Follow Me

Tuesday, March 25, 2025

2 dari 4 Langkah Self Improvement

March 25, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Ramadhan ini, Ngafal Ngefeel buka kelas NB pakai aplikasi NN App topiknya surat Al Jumu'ah. Karena ikutan kelas ini, untuk nambah referensi tadabbur, selain dari materi yang ada di NN App, aku jadi coba dengerin serial penjelasan surat Al Jumu'ah di channel Bayyinah TV.

 

 

Ini episode 9, tapi masih membahas ayat 2 surat Al Jumu'ah. Empat langkah menuju self improvement itu ada di ayat tersebut. Dan dua yang pertama adalah (1) yatlu 'alaihim ayatihi, (2) wayuzakkihim. Kalau terjemah kasarnya, dibacakan ayat-ayatNya dan disucikan.

 

Oh ya, kalau mau tahu lengkapnya boleh langsung meluncur ke videonya ya. Tulisan ini cuma mau mencatat insight yang mengena buatku saat mendengar penjelasan surat Al Jumu'ah.

 

Di video tersebut ustadz jelasin tentang kata yatlu 'alaihim. Ini satu hal yang ustadz Nouman pas udah besar ingin protes ke orang lain, karena selama beliau hidup sampai saat itu, beliau ngerasa belum pernah ada orang yang yatlu 'alaihim ayatihi, memperdengarkan ayat-ayat Allah, yang nggak cuma lafadz-nya aja, tapi juga penjelasan apa yang ada di dalam Al Quran. Meski cuma gambaran awalnya dulu, gak harus deep. Dan itu masih kurang banget.

 

Karena sebenernya, buat orang awam, yang gak pernah kenal Al Quran. Membaca quran dan terjemah itu kan butuh effort. Sedangkan, idealnya, tiap orang berhak untuk minimal dijelasin tentang quran dan isinya. Dan rasanya tuh beda. Which I could relate. Kalau cuma baca quran, terjemah, baca tadabbur dari materi tertulis, tentu rasanya beda, sama ketika ada orang yang cerita tentang gak usah banyak-banyak, satu ayat aja dari quran dan penjelasan tentang ayat tersebut. Rasanya tuh beda banget.

 

Menulis ini mengingatkanku pada seorang ustadz yang menjelaskan tentang Ar Rahman dan Ar Rahim di lapangan rumput sebelah selatan di pembinaan Mata' Salman [1], juga halaqah dengan Qaf ID di masjid Salman, juga bagaimana video-video penjelasan tentang ayat-ayat Quran dari bayyinah TV membuatku menemukan insight-insight baru yang membuka mataku terhadap ayat-ayat dalam Quran yang bergantian menjadi ayat favorit.[2]

 

Itu yang pertama. Tentang yatlu 'alaihim ayatihi. Ini menjadi sebuah pengingat, agar kita lebih semangat bertadabbur dan membagikan hasil tadabbur. Bukan semata untuk dijadiin konten dan kemudian jadi influencer, atau untuk public speaking. Tapi semata karena kita mencintai Al Quran. Seperti halnya orang yang suka bola, kemudian bercerita tentang bola. Ada semangat dan passion yang terpancar. Seperti itu juga, kalau kita nemu hal berkesan dari tadabbur pribadi kita, maka berbagilah, ceritakan itu pada orang terdekat, pada teman, boleh di sosmed atau di blog juga. Semoga dengan melakukan itu, sesederhana apapun yang kita share, semoga bisa jadi bentuk kita menyampaikan meski cuma 1 ayat. Semoga bisa jadi pengingat diri dan orang lain, untuk tidak hanya terhubung dengan Quran secara vertical, tapi juga horizontal.

 

Trus yang kedua. Aku lupa persisnya ini di video yang sama, atau ada di video episode berikutnya. Tapi yang jelas berkaitan dengan ayat yang sama. step selanjutnya dari self improvement, wayuzakkihim, dan menyucikannya. Tazakka di sini tazkiyatunnafs. Bahkan kalau dari penjelasannya, gak cuma mencakup nafs/hati, tapi juga otak, fisik juga harta.

 

Tapi ada satu insight yang lebih praktikal yang ingin aku tulis di sini. Untuk pengingat diri. Tentang keseimbangan belajar materi tentang Quran, dan proses membaca/mendengarkan lafazh quran. Dua hal ini harus seimbang dan dilakukan bersamaan. Karena kita belum punya kemampuan seperti sahabat atau tabi'in tabiut, yang ketika membaca/mendengarkan Al Quran, langsung tahu artinya. Ini pas banget sama kelas ngafal ngefeel-nya NN App. Jadi selain baca materi tadabbur, juga dibarengi banyakin baca suratnya, dengerin suratnya dan menghafalnya. Ibaratnya kalau tadabbur, mempelajari isi ayatnya itu bagian dari yatlu 'alaihim ayatihi, maka membaca, mendengarkan ayat quran, menghafalnya itu bagian dari wayuzakkihim. Karena saat mendengarkan muratal dengan fokus *bukan sekedar backsound ><, juga membaca ayat-nya berulang-ulang, itu adalah proses tazkiyatunnafs. Ayat quran tersebut, lafadznya, Allah turunkan sebagai bentuk cinta-Nya, ini kalamullah, yang saat diperdengarkan, hati kita menjadi tenang, bergetar dan bertambah iman. Ini jujur PR buatku. Aku masih tertatih-tatih untuk bisa istiqomah bercengkrama dengan Al Quran. [3]

 

***

 

Kelas NB-nya memang sudah selesai. Tapi serial di bayyinah TV-nya masih belum beres kan? Semangat dengerin dan pelan-pelan mencerna. I know it's kinda late, it's almost the end of Ramadhan. But don't give up on yourself.

 

Untuk siapa pun yang juga merasa masih banyak banget kurang amalnya di bulan Ramadan ini. Jangan sampai perasaan sedih itu membuat kita jadi menyerah pada diri. Selama masih Allah beri hidup, selama itu Allah masih kasih kesempatan padamu. Allah itu dekat. Bahkan untuk hamba-hamba-Nya yang begitu jauh dari-Nya. Kita cuma perlu satu langkah mendekat pada-Nya, isi malam dengan doa yang tulus. Allah hears you. Allah always hears you.

 

 

sumber 📸


 

***

 

Keterangan:

[1] menulis ini aku teringat suatu pagi, di lapangan rumput salman sebelah selatan, deket apa ya itu namanya, deket lapangan, sama deket tempat rapat, gazebo?, pokoknya disitu, duduk di atas ditiker di atas rumput deket back office salman, lalu mendengarkan penjelasan basmallah dari ustadz bahasa arab dari Bidang Dakwah Salman. Those memories. Vague but I remember it. Kelas Umar. Kalau kelas Abu Bakar bahasannya beda kali ya, hehe. Jadi Kangen Teh Indah dan Teh Monic. Salam rindu buat semua AM18 akhawat. Buat para pengurus juga yang udah membantu menyirami rasa cinta kepada Quran lewat semua proker-prokernya. 1 tahun sebagai AM, and 1tahun sebagai pengurus, lebih dari cukup untuk memberikan begitu banyak pelajaran. 

[2] Sedih memang tahun ini Ramadhan gak ada #myfavoriteayat di NAK Indonesia, tapi meski gak ada, semoga setiap orang masih meluangkan waktu menuliskan tentang ayat mana yang tahun ini begitu berkesan dan favorit, di medium apapun dan membagikannya ke banyak orang, mumpung bulan Ramadhan. ini bulan Quran, saat yang tepat untuk kita berbagi dan saling mengajak untuk terhubung kembali dengan Al Quran.

 

[3] I know I still write about Quran as if it is near. Yes it is near, but I know I am getting far away from it. I am even still asking myself, What is Stopping You? And sadly, I know the answer. But still I struggle in this issue. Kutulis ini sebagai pengingat, bukankah kamu ingin merasakan lagi manisnya bercengkrama dengan Quran? So don't give up on yourself. Paksakan dirimu, minta pertolongan Allah. Banyakin istighfar dan taubat. Tinggalkan dan hindari yang tidak bisa berada di tempat yang sama dengan Al Quran. Jangan sampai kamu termasuk yang diadukan Rasul di hari akhir nanti,

"يَـٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَـٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًۭا"

na'udzubillahi min dzalik. TT

Friday, March 21, 2025

Rasa Aman untuk Membuka Diri

March 21, 2025 0 Comments

Bismillah.


Rasanya selalu takjub, amaze, saat aku bertanya-tanya tentang satu hal pada diri sendiri di blog, lalu somehow, in someway, Allah tunjukkan jawabannya.

 

Aku mungkin sekarang jarang banget ngobrol panjang dengan orang lain, kalaupun ada percakapan, lebih banyak mendengar, dan jarang benar-benar mengeluarkan keresahan yang di hati dan di otak. Jadi kalau ada hal yang harus dikeluarkan dan udah gak bisa disimpan, biasanya aku tulis.

 

Termasuk kemarin, pas agak sensi, dan nulis pakai bahasa inggris tentang membuka diri. Satu hal yang aku rasa sulit dilakukan.

 

Jujur aku pernah merasa menjadi seorang ekstrovert, pernah juga dicap cerewet, banyak bicara terutama dengan temen yang sudah dekat. Jadi saat ada perubahan, dan mengenali sisi lain diri yang ternyata dari kecil juga introvert, dan itu juga yang membuatku istiqomah menulis hehe, karena ada banyak hal yang ingin kutulis untuk dibaca sendiri, ketimbang diumbar dan diceritakan pada banyak orang, meski link-nya bisa diakses siapa aja sih. Ada rasa asing, saat aku melihat diriku yang lama-lama struggle untuk open-up. Apalagi saat tahu, kalau ternyata fase-fase aku memilih lari dari masalah, salah satunya karena aku sulit membuka diri dan meminta pertolongan. Saat tahu, pernah ada luka lama, yang membuatku punya trust issue, masalah tentang membuka diri jadi lebih terlihat dalam hidupku. ibaratnya, kalau dulu masalah itu ada di dalam laci yang terkunci, gak kelihatan mata. Kini masalah itu udah aku keluarin dari laci, menanti untuk pelan-pelan aku pelajari dan cari solusi, atau sekedar berdamai dan beradaptasi dengan sisi diriku yang baru, yang lebih sering diam dan selalu membelokkan topik saat momen harus membuka diri. Ataupun jika harus menjawab, selalu hanya keluar kata-kata irit, dan kalimat pendek yang menampilkan dinding tinggi di mata orang lain. Which I find it rare too, Cause I'm still not used with this version of me.

 

Balik lagi ke paragraf awal. Jadi kemarin aku bertanya-tanya tentang topik membuka diri. Lalu uniknya aku menemukan kisi-kisi jawabannya dari tulisan lama, nukil buku 7 Habit tentang sinergi. Sebuah quote sederhana yang bisa sedikit mengusir kabut di kepalaku, yang pusing mikir, gimana caranya biar aku lebih mudah melangkah ke depan dan lebih sering "membuka pintu dan jendela".

 

"Kunci dari sinergi antarpribadi adalah sinergi intrapersonal yaitu sinergi dalam diri kita sendiri. Jantung sinergi intrapersonal diwujudkan dalam prinsip-prinsip tiga kebiasaan yang pertama, yang memberikan rasa aman internal yang cukup untuk menangani risiko dari membuka diri dan menjadi rentan." - Stephen R. Covey


Kutipan tersebut mengingatkanku kenapa membuka diri itu tidak mudah. Pertama karena memang resikonya gak kecil. Kedua, karena dengan membuka diri kita menjadi rentan, lebih mudah untuk terluka, lebih mudah untuk diserang. Itu sisi negatifnya ya. Tapi sebenarnya, membuka diri juga membuka peluang untuk bersinergi dengan orang lain. Saat tahu kelemahan dan kelebihan orang lain, kita jadi lebih paham, bagaimana kita bisa bekerja sama dengan baik dan berkomunikasi dengan baik. Misal, kalau kita tahu sisi insecure seseorang, kita jadi lebih berhati-hati untuk tidak bercanda di topik tersebut. Atau misal kita tahu kelemahan seseorang, misal dia tipe yang slow respons, otomatis kita jadi gak overthinking dan memaklumi, kalau misal dia balesnya lama. Dan perlu di missed call kalau misal kita butuh fast respond.

 

Kutipan tersebut juga memberikanku gambaran solusi, saat aku merasa kesulitan untuk membuka diri. Barangkali, sinergi intrapersonalku masih perlu ditingkatkan. Jadi, daripada sekedar kesel, sebel, marah dan sedih, ngelihat kondisi diri yang semakin mundur dan semakin sulit untuk membuka diri. Aku tahu aku harus fokus ngapain. Aku harus cek lagi 3 kebiasaan pertama di 7 habits[*], belajar lagi, latihan lagi, bertumbuh lagi. In syaa Allah, dengan doa, dan ikhtiar, nanti Allah mudahkan untuk bisa merasa aman dan siap membuka diri. Bukan sekedar membuka diri untuk berkeluh kesah, tapi membuka diri, untuk berkomunikasi dan bersilaturahim lebih baik. Membuka diri, untuk bersinergi lebih baik dengan orang lain, membuka pintu-pintu kerjasama dan kolaborasi untuk mencapai kebaikan yang lebih besar. In syaa Allah.

 

***

 

Sekian. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Rasanya melting, kalau sadar, bahwa banyak pertanyaan-pertanyaan yang mengisi hati dan kepala, lalu dengan skenario dan jalan Allah, Allah tunjukin jawabannya. Allah kasih ayat/tanda-tanda-Nya. Orang lain mungkin gak tahu, kalaupun tahu, mungkin gak bisa 100% mengerti tentang keresahan kita, pikiran-pikiran yang memenuhi otak dan menganggu tidur kita, tapi Allah tahu. Dan kita aja yang seringkali lupa untuk berdoa dan bertanya pada-Nya, meminta petunjuk-Nya. TT Padahal ini bulan-nya doa, apa yang menghalangimu untuk berdoa pada-Nya, padahal Allah tidak membatasi apapun, siapapun boleh berdoa pada-Nya, dan Allah selalu dekat.

 

Let's make a lot of dua in this special month.  Rabbana dzalamna anfusana wa inlam taghfirlana tarahmna lakunanna minal khasirin. Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fuanna. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

 

***


[*] 3 kebiasaan pertama di 7 habit. Be proactive, start with the end, first thing first. Yang penasaran, boleh cek di https://betterwordforlife.blogspot.com/2019/04/mencapai-sinergi-dengan-menghargai.html di sana ada beberapa link nukil buku 7 habit yang udah aku tulis. Atau kalau mau baca bukunya langsung juga boleh. Oh ya, ada yang bilang sih, kalau ngerasa bahasa bukunya agak kaku, mending baca yang for teenager, ini aku dulu di rekomendasiin sama orang luar negri yang chattingan di tandem.

 

 

Wednesday, March 12, 2025

Mengambil Jeda

March 12, 2025 0 Comments

Bismillah. 



Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"


***

 

"Maka dari itu, tidak ada salahnya untuk kita mengambil jeda. Menyadari dan mengamati bagaimana keadaan di dalam diri.

 

Apakah diri kita sudah cukup cinta?

Apakah kita sudah benar-benar mencintai diri kita?

Apakah kita sudah tidak lagi mencari cinta dan pengakuan dari dunia?

 

Apakah kita sudah mengizinkan diri kita untuk merasa menderita lalu menerimanya sebagai bagian dari perjalanan hidup kita?

 

Sudahkah kita benar-benar menyayangi diri kita? Diri yang hampir selalu ada di kala kita susah maupun bahagia, tetapi tidak jarang kita abaikan dan kita kucilkan kehadirannya di kala kegagalan melanda.

 

Sudah saatnya bagi kita untuk membuka mata, hati serta telinga, menyisihkan waktu untuk bertanya pada diri kita: Apakah kita sudah benar-benar mencintai diri kita?

 

Karena seperti hakikat sebuah proses hidup, it always start with you. Mulai dari dalam diri sendiri, termasuk dalam mencintai."

 

***

 

Keterangan: kutipan yang saya nukil di atas ditulis oleh Isnaniar Hikmah Noorvitri

Tuesday, March 11, 2025

This is not about opening up to someone...

March 11, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

So I deliver the news, and also things that have been kicking my mind when I choose to pending that news.

 

And then I see that sentence in the reply. The sentence I put in the title box.

 

Part of me want to explain, bit I'm too tired. So here I am, I choose to write here instead.

 

***

 

Aku tahu dua hal tersebut tidak ada hubungannya. Aku hanya ingin berkeluh kesah dalam kalimat ambigu. Salahku menyatukannya dalam satu pesan, seolah dua hal tersebut berhubungan.

 

***

 

It's not about opening up to someone. Yes it's not connected. The news is the news, finished.

 

And the later part, is things that I struggle the most since a long time ago. I'm just too afraid, that after this, I will be holding that door close more tight, and make sure I don't open it for a long long time before I bottle up and really need an air to breath.

 

But I hope I don't become like that..  I hope I don't become like that..  Cause I know how healthy it is to open the door often, to let go things that's been messy inside, and unravel the the thread that I have to knit.

 

But I hope I don't become like that..  I hope I don't become like that..  Cause I know how healthy it is to open the window often, and let the fresh air bring more oxigen to the dusty and stuffy room. As if it brings more space for me to breath.

 

***

 

I know it's not about opening up to someone. But it is.

 

I just can't explain it to you how it is connected somehow.

Kehilangan

March 11, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Sudah lama aku tidak berkunjung membaca arsip tulisan dan cerita di sana. Jadi saat aku tidak bisa menemukannya, aku sedikit kaget. Bertanya-tanya, mengapa memilih di deactive? Bertanya-tanya, apakah hanya pindah alamat?

 

Karena tidak menemukan arsip tulisannya, aku pun mengetik nama id pemilik tulisan tersebut. Dan anehnya, tidak ada lagi. Ya, aku tidak bisa menemukan lagi. Alamat arsip tulisan tersebut, id pemiliknya, memang sama. Maka aku bertanya-tanya, apa memang ia sedang detox sosial media? It's Ramadhan.

 

Satu hari kemudian, karena rasa penasaran yang naik, aku mulai mencari sosial media orang yang dekat dengannya. Tanpa sempat bertanya, tanpa sengaja aku menemukan fakta bahwa entah sejak kapan, ia kehilangan sosok penting dalam hidupnya. Allah telah memanggil sosok penting dalam hidupnya tersebut. Lalu aku dengan sifat N-ku (*mbti), mulai merangkai-rangkai imajinasi dan kemungkinan. Adakah ini berhubungan dengan hilang dan deactive-nya arsip tulisan dan akun sosial medianya?

 

Dari situ, aku mulai bertanya-tanya dan membayangkan berada di sepatunya. Bagaimana rasanya kehilangan sosok yang begitu berarti dalam hidup kita? Butuh berapa lama waktu untuk bisa menerima dan berdamai. Adakah kesedihan itu ia ekspresikan, atau ia sembunyikan hanya untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya.

 

Rasanya baru beberapa hari aku membayangkan kehilangan dari cerita hidup orang lain. Tidak pernah aku sangka, bahwa aku juga akan merasakan kehilangan, yang berbeda, tapi... mungkin bisa disebut mirip. Bedanya, memoriku dengan sosok yang hilang ini memang hanya hitungan bulan. Dan bagi orang itu, memorinya adalah sepanjang hidupnya, sampai sosok tersebut berpulang.

 

***

 

Kehilangan ini... ujian ini, semoga menjadi jalanku untuk mendekat pada-Nya. Jujur aku takut, saat kutemukan diriku menyibukkan diri dengan distraksi ketimbang lebih banyak berdzikir atau mengingat ayat-Nya. 

 

Kehilangan ini... seharusnya aku mencoba belajar dari kisah-kisah dalam Al Quran. Bagaimana kesabaran indah yang ditunjukkan Nabi Ya'qub. Kehilangan anaknya, kesedihan yang hanya ia adukan pada Allah. Belajar dari doa Nabi Ayyub, bagaimana kehilangan yang ia rasakan bertubi-tubi, dari harta, keluarga, bahkan kesehatan, seolah hanya sentuhan tipis dan halus. Tidak pantas untuk mengkufuri nikmat yang hilang, saat kita tahu persis bahwa Allah menitipkan nikmat tersebut lebih lama, dan kita begitu kurang dalam menunjukkan rasa syukur kita.

 

Aku teringat juga betapa berat makna kalimat yang seharusnya otomatis keluar dari hati dan lisan kita setiap kali ada musibah atau ada nikmat yang hilang, hmm.. lebih tepatnya nikmat yang diambil kembali. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Bahwa apapun yang kita miliki, harta, keluarga, kesehatan, apapun, hanya titipan dari Allah. Maka jika suatu saat harus dikembalikan... meski tanpa peringatan dan aba-aba apapun, kita harus berusaha menerima dan tetap berprasangka baik pada rencana dan takdir-Nya. Prosesnya mungkin tidak semudah menulis rangkaian kalimat ini. Ada tangga-tangga yang harus didaki. Ada kerikil-kerikil yang menyakiti kaki. Ada bisikan-bisikan setan mengajak pikiran kita melayang dengan kata "andai.. kalau saja..", dll. Penyesalan yang muncul. Memori yang membawa kesedihan. Dan semua hal yang menjadikan kehilangan terasa begitu pahit. Semoga semuanya bisa terlewati dengan cara yang benar.

 

Terakhir, pertanyaan untukku. Saat shalat dan puasa tidak bisa kau lakukan, mau kau isi dengan apa malam-malam dan siang-siang Ramadhan mu? Relakah kau menenggelamkan diri dalam distraksi hanya karena ingin menghambarkan hati yang terasa sepat? Ataukah kau beranikan diri menghadap kaca, dan mulai memperbaiki diri yang begitu compang-camping dan kotor? Bukankah Ramadhan momen yang tepat untuk meminta ampunanNya? 


Allahumma innaka 'afuwuun tuhibbul afwa fa'fuanna.. Aamiin,

 

Wallahua'lam bishowab.

Tuesday, March 4, 2025

Sudahkah Membaca Al-Qur'an dengan Tadabbur dan Tafakkur?

March 04, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri-

 

Sebuah pengingat pentingnya membaca Al-Qur'an dengan tadabbur dan tafakkur #daribuku Air Mata Pembaca Al-Qur'an - Muhammad Syauman Ar-Ramli, AQWAM

 

***

 


 

Ibnul Qayyim dalam Miftah Daris Sa'adah (I/187) menulis,

"Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Quran dengan tadabbur (mempelajari) dan tafakkur (memikirkan).

Membaca dengan cara seperti inilah yang akan membuahkan rasa cinta, kerinduan, rasa takut (kepada siksaan Allah), pengharapan (kepada surga), inabah, tawakal, ridha, kepasrahan, syukur, sabar, dan seluruh keadaan yang menjadi faktor hidupnya hati dan kesempurnaannya.

Membaca dengan cara seperti ini juga akan mengingatkan dari segala sifat dan perbuatan yang tercela. Sifat dan perbuatan yang dapat merusak hati dan membinasakannya. Seandainya orang-orang mengerti faedah membaca Al-Qur'an dengan tadabbur, niscaya mereka akan menyibukkan diri dengannya, tidak mempedulikan aktivitas lainnya.

Apabila ia membaca Al-Qur'an dengan tafakkur, lalu melewati ayat yang dia butuhkan untuk mengobati penyakit hatinya, pasti dia akan mengulang-ulangnya lebih dari seratus kali, meskipun dihabiskannya waktu semalaman. Membaca satu ayat dengan memikirkannya dan memahaminya lebih baik daripada membaca seluruh ayat sampai khatam tanpa mentadabburinya dan memahaminya.

Ia juga lebih bermanfaat bagi hati dan lebih bisa diharapkan menambah keimanan dan membuat pembacanya dapat mengecap manisnya Al-Qur'an. Membaca Al-Qur'an dengan tafakkur adalah pangkal sehatnya hati.


***

 

Kalau membaca quran-nya saja aku masih struggle dan butuh paksaan, gimana aku bisa membaca dengan tadabbur dan tafakkur?

 

Mulailah dari ayat-ayat yang familiar dan pendek. Kalau butuh support system, gabung dengan komunitas, entah itu komunitas quran journal, atau komunitas tadabbur quran. Siapapun bisa membaca quran dengan tadabbur dan tafakkur, Allah sudah memberi bekal otak dan akal untuk kita. Sesederhana membaca terjemah kemudian merenungi, mencari video penjelasan ayat tersebut dari ustadz/ustadzah, membaca tafsir, bertanya-tanya dari ayat ini, bagaimana mengamalkannya, apa doa yang bisa dipanjatkan, dll.

 

Mumpung bulan Ramadan, bulan diturunkannya Al Quran, mari reconnect lagi dengan Al Quran. Mulailah dengan langkah kecil, sembari berdoa semoga Allah mudahkan. Jika merasa lemah sendiri, jangan ragu untuk cari teman atau komunitas. Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain, everyone is doing on their own pace, and it's okay to start slow and small. Allah tidak melihat dari besar kecilnya, tapi dari ketulusan dibalik amal tersebut.

 

Mari saling mendoakan, semoga Allah memudahkan kita untuk terhubung kembali dengan Quran. Membaca lagi Al Quran, bukan sekedar membaca saja, tapi dengan tadabbur dan tafakkur. Allahummarhamna bil quran. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

Sunday, March 2, 2025

Sudahkah Menerima Diri Kita Sepenuhnya?

March 02, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"

 


***

 

Lanjutan dari bahasan self-awareness dan self-compassion adalah self-acceptance. Bagaimana kita bisa tahu apakah kita sudah melakukan self-acceptance? Atau kita masih perlu waktu dan usaha lebih untuk mencapai itu? Berikut ini disebutkan dalam buku tentang cara mengecek apakah kita sudah menerima diri kita.

 

Pertama, dengan berbincang dan bertanya pada diri, mencoba menjawab dengan jujur pertanyaan-pertanyaan terkait self-acceptance.



Tanyakan pada diri sendiri di depan cermin terkait hal-hal yang ada dalam diri kita, seperti
"Apakah aku menerima bentuk wajahku?",
"Apakah aku menerima bentuk tubuhku?",
"Apakah aku menerima kemampuan dan keahlianku?",
"Apakah aku menerima emosi-emosiku?",
"Apakah aku sudah menerima diriku yang sebenarnya?",
"Apakah aku sudah bisa menerima apa pun kekuranganku?".



Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan membantu kita dalam memahami sejauh mana penerimaan kita terhadap diri sendiri.

 

Seseorang yang telah menerima dirinya, tidak lagi mencoba memberikan alasan terhadap hadirnya kekurangan-kekurangan dalam dirinya. Seseorang yang telah menerima dirinya juga sudah tidak merasa perlu memitigasi atau mengacuhkan kekurangan tersebut.

 

Selain pertanyaan-pertanyan di atas, kita juga perlu bertanya apakah kita sudah menerima luka batin kita. Kenapa kita perlu sadar dan menerima luka batin kita? Karena seringkali, yang membuat kita belum bisa mencapai self-acceptance adalah karena luka batin menghalangi kita dalam menerima diri sendiri.

 

...penerimaan terhadap diri yang terluka, dengan merangkul luka tersebut hingga kita mampu memulihkannya dan merasa tenang apabila mengingat peristiwa yang melukai kita. Kita telah sepenuhnya menerima diri kita yang terluka, menerima peristiwa yang menyakitkan kita, menerima orang-orang yang telah menyebabkan kita terluka, dan melepas mereka semua hingga kita terbebas dari belenggu derita.

 

***

 

Selain lewat dialog jujur dengan diri sendiri. Kita juga bisa tahu kita sudah melakukan self-acceptance dengan melihat sikap/perilaku kita. Sudahkah kita melakukan ciri-ciri ini?

 

💚 Ketika kita mengalami kegagalan dan menyadari bahwa kita melakukan kesalahan. tapi tidak merasa bahwa diri kita adalah kegagalan (failure)

 

💚 Menerima apa adanya bentuk tubuh serta menyadari bahwa kita mungkin pernah mengalami gangguan makan dan menyadari kalau kita butuh memperbaiki hal tersebut.

 

💚 Menyadari bahwa kita tidak ahli di bidang A meskipun kita sangat ingin, dan menyadari kita lebih ahli di bidang B.

 

💚 Mencoba untuk mencari negative belief dan distorsi kognitif kita serta menyadarkan diri bahwa hal tersebut tidak benar.

 

💚 Tetap tenang saat kita teringat atau dihadapkan dengan memori terkait luka


***

 

Terakhir, pengingat untuk diri dan siapapun. Ketahuilah, self-acceptance adalah proses yang panjang. Jadi untuk mencapainya ada banyak anak-anak tangga yang harus kita daki. Nikmati prosesnya dan bersabarlah pada diri. Semoga nanti kita akan merasakan manisnya, saat kita bisa berhenti membenci diri dan mulai menerima diri kita sepenuhnya. Aamiin.

 

Wallahua'lam. 


***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.