Follow Me

Wednesday, July 21, 2021

Contrary

Bismillah.


Ada masa-masa aku ingin sembunyi, menjauh dari semua orang. Rasanya ingin menghilang, termasuk menutup setiap akun di internet, baik itu sosial media maupun blog. Entah karena rasa takut meninggalkan jejak palsu, atau karena kehabisan energi untuk bersosialisasi sehingga butuh waktu untuk masuk gua dan menyendiri. Itu satu.


Tapi ada juga masa-masa aku ingin sembunyi, bukan karena ingin sembunyi. Justru kebalikannya, aku ingin sembunyi karena ingin ada yang mencari, ingin ada yang menemukanku. Berharap ada yang bertanya, 'apa kabar?' dan menjawab 'aku tidak baik-baik saja'. Contrary. Sembunyi sih, tapi bak main petak umpet. Bedanya, tak ada sosok yang benar-benar kuajak bermain. Bedanya, aku bahkan tidak memberi sinyal, bahwa ini permainan petak umpet, dan aku akan sembunyi, dan menunggu untuk ditemukan. Ini yang kedua


***


Baik satu maupun yang kedua, aku pernah melakukannya. Sampai aku belajar dan menyimpulkan sendiri. Bahwa aku tidak perlu menutup semua akun di internet. Jika aku ingin sembunyi untuk sembunyi, aku bisa melakukannya. Aku cuma perlu menjauh dari hp, tanpa meninggalkan kewajiban dan tanggung jawab. Sejenak ambil nafas dan mengambil jarak. Mungkin menulis, mungkin berdiam diri di kamar bermonolog, mungkin dan semoga sembari tetap terhubung dengan-Nya.


Baik satu maupun yang kedua, aku pernah melakukannya. Sampai aku belajar dan menyimpulkan sendiri. Bahwa untuk yang kedua, aku harus berhenti memikirkannya. It's a fool to play hide and seek alone. It's a fool to put an expectation to a person who's never exist in the first place. Aku tidak perlu berharap ditemukan siapapun. Aku bisa bersembunyi kemudian tersenyum dengan mata berkaca-kaca karena tahu Allah menemukanku. Dan oksigen yang kunikmati gratis ini buktinya. Ia masuk saja, memenuhi paru-paru, diikat oleh hemoglobin kemudian disebar keseluruh tubuh di pompa oleh jantung yang berdegub sesuai ritmenya.


Baik satu maupun yang kedua, aku pernah melakukannya. Sampai aku belajar dan menyimpulkan sendiri. Bahwa jika aku tidak ingin bersuara di sini, pun di sosial media, pun di aplikasi messenger, --meski sebenarnya otak dan hatiku sudah penuh dan perlu menuang kata tanpa nada -- aku bisa menyalurkan aliran rasa dan pikiran itu di tempat-tempat lain. Bukankah aku memiliki beberapa blog anonim, yang jauh lebih sunyi dari sini? Aku bisa menulis di sana. Apapun, tentang apapun. Pendek maupun panjang. Dengan lugas, atau tetap meng-abstrak karena aku memang lebih suka begitu.


***


I hope I avoid the word 'contrary'. Cause it hurts every time I judge myself wearing a white veil covering my dark-hollow-self.



Allahumma ati nafsi taqwaha wa zakkiha anta khairu man zakkaha anta waliyyuha wa maulaha. Aamiin.


Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya