Bismillah.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, jalan adalah tempat untuk lalu lintas orang atau bisa jadi perlintasan (dari seuatu tempat ke tempat lain). Jalan juga bisa berarti cara untuk melakukan sesuatu. Jalan memiiki karakter yang berbeda-beda. Ada jalan setapak, ada jalan tol. Ada tanjakan, ada turunan, ada juga kelokan. Ada jalan sunyi dan juga ada jalan ramai bahkan macet.
Jalan sunyi adalah jalan yang jarang dilalui orang. Mungkin karena ia terletak di tempat terpencil, atau bisa juga karena medannya yang sulit dilalui. Jalan yang sunyi mengingatkanku pada jalan dakwah. Jalan yang sunyi mengingatkanku pada keterasingan.
Siapkah aku menempuh jalan sunyi?
Sebelum menjawab pertanyaan itu izinkan aku memaparkan beberapa hal yang mendukungku berkata “ya”, dan beberapa juga yang menarikku untuk berkata “belum”.
Aku termasuk orang yang suka menjadi berbeda. Saat ada koridor, aku seringkali lebih memilih tidak berjalan di sana. Ya, aku lebih suka berjalan memotong lapangan meski mentari begitu menyengat, meski hujan begitu deras. Ya, bagiku berbeda bukan berarti aneh, namun unik. Special. Siapa yang tidak mau menjadi orang yang istimewa?
Namun aku adalah tipe orang yang ekstrovert. Aku lebih suka keluar dan bertemu banyak wajah, daripada menyendiri di kosan. Pasti akan membosankan berjalan sendirian. Bagaimana jika aku terjatuh? Apakah tidak ada yang akan membantuku berdiri lagi? Bagaimana jika aku lelah? Apakah tidak akan ada seseorang yang bisa menghiburku?
Siapkah aku menempuh jalan sunyi?
Aku kembali terdiam, ragu harus menjawab apa. Lalu aku pun bertanya balik, dalam hal apa?
Jika ini tentang kehidupan bermasyarakat, izinkan aku hanya memilihnya, tanpa melupakan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Aku ingin tetap membaur pada masyarakat, mengimplementasikan ilmu yang aku punya untuk maslahat masyarakat. Namun aku mencoba tetap melalui jalan sunyi ini. Mencoba menjadi bagian dari masyarakat yang tidak hanya fokus pada dunia saat ini, namun juga kehidupan setelah kematian.
Jika ini tentang menulis, aku pasti akan menjawab “siap”. Aku sudah melalui delapan tahun mencoba tetap menulis di blog. Tidak mudah memang, karena saat aku vacum 1 bulan, tidak ada yang mengingatkanku. Lalu apa yang membuatku ragu menjawab siap, saat kini ada kompilasi, yang membantuku untuk istiqamah di jalan ini.
Ah.. aku baru sadar. Jalan sunyi bukan berarti kita berjalan sendiri, namun akan ada orang lain meski sedikit. Dan tahukah? Sedikit orang tadi akan Allah pertemukan dengan cara yang indah. Sehingga mereka nantinya akan saling menguatkan, saling mengingatkan, dalam kebenaran dan kesabaran.
Ah.. aku baru ingat, ada banyak hal-hal istimewa tentang orang-orang yang sedikit. Karena yang pandai bersyukur adalah mereka yang sedikit. Bukankah ada banyak kisah golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak?
Siapkah aku menempuh jalan sunyi? Ya.
***
PS: Kok ini banyak curhat ya? Hihi. Banyak bercerita tentang diri, padahal dua tahun yang lalu saat menulis itu, aku belum banyak tahu tentang diri.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, jalan adalah tempat untuk lalu lintas orang atau bisa jadi perlintasan (dari seuatu tempat ke tempat lain). Jalan juga bisa berarti cara untuk melakukan sesuatu. Jalan memiiki karakter yang berbeda-beda. Ada jalan setapak, ada jalan tol. Ada tanjakan, ada turunan, ada juga kelokan. Ada jalan sunyi dan juga ada jalan ramai bahkan macet.
Jalan sunyi adalah jalan yang jarang dilalui orang. Mungkin karena ia terletak di tempat terpencil, atau bisa juga karena medannya yang sulit dilalui. Jalan yang sunyi mengingatkanku pada jalan dakwah. Jalan yang sunyi mengingatkanku pada keterasingan.
Siapkah aku menempuh jalan sunyi?
Sebelum menjawab pertanyaan itu izinkan aku memaparkan beberapa hal yang mendukungku berkata “ya”, dan beberapa juga yang menarikku untuk berkata “belum”.
Aku termasuk orang yang suka menjadi berbeda. Saat ada koridor, aku seringkali lebih memilih tidak berjalan di sana. Ya, aku lebih suka berjalan memotong lapangan meski mentari begitu menyengat, meski hujan begitu deras. Ya, bagiku berbeda bukan berarti aneh, namun unik. Special. Siapa yang tidak mau menjadi orang yang istimewa?
Namun aku adalah tipe orang yang ekstrovert. Aku lebih suka keluar dan bertemu banyak wajah, daripada menyendiri di kosan. Pasti akan membosankan berjalan sendirian. Bagaimana jika aku terjatuh? Apakah tidak ada yang akan membantuku berdiri lagi? Bagaimana jika aku lelah? Apakah tidak akan ada seseorang yang bisa menghiburku?
Siapkah aku menempuh jalan sunyi?
Aku kembali terdiam, ragu harus menjawab apa. Lalu aku pun bertanya balik, dalam hal apa?
Jika ini tentang kehidupan bermasyarakat, izinkan aku hanya memilihnya, tanpa melupakan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Aku ingin tetap membaur pada masyarakat, mengimplementasikan ilmu yang aku punya untuk maslahat masyarakat. Namun aku mencoba tetap melalui jalan sunyi ini. Mencoba menjadi bagian dari masyarakat yang tidak hanya fokus pada dunia saat ini, namun juga kehidupan setelah kematian.
Jika ini tentang menulis, aku pasti akan menjawab “siap”. Aku sudah melalui delapan tahun mencoba tetap menulis di blog. Tidak mudah memang, karena saat aku vacum 1 bulan, tidak ada yang mengingatkanku. Lalu apa yang membuatku ragu menjawab siap, saat kini ada kompilasi, yang membantuku untuk istiqamah di jalan ini.
Ah.. aku baru sadar. Jalan sunyi bukan berarti kita berjalan sendiri, namun akan ada orang lain meski sedikit. Dan tahukah? Sedikit orang tadi akan Allah pertemukan dengan cara yang indah. Sehingga mereka nantinya akan saling menguatkan, saling mengingatkan, dalam kebenaran dan kesabaran.
Ah.. aku baru ingat, ada banyak hal-hal istimewa tentang orang-orang yang sedikit. Karena yang pandai bersyukur adalah mereka yang sedikit. Bukankah ada banyak kisah golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak?
Siapkah aku menempuh jalan sunyi? Ya.
“Two roads diverged in a wood, and I—I took the one less traveled by, And that has made all the difference.” –Robert Frost, The Road Not Taken-Allahua'lam.
***
PS: Kok ini banyak curhat ya? Hihi. Banyak bercerita tentang diri, padahal dua tahun yang lalu saat menulis itu, aku belum banyak tahu tentang diri.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya