Buah Simalakama
Bismillah.
#opini
Ada yang masih ingat tentang peribahasa buah simalakama? Buah yang dimakan atau tidak, dua-duanya sama-sama buruk buat kita. Ibarat terjebak, tidak bisa maju, juga tidak bisa mundur.
Bagiku, demokrasi, bak buah simalakama. Itulah mengapa aku sedikit banyak membenci politik. Bukan karena politiknya, tapi karena aku seringkali dibuat pusing jika mulai memikirkannya.
Aku teringat awal-awal mengenal politik. Bukan, bukan langsung ke ranah politik negara. Tapi lewat politik kampus. Kubu depan dan belakang, kubu timur dan barat.
Aku juga teringat pertama kali aku dihadapkan realita bahwa islam itu seolah terkotak-kotak dalam organisasi/harokah. Aku tidak bisa lupa saat aku menangis karena merasa dipaksa harus memilih kelompok. Terlebih aku mendengar curhatan teman, saat ia sudah memilih, dan perubahan sikap senior dari 'kelompok' lain. Saat itu aku masih belum banyak tahu, yang aku tahu aku merasa terpojok, dan pilihanku adalah lari. Tidak memilih salah satu pun dari keduanya. Alhamdulillah saat itu aku bertemu ustadz yang bijak, beliau menjelaskan awal mula mengapa terjadi 'perpecahan tersebut'. Tentang hadits muslim yang terbagi menjadi 72 golongan, lalu tentang pembagian zaman menjadi lima masa. Cita-cita yang sama ingin meraih kembali masa saat Islam berjaya dan menjadi pemimpin. Serta perbedaan cara untuk meraihnya. Singkatnya itu.
Dan karena sekarang demokrasi yang digunakan untuk memilih pemimpin, terbagilah jadi dua. Yang memilih berjuang dengan masuk ke dalam sistem, dan yang memilih berjuang di luar sistem. Masuk dalam sistem di sini maksudnya ya, ikut nyaleg, masuk ke partai, dll, dst. Di luar sistem, ya selain itu. Belum lagi perbedaan pendapat saat tahun pemilu, ada yang memilih, ada yang golput, ada yang abai/cuek.
Jujur, aku sebenarnya agak anti dengan politik. Padahal kan dalam hidup kita gak bisa lepas dari politik ya? Mungkin bukan anti diksi yang tepat. Aku hanya tidak suka saat kepalaku dibuat pusing akan permasalahan yang terus menerus muncul di politik. Kecurangan-kecurangan. Sikap yang terlalu berpihak tanpa mendahulukan rasionalitas. Debat-debat tak berujung. Dan masih banyak hal lain.
Demokrasi bagiku bak buah simalakama. Memakannya salah, tapi tidak memakannya juga salah. Dan kalau sudah bingung kaya gini, kita tidak bisa sekedar mengikuti perasaan, atau ego pribadi. Harus mau mendengarkan, membaca dan berdiskusi lebih banyak. Dengarkan pendapat para ulama, atau orang-orang yang lebih berilmu. Kemudian baru memilih sikap.
***
Terakhir, saat kita merasa dunia begitu gelap dan sistem demokrasi yang seperti buah simalakama ini membuat kita tak berkutik, kembalilah kepada Allah, Rasul-Nya, dan Al Quran. Bukankah setiap pagi dan sore Allah menyarankan kita untuk membaca ayat-ayat terakhir Al Baqarah?
Seperti malam yang berganti pagi, dan siang yang berganti malam, seperti itu juga kekuasaan Allah pergulirkan di tangan manusia-manusia. Jangan putus asa, dan bergantung pada buah simalakama. Tetap pegang erat iman kepada Allah, meski seperti menggenggam batu bara. Lalu lanjutkan langkah kita, perbaiki terus diri kita, bangun keluarga yang baik. Nanti dari keluarga-keluarga itu akan terbentuk masyarakat yang baik pula.
Aku teringat sebuah kutipan meski lupa dari siapa, tentang masalah sistemik, yang solusinya juga harus sistemik. Kau tahu artinya apa? Artinya, kita harus bekerja sama dan bahu membahu, bukan malah berpecah belah dan saling menyalahkan. Kalau kita semua balik dan fokus mempelajari Al Quran dan sunnah, dengan izin Allah, hati kita akan Allah satukan juga. Toh tujuan kita sama kan? Jangan jadikan perbedaan sebagai pemecah. Saat Allah menciptakan manusia menjadi laki-laki dan perempuan dan menjadi bangsa-bangsa, perbedaan itu.. tahukah apa yang ingin Allah ajarkan lewat perbedaan itu? Cek Al Hujurat! Supaya kita saling mengenal dan saling belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Jadi, saat kita dihadapkan dengan buah simalakama, semoga kita tidak lupa pada pencipta buah simalakama. Saat Allah menakdirkan kita berada di sini, di saat ini, dengan segala keruwetan situasi ini, sebenarnya ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik. Semoga Allah memudahkan kita untuk melewati ujian ini, sehingga nanti saat bertemu dengan-Nya, kita termasuk orang-orang yang lulus ujian di dunia, ujian apapun, termasuk ujian buah simalakama ini.
Wallahua'lam bishowab.
***
Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.