Follow Me

Friday, September 3, 2021

Bukan yang Pertama

Bismillah.

*warning* bagian awal TMI

Beberapa hari yang lalu, aku menulis kembali di diary berbentuk file berjudul New Blog.docx. Aku ingin bercerita tentang seseorang di masa lalu, tentang pengetahuan baruku tentangnya yang terlewat, bagaimana ternyata ia juga menulis, bukan cuma menulis, tapi menulis puisi. Perasaan aneh, kenapa dulu aku cuma mengingat branding-nya sebagai orang yang jago desain? Aku juga menulis tentang alasan kenapa tiba-tiba secara random dan tiba-tiba aku mencari namanya di beberapa sosial media.

Setelah menulis, otakku belum puas, lalu aku akhirnya memilih untuk menengok diary lama, bentuknya sama file docx dengan judul Blog. Kalau diary 'New Blog' berisi curhatanku pasca kampus, diary berjudul Blog mayoritas ku isi di masa-masa kuliah.

Aku mencari, tulisan-tulisan lama tentang orang tersebut. Pertama, aku mencoba mengingat nama aliasnya. Aku terbiasa membuat nama baru dalam diary, entah mengapa, tapi aku lebih nyaman begitu, semakin tersembunyi semakin baik, meski mungkin yang membaca hanya aku. Kedua, setelah kutemukan, ternyata aku sadar aku salah memberi nama aliasnya. Aku menyebutnya 'ep', maka saat aku search, semua kata yang mengandung huruf ep muncul (kepada, seperti, september, kepala, depan, dll).


Aku geleng-geleng kepala sendiri. Lalu berusaha mencari keyword lain. Aku ketikkan projek yang mempertemukan kami. Kubaca hasil search. Ternyata aku hanya menulis sedikit tentangnya, tapi begitu banyak menulis tentang projek tersebut. Mungkin karena itu, aku terlalu fokus mengerjakan projek, mengejar deadline sampai empat sampai lima curhatan berturut-turut kuberi judul 'projek X' Bel!, dengan jumlah tanda seru yang bertambah terus. Ya, karena itu, makanya setelah beberapa tahun aku baru tahu kalau dia juga menulis.

Oh, sepertinya tulisan ini sudah keluar jalur. Bukan itu poinnya. Ya, poin tulisan ini bukan tentang diary-ku dan juga bukan tentang orang itu. Ceritaku diatas cuma sebagai prolog, bahwa dari semua itu, aku menyadari satu hal. Bahwa bukan yang pertama, ya, bukan pertama kalinya aku berjuang di sebuah projek, merasa kebingungan sendiri karena aku cuma bisa melakukan sedikit hal. Sedangkan ketukan palu yang menentukan apakah projek tersebut akan jadi cetak atau ditunda lagi bukan berada di tanganku.

Lately, I've been feeling stuck in a project. Mirip memang. Projek cetak, aku cuma bisa bantu sedikit, dan yang bisa melalui garis finish-nya bukan aku. Ibarat estafet, aku cuma bisa berlari sampai tongkat tersebut kuserahkan pada orang lain dalam tim.

Rasanya... jujur melting. Betapa Allah sayang sama aku. Allah calms me down. He remind me to check my diary, to find a memory, that what I feel now, what I stuck with now, I used to face the similiar problems too. Ya, ini bukan yang pertama. Sama seperti dulu, waktu SMA juga pernah. Waktu kuliah juga. It's similiar. And the conclusion is... I just have to face it. Aku cuma harus terus berusaha dan doa, lalu Allah yang akan menuliskan hasilnya. The result is in His Hand, and that's why I should be ensured.

Baca ini lagi Bell, Kehilangan Kata, dan ingatlah memori di dalamnya. Hanya karena kamu terbiasa melakukan segala hal sendiri, hanya karena kamu selalu terbungkam dan kesulitan untuk meminta bantuan orang lain. Hanya karena itu semua, bukan berarti kamu sendiri. Ada tangan-tangan yang Allah hadirkan untuk membantu. Kamu cuma perlu belajar untuk mengkomunikasikannya, kamu punya lisan dan 10 jemari. You're never alone. Bahkan jika memang kamu sendiri, kamu tidak pernah sendiri, karena ada Allah.

Terakhir, mari sering-sering mengucapkan ini, "Allah dekat, Allah melihat, Allah menyaksikan. Allah mengawasi."

Allahua'lam.

***

PS: What kind of project? Hint: "media" "cetak".

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya