Follow Me

Monday, February 12, 2024

Jarak Antara Biji dan Pohon yang Berbuah Manis

Bismillah.


 

Beberapa waktu belakangan ini, aku banyak memikirkan tentang jarak antara ilmu dan amal. Jarak antara biji menjadi pohon yang berbuah manis. Ada banyak waktu bertumbuh dan berproses yang aku tidak bisa bersabar. Rasanya seperti lebih lambat dari seekor siput.


Aku teringat buku-buku yang pernah kubaca, kemudian aku berkaca dan berusaha jujur pada diri. Berapa persen biji yang sudah ditanam dan tumbuh menjadi benih, berapa banyak yang layu, adakah yang masih bertahan dan mulai tumbuh tinggi dan berkambium? Adakah yang benar-benar menjadi pohon dan mulai berbunga? Adakah yang bertahan diterpa badai dan masih berbuah. Jikapun berbuah, apakah ia manis? Seperti jeruk? Semoga bukan buah Raihanah.


Aku bertanya-tanya, tentang buku yang kubaca saat masa-masa gelap dalam hidupku. Saat menulis ini, aku teringat 3 buku:

 

1. The Life-Changing Magic of Tidying Up- Marie Kondo

2. Amalan Penghilang Susah (: - Musthafa Sheikh Ibrahim Haqqi

3. 7 Habits of Highly Effective People - Stephen R. Covey


Sudah 5 tahun sejak buku-buku itu kubaca, apa kabar pada biji yang pernah kutanam? Benarkah sudah kutanam? Jika ada yang benar-benar ditanam, adakah yang sudah tumbuh menjadi pohon berusia 5 tahun?


Yang Berubah


Satu hal yang alhamdulillah berubah adalah mindset atau perspektif dalam melihat 3 topik di atas.

Pertama tentang topik bersih-bersih, dan kaitannya dengan mengubah hidup.

Baca juga: Berbenah yang Mengubah Hidup

Kedua tentang pandanganku terhadap kesedihan, bagaimana kondisi iman sangat mempengaruhi bagaimana sikap kita pada perasaan yang pasti aku kembali kita rasakan lagi dan lagi dalam hidup. Belajar ulang mengenal Allah lagi dan mengamalkan amal-amal "kecil" yang seperti janji Allah, kalau kita mau melakukannya dengan tulus, Allah pelan-pelan akan hapus kesedihan kita.

Baca juga: Quote Tentang Istighfar

Dan yang terakhir tentang topik 7 kebiasaan baik yang harus kita ulangi terus dalam hidup.

Baca juga: Daun - Akar; Perilaku - Cara Pandang  


Bagaimana dengan yang lain?

 

Tapi selain mindset, adakah hal-hal praktis yang kupelajari dari buku-buku itu benar-benar dilakukan sehingga berbuah manis? Atau lebih banyak yang tertinggal sebagai teori, menjadikanku seperti keledai yang membawa banyak buku? Beratnya terasa, tapi tidak manisnya.

Contohnya tentang ilmu tentang membuang sebelum membereskan, supaya kamar kita tidak menjadi gudang tempat hal-hal yang jarang dipakai, atau bahkan tidak pernah dipakai.

Atau ilmu tentang sedekah sebagai salah satu amalan penghilang susah, sudahkah istiqomah? Atau cuma dilakukan saat ingat saja? Pada momen-momen tertentu?

Atau tentang ilmu manajemen waktu dan prioritas. Sudahkah mayoritas hal yang dikerjakan di kuadran dua? Atau masih saja sibuk tenggelam dalam kuadran tiga, dan sering terjebak dengan stress di kuadran satu?

 

Jika Tidak Tumbuh, atau Lambat... 


Saat menengok dua hal tersebut, dari perubahan mindset yang alhamdulillah sampai saat ini dirasakan, juga melihat hal-hal praktis lain yang seolah menjadi teori saja.. aku bertanya-tanya. Jika "biji ilmu" yang sudah dibaca tidak tumbuh, atau lambat untuk tumbuh. Apa penyebabnya? Langkah apa yang tertinggal? Pengganggu apa yang harus disingkirkan?


1. Jika tidak tumbuh


Mungkin biji tidak tumbuh menjadi benih, karena dari awal kita tidak pernah menanamnya. Bijinya tersimpan saja di suatu laci, atau diletakkan jauh dari tanah.


Atau jikapun sudah ditanam, barangkali kita lupa menyiramnya, tanahnya terlalu kering untuk bisa menjadi media tanam. Jikapun tidak ada tanah, kan ada hidroponik, cari media tanam yang lain. Bagaimana dengan sinar matahari, adakah? Atau kita barangkali tidak tahu, bahwa ada biji yang tumbuh lebih baik di tempat gelap?


Baru saja, sembari menulis ini, aku membuka tumblr, dan menemukan kutipan ini dari akusore.tumblr.com



Poster sederhana di atas dipost di story seseorang, lalu dituliskan di tumblr orang lain, untuk kemudian di reblog dua kali, dan dari orang terakhir itu, aku menemukannya. Aku memang belum membaca tulisan lengkap yang direblog, tapi satu desain sederhana ini membuatku bertanya-tanya. Adakah barangkali aku terlalu sering mempublikasikan rencana, bergerak dengan suara berisik, dan itu mempengaruhi mengapa rencana-rencana masih menjadi rencana dan belum juga selesai direalisasikan?

 

Do I talk too much? Write too much, but then never busy in implementing what I said and what I wrote?


2. Jika lambat


Jika tumbuhnya lambat, sering terserang jamur, hampir mati kekeringan, dll. Apa yang harus diperbaiki? Ilmu apa yang perlu kucari agar aku mengenali cara merawat benih agar bisa tumbuh sehat dan cepat? Agar akarnya kuat, batangnya kokoh, dan buahnya manis? Gulma atau hama apa yang perlu aku perangi?


Ada banyak daun berpenyakit yang harus dipotong, supaya daun lainnya gak ikut sakit. Ada rumput-rumput liar yang harus disiangi, agar tidak menghambat pertumbuhan benih yang ditanam. Dan ada banyak hal lain.


Kata distraksi, distraksi dan distraksi begitu sering aku ulang. Aku tahu persis bahwa saat ini aku tidak fokus mengejar apa yang harus kuraih. Aku tahu distraksi-distraksi itu memperlambat bahkan tak jarang membuatku terdiam terlalu lama, membuatku makin jauh dari garis final. Tapi setelah menuliskan pengingat itu, adakah aku benar-benar berjuang untuk meningkatkan fokus dan mengabaikan distraksi? Atau lebih sering, hanya mencoba satu dua kali, kemudian segera menyerah dan tenggelam lagi dalam distraksi? Tidak cukupkah, rasa sakit saat itu untuk memberikanmu pelajaran dan membuatmu kapok? 


***


Aku bertanya-tanya tentang jarak antara ilmu dan amal. Aku menerka dan mencoba menuliskan jarak antara biji hingga menjadi pohon yang berbuah manis.

 

Aku berharap aku bisa bersabar, tapi sekaligus teliti dan tidak lalai. Karena memang benar,

 

"Pertumbuhan diri bersifat lembut. Hal ini jelas bukan perbaikan kilat."

 

Baca juga: Pertumbuhan Diri: Lembut; Bukan Perbaikan Kilat

 

Tapi aku harus teliti, karena bisa jadi aku menjustifikasi begitu banyak hal, supaya aku merasa nyaman saat benihnya lambat tumbuh, atau lebih parah lagi, saat bijinya tidak tumbuh. 


Terakhir, sebuah potongan ayat yang mengingatkanku untuk fokus menjadi lebih baik selangkah demi selangkah, sembari memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah. Ayat, yang minimal seharusnya dibaca satu pekan sekali di hari jumat.

 

عَسَىٰٓ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّى لِأَقْرَبَ مِنْ هَـٰذَا رَشَدًۭا

'asaa ayyahdiyani rabbi li aqraba min hadza rasyada [1]


Wallahua'am bishowab.


***


Keterangan:

 

[1] QS Al Kahfi ayat 24. Penjelasan tadabbur ayat yang membuat ayat ini istimewa buatku ada di https://youtu.be/7hmi5ck5ph8

[2] Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.


PS: Lama rasanya tidak membuat tulisan sepanjang ini. Terinspirasi dari tulisan teman di Medium. Eh, yang kemarin ditulis, juga panjang ya sebenernya? wkwkwk.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya