diambil dari erstudio.tumblr.com |
Meski agak menyimpang dari projek yang diselenggarakan Erstudio, dan ga akan di submit juga, tapi karena liat postingan tersebut di dashboard tumblr membuat jemariku tergelitik untuk menulis di sini.
***
Berbeda dengan kakak atau adikku, aku bisa dengan percaya diri mengatakan aku lebih dekat dari ayah ketimbang kakak atau adikku. Sejak kecil, mungkin sejak SMP, aku yang paling nyambung kalau ngobrol dengan Ayah. Atau kalaupun dulu ada yang ga ngerti, setidaknya aku berani mengatakan dulu aku pendengar yang baik bagi ayah jika dibandingkan dengan kakak atau adikku.
"Ayah. Cintanya dalam diam. Biasanya seorang ayah minim sekali berkata-kata kepada anaknya. Namun sekalinya beliau berkata atau menasehati kita, biasanya akan teringat hingga dewasa." -bit.ly/KataAyahBookProjectCinta Ayah bagiku tidak dalam diam, seperti di kutipan atas. Meski tidak sebanyak kata yang keluar dari bibir Ibu, aku juga merasakan banyak cinta dalam kata/ucapan Ayah. Percakapan, atau pertukaran pemikiran diantara kami banyak yang menancap dalam di memoriku, diantaranya akan kusebut dan sebagian kuuraikan di bawah ini.
***
Aku ingat, Ayah lah yang memotivasiku untuk sekolah di "luar". Saat lulus SD sempat hampir mendaftar SMP berformat sekaligus pesantren di kota X. Saat lulus SMP sempat hampir mendaftar di SMA boarding school Y. Saat SMP, aku kenal Universitas NanYang karena Ayah pernah berkata yang intinya, "kalau bisa nanti kuliah di sana di jurusan informatika".
Ya.. Mungkin Ayah lupa, tapi aku tahu mengapa aku memilih STEI ITB di pilihan pertama saat SNMPTN Undangan dulu, karena Informatika adalah jurusan pertama yang pernah diceritakan Ayah padaku. Meski justru saat aku kelas 12, Ayah justru menentangku untuk masuk Informatika. Tapi memoriku membuatku ngeyel dan qadarullah Ayah akhirnya mengizinkan saat tahu aku diterima dengan beasiswa Bidik Misi.
Aku ingat, waktu aku nangis siang hari karena ragu daftar SNMPTN Undangan atau ga, tapi ayah tiba-tiba berpuisi. Puisinya Khalil Gibran yang intinya mengatakan kalau ''anakmu bukan anakmu".
Aku ingat, saat pendapatku dan pendapat ayah tentang jurusan kuliah yang harus kuambil berlawanan. Aku ingat, saat itu seolah bumiku tidak sekokoh biasanya, seolah aku setiap hari berjalan limpung.
Aku ingat dan aku tahu, kalau Ayah menelpon dan menyuruhku menyempatkan pulang ke Purwokerto, artinya sebenarnya yang begitu rindu aku adalah Ibu. Karena setiap kali ibu yang meminta, aku tanpa sadar sering mengiyakan namun kemudian lupa. Namun setiap kali ayah yang meminta, aku ingat dan memastikan segera memesan tiket kereta untuk pulang.
***
Ayah, maaf Bella belum bisa menjadi putri yang baik, maaf Bella justru sering mengecewakan Ayah. Maaf, karena akhir-akhir ini diskusi kita diakhiri dengan aku yang pergi menjauh dengan kaca melapisi mataku. Aku.. cuma lagi dalam masa-masa sensitif, aku tidak pernah bisa marah padamu, jadi jangan khawatir. Ayah tahu, setiap kali kita seolah-olah 'berantem', aku cuma perlu sedikit waktu sendiri. Sapa aku lagi sepuluh atau dua puluh menit setelah berantem itu, in syaa Allah kau akan melihat wajahku tersenyum tanpa jejak air. Aku hanya tidak bisa menunjukkan wajah penuh jejak air di hadapanmu.
Ayah.. aku ingat.. waktu kecil dulu. Aku memang sejak kecil sudah sering disebut ciwek, cengeng atau gambreng. Aku ingat caramu membuatku malu atau berhenti menangis saat aku kecil dulu, kau setiap pulang akan bertanya, "Hari ini sudah menangis belum? Udah berapa kali? Kalau belum atau masih kurang, nangis sekarang ya boleh.." hehehe. dan dasar anak kecil, bagi anak kecil yang terjadi adalah fenomena psikologi terbalik. Aku yang mungkin waktu kecil dulu hendak nangis jadi ga nangis
Sekian tulisan kali ini, meski banyak curcol semoga yang lewat baca dapet manfaat atau setidaknya dapet hiburan di paragraf sebelum terakhir. hehe. Sampai jumpa lagi!
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya