Bismillah...
Kembali mencoba mengeja satu demi satu huruf, bukan untuk dikatakan. Tapi untuk ditulis, dirangkai menjadi kalimat yang bernada.
Jika ketika berbicara, kalimat yang dirangkai di otak kita, bisa kita beri nada sehingga arti dan maknanya tepat. Maka ketika menulis, kalimat yang kita rangkai, tidak bisa diberi nada. Sehingga akan ada banyak sekali kemungkinan makna yang ditangkap pembaca. Tanda baca, sedikit banyak membantu kita untuk memberi tahu kepada pembaca, kapan ia harus berhenti sejenak. dan kapan ia harus berhenti agak lama. Sedangkan paragraf, membantu kita untuk memberitahu pada pembaca. Bahwa kita membahas hal yang berbeda dari paragraf sebelumnya, meski masih satu tema.
Kembali mencoba mengeja satu demi satu huruf, kali ini bukan untuk menulis, juga bukan untuk diucapkan. Mengeja satu demi satu huruf, untuk membaca, menemukan makna yang ingin disampaikan si penulis. Adakalanya aku berhenti membaca, diam sejenak, menandai kata yang aku tidak mengerti artinya. Namun, ada juga kalanya, aku sengaja men-skip beberapa baris.. membaca cepat, membaca scanning, saat aku merasa sudah menangkap apa maksud penulis di paragraf tertentu.
Kembali mencoba mengeja satu demi satu huruf. Kali ini dengan nada. Takut-takut dan malu, jika salah mengucapkan. Bukan hanya tentang rangkaian kata dan tata bahasa. Tapi juga intonasi dan pemenggalan tiap kalimat. Ada kalanya aku berhenti, kemudian mengulangi apa yang kuucapkan tadi, dengan redaksi yang berbeda. Bukannya ragu yang mendengar tak mengerti maksudku, namun lebih ragu aku tidak lihai menyampaikan maksudku.
***
Jika menulis, membaca dan berbicara.. aku bisa kembali mencoba mengeja. Kiranya tidak untuk yang satu ini. Aku harus berpikir lebih cepat, menangkap dengan cepat setiap kata yang kudengar, setiap kalimat yang meluncur beserta nada yang melekat padanya. Kemudian berpikir lebih cepat untuk mencerap maknanya, mengaitkan apa yang terdengar dengan informasi yang sebelumnya sudah ada di otak, terutama jika ia yang berbicara padaku, banyak menggunakan majas. Aku harus berpikir cepat. Dan harus lebih cepat lagi, jika yang ia inginkan dariku, bukan sekedar aku sebagai pendengar. Tapi ia juga ingin mendengar pendapatku.
Jika menulis, membaca dan berbicara.. aku bisa kembali mencoba mengeja. Kiranya tidak untuk yang satu ini. Aku belum bisa menjadi pendengar yang baik, I know I am. Maka maafkan saja, atau tegur saja. Jika seringkali aku menyela ucapanmu, kemudian bertanya atau memintamu mengulangi kalimatmu. Jujur saja, aku belum bisa menjadi pendengar yang baik.
Ya, aku sekarang sedang belajar mengeja. Mengeja.. untuk kemudian menulis, atau membaca, atau berbicara. Juga belajar mendengarkan, dan bukan sekedar mendengar.
Belajar. Belajar. Agar tidak ada hati yang tersakiti.
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya