Bismillah...
-jawaban seorang teteh di blog-nya, saat aku bertanya tentang "seorang perempuan yang bepergian tanpa mahram-nya"Ada bbrapa hadits yang menguatkan bahwa 'illat dr pelarangan wanita bepergian tanpa muhrim adalah krn bahaya:Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ‘Aisyah dan Ummahatul Mukminin lainnya, pergi haji pada zaman khalifah Umar Al Faruq tanpa mahram yang mendampinginya, justru ditemani oleh Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Dan tak satu pun sahabat lain yang menentangnya, sehingga kebolehannya ini dianggap sebagai ijma’ sahabat. (Fathul Bari, 4/445)
Hadits pertama:
Dari Adi bin Hatim, secara marfu’: “Hampir datang masanya wanita naik sekedup seorang diri tanpa bersama suaminya dari Hirah menuju Baitullah.” (HR. Bukhari)
Hadits ini merupakan pujian atas kejayaan Islam pada masa yang akan datang, sehingga keadaan sangat aman bagi wanita untuk bepergian jauh seorang diri. Hadits inilah yang dijadikan Imam Ibnu Hazm membolehkan wanita untuk keluar seorang diri tanpa mahram. Maka janganlah kita heran justru banyak ulama yang membolehkan wanita pergi seorang diri jika dalam keadaan aman dan jauh dari fitnah.
Sebagian ulama membolehkan seorang wanita bepergian ditemani oleh wanita lain yang tsiqah. Imam Abu Ishaq Asy Syairazi dalam kitab Al Muhadzdzab, membenarkan pendapat bolehnya seorang wanita bepergian (haji) sendiri tanpa mahram jika keadaan telah aman.
Sebagian ulama madzhab Syafi’i membolehkannya pada semua jenis bepergian, bukan cuma haji. (Fathul Bari, 4/446. Al Halabi)
Ini juga pendapat pilihan Imam Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Muflih dalam kitab Al Furu’, dia berkata: “Setiap wanita yang aman dalam perjalanan, bisa (boleh) menunaikan haji tanpa mahram. Ini juga berlaku untuk perjalanan yang ditujukan untuk kebaikan.” Al Karabisi menukil bahwa Imam Syafi’i membolehkan pula dalam haji tathawwu’ (sunnah). Sebagian sahabatnya berkata bahwa hal ini dibolehkan dilakukan dalam haji tathawwu’ dan semua jenis perjalanan tidak wajib seperti ziarah dan berdagang. (Al Furu’, 2/236-237)
Al Atsram mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hambal: “Adanya mahram tidaklah syarat dalam haji wajib bagi wanita. Dia beralasan dengan mengatakan bahwa wanita itu keluar dengan banyak wanita dan dengan manusia yang dia sendiri merasa aman di tengah-tengah mereka.”
Imam Muhammad bin Sirin mengatakan, “Bahkan dengan seorang muslim (pria-red) pun tidak apa-apa.”
Imam Al Auza’i mengatakan, “Bisa dilakukan dengan kaum yang adil dan terpercaya.”
Imam Malik mengatakan, “Boleh dilakukan dengan sekelompok wanita.”
Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Bisa dilakukan dengan seorang wanita merdeka yang terpercaya.” Sebagian sahabatnya berkata, “Hal itu dibolehkan dilakukan sendirian selama dia merasa aman.” (Al Furu’, 3/235-236)
Ini juga pendapat Imam Ibnul Arabi dalam kitab ‘Aridhah Al Ahwadzi bi Syarh Shahih At Tirmidzi. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam kutipan Al Karabisi disebutkan bahwa perjalanan sendirian bisa dilakukan sepanjang jalan yang akan ditempuhnya dalam kondisi aman. Jika perjalanan ini diterapkan dalam perjalanan haji dan umrah maka sudah sewajarnya jika hal itu pun diterapkan pada semua jenis perjalanan sebagaimana hal itu dikatakan oleh sebagian ulama.” (Fathul Bari, 4/445) Sebab, maksud ditemaninya wanita itu oleh mahram atau suaminya adalah dalam rangka menjaganya. Dan ini semua sudah terealisir dengan amannya jalan atau adanya orang-orang terpercaya yang menemaninya baik dari kalangan wanita atau laki-laki, dan dalil-dalil sudah menunjukkan hal itu.
***
Siang ini, seorang saudari share sebuah video di jejaring sosialnya. Dari caption-nya, aku menangkap, video tersebut berbicara tentang pentingnya belajar bahasa arab. Ini video-nya :
Jujur, video ini jadi teguran banget buat penulis.Tahu apa penulis tentang hadist?? Tahu apa penulis tentang sunnah-Nya? Cuma bisa googling hadist, itu-pun terjemah-nya, asal ambil. *pengennangis
Allahummaghfirli.. maafkan aku, sok tahu banget aku. Harusnya aku diam aja. Atau menjawab, "i don't know, i'm sorry, i'm not qualified".
***
Intinya... penulis mau meralat, takut-takut apa yang sudah ditulis ternyata salah. Yuk ah, belajar dulu aja. hiks.
Tentang "Pergi Sendiri". Penulis pribadi masih cari aman. Bener-bener menyeleksi kalau harus pergi jauh, mikir dua tiga kali manfaat dan mudhorotnya. Masih seperti tulisan pertama (baca disini) :
Bagiku, kunci-nya ada pada niat dan kondisi. Jika belum darurat, maka niatkan.. agar ketika Allah memberikan kesempatan pada kita untuk pergi, kita siap pergi bersama mahram. Jika sudah darurat, maka niatkan.. niatkan, agar perjalanan kita, kita lakukan karena-Nya.
Allahua'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya