Bismillah.
*boleh skip prolog
Sudah agak lama sejak aku memahami, bahwa aku punya ketertarikan pada psikologi. Jadi bahasan-bahasan tentang depresi, penyakit mental, self healing, dsb, termasuk hal yang sering aku konsumsi. Maka selain buku-buku bertema spiritual -untuk menjaga kesehatan imanku-, aku juga membaca buku-buku bertema psikologi. Salah satunya, buku yang akan kunukil hari ini.
Judul bukunya "Aku Ingin Dipahami, Bukan Dihakimi" karya Urfa Qurrota Ainy, S.Psi. terbitan PT. Elex Media Komputindo. Aku familiar dengan Urfa Qurrota Ainy awalnya dari tulisan-tulisannya di tumblr. Sebelum buku ini, aku juga kenal judul buku karyanya sebelumnya, tapi belum berkesempatan baca bukunya. Baru ketika judul dan namanya muncul di rekomendasi iPusnas, akhirnya aku memutuskan untuk pinjam dan baca.
Oh ya, sembari menulis ini, ternyata ada buku baru karyanya di tahun 2024. Wah produktif banget ya *TT hiks malu. Anyway, buku yang aku nukil ini, terbit di tahun yang sama dengan tiga buku lain. Mungkin satu seri ya. Cuma aku belum tahu apakah ada urutannya, atau bagaimana. Oke, langsung aja ya ke isi nukilan bukunya.
***
Ada berbagai faktor yang berkaitan dengan munculnya depresi pada seseorang, mulai dari faktor biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual. Nah, apa aja hal yang berkaitan pada munculnya depresi pada seseorang di faktor biologis?
1. Gen
Studi menunjukkan bahwa depresi lebih disebabkan oleh interaksi berbagai gen yang mempengaruhi produksi serotonin dan hormon tiroid (Lohof, 2010).
Serotonin merupakan senyawa otak (neotransmitter) yang berperan dalam pengaturan suasana hati (mood), sedangkan tiroid merupakan kelenjar penghasil hormon yang mengatur metabolisme tubuh, termasuk tekanan darah, suhu tubuh, dan detak jantung.
Kekurangan serotonin dan hormon tiroid dapat memunculkan gejala-gejala depresi pada seseorang.
- Urfa Qurrota Ainy, dalam buku "Aku Ingin Dipahami Bukan Dihakimi"
Bagiku yang bukan orang biologi, bahasan tentang faktor biologi tentang depresi adalah informasi baru yang menarik. Karena sebelum membaca buku ini, yang ada dipikiranku depresi itu hadir karena "luka lama", atau trauma, yang dimiliki seseorang. Atau karena banyaknya masalah yang bertubi-tubi menimpa seseorang. Aku tidak tahu, bahwa secara biologis, ada hal-hal yang berkaitan juga. Termasuk tentang kemungkinan depresi yang bisa diturunkan.
...kemungkinan depresi diturunkan sebesar 38%. Jika salah satu dari anak kembar mengalami depresi, kembarannya pun beresiko mengalami depresi (Kendler, 2006).
Mungkin setelah baca sedikit cuplikan info ini, ada yang bertanya-tanya. Trus kalau punya gen yang kemungkinan depresinya lebih besar, apakah berarti ia bakal sakit terus dan gak bisa sembuh? Pertanyaan ini, dijawab pula dalam buku ini.
Dalam kenyataannya, seseorang yang memiliki "bakat" depresi masih bisa sembuh dan hidup dengan baik.
Membaca kalimat tersebut ada dua perasaan yang muncul, pertama kelegaan. Karena kalimat ini harapan buat siapapun yang merasa depresinya muncul karena faktor biologis ini. Kedua, jujur agak gimana saat baca diksi bakat. Meski penulis sudah pakai tanda kutip, tetap saja. Sebagian diriku paham, mungkin memang begitu cara yang terbaik untuk mengemasnya. Tapi tetap saja, rasanya aneh.
Oke, balik lagi ke topik. Kenapa mereka dengan gen, yang memiliki kemungkinan muncul depresi besar bisa hidup dengan baik, dan bisa sembuh jika pun pernah mengalami depresi? Jawabannya ini...
Sebab, masih ada faktor-faktor lain di luar faktor genetik yang masih bisa kita kendalikan.
Membaca kalimat ini membuatku tersenyum. Inilah hidup, dan salah satu bentuk keadilan Allah. Saat manusia terlahir, ada banyak hal yang di luar kendali kita, tapi Allah juga memberikan sesuatu yang Allah berikan kendalinya pada kita. Ya, meski nanti kendali tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tapi itu salah satu bentuk nikmat darinya.
Sama seperti penyakit fisik, yang ada keturunan diabetes nih. Bisa jadi kemungkinan kenanya tinggi, karena faktor biologis. Tapi sebenarnya, ada yang bisa kita kendalikan. Kalau bisa jaga makan kita, pola hidup kita. In syaa Allah tetep bisa sehat. Tapi kalau misal pun sakit. Pun masih bisa menjaga agar tidak parah sakitnya. Aku pikir, begitu pula penjelasan faktor biologi munculnya depresi dari gen. Kemungkinan kenanya bisa jadi lebih tinggi dibanding orang lain. Tapi itu bukan seperti kematian yang tidak bisa dihindari. Ada hal-hal yang bisa kita lakukan agar tidak sakit. Pun kalau suatu saat terjatuh dan sakit (baca: depresi), bukan berarti pula tidak bisa bangun lagi.
2. Hipokampus, Amigdala, Habenula, Prefrontal Korteks
Hipokampus dan amigdala terletak di lobus temporal otak. Aktivitas dan volume kedua bagian otak ini memainkan peran paling penting pada seseorang (Carlson, 2010)
Hipokampus berperan pada pembentukan memori, proses belajar serta emosi (Machdy, 2019).
Kalau dinomer 1 tadi bacara gen. Ini bahas tentang biologis otak. Ada banyak istilah baru yang mungkin bikin pusing, kalau yang gak suka sama biologi. Tapi kalau kita lepasin pikiran tentang istilah baru dan asing itu, ada banyak pelajaran baru yang bisa dicatat.
Hasil pindai aktivitas otak pada subjek menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami depresi memiliki hipokampus yang lebih kecil daripada orang yang tidak mengalami depresi.
.
.
Sedangkan amigdala adalah bagian otak yang berperan untuk mendeteksi bahaya, rasa takut, dan ekspresi emosi negatif..
Pada orang yang mengalami depresi, aktivitas amigdala menjadi sangat tinggi bahkan ketika ia seharusnya beristirahat (Machdy, 2019).
.
.
Sementara itu habenula merupakan bagian otak yang terkait dengan perasaan ragu dan pesimisme (Machdy, 2019). Habenula yang terlalu aktif akan mengirim sinyal mengenai rasa kecewa dan perasaan gagal pada tubuh, akibatnya seseorang akan memandang dunia secara pesimis dan negatif (Kaye, 2017)..
.
.
Terakhir, pada otak manusia terdapat prefrontal korteks, yakni bagian depan otak di belakang dahi manusia yang berperan dalam melakukan penalaran, membuat pilihan, merencanakan, serta memecahkan masalah. Pada orang depresi bagian ini menyusut. Apa maknanya?
Itu menjelaskan mengapa orang yang mengalami depresi biasanya sulit berpikir, memutuskan sesuatu, memilih, merencanakan, dan menyelesaikan masalahnya.
Poin ini memberi gambaran bahwa depresi sangat berkaitan dengan kondisi otak.
Kenapa kita harus tahu tentang fakta bahwa ada faktor biologis pada seseorang yang mengalami depresi? Karena menurut penulis, jika setelah di cek, penyebab munculnya depresi seseorang ternyata dari faktor biologisnya.
Pendekatan biologis lebih tepat digunakan jika yang terganggu adalah fungsi otak.
Ini aku setuju banget sih. Karena sedihnya, seringkali kalau seseorang mendengar berita depresi orang lain, baik itu orang asing maupun orang yang dikenalanya, yang pertama muncul adalah judgement. Entah itu penghakiman bahwa mentalnya terlalu lemah, atau imannya lemah. Antara dua itu. Padahal, yang mereka butuhkan bukan itu. Seperti judul bukunya, mereka hanya ingin dipahami, bukan dihakimi.
Nah. Trus, penanganan depresi tuh memang harus dicari dulu akar penyebabnya. Suka sedih kalau misal ada yang depresi, trus cuma berusaha menghilangkan "sakit" gejalanya aja. Tapi lupa untuk mencari dan menyelesaikan akar masalahnya. Cari banyak cara healing, tapi jatuhnya jadi pelarian dan cuma sementara. Habis itu jatuh lagi, karena dia gak mau cari akarnya. Kalau dari biologis, yang harus dijaga ya lewat pendekatan biologis, termasuk mengatur makanan dan pola hidup. Kalau dari psikologis, ya dicari luka lama/trauma apa, yang sebenarnya harus disembuhkan. Bukan cuma cari jalan pintas, supaya naikin mood atau dapetin kesenangan cepat dan semu.
3. Usus sehat, Mental sehat
Studi termutakhir menunjukkan bahwa kesehatan pada bakteri (yang ada di usus) berpengaruh pada kesehatan mental seseorang (Yano, 2016).
Bagaimana kaitannya? Bakteri dalam usus kita merupakan pabrik penghasil serotonin. Serotonin merupakan senyawa kimia yang membuat kitaerasakan kegembiraan, ketenangan, dan gairah. Studi menunjukkan bahwa 95% serotonin yang kita butuhkan dipasok oleh para bakteri di usus kita (Machdy, 2019)
Para bakteri membutuhkan makanan agar mereka bisa menghasilkan serotonin yang kita butuhkan. Karena itu, makanan yang masuk ke usus sangat memengaruhi apakah bakteri dapat menghasilkan serotonin yang cukup atau tidak.
.
.
.
Makanan apa saja yang dibutuhkan bakteri tersebut? Makanan prebiotik seperti tempe, yogurt, dan gandum.
Ini yang tadi aku sebutin. Bagi yang munculnya depresi disebabkan karena faktor biologis, apa yang kita makan itu harus banget dijaga. Jangan sampai karena sedih, jadi membiarkan diri kelaparan. Nanti malah makin parah, karena kebutuhan serotoninnya tidak terpenuhi. Dan jangan kebanyakan makan junk food, mie instan, dll. Please.. Instead of that, consume more fruit and yogurt ^^.
Dalam khazakah keilmuan Islam, Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam, telah membekali kita dengan kebijaksanaan yang mirip, yakni tentang betapa pentingnya kita menjaga semua yang masuk ke dalam perut kita. Misalnya dalam hadis, "Perut adalah rumah dari segala penyakit."
Rupanya, bukan hanya penyakit fisik yang bermula dari perut, melainkan juga penyakit mental.
***
Sekian, beberapa hal dari faktor biologis munculnya depresi pada seseorang. Untuk faktor lain yang berkaitan dengan munculnya depresi seperti faktor psikologis, sosial, budaya dan spiritual, silahkan baca langsung di bukunya ya hehe (:
Semangat membaca! Meski hanya satu halaman setiap hari.
Semangat membagikan insight/nukilan dari apa yang dibaca~ meski sedikit dan sesederhana apapun!
Wallahua'lam.
***
Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya