Follow Me

Friday, May 20, 2011

Something Left

“Ada yang ketinggalan?” tanya Kak Tania saat melihatku terhenti di depan pintu rumah. Ku buka tas tangan, melihat sekilas handphone, tissue dan beberapa lembar uang di dalamnya. Aku menggeleng ragu. ‘Adakah yang tertinggal?’ batinku.



###



Aku melihat cerminan wajahku dari kaca mobil, cantik. Kak Tania memang paling ahli masalah rias merias. Ia bawel sekali menyuruhku bergegas menyelesaikan sholat magribku, padahal ia cuma butuh waktu kurang dari setengah jam untuk merias wajahku. Dan voila.. lihatlah aku sekarang, seperti cinderella.



Drrrt.. handphoneku bergetar. Sms dari Lia. “Di hutan, kulihat dua cabang jalan terbentang. Kuambil jalan yang jarang dilalui orang. Dan itulah yang membuat segala perbedaan (Robert Forst, The Road Not Taken)”, keningku berkerut. Pikiranku melayang ke beberapa hari yang lalu.



“Ta, kamu tahu? Sekarang ini banyak sekali model teman yang hanya mendekat pada kita ketika ia butuh bantuan kita, ketika ia sudah dapat yang ia mau.. ia melupakan kita. Ia bahkan lupa pernah merajuk pada kita,” Lia tersenyum padaku. “senangkah kamu punya teman seperti itu, Ta?” lanjutnya.



Klik. Kubaca lanjutan sms dari Lia “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan durhaka dan jalan ketaqwaannya (Q.s. Asy Syams [91] : 8)”. Tanganku bergetar, dingin.



###



Perkenalkan. Namaku Alice Ariesta, teman-temanku biasa memanggilku Esta. Sekarang, aku sedang menuju sekolah. Malam ini adalah malam perpisahan sekolahku. Malam yang membuat semua siswa sibuk beribet-ribet ria mengurus penampilan mereka. Aku ralat, tidak semua siswa. Lia, sahabatku.. memilih menghabiskan malam bersama keluarganya. Aku sudah memaksanya untuk datang, tapi ia cuma tersenyum dan menggeleng pelan. “You’ll understand my reason sooner or later.”

Celakanya, aku justru baru mengerti alasan Lia sedetik yang lalu.



“Hey.. udah sampe Esta. Ngelamun aja.. You do look pretty, don’t worry!” ujar kak Tania. Aku refleks membuka pintu mobil dan turun. Aku pandangi mobilku yang menjauh. Ada perasaan gamang di sini.



Teman-teman yang melihatku langsung menghampiriku, mengajakku segera melewati red carpet dan berpose di backdrop unik buatan panitia.



“Esta.. kamu cantik banget! Pasti dandan dari jam 5 ya?” ujar salah seorang teman sekelasku. Aku cuma tersenyum tipis. “makasih.” Kulirik jam di tanganku 07.01, biasanya aku sedang asik membaca al qur’an dan terjemahannya. Dentuman musik mulai terdengar, aku memandang panggung megah itu, tapi pikiranku melayang entah kemana.



###



Aku bangun malam, setiap hari. Ya. Aku bangun malam dan mengambil air wudhu untuk tahajud. Kadangkala aku terkantuk dalam rukuk dan sujudku. Tapi tak jarang pula aku menangis dalam sujudku, “Ya Rabbi.. aku ingin lulus dengan nilai yang baik”, tak pernah bosan aku lantunkan pintaku padaNya..



Puasa senin-kamis aku jalani. Kantin aku jauhi, istirahat pertama sholat dhuha, istirahat kedua sholat dhuhur berjamaah. Sholat wajib hampir tak pernah kutunda, “bagaimana kalau aku mati sebelum sampai di rumah?” begitu kataku, saat seorang teman mengajakku langsung pulang sehabis intensifikasi.



Aku lulus dengan rata-rata 9, diterima di perguruan tinggi negeri. Aku bahagiaa sekali.. bahagia melihat senyum kedua orangtuaku.



Aku menangis dalam diamku. Aku hina Ya Rabbi.. bagaimana bisa aku membalas semua nikmat ini dengan menjauh darimu? Aku tergesa dalam sholat Magribku, seolah itu hanya sekedar formalitas, penggugur kewajiban. Jangan tanya kemana sholat tahajud, dhuha dan sunnah-sunnah yang lain. Sholat wajib saja, hampir kutinggalkan saat aku keasikan hunting gaun untuk malam ini.



Aku tidak tahu diri Ya Allah.. bukankah aku tidak suka pada teman yang hanya datang padaku untuk meminta bantuan? Tapi aku.. aku..? Aku merengek padamu, menangis dan merajuk padamu untuk sebuah nikmat yang ingin kukecap.



“...sesungguhnya AKU dekat. AKU kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaku...” (Q.s. Al Baqarah [2] : 186). Janjimu sudah lunas Ya Rabb. Nikmat ini sudah kukecap, hanya saja aku...?



###



“Kamu kenapa ta? Sakit? Dari tadi diem aja..” tanya Andi. Aku menggeleng.



“I left my heart,”



Aku ingin pulang.. aku ingin pulang. Aku meninggalkan hatiku. Bukankah ia yang menjerit hingga langkahku terhenti di depan pintu rumah?_isabella^kirei

2 comments:

  1. Nice post.

    Jangan sampai kesibukan kita untuk menjadi dewasa melupakan kita bahwa orang tua dirumah semakin menua setiap hari.

    ReplyDelete
  2. Makasih Irwan..

    Tapi komentarmu lebih pas untuk statusku yg tentang birrul walidain, bukan di postingan ini.. -.-

    ReplyDelete

ditunggu komentarnya