramah yang menyebutkan langit dan keseimbangan.

Dan saat melihat langit, kita tidak hanya melihat keindahannya. Bukan hanya melihat awan ini mirip bentuk itu. Bukan sekedar itu. Ketika kita melihat langit, kita teringat sebuah keseimbangan. Membuat kita teringat keseimbangan dalam hidup kita, sudahkah? Atau masih begitu banyak timpang di sana sini?

Seseorang yang melihat langit akan teringat, aku belum menelpon Ummi selama 3 hari. Seseorang yang melihat langit akan teringat, aku belum mengerjakan kewajiban sebagai mahasiswa dengan baik. Seseorang yang melihat langit akan teringat, aku belum memberikan waktu istirahat yang cukup untuk badanku.

Aku melihat langit, dan aku teringat.........

***

Allahua'lam bishowab.

Dari seorang yang suka menatap langit, bahkan ketika rintik-rintik hujan turun.
Dari seseorang yang sering mengagumi langit, namun masih begitu jauh dari keseimbangan yang diajarkan Allah pada penciptaan langit. Balance. Seimbang.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya