Follow Me

Sunday, December 22, 2013

Sudah Ada Yang Menulis


-Muhasabah Diri-

Bismillah...

Pernah ada masa-masa, aku menyesal, karena tidak sempat menuliskan tentang Bu Irah, Ibu Kucing yang biasa duduk di gerbang jalan setapak menuju lapangan SR.

Pernah ada masa-masa, aku akhirnya menulis tentang seorang Ibu, yang setiap pagi setia menanti sampah untuk datang ke tempat pembuangan sampah di dekat Gedung Arsitektur. (baca tulisanku di sini)

Dan hari ini,... ada masa dimana aku tercekat, kemudian berteriak dalam hati karena exited. "Sudah ada yang menulis!" Dan ternyata... belum lama. Oktober tahun ini tulisan itu dibuat. Hyaa. Allah, aku keduluan. Hehe

***

Ijinkan kukutip bagian-bagian kecil dari tulisannya di sini. *maaf ga ijin ke penulisnya.


Penulis itu menyebut Ibu pengumpul sampah dengan julukan Penanti Mentari di Bumi Arsitektur. Aku setuju. Benar, ibu itu memang seringkali sudah ada di dekat gedung Arsitektur jauh sebelum mentari terbit.

Ada tokoh lain yang sangat dekat dengan kita mengalami nasib yang hampir serupa dengan bapak tersebut. Nama beliau Ibu Casmirah, usianya 73tahun. Jika kita hendak menuju GKU Timur, kawasan Timur Jauh, atau tempat-tempat lain di kampus dengan melalui Parkiran SR hingga di depan Gedung Arsitektur, dapat dipastikan kita dapat melihat beliau. Tapi ada syaratnya. Kita harus rela berangkat sepagi mungkin ke kampus karena Ibu Casmirah stand by di awal hari. Sebelum jam tangan menyentuh angka 7, Ibu Casmirah sudah duduk di sisi kiri depan Gedung Arsitektur menanti sesuatu. Yang beliau nantikan bukanlah emas, perak,atau sejenisnya. Beliau menanti datangnya tumpukan sampah yang biasa dibawa oleh petugas kebersihan di ITB untuk kemudian membuangnya di kotak sampah di lokasi tersebut. Saat tumpukan sampah tersebut datang, Ibu Casmirah merasa sangaaaaat senang karena itulah satu-satunya sumber kehidupan yang beliau manfaatkan untuk sebatas bisa bertahan hidup. Kedua tangan keriputnya tidak lagi merasa jijik untuk mengais sampah basah maupun kering dan memilahnya untuk dipilih jenis sampah yang dapat dijualnya kepada pengumpul. Jika rutinitas ini tidak beliau lakukan, akan sangat susah baginya untuk mendapatkan makanan penjanggal perut. Sudah dipastikan Ibu Casmirah belum memakan sesuap nasi atau makanan lain di pagi hari karena keterbatasan ekonomi dan kekhawatiran tidak mendapatkan tumpukan sampah yang masih dapat beliau manfaatkan itu.
Dan satu fakta tentang Ibu Casmirah, yang juga mengejutkan bagi si penulis.
Ada satu hal yang mengejutkan ketika suatu ketika saya bertanya kenapa beliau selalu datang sepagi mungkin. Beliau dengan bahasa Sunda yang dipakainya karena keterbatasan beliau dalam memahami bahasa Indonesia mengatakan bahwa beliau ingin melihat para pemuda-pemudi mahasiswa ITB yang setiap pagi berlalu-lalang di depannya. Ketika para mahasiswa penerus bangsa tersebut berjalan di depannya, Ibu Casmirah berusaha mendoakannya. Berdoa agar para pemuda-pemudi tersebut suatu saat nanti tidak mengalami kondisi yang kurang bersahabat seperti yang beliau alami, berdoa agar para pemuda tersebut tidak menjadi manusia-manusia serakah yang rela menumpahkan darah saudaranya sendiri hanya untuk kepuasan pribadi. Beliau berbicara banyak tentang kita, para pemuda, tentang keluarganya, tentang segalanya. Namun, keterbatasan saya dalam berbahasa Sunda membuat saya tidak bisa menangkap semua yang beliau bicarakan. Namun dari wajahnya saya bisa membaca ketulusan hati seorang perempuan sepuh yang harus berjibaku dengan dunia yang sangat kapitaslis seperti sekarang ini.
Di akhir tulisannya, penulis memberitahu pembaca, bahwa Ibu Casmira akan merasa sangat senang ketika mendekatinya. Setidaknya menemani beliau mengobrol sembari menanti sampah.

selftalk : Jleb! Hiks. Wacana nih Bella. Sekedar "sok peka", tanpa memberanikan diri sekedar mendekat kemudian bertanya.

another selftalk : tapi kalau beneran sempat nanya, pasti roaming deh. Ibu Casmirah berbicara bahasa sunda, dan diri? Begitu terbatas dalam berbahasa sunda. (*padahal sudah 2 tahun lebih tinggal di Bandung).

***
Alloh akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya selalu menolong saudaranya.
(HR Muslim)
Dari hakim bin hizam ra. ia berkata;  saya meminta kepada Rasulullah SAW, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudian beliau bersabda; " Hai Hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan, siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetap itidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan di bawah ). Hakim berkata; wahai Rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima  sesuatu pun dari seseorang sesudah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )

mau tau tulisan lengkapnya? baca selengkapnya di sini.

**baca tulisan itu, karena yang bersangkutan add, trus kebiasaan, kalau ada yang add suka cek tulisan/catatan orang tersebut.

Allahua'lam bishowab.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya