Ada yang Mau Dibagikan?
Bismillah.
#bersihbersihdraft
Pertanyaan serupa, dengan diksi berbeda pernah hampir tiap hari dalam sebulan kudengar. Saat itu, entah mengapa aku lebih sering menahan lidah dan menjawab dengan perasaan gamang, "belum ada".
Perasaan itulah, yang akhirnya mendorongku membuat draft tulisan ini. Saat itu aku menuliskan,
It's the second time that I become a participant in this kinda program. But this time, I feel for sure that I am not as enthusiastic as I was before.
Waktu berlalu, dan tulisan ini masuk ke antrian draft, lama tak diselesaikan. Dan saat waktu itu berjalan, aku menemukan diriku di situasi yang mirip dan pertanyaan yang sama. Alhamdulillah, kali ini jawabanku lebih antusias. Entah karena kondisiku yang lebih baik, atau karena bahasannya lebih familiar, dan orang di sambungan telepon kali itu energinya menarikku untuk ikut bersemangat. Ada banyak faktor. Tapi kutemukan lagi manisnya berbagi, meski sedikit, dari apa yang kupahami.
Oh
ya, program yang aku ikuti saat itu mewajibkan peserta untuk membaca
tulisan, kemudian berpasangan dan membagikan insight dari tulisan yang
dibagikan tiap hari. Sifatnya "sunnah", jadi boleh juga tidak berbagi apa-apa, jika merasa cukup membaca saja.
***
Ada yang mau dibagikan?
Tentang memberi... aku pernah di posisi bertanya-tanya, bagaimana bisa berbagi, jika kita merasa tidak memiliki apapun yang dibagikan. Aku ingat saat itu aku menemukan diriku di situasi "tragis", saat aku berusaha membantu orang lain, akan hal-hal yang aku sendiri kesulitan dan butuh bantuan. (I'll search the old posts and share the link, in syaa Allah)
Tapi kemudian aku mendapat insight baru, setelah membaca buku antologi Ramadan seorang blogger. Pengalaman penulis buku tersebut membuatku menemukan hikmah baru. Bahwa bisa jadi lewat kita Allah berikan kesempatan untuk berbagi dan membantu kesulitan orang lain di "masalah yang mirip", justru dari situlah jalan kemudahan untuk urusan kita juga akan dibuka. Saat itulah aku mulai menyadari kesalahan pikiranku, betapa saat itu aku terlalu fokus pada kekurangan, dan lupa untuk mencari hikmah dibalik kejadian itu. Aku lupa, bahwa ada hadits yang mengajarkan kita, bahwa saat kita memudahkan atau membantu saudara muslim yang lain, Allah akan memudahkan dan membantu kita.
***
Ada yang mau dibagikan?
Bagaimana jika kita ragu? Apakah saat ragu itu, lebih baik kita menahan untuk berbagi, atau lebih baik tetap berbagi sambil berjuang di balik layar?
Jawabannya... tergantung konteks dan situasi. Untuk pertanyaan ini, aku harus hati-hati. Karena setiap case itu unik.
Kalau keraguan ini karena ilmu kita yang belum seberapa, ingatan yang buram, tidak yakin apakah yang kita sampaikan benar atau tidak, apa kita benar-benar tahu... maka lebih baik menahannya. Jangan terbawa ego untuk menjawab setiap pertanyaan. Ada kalanya kita harus mengakui bahwa diri ini tidak tahu.
Kalau keraguan ini karena dari pengetahuan itu, kita sendiri merasa masih belum bisa mengamalkannya. Ragu karena rasa takut dibenci Allah, mengatakan sesuatu yang belum kita kerjakan. Yang ini, aku masih 50:50. Ada kalanya aku tetap membagikan, sambil berjuang di balik layar, berdoa, semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkannya. Tapi... aku pun yakin, bahwa ada saatnya kita harus menahan diri dan menahannya. Karena urutan dari ilmu itu.. setelah menyimak, mencatat, dan memahami... adalah mengamalkan terlebih dahulu.
Pernah aku membaca di buku Tazkiyatunnafs ala Tabi'in, disebutkan bahwa saat itu ada yang meminta seorang tabiin/tabiin tabiut untuk khutbah tentang suatu tema. Namun beliau menunda menyampaikan topik tersebut sampai beberapa pertemuan. Jamaahnya pun bertanya kenapa baru disampaikan, beliau menjawab karena kemarin2 masih mengumpulkan uang untuk mengamalkan hal tersebut. Aku agak lupa amalannya apa, tapi kalau nggak salah tentang membebaskan budak.
Itu pertimbangan yang membuatku sering memilih diam dan menyimpan sendiri apa-apa yang kudapatkan. Karena aku tahu persis, aku masih terseok-seok dalam mengamalkan, atau lebih buruk, aku takut ternyata aku justru melakukan hal sebaliknya. Membuatku bertanya-tanya sendiri, berharap ayat ini ditujukan pada diri, ata'murunannassa bil birri wa tansauna anfusakum? wa antum tatlunal kitab...
۞ أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَـٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
[Surat Al-Baqarah (2) ayat 44]
Tapi di sisi lain, aku tahu betul betapa pentingnya saling menasihati dalam agama Islam. Sungguh, kalau semua orang memilih untuk diam dan tidak saling berbagi, tidak saling mengingatkan dalam haq (kebenaran) dan kesabaran, tentu kita semua dalam kerugian. Tenggelam dalam masalah masing-masing, tidak ada yang membantu saat was-was setan yang menyuruh kita menyerah dan terus membisikkan kebohongan-kebohongan yang membuat kita berputus asa dari rahmat Allah. Tentu kita juga tidak ingin begitu kan?
Semoga Allah memberikan kita kebijaksanaan, untuk tahu kapan kita harus diam dan memilih menyimak. Sibuk membenahi diri, berjuang untuk mengamalkan ilmu. Dan semoga Allah juga memberikan kita keberanian dan kekuatan, untuk berbagi, meski sedikit dari yang sampai pada kita. Sedikit hikmah, sedikit pelajaran, sedikit cerita, sedikit pemahaman, sedikit insight. Tidak mengapa sedikit, sesederhana membagikan satu ayat. Ayat yang "mutiara"-nya pernah kita "lihat" dan membuat mata kita berkaca-kaca karena keindahannya. Ayat yang mengingatkan kita lagi untuk terus berjuang mendekat pada-Nya.
Terakhir, sebuah pertanyaan untukmu: jadi, ada yang mau dibagikan?
Wallahua'lam.