Follow Me

Sunday, August 22, 2021

Fact Attack

Bismillah.




Beberapa kali baca buku, kemudian merasa 'diserang' oleh fakta. Berasa disindir, dikritik, diingatkan. Jadi mikir dua kali tiap mau nulis tentang buku di sini. Ehm ehm.


But in the end, aku akhirnya memilih untuk menyalinnya ke sini. Yang sudah dibaca lebih baik ditulis ulang dan dicatat. Untuk diri, berharap makin lekat dalam ingatan. Minimal untuk diri, semoga ga cuma di ingatan, tapi juga meresap ke dalam kalbu, mengakar, kemudian tumbuh menjadi pohon rindang yang berbuah manis.


***


Kisah Penggembala, dan Asma-Nya Ar-Raqib (Yang Maha Mengawasi)


Ada seorang pemuda penggembala yang bertemu Umar bin Khaththab. Tentu saja, saat bertemu ia tidak mengenali Umar yang saat itu menjabat sebagai Khalifah. Umar menghampiri pemuda tersebut dan meminta agar ia menjual satu domba yang digembalanya. Tujuannya untuk menguji kejujuran pemuda tersebut, untuk dijadikan tolak ukur kejujuran umatnya. Pemuda itu menjawab, bahwa domba tersebut bukan miliknya. Kemudian Umar menyarankan untuk menjualnya kemudian berbohong kepada pemilik domba. Kemudian jawaban pemuda tersebut membuat umar menangis. Aku sarankan baca buku ini[1] langsung atau dengerin kajian terkait kisah ini ya, biar lebih ngena. 


Bagian kisahnya saja sebenernya udah 'sesuatu', tapi yang ingin kusalin saat membaca itu, adalah paragraf tambahan dari penulis (Amru Khalid), Tentang sisi lahir dan bathin yang seharusnya sama-sama bersih.


"Pemuda penggembala dengan keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya, dapat menangkap intisari ajaran Islam. Sementara itu, banyak orang berlaku sok khusyuk; sisi lahir tampak rajin beribadah, shalat, membaca dan menghafal al-Qur'an, serta berdzikir dan berdoa, tetapi sisi batin orang-orang seperti itu benar-benar penuh kebusukan dan keadaan jiwanya rusak parah."

- Amru Khalid [1] 


Reading that passage made me wondering, am I one of them?


Jujur aku merasa diserang, aku dibuat bertanya pada diri, apa kabar bathin-ku? Apakah selaras dengan 'branding' zhahirku?


***


Tentang Pentingnya Fokus dan Khusyu'


Yang kedua, masih sedikit nyambung. Membaca kutipan dari buku Kun Fa Yakun! Menembus Palestina, menjadi pengingat keras untukku. Diingatkan untuk bercermin tentang kekhusyuan shalat, diingatkan lagi untuk fokus ke Allah.


Jadi, di buku Kun Fa Yakun Menembus Palestina, setelah menulis tentang sejarah terkait palestina. Peggy Melati Sukma mulai menulis kisah beliau, dari awal niatan membantu gaza, sampai akhirnya bisa menggalang dana dan menyalurkannya ke Gaza, lewat bantuan program post-persalinan, dan juga membangun sekolah dan sentral untuk anak-anak disabel.


Oh ya, aku saranin baca sendiri lengkapnya, biar konteks dan feel-nya lebih ngena. Karena jika hikmah dirangkai dengan background kisah nyata yang terjadi, rasanya lebih nyess. Ketimbang kalau cuma mencicip sepotong kutipannya saja.


Semoga kutipan ini bisa buat kamu termotivasi untuk baca bukunya ya, ada di aplikasi iPusnas.


Kita manusia, banyak ketidakbisaannya. Banyak luput, banyak lupa, banyak lalai. Maka, dalam hidup ini kita harus fokus saja kepada Allah. Jika kita fokus kepada Zat Yang Mahabisa ini, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.

Cuma masalahnya, kita banyak gagal fokus. Kita ingin ini, ingin itu, mengejar ini, mengejar itu. Gara-gara itu semua, kita jadi tidak ingat Allah. Tidak ingin Allah. Atau ingat Allah sesekali, kalau shalat saja.

Masih mending kalau shalat ingat Allah. Kadang, kita shalat, yang kita ingat ya shalatnya saja. Sedangkan Allah kita lupakan. Asal shalat aja. Berebet, brebet, cepet-cepet, tapi hati tidak shalat. Tidak "ketemu" Allah. Astaghfirullah.

Ikhtiar kita mesti utuh. Lisan harus basah menyebut Allah. Hati dan pikiran ditujukan kepada Allah. Apa pun ingat Allah. Tujukan kepada Allah. Jika kita sudah berada dalam "orbit" Allah, tidak ada yang tidak mungkin.

- Peggy Melati Sukma [2] 


***


Jika merasa 'diserang' oleh buku yang kita baca, lalu?


Ada kalanya, membaca buku itu menenangkan, ada kalanya membaca buku itu mencerahkan, ada kalanya membaca buku membuat kita merasa dimengerti, merasa didengar. Tapi, akan ada pula saat membaca buku membuat kita merasa diserang. Seolah buku itu mengkritik kita tajam, memojokkan kita untuk menghadap ke cermin dan melihat ke dalam diri, barangkali di sana ada noda yang perlu dibersihkan, atau luka, yang mestinya diobati agar tidak infeksi.


Dan jika itu terjadi, semoga kita tidak reaktif dan memilih menutup buku. Semoga kita diberikan keberanian untuk terus membaca, menerima pukulan-pukulan yang mendidik tersebut. Kemudian pelan-pelan memperbaiki diri, dari serangan fakta tersebut. Semoga. Semoga Allah memudahkan kita. Aamiin.

 

Allahua'lam.


***


PS: Ah ya, izinkan aku menambahkan ini. Tentang buku lain, yang membacanya juga kadang kita mungkin merasa 'diserang' oleh fakta. Yang satu ini juga, jangan bosan membacanya, dan meski ada saat iman kita begitu lemah dan tangan kita begitu berat untuk membukanya. Tetap paksa dirimu membacanya. Karena jika 'serangan' buku lain mungkin bisa membuatmu merasa 'kalah' dan ingin menyerah. Berbeda dengan buku lain, Al Qur'an, ayat-ayat di dalamnya tidak akan pernah membuatmu merasa begitu. Karena selalu, dan selalu, ada penyeimbang setelah/sebelum pengingat tentang neraka, tentang kematian. Ada kabar gembira tentang surga, dan balasan di akhirat yang lebih baik. Ada juga pengingat tentang asma-asma-Nya, yang membuat kita belajar untuk 'terbang' dengan dua sayap raja' (harap) dan khauf (takut), dan tentunya, kita juga dengan 'terbang' kepala rasa cinta padaNya. Dengan tiga itu (cinta, harap, takut), kita merangkat, berjalan juga berlari menuju-Nya. In syaa Allah.


Keterangan

[1] Dengan Nama-MU Aku Hidup (Indahnya Hidup dengan Nama-Nama Allah) - Amru Khalid, Penerbit Maghfirah

[2] Kun Fayakun! Menembus Palestina - Peggy Melati Sukma, Penerbit Noura

[3] Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

2 comments:

  1. bisa dibilang aku jarang baca buku dengan genre seperti ini
    padahal orang tua bacaannya seperti ini. Mungkin kalau aku lebih seringnya ke genre self improvement

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang tergantung selera sih. kalau aku memang suka baca genre islami. Baca buku self improvement juga bisa ngerasa kena fact attact kok hehe.

      btw, blognya baguus~ suka sama headernya. desain sendiri?

      Delete

ditunggu komentarnya