Tentang Self Awareness
Bismillah.
#buku #nukilbuku
Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"
Aku akhirnya membaca lagi buku ini, setelah menyadari ternyata aku belum selesai membacanya. Kali ini temanya tentang self-awareness, kalau diartikan secara literal kesadaran diri.
Dibagian awal, disebutkan tentang otak yang mempunyai cara kerja, yang membuat kita melakukan suatu hal tanpa perlu berpikir, autopilot. Hal itu yang membuat kita tanpa sadar, tidak memiliki banyak self-awareness.
"Sebuah penelitian di Inggris menemukan bahwa 96% orang di Inggris terbiasa bekerja dalam mode autopilot. Hal itulah yang menyebabkan kita sering kali merasa waktu berjalan begitu cepat tanpa tahu apa yang sudah kita kerjakan selama ini.
Parahnya lagi, kita jadi tidak terbiasa menyadari apa yang terjadi di dalam diri kita sendiri. Sehingga seringkali kita tidak memahami kelebihan dan kekurangan kita, apa yang kita mau, bagaimana respons kita terhadap sesuatu, atau mengapa kita tidak suka melakukan sesuatu."
Aku dulu gak paham pentingnya self-awareness, sampai aku bertemu salah satu fase dalam hidup, saat aku merasa kehilangan diriku. Saat itu aku seolah lupa dan tidak bisa menentukan sebenarnya aku itu yang mana? Yang dulu atau yang sekarang? Ada perubahan yang drastis. Ada kebingungan, seolah tersesat di dalam hutan. Lalu aku belajar ulang dan mencari tahu lagi, dari segala label buruk yang aku lekatkan sendiri pada diriku, yang mana harus aku lepas, karena salah naruh. Dan yang mana pula, harus aku akui dan berdamai, kemudian belajar memperbaiki.
Self-awareness juga dibutuhkan agar kita tahu, mengapa kita memilih reaksi otomatis A untuk kejadian B. Mengapa misalnya kita suka menghindari masalah daripada menyelesaikannya. Mengapa kita lebih suka diam dan menyimpan masalah sendiri, daripada bercerita dan meminta tolong kepada orang lain. Atau mengapa kita sering emosi atau marah tentang makanan, misalnya, dll, dst. Dan proses ini, tidak mudah. Kenapa?
Untuk mendapatkan self awareness, kita perlu kejujuran, keterbukaan, dan penilaian tanpa penghakiman terhadap diri kita sendiri.
Hal tersebut sangat sulit dilakukan karena kita sudah ter-setting dengan segala value, keyakinan, dan memori yang melekat pada diri kita.
Setting tersebut membuat kita sudah punya opini tertentu tentang semua hal, sehingga sangat sulit untuk dapat melihat berbagai hal yang kita alami sebagai sesuatu yang netral.
***
Di dalam buku ini dijelaskan ada 3 hal yang membuat self-awareness menjadi sesuatu yang sulit. Apa aja 3 hal tersebut?
1. The blind spot
Sama seperti kamera yang diletakkan di sisi tertentu, dan memiliki blindspot. Kita juga memiliki blindspot dalam caranya memandang diri sendiri.
Ada banyak yang tidak bisa kita lihat, tapi secara jelas dapat dilihat orang lain.
Nah, di sini kita butuh bantuan dari orang lain. Entah itu keluarga, teman, atau bahkan psikolog.
Aku ingat saat aku melabeli diriku sebagai seseorang yang cengeng. Tapi kemudian aku diingatkan lewat cerita ibuku, bahwa aku pernah menjadi anak yang tidak mudah menangis. Atau saat aku merasa sangat pesimis, aku diingatkan bahwa aku pernah menjadi seseorang yang optimis. Aku juga teringat saat aku bertemu psikolog dan bercerita masalahku, kemudian dari feedback-nya aku jadi mengenali. Ternyata pilihanku untuk menghindari masalah dan memendam perasaan, mencoba menyelesaikan sendiri dan tidak meminta tolong, itu karena kejadian di masa lalu yang terulang dan menjadi pola "autopilot"-ku saat bertemu masalah. Padahal dalam hidup, akan ada masalah yang mengharuskan kita untuk berani bercerita, dan meminta tolong.
2. Introspection illusions
Kita cenderung melihat diri sendiri secara lebih positif. Sehingga sangat sulit untuk menilai diri kita sendiri secara objektif tanpa terbawa kecenderungan dan value yang sudah melekat pada kita.
Ilusi ini membuat kita sulit untuk menerima kesalahan diri, dan belajar untuk memperbaikinya. Juga sulit untuk menerima kekurangan diri, dan belajar untuk berdamai dan hidup dengannya.
3. Confirmation bias
Confirmation bias membuat kita memiliki kecenderungan menilai diri kita sendiri berdasarkan apa yang ingin kita percaya. Atas sebab itulah, kecenderungan ini dapat menyulitkan proses self-awareness kita.
Kita akan lebih tergerak menilai diri kita sendiri berdasarkan value yang kita inginkan dibandingkan menilai secara jujur apa adanya. Belum lagi, kita cenderung melebih-lebihkan apa yang kita yakini.
Kita akan mencaci maki diri kita saat sesuatu yang buruk terjadi. Namun, cenderung merasa hebat ketika kita berhasil melakukan sesuatu sesuai keinginan. Padahal, mungkin kenyataannya tidak seperti itu.
Bias ini, membuat kita hidup dalam "kotak" dan tidak mengenal diri yang sebenarnya. Dari sini, aku belajar pentingnya untuk bertukar pikiran dengan teman, untuk menghilangkan bias tersebut. Termasuk membaca buku, karena membaca buku dapat meluaskan pikiran kita, dan menyadarkan kita, jika apa yang kita yakini terlalau dilebih-lebihkan. Kita juga belajar banyak sudut pandang dari membaca buku.
***
Satu hal lagi tentang self-awareness yang aku ingat sekali. Sebuah video Amazed by The Quran S2.
Ayat ini mengingatkanku untuk kembali kepada Allah agar mendapatkan self-awareness. Karena yang mengetahui kita, bahkan yang lebih tersembunyi dari rahasia, itu adalah Allah.
"When you get to know Allah, when you start to remembering Allah, then Allah makes you more aware of yourself than you've ever been." - Nouman Ali Khan
Baca juga: You Can Find Yourself Again
***
Setiap dari kita, sedang dalam perjalanan mengenal diri dan mengenal Allah. Semoga di perjalanan panjang dan penuh naik turun ini, Allah berikan kemudahan dan keberkahan. Aamiin.
Sekian. Bye~
***
PS: Aku baru sadar, bahwa buku "Yang Belum Usai" dari Pijar Psikologi terdiri dari beberapa artikel dengan penulis yang berbeda. Dan untuk bahasan Self Awareness ini, ditulis oleh Ayu Yustitia. Di buku ini, dibahas juga tipe-tipe self awareness, cara mendapatkan self-awareness, dll. Bukunya bisa di pinjam di iPusnas. Ada lumayan banyak copy-nya, jadi nggak perlu ngantri.
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.