jika di dunia nyata, kita menjaga batas-batas interaksi dengan ia yg belum halal
maka apakabar di dunia maya?
adakah kita masih menundukkah pandangan?
adakah kita tidak melembut-lembutkan suara?
-muhasabah diri-
Bismillah...
Di sebuah malam,
seorang teteh terkaget, tak sengaja menangkap basah adik tingkatnya (seorang
akhawat) sedang asik chating dengan seorang ikhwan. Padahal waktu saat itu,
sudah menunjukkan pukul 22.00.
Si teteh
geleng-geleng kepala. Pasal-nya, nama ikhwan yang ada di chat box adik
tingkatnya itu, bukan ikhwan yang terkenal lost hijabnya di dunia maya.
"X, kamu mah
harus sama ikhwan yg bener-bener
strict (menjaga hijab dan interaksi dgn non-mahram)..", ucap si teteh bicara ttg masa depan. Sebuah doa juga
-mungkin-.
"Tapi teh,
bukan aku yang mulai..", ia membela diri.
***
Jadi? Siapa yang
memulai? Ah. Mungkin setan. Ya, pasti setan yang memulai. Benakku lirih,
mencoba menepis prasangka-prasangka buruk.
***
Sejenak kasus di
atas, membuatku terdiam memikirkan kembali ttg interaksi ikhwan-akhawat.
Bagaima sekarang, saat di dunia nyata sudah bisa terjaga. Di dunia maya?
Yuk belajar untuk
tak lagi beralibi : bukan aku yang memulai. Jika memang orang lain yg memulai,
maka biar-lah diri menjadi yang mengakhiri.
"Dan jangan-lah
kamu mendekati zina"
Jika bukan dirimu
yang memulai. Tidakkah ayat di atas, membuatmu yakin untuk segera menutup
celah-celah pintu maksiyat.
Aku percaya.. Bukan
kamu yang memulai. Tapi setan-lah yang telah memulai-nya. Mencoba membisikkan
ke dalam dada-mu godaan, agar kamu melangkah mendekati zini.
Yuk sama-sama belajar jaga
hijab. Belajar membatasi interaksi. Semoga Allah meridoi setiap langkah kita.
Aamiin.
Allahua'lam bishowab.
haha komentarnya itu loh. sampe segitunya. jleb. tapi kurang ahsan.
ReplyDeletepaling enggak, kalau mau "marah-marah" jangan via comment, tapi via message fb. kasihan yg ditegur, pasti malu banget. *semoga aja nggak jadi mental nasihatnya