#cerpen
Lanjutan dari cerpen
Metamorfosis Hati
Siapa yang tidak
marah saat orang lain membicarakan hal buruk tentang Istrinya? Dan rasa marah
itulah yang pertama kali menguasai Noor saat Kevin menyebut bahwa istrinya
seorang playgirl. Namun kemarahan itu tidak dilampiaskan pada Kevin, kemarahan
itu membuat Noor memilih meninggalkan istrinya, Maryam, berdiri terpaku di jalan.
Namun hari ini
setelah berbicara dengan rekan kantornya, ia jadi sadar satu hal. Bahwa masalah
ini harus diselesaikan, ia tidak bisa membiarkan dirinya dan Maryam di situasi
seperti ini. Mereka harus berdiskusi dan memastikan kelanjutan ikatan
pernikahan yang kini seperti tali yang begitu rapuh.
Noor berdiri di
depan Maryam yang baru keluar dari rumah saat Ibu Maryam memanggilnya. Ada
buncah rindu yang memenuhi dada Noor, sudah sepekan ini ia tidak bertemu dengan
istrinya. Namun ego menahannya untuk memeluk Maryam.
"Maukah kamu
pergi ke suatu tempat denganku?", tanya Noor. Maryam mengangguk. Aku
berbalik dan berjalan, sambil memastikan Maryam mengikuti langkahku. Mereka
menuju taman kecil di kompleks perumahan itu. Mereka duduk di sebuah bangku
taman berjauh-jauhan.
"Apa kabar
keluargamu?", Noor akhirnya memulai percakapan setelah lebih dari satu
menit mereka duduk terdiam di taman yang sunyi itu.
"Baik",
Maryam menengok sebentar ke arah Noor, menerka apa yang akan dikatakan Noor.
Noor masih menghadapkan wajahnya ke depan, seolah memandang ke arah tiang lampu
taman yang menyala redup, namun pikirannya sungguh tersita keberadaan Maryam.
"Saya hanya
ingin berbicara padamu," Noor mulai masuk ke inti pembicaraan. Ia sempat
agak kaget saat dirinya mengucapkan kata 'saya', sejak kapan dia begitu kaku
pada istrinya sendiri?
"Ok"
"Aku...
Benar-benar tidak tahu apa yang harus kukatakan," hanya itu yang keluar
dari bibir Noor, ia seolah tidak dapat merangkai kata lain.
"Tidak. Bukan
itu yang aku pikirkan,"
"Lalu apa yang
kamu pikirkan? Apa yang kamu inginkan dariku?! Kamu membuat seolah-olah aku
yang berkhianat. Seolah-olah kamu sempurna! Seolah-olah kamu tidak pernah
melakukan kesalahan", nada Maryam tidak turun. Nada suaranya tetap tajam
dan menghujam Noor.
"Bukan itu
maksudku.."
"Lalu apa
maksudmu??" pertanyaan Maryam kali ini memaksa otak Noor bekerja lebih
keras untuk merangkai kata yang dapat mewakili perasannya.
"Aku tidak
tahu! Aku tidak bermaksud melakukan apapun! Aku hanya ingin bangun disamping
perempuan terbaik yang telah menikah denganku. Tetapi kenyataannya.... Aku
pergi ke suatu tempat, dan ada orang lain yang memberitahuku 'sesuatu' tentang
istriku? Aku bahkan begitu terganggu bepikir bahwa istriku pernah bersama
laki-laki lain. Berpikir tentang itu
hanya sudah hampir membunuhku!!"
Maryam terdiam, ia
memang pernah beberapa kali berpacaran dengan orang lain sebelum mengenal islam
lagi dan tahu bahwa itu tidak diperbolehkan. Ia tahu ia salah, namun egonya
kembali naik.
"Tapi kamu kan
tahu kalau aku belum melaksanakan Islam dengan baik saat muda. Kamu tahu aku
berjuang belajar dan menerapkan Islam saat aku tumbuh dewasa. Kamu ingin aku
melakukan apa? Mengakui dosa-dosaku padamu? Apa kamu pendeta?"
"Tidak.. Aku
hanya berpikir kamu harus..."
"Tapi
apa?", Maryam memotong Noor, "Aku telah bertaubat, aku kembali kepada
Allah. Apakah kamu mau aku memberitahumu tentang mantan pacarku?"
Noor menggeleng,
"Tentu tidak".
Mata maryam mulai
melunak, "Aku melakukan banyak kesalahan"
"Aku juga
melakukan banyak kesalahan," Noor ragu meneruskan kalimatnya, "...
Tapi.. Ini.. Ini berbeda bagi laki-laki."
"Mengapa?
Mengapa berbeda? Apakah ini berbeda di sisi Allah?", mata Maryam menajam
lagi.
Noor menggeleng
pelan, matanya masih beradu dengan mata Maryam mencoba melunakkannya,
"Tentu tidak."
"Aku menyesali
masa lalu ku," mata Maryam melembut lagi, "Jika aku bisa mengubahnya,
aku akan.. Bahkan bukan untukmu, untuk diriku sendiri, tapi aku tidak bisa
mengubahnya." Pandangan Maryam menunduk, ia pernah menangis berjam-jam saat
bertaubat, ia tahu dosanya sangat banyak.
"Aku
tahu,"
"Aku tidak
berharap kamu menerima aku di masa lalu. Tapi aku berharap... Kamu mau mau
menerima aku yang sekarang. Dan jika kamu tidak bisa maka.... Aku
mengerti," Maryam tahu, ia harus menerima perceraian jika Noor tidak bisa
menerima dirinya saat ini.
"Hey, bukan
seperti itu..", ucap Noor membuat Maryam menegakkan lagi kepalanya
menghadapnya, "Aku melihatmu seperti perempuan impian ku. Sempurna dalam
sisi apapun. Kamu dunia ku. Maka saat Kevin bercerita tentangmu, seolah-olah
duniaku berbalik menjadi kacau".
Maryam tersenyum
tipis, "Aku tersanjung kau memujiku sangat tinggi, tapi... Ini tidak adil.
Aku seorang manusia. Aku tidak sempurna. Tidak ada yang sempurna". Mata
Maryam sudah sempurna melembut, seperti saat kejadian buruk ini terjadi.
Noor mengangguk,
"Aku tahu." Perlahan, Noor mengulurkan tangannya, menggenggam tangan
Maryam yang dingin karena udara malam. "Ayo pulang," ajak Noor.
Mereka bersama beranjak dari taman, dan perlahan berjalan pulang.
The end.
***
Ide cerita diambil dari short film Change of Heart dengan sedikit perubahan yang tidak mengubah pesan yang ingin disampaikan.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya