Follow Me

Friday, August 13, 2021

Lulusan SMU Dulu dan SMA Sekarang, Apa Bedanya?

Bismillah.


Pada era kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 40-50-an, siswa setingkat SMU sepanjang masa sekolah harus mampu menamatkan bacaan novel dan membuat resensinya sebanyak 25 judul. Novelnya bukan teenlit-chicklit, namun novel klasik. In Indonesia? No! Novel-novel yang disarankan bahkan diwajibkan dikonsumsi, ditulis dalam Bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Inggris. Maka tak heran, sekalipun saat itu belum banyak universitas di Indonesia yang meluluskan sarjana S2 dan S3, para negarawan serta pemuda-pemuda di masa itu menguasai beberapa bahasa. Fasih berbicara, berwawasan luas, tajam dalam filosofis.

#daribuku Cinta x Cinta = Cinta^2 - Sinta Yudisia, Penerbit Indiva


Membaca kutipan di atas, rasanya jleb. Baru tahu informasi tentang kurikulum pendidikan dulu yang mewajibkan membaca 25 buku dan meresensi, dan bukan buku-buku ringan, tapi novel klasik dalam bahasa asing. Sudah membaca, bisa meraba-raba isinya dengan keterbatasan bahasa, lalu apa sudah selesai? Gak, tapi harus buat resensinya juga. Artinya ada kemampuan membaca kritis yang diasah, harus benar-benar mengerti, kemudian mengkritisi dan menganalisa.


Temen-temen yang biasa membaca tapi gak biasa menulis mungkin tahu kesulitannya, saat harus menuliskan resensi bacaan. Gak mudah. Aku saja, yang bukan nulis resensi ya, cuma nulis nukil buku, berbagi pengalaman baca, itu juga prosesnya sesuatu banget. Banyak stuck dan akhirnya berakhir berbagi kutipan buku aja. Gak ada tambahan kalimat dariku, proses mencerna bacaan-nya belum bener-bener jalan. Keinginan untuk berbaginya aja yang masih ada hehe. Sama lebih sering lagi, cuma ingin mencatat ulang agar suatu saat dibaca lagi oleh diri sendiri dan dirasakan lagi manfaatnya.


***


Kutipan di atas itu sesuatu..., karena kalau dibanding saat ini, kita mudah banget mendapatkan buku-buku bagus, yang aslinya berbahasa asing, tapi udah ada terjemahnya. Kecuali kitab-kitab bahasa arab yang bagus, yang katanya memang sulit cari versi terjemahnya. Begitupun video, udah dipermudah banget dengan adanya subtitle.


Kutipan di atas itu sesuatu..., dengan ketersediaan bacaan terjemahan, sudahkah kita membaca?


Kutipan di atas itu sesuatu..., apa kabar kemampuan bahasa kita? Bahkan kemampuan bahasa indonesia aja kayanya masih stagnan karena kita jarang baca buku. Kosa kata kita itu-itu saja >< maluu.


***


Oh ya, ada yang penasaran gak, hubungan kutipan tersebut sama judul bukunya? Hehe. Oke, cerita dikit tentang bukunya deh. Jadi penulisnya Sinta Yudisia, *ehm, iya kalau aku lagi suka baca tulisan orang, biasanya terus aja baca. Keinget jaman SMA-awal kuliah banyak baca bukunya Salim A. Fillah. Atau kalau video, banyak nonton video-video Ustadz Nouman Ali Khan.


Judul bukunya, cinta kali cinta sama dengan cinta kuadrat. Sub judulnya, biar masa remajamu nggak sia-sia! Ini sebenernya semacam buku panduan untuk remaja sih, tapi dibaca buat dewasa juga masih cocok banget. Terutama yang punya anak yang usianya menuju remaja, atau yang pengen belajar terkait tema.


Quote tersebut ada di bagian tentang dengan apa remaja harus disibukkan. I still relate to that though. Let's just study and read more, while waiting the times to come when it comes to love hahaha. *felt really cringy and shy writing this.


Anyway, jangan salah fokus. Intinya, ada banyak, banyak banget yang bisa dilakukan ketimbang jatuh pada cinta yang salah. Terutama kalau kamu remaja. Kalau kamu banyak baca, bacaan yang gak cuma tentang kisah cinta fiksional, kamu akan dapat banyak hal lain yang lebih bermanfaat daripada tenggelam dalam virus merah jambu yang berakhir sakit hati. Though every heartbreak might give you big lesson, but it's better to guard your heart tight. Semangat menjaga hati~ Semangat membaca^^


Allahua'lam.


No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya