Bismillah.
#freewriting #brainstorming
Definisi durability: the ability to withstand wear, pressure, or damage. (Dari google translate)
Kalau untuk manusia, mungkin lebih tepat diksi resilience. Tapi resilience punya defini berbeda.
2. the ability of a substance or object to spring back into shape; elasticity.
***
Saat hendak menulis ini, aku sebenarnya mencari-cari, kata apa yang tepat untuk digunakan. Apakah pas untuk menggambarkan apa yang ingin aku tulis?
Aku ingin menulis tentang rasa sakit. Bagaimana yang tidak terbiasa sakit, mungkin memiliki resiliensi lebih rendah ketimbang yang sudah terbiasa dengan rasa sakit. Tapi benarkah seperti itu?
Sebagian hatiku ingin menulis fiksi, cerita tentang orang yang diberikan nikmat kesehatan. Lalu sedikit rasa sakit, sakit fisik ya -bukan hati- membuat ia bertanya-tanya. Apakah memang rasa sakit ini benar-benar sakit seperti yang ia rasakan? Atau sebenarnya ini hanya sakit kecil, hanya sakit kepala kecil. Sedikit pening. Sedikit pengar.
it's been a long i am not opening tesaurus. ^^ |
Aku bertanya-tanya, tentang orangtua, bagaimana kebanyakan orangtua merasakan sakit, tapi begitu lihai menyembunyikannya dan meredamnya.
Aku bertanya-tanya tentang Nabi Ayub, dan kebijaksanaan beliau 'alaihi salam. Teringat doanya, dan bagaimana doa tersebut diucapkannya, latar belakangnya. Seolah setiap ujian hanya sentuhan tipis. Mengingat berapa lama dan betapa banyak nikmat yang sudah terlebih dahulu dirasakan dalam hidupnya.
Aku teringat buku GRIT, meski baru membaca bagian depannya, saat berkunjung ke toko buku beberapa saat yang lalu. Buku tersebut membahas bahwa yang membuat seseorang bertahan dan berhasil, tidak selalu tentang passion atau bakat, tapi adalah resiliensi, ketahanan, ketangguhan.
Aku teringat bahwa kewajiban saat sakit itu bersabar. Pergi ke dokter dan berdoa itu tambahan pahala.
Aku teringat bahwa sakit bisa menjadi penggugur dosa. Tapi jika dosanya begitu besar, apakah cukup rasa sakit yang kecil mengugurkannya? Lalu mencoba menjawab sendiri, "Perlu taubat, tidak cukup lewat sakit".
Aku berpikir, bahwa mudah sekali berbicara ingin dosa digugurkan dan dihapus lewat amal shalih saja. Tapi prakteknya? Mana amal shalihnya? Mana taubatnya?
Aku sedikit mengerti, mengapa Allah menyuruh kita untuk mengunjungi orang yang sakit. Hikmah yang sama, saat kita banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang miskin.
Aku teringat pernah mendengar tentang pemain tinju, atau petarung. Bagaimana bisa menjadi juara? Saat sering latihan, dan dari setiap latihan kemampuannya menahan sakit makin tinggi. Siapa yang bertahan lebih lama untuk tidak KO. Tapi apakah mereka tidak merasakan sakit? Mereka masih merasa sakit. Hanya saja kemampuan menahan sakitnya meningkat.
Aku teringat latihan sosok yang namanya disebut Rasulullah namun tidak pernah bertemu Rasulullah. Aku lupa namanya. Tapi barangkali ada yang ingat. Seorang anak yang menggendong ibunya untuk umrah/haji. Latihannya mengangkat anak sapi naik turun bukit/gunung. Tiap waktu anak sapi tersebut makin berat.
***
Aku bertanya-tanya, saat menulis dan membaca fakta ini. Bagaimana perasaanmu? Adakah termotivasi atau justru semakin insecure? Mari dijawab dalam hati saja.
Aku menulis ini, dalam rangka lebih banyak menulis. Ada begitu banyak hal yang ingin ditulis, namun aku sering terhenti sebelum memulai. Seseorang menuliskan, bahwa free writing itu ditulis bukan untuk dipublish. Tapi untuk di simpan, kemudian diedit di kemudian hari baru dipublish. Tapi aku sejak dulu tidak suka aturan, dan masih belum jadi penulis yang baik. Jadi biarkan aku banyak free writing dan brainstorming di sini.
Nanti, jika sudah lebih baik, semoga lebih disiplin untuk menulis sesuai aturan. Saat ini, yang aku butuhkan baru kuantitas. It's been a long time since I only write less than 10 post per month.
Sekian. Semoga gak ada yang baca sampai akhir. Jika ingin baca tulisan yang lebih rapi, silahkan berkunjung ke Medium saya (isabellakirei.medium.com).
Bye~
Wallahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya