-opini, Muhasabah Diri-
Bismillah
sumber gambar dari sini |
Selalu gagal dan tak seindah yang dilihat mata. Kau tahu? Selalu begitu jika kau ingin menangkap langit lewat sebuah lensa buatan manusia. -kirei-
***
Aku tahu ini lucu
dan tak logis, tapi itulah aku. Sejak tahu bahwa lensa kamera mana pun tak
pernah mampu menangkap keindahan langit, aku memilih untuk menikmatinya saja
dengan mata.
Dan gemintang atau
bulan purnama, juga awan putih yang menemani biru langit, atau justru langit
senja yang jingga atau ungu atau biru. Aku memilih untuk menikmatinya sendiri
lewat mata yang begitu kompleks dan ajaib diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Aku tidak berusaha lagi untuk menangkap indahnya langit lewat lensa buatan
manusia, karena seringkali hasilnya hanya timbulkan kecewa.
Karena pertama, aku
memang tidak ahli dalam fotografi.
Baik fotografi yang mudah dan simple, maupun
fotografi yang nyeni, termasuk di dalamnya, fotografi langit. Cakrawala yang
tidak pernah kita lihat retaknya ini, menjadi terbatas jika diabadikan lewat lensa
kamera. Tidak utuh, hanya menggambarkan sebagian. Tidak nyata, karena warnanya
terbatas pada RGB atau CMYK.
Karena kedua, aku
tidak memiliki kamera secanggih kedua bola mata ciptaan-Nya.
Pernah di suatu
pagi, pagi yang begitu istimewa. Adzan shubuh saat itu sudah berkumandang,
namun bulan masih tampat indah di peraduannya. Bulat sempurna tanpa ada
sedikitpun awan menghalangi sinar yang muncul di dalamnya. Saat itu aku pikir,
kamera hp bisa merekam sedikit keindahannya, namun ternyata aku salah. Tidak
ada keindahan tersisa saat aku menangkap rembulan dan langit fajar itu. Tidak
ada, hanya langit gelap dan satu titik bulat kecil mewakili rembulan istimewa
fajar itu.
Ya, dua alasan tadi
membuatku selalu mengurungkan niat mengambil kamera, saat mega terbentang
begitu indah. Aku kini lebih suka terdiam menikmati sajian langit, dengan dua
bola mata yang masih diizinkan Allah bekerja dengan baik.
***
Ada beberapa ayat
dalam Al Quran yang hadir saat aku menuliskan ini.
Yang pertama dalam
Surat Al Mulk ayat 3 dan 4 yang mengambarkan bahwa kita akan lelah jika mencari
retak atau cacat di langit.
Yang kedua dalam
Surat Nuh ayat 16, yang menggambarkan perbedaan bulan dan matahari. Wa ja'alal qamara fiihinna nuura waja'ala syamsa
siraajaa
Yang ketiga dalam
Surat Adz Dzariyat, yang menggambarkan langit yang diluaskan oleh-Nya. Sungguh
Maha Benar Allah. Betapa luas langit, dan betapa sempit tangkapan langit lewat
lensa kamera.
Yang keempat.... It
such an endless list.. Ada QS An-Nur yang mengingatkan filosofi cahaya,
bagaimana Allah menciptakan dunia dengan 2 cahaya, physical light and spiritual
light. Ada juga.. Sebuah ceramah yang menyebutkan langit dan keseimbangan.
Dan saat melihat
langit, kita tidak hanya melihat keindahannya. Bukan hanya melihat awan ini
mirip bentuk itu. Bukan sekedar itu. Ketika kita melihat langit, kita teringat
sebuah keseimbangan. Membuat kita teringat keseimbangan dalam hidup kita,
sudahkah? Atau masih begitu banyak timpang di sana sini?
Seseorang yang
melihat langit akan teringat, aku belum menelpon Ummi selama 3 hari. Seseorang
yang melihat langit akan teringat, aku belum mengerjakan kewajiban sebagai
mahasiswa dengan baik. Seseorang yang melihat langit akan teringat, aku belum
memberikan waktu istirahat yang cukup untuk badanku.
Aku melihat langit,
dan aku teringat.........
***
Allahua'lam
bishowab.
Dari seorang yang
suka menatap langit, bahkan ketika rintik-rintik hujan turun.
Dari seseorang yang
sering mengagumi langit, namun masih begitu jauh dari keseimbangan yang
diajarkan Allah pada penciptaan langit. Balance. Seimbang.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya