Follow Me

Thursday, May 7, 2015

Metamorfosis Hati - Bagian Terakhir


#cerpen

Lanjutan dari cerpen Metamorfosis Hati


Siapa yang tidak marah saat orang lain membicarakan hal buruk tentang Istrinya? Dan rasa marah itulah yang pertama kali menguasai Noor saat Kevin menyebut bahwa istrinya seorang playgirl. Namun kemarahan itu tidak dilampiaskan pada Kevin, kemarahan itu membuat Noor memilih meninggalkan istrinya, Maryam, berdiri terpaku di jalan.

Namun hari ini setelah berbicara dengan rekan kantornya, ia jadi sadar satu hal. Bahwa masalah ini harus diselesaikan, ia tidak bisa membiarkan dirinya dan Maryam di situasi seperti ini. Mereka harus berdiskusi dan memastikan kelanjutan ikatan pernikahan yang kini seperti tali yang begitu rapuh.

Noor berdiri di depan Maryam yang baru keluar dari rumah saat Ibu Maryam memanggilnya. Ada buncah rindu yang memenuhi dada Noor, sudah sepekan ini ia tidak bertemu dengan istrinya. Namun ego menahannya untuk memeluk Maryam.

"Maukah kamu pergi ke suatu tempat denganku?", tanya Noor. Maryam mengangguk. Aku berbalik dan berjalan, sambil memastikan Maryam mengikuti langkahku. Mereka menuju taman kecil di kompleks perumahan itu. Mereka duduk di sebuah bangku taman berjauh-jauhan.

"Apa kabar keluargamu?", Noor akhirnya memulai percakapan setelah lebih dari satu menit mereka duduk terdiam di taman yang sunyi itu.

"Baik", Maryam menengok sebentar ke arah Noor, menerka apa yang akan dikatakan Noor. Noor masih menghadapkan wajahnya ke depan, seolah memandang ke arah tiang lampu taman yang menyala redup, namun pikirannya sungguh tersita keberadaan Maryam.

"Saya hanya ingin berbicara padamu," Noor mulai masuk ke inti pembicaraan. Ia sempat agak kaget saat dirinya mengucapkan kata 'saya', sejak kapan dia begitu kaku pada istrinya sendiri?

"Ok"

"Aku... Benar-benar tidak tahu apa yang harus kukatakan," hanya itu yang keluar dari bibir Noor, ia seolah tidak dapat merangkai kata lain.
 Maryam melihat ke arah Noor, "Katakan saja apa yang kau pikirkan!! Katakan kalau istrimu sangat hina, dan kamu tidak suka dan tidak ingin bersamanya?!" Nada suara Maryam yang meninggi memaksa Noor menengokkan kepala ke arah Maryam. Dan tatapan mereka bertemu, mata Noor seolah berusaha melembutkan mata Maryam yang terlihat begitu tajam.

"Tidak. Bukan itu yang aku pikirkan,"

"Lalu apa yang kamu pikirkan? Apa yang kamu inginkan dariku?! Kamu membuat seolah-olah aku yang berkhianat. Seolah-olah kamu sempurna! Seolah-olah kamu tidak pernah melakukan kesalahan", nada Maryam tidak turun. Nada suaranya tetap tajam dan menghujam Noor.

"Bukan itu maksudku.."

"Lalu apa maksudmu??" pertanyaan Maryam kali ini memaksa otak Noor bekerja lebih keras untuk merangkai kata yang dapat mewakili perasannya.

"Aku tidak tahu! Aku tidak bermaksud melakukan apapun! Aku hanya ingin bangun disamping perempuan terbaik yang telah menikah denganku. Tetapi kenyataannya.... Aku pergi ke suatu tempat, dan ada orang lain yang memberitahuku 'sesuatu' tentang istriku? Aku bahkan begitu terganggu bepikir bahwa istriku pernah bersama laki-laki lain.  Berpikir tentang itu hanya sudah hampir membunuhku!!"

Maryam terdiam, ia memang pernah beberapa kali berpacaran dengan orang lain sebelum mengenal islam lagi dan tahu bahwa itu tidak diperbolehkan. Ia tahu ia salah, namun egonya kembali naik.

"Tapi kamu kan tahu kalau aku belum melaksanakan Islam dengan baik saat muda. Kamu tahu aku berjuang belajar dan menerapkan Islam saat aku tumbuh dewasa. Kamu ingin aku melakukan apa? Mengakui dosa-dosaku padamu? Apa kamu pendeta?"

"Tidak.. Aku hanya berpikir kamu harus..."

"Tapi apa?", Maryam memotong Noor, "Aku telah bertaubat, aku kembali kepada Allah. Apakah kamu mau aku memberitahumu tentang mantan pacarku?"

Noor menggeleng, "Tentu tidak".

Mata maryam mulai melunak, "Aku melakukan banyak kesalahan"

"Aku juga melakukan banyak kesalahan," Noor ragu meneruskan kalimatnya, "... Tapi.. Ini.. Ini berbeda bagi laki-laki."

"Mengapa? Mengapa berbeda? Apakah ini berbeda di sisi Allah?", mata Maryam menajam lagi.

Noor menggeleng pelan, matanya masih beradu dengan mata Maryam mencoba melunakkannya, "Tentu tidak."

"Aku menyesali masa lalu ku," mata Maryam melembut lagi, "Jika aku bisa mengubahnya, aku akan.. Bahkan bukan untukmu, untuk diriku sendiri, tapi aku tidak bisa mengubahnya." Pandangan Maryam menunduk, ia pernah menangis berjam-jam saat bertaubat, ia tahu dosanya sangat banyak.

"Aku tahu,"

"Aku tidak berharap kamu menerima aku di masa lalu. Tapi aku berharap... Kamu mau mau menerima aku yang sekarang. Dan jika kamu tidak bisa maka.... Aku mengerti," Maryam tahu, ia harus menerima perceraian jika Noor tidak bisa menerima dirinya saat ini.

"Hey, bukan seperti itu..", ucap Noor membuat Maryam menegakkan lagi kepalanya menghadapnya, "Aku melihatmu seperti perempuan impian ku. Sempurna dalam sisi apapun. Kamu dunia ku. Maka saat Kevin bercerita tentangmu, seolah-olah duniaku berbalik menjadi kacau".

Maryam tersenyum tipis, "Aku tersanjung kau memujiku sangat tinggi, tapi... Ini tidak adil. Aku seorang manusia. Aku tidak sempurna. Tidak ada yang sempurna". Mata Maryam sudah sempurna melembut, seperti saat kejadian buruk ini terjadi.

Noor mengangguk, "Aku tahu." Perlahan, Noor mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Maryam yang dingin karena udara malam. "Ayo pulang," ajak Noor. Mereka bersama beranjak dari taman, dan perlahan berjalan pulang.

The end.

***

Ide cerita diambil dari short film Change of Heart dengan sedikit perubahan yang tidak mengubah pesan yang ingin disampaikan.


No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya