Follow Me

Sunday, February 16, 2020

Si Baper vs Si Cuek

Bismillah.

Kalau diklasifikasikan, tentang sikap orang-orang yang single tentang topik pernikahan, bisa dibilang ada dua kelompok. Tiga sih sebenernya. Kelompok baper, cuek, dan netral.

Yang pertama kelompok yang sangat sensitif sama topik pernikahan. Semua hal bisa jadi pemicu galau dan merasa sedih karena ia belum juga dapet pasangan hidup/

Yang kedua kelompok yang cuek, tidak menghindari, tapi seringkali kalau bahas topik pernikahan bawaannya datar. Mungkin memang belum kepikiran untuk segera menikah, atau memang sibuk sendiri dengan urusan lain.

Yang ketiga, diantara dua kelompok itu. Seimbang. Ga baper banget, tapi juga ga cuek banget.

Aku pribadi berharap masuk kelompok yang ketiga, tapi lebih sering merasa ada di kelompok kedua. Orang di sekitar yang panas dan sering ngingetin topik pernikahan, karena di mata mereka aku terlalu cuek, terlalu santai. Kalau dengerin suara orang-orang sekitar, aku seringnya mikir gini, kan mereka ga tahu apa yang ada di hatiku, jadi wajar kalau mereka ngira aku cuek. Waktu itu, aku masih mikir, aku berada di kelompok yang netral. Sampai, akhirnya beberapa hal menyadarkanku, bahwa aku ternyata selama ini termasuk yang cuek, dan harus dikurangin cueknya.

Pertama, saat disuruh daftar SPN. Aku santai aja daftar, trus ngikutin sekian kali pertemuan di dalamnya. Dari situ, jadi nyadar, wah, ternyata memang penting ya pelajaran di SPN, biar ga terlalu cuek. Biar inget lagi penting dan urgennya menikah. Biar menikah itu, ga cuma dipandang sebagai salah satu fase dalam hidup, tapi sebagai jalan ibadah.

Kedua, waktu baca buku antologi tentang ibu. Judulnya, "Jangan Lukai Ibumu" yang nulis Pipit Senja, dkk. Isinya kumpulan tulisan pengalaman menjadi ibu, ada juga tulisan beberapa laki-laki terkait ibu, ada yang nyeritain tentang ibunya, juga ada yang nyeritain kisah istrinya. Dari situ aku jadi sadar, ternyata aku yang udah usia segini masih belum apa-apa.

Aku teringat pertanyaan kakakku, "Udah pernah belum kamu nangis dalam doa?" Kakakku setelah tanya itu bercerita dulu, waktu beliau belum menikah, dan bagaimana kesungguhannya ingin menikah diwujudkan dalam doa.

Aku malu. Memang belum pernah. Aku terlalu egois, aku masih memikirkan diriku sendiri saja. Aku berpikir, bahwa bisa jadi aku mati sebelum menikah, dan bagiku itu tidak mengapa asalkan aku mati dalam keadaan khusnul khotimah. Tapi pemikiran itu pun, masih belum terwujud dalam keseharianku.

Aku malu. Aku memang pernah mendengar penjelasan doa Nabi Ibrahim 'alaihi salam dan doanya. Doa yang begitu mulia, hingga kita diberi 'hadiah' kelahiran Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam. Aku lupa.. aku tidak memaknai doa itu, sebagai bentuk keimanannya. Bahwa ia tidak egois memikirkan islam untuk dirinya saja. Tapi ia menginginkan manusia lain, juga diberikan keindahan iman dan islam.

Ditambah lagi, kemarin matrikulasi nakindonesia ada yang bahas tentang 'ibadurrahman, dan golongan terakhir yang disebutkan termasuk ibadurrahman... mereka yang berdoa, rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a'yun waj'alna lil muttaqina imama.

Aku takut. Jangan-jangan selama ini aku cuek karena berada di zona nyaman. Aku takut. Nikmat waktu luang, nikmat masa muda, bukankah akan dipertanyakan tanggung jawabnya? Do I waste it all struggling with distraction, without a clear goal in mind?

***

Untukku, let's not ignore this topic. Aku tidak memintamu untuk selalu berkutat di topik itu sampai menjadi kelompok yang pertama. Mari berjuang untuk naik tingkat. Jangan cuma berjuang untuk bisa survive. Buka matamu, dan berjuanglah untuk tujuan yang lebih tinggi, keluar dari area egoisme pribadi. Bukankah dalam islam, tidak ada istilah selamat sendiri?

Allahummaj'alna minalladzina amanu wa 'amilusholihati watawasaubil haq watawasaubis shabr. Aamiin.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya