Follow Me

Sunday, February 2, 2020

4 Cara (Salah) Menghindari Perdebatan

Bismillah.

#buku

Nukil Buku "Psikologi Suami - Istri" | DR. Thariq Kamal An-Nu`aimi

***

Dalam komunikasi dan diskusi wajar jika kita akan menemui perbedaan pendapat yang bisa memicu adanya perdebatan. Karena perdebatan itu ibarat masuk ke ring pertandingan, tidak jarang pihak yang berdebat sengaja ataupun tidak sengaja saling melukai. Biasanya, supaya ada beberapa hal yang dilakukan orang untuk menghindari perdebatan. Sayangnya empat cara ini adalah cara yang salah. Cara satu dan dua biasa dilakukan oleh pihak laki-laki, sedangkan cara tiga dan empat biasa dilakukan oleh pihak perempuan.

Cara Pertama: Bertengkar


Tujuannya sebenarnya untuk mengintimadasi. Biar tidak perlu ada perdebatan. Caranya dengan bersuara keras, intonasi dan cara bicara yang menyerang, mencerca, dan mengkritik, serta berusaha menunjukkan bahwa pihak yang lain salah dan lalai. Cara ini biasanya memperburuk hubungan, dan merusak kepercayaan.

"Apabila cara tersebut berulang-ulang dilakukan laki-laki maka akibatnya bukanlah kepercayaan menjadi kuat, tetapi justru akan merusaknya. Bila keadaannya sudah demikian, maka dengan terpaksa perempuan akan mengalami tekanan perasaan dan tidak mau berdiskusi dengan laki-laki yang memiliki tabiat emosional tersebut."
...

"Pada saat yang pendek ini perasaan cinta dan kasih sayang tidak lagi memiliki tempat, posisinya digantikan oleh kemarahan, emosi, serangan dan membela diri."

Cara Kedua: Mendiam



Agar tidak perlu berdebat, kemudian masing-masing memilih diam. Ibarat perang dingin, tidak ada yang membuka suara dan jalan komunikasi. Akibatnya permasalahan tetap saja menggantung.


"Diam di sini adalah upaya laki-laki untuk mengumpat dan tidak mau menghadapi kenyataan, karena takut memunculkan api peperangan dan krisis keadaan. Laki-laki akan berhenti bicara secara total atau tidak mau membicarakan permasalahan apa pun, baik yang berkaitan dengan permasalahan yang diperdebatkannya atau yang lainnya. Berhentinya bicara tersebut disertai dengan perasaan jengkel dan kesal."
Diam disini bukan cuma berakibat pada heningnya komunikasi, tapi juga interaksi antara dua pihak, kalau dalam buku ini antara suami dan istri.

"Cara mereka bersikap terhadap pasangannya dan cara untuk memperoleh apa yang diinginkan adalah dengan menyiksa pihak pasangan. Yaitu berhenti memberikan cinta. Pasangan tersebut senantiasa diam seperti mati dan beku, mereka menyakiti teman hidupnya dengan cara menutup cinta yang sebenarnya menjadi hak teman hidupnya."

Saat sikap diam ini dipilih, memang, perdebatan tidak terjadi. Seolah ada ketenangan. Tapi sebenarnya ketenangan tersebut semu dan sementara.

"Permasalahan-permasalahan yang tidak selesai dibicarakan dan tidak sempurna pemecahannya nantinya akan terlihat dampaknya, akan berpengaruh dan melemahkan hubungan perkawinannya."

Cara Ketiga: Berpura-pura


"Cara ini biasanya dipakai oleh perempuan. Agar terhindar dari rasa sakit hati dan penderitaan karena terjadi suatu permasalahan dan perdebatan, perempuan berusaha berpura-pura bahwa segalanya berjalan seperti biasa dan tidak ada permasalahan atau sesuatu yang menyesakkan. Perempuan tersenyum dengan dibuat-buat dan menunjukkan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya."
"Yang akan terjadi setelah waktu berjalan adalah munculnya perasaan jenuh dan bosan pada perempuan. Ia akan merasa bahwa dirinya yang selalu memberi yang diinginkan laki-laki, sementara balasannya ia tidak memperoleh apa-apa. Kejenuhan ini menghilangkan perasaan cinta pada perempuan, ia tidak dapat merasakan dan juga tidak dapat memberikan cinta. Sehingga kehidupannya hanya sebagai rutinitas yang tidak memiliki rasa."
"Ketika berpura-pura, baik laki-laki maupun perempuan, takut menampakkan dan berinteraksi dengan perasaannya yang sesungguhnya. Mereka lebih senang melupakan kenyataan yang menyedihkan tersebut dan berusaha berpura-pura bahwa segalanya baik-baik saja. Apabila salah satu ditanya tentang keadaannya maka jawabannya selalu "semua baik-baik saja, berjalan seperti biasa"."
 Ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kalau laki-laki mengatakan "semua baik-baik saja", sebenarnya dalam hati ia yakin bahwa ia bisa menanganinya sendirian, dan juga tahu apa yang ia harus dilakukan.
"Berbeda dengan perempuan, ketika ia menggunakan jawaban tersebut hal itu menunjukkan ia ingin menghindari perdebatan, pertengkaran dan permasalahan yang akan timbul."
...
"Perempuan terkadang berusaha agar dirinya menerima, bahwa semuanya benar-benar baik dan berjalan seperti biasa, meskipun sebenarnya tidak demikian. Ketika perempuan berusaha memberikan pengorbanan dan menyembunyikan keinginan dan kebutuhan pokok dan kasih sayangnya karena ia takut terjadi permasalahan, tindakan ini berbahaya bagi kesehatan jiwa dan fisik perempuan."

Cara Keempat: Menyerah


Daripada harus debat berlarut-larut, akhirnya memilih menyerah. Tapi pilihan menyerah ini seringkali justru membawa permasalahan yang lebih besar.

Seseorang yang terus menerus menyerah, menutupi dan menyembunyikan dirinya, mengabaikan keinginan dan kebutuhannya untuk membahagiakan orang lain membawa dampak negatif pada jiwa dan dirinya. Ia akan menjadi mudah kesal dan sedih tanpa tahu alasan atau penyebabnya.

Buku ini mencontohkan kasus suami istri yang sudah dua puluh tahun bersama, sang suami sangat mencintai istrinya, dan melakukan banyak hal untuk istrinya namun ia merasa bahwa sang istri sering merasa kesal tanpa sebab yang jelas. Psikolog yang menangani kasus tersebut mengobrol dengan masing-masing secara terpisah dan menemukan jawaban dari permasalahan mereka.

"Rahasia dari kekesalan dan kesedihan tersebut mungkin karena selama dua puluh tahun tersebut ia selalu menyembunyikan perasaan jiwa, diri dan kebutuhannya, karena takut terjadi permasalahan. Dalam waktu dua puluh tahun tersebut ia selalu mengiyakan segala yang diinginkan dan dikatakan suaminya. Selama tahun-tahun tersebut ia tidak pernah ingin menyuarakan perasaan dan keinginannya yang sebenarnya, jiwanya mengendap dan diletakkan di balik persetujuan dan pengabulan keinginan laki-laki. Namun harga dari semua itu sangatlah mahal, di mana perempuan jadi menderita, jiwanya hilang dan perasaannya mati."

***

Trus, kalau ga boleh pakai cara-cara diatas, kita harus gimana?

Kewajiban kita adalah tidak melarikan diri dari kenyataan dan tidak mempergunakan cara-cara seperti di atas untuk menangani keadaan. Kita harus mengidentifikasi permasalahan, memilah dengan baik, baru menanganinya. Kita harus mencari tahu cara-cara bicara yang benar ketika merasakan diskusi telah berubah arah menuju perdebatan. Yaitu berhenti dengan cara yang dapat diterima akal, yang dapat membantu kita untuk tenang dan istirahat, yang memungkinkan kita untuk kembali berdiskusi dengan jiwa yang lebih baik dari sebelumnya, dengan harapan sampai ke pemecahan yang baik sesuai dengan keinginan dan menjadi kesenangan semua.

Terkadang perlu ada jeda, agar debat yang tidak sehat dapat dihindari. Terkadang kita perlu sejenak memberi jarak, agar kita bisa memilah dan memilih kata dan nada yang hendak disampaikan, agar tidak ada yang tersakiti sekalipun ada perbedaan pendapat yang perlu didiskusikan.

Satu lagi, tentang komunikasi dengan manusia, yang juga merupakan buah dari komunikasi kita dengan Allah. Pastikan kualitas hubungan kita dengan Allah baik, agar hubungan kita dengan makhluk-Nya juga baik-baik saja.

Allahua'lam.

***

PS: Akhirnya bisa ditulis juga, setelah tiga bulan sejak postingan sebelumnya.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya