Bismillah.
Tiga bulan yang lalu seorang adik tingkat (sebut saja AN) berbaik hati memberikan buku terbitan CV IDS yang sudah selesai dibacanya. Ada 4 buku yang dikirimkannya dari Cikarang sebelum ia pindah kerja ke Tanggerang. Teman Imaji, Menata Kala, Bertumbuh dan Menentukan Arah.
Kali ini, aku akan bahas tentang buku Teman Imaji yang ditulis oleh Mutia Prawitasari. Sebelumnya, aku pernah membaca sekilas tentang buku tersebut. Tapi sepertinya aku salah baca, atau bacanya cuma sekilas, jadi deh aku merasa salah persepsi.
Sebelumnya, aku kira Teman Imaji itu tentang dua orang anak kecil yang bersahabat, anak kota hujan. Bayanganku, isinya menceritakan bagaimana dua anak tersebut berteman, bermain bersama, dan di dalam kisah mereka ada banyak hikmah yang bisa dipetik. Aku tidak membayangkan sama sekali bahwa buku Teman Imaji serupa sebuah novel, pun aku tidak tahu kalau peran utamanya kini sudah kuliah. Intinya, dari awal aku sudah salah persepsi.
Seperti biasa, aku mulai membaca buku dari kata pengantar, kemudian ada testimoni. Baru kemudian membaca cerita pertama berjudul Semut. Di satu cerita yang hanya satu setengah halaman ini, aku kemudian main tebak-tebakan sendiri.
Gaya penulisan penulis yang puitis dan banyak menggunakan istilah unik membuatku teringat bagaimana aku biasa menulis fiksi. Tentu ya, levelnya beda, karena aku tidak banyak mendalami sastra dan puisi. Aku teringat bahwa terkadang aku ingin menulis fiksi, dan ada hal-hal yang tidak ingin kutuliskan secara gamblang, ada yang ingin kusembunyikan dengan bungkus lain. Maka saat aku membaca istilah ranger, kemudian kalimat tentang semut *yang merupakan terjemah ayat dalam quran, aku mulai menebak-nebak maknanya. Tapi tebakanku sebagian besar salah. Aku kira, buku putih bersampul plastik itu Al Quran. Aku kira, menjaga semut itu artinya menghafal surat An Naml. Aku kira ranger itu "bocah".
Maka sejak banyak salah itu, aku akhirnya memilih untuk menikmati saja jalan ceritanya. Pelan-pelan, karena aku tipe yang baca beberapa lembar trus bukunya ditutup, lanjut besok lagi hehe. Membaca Teman Imaji membuatku teringat bahwa aku sudah lama sekali ga baca novel atau buku fiksi lain. Karya fiksi lebih banyak aku konsumsi dalam bentuk gambar bergerak. Aku jadi teringat lagi manisnya membaca diksi-diksi puitis. Trus malu, menengok tulisan-tulisan fiksi di sini yang diksinya miskin sekali haha.
Membaca Teman Imaji, membuatku merasa dekat dengan anak-anak UI hahaha. Kampus di Depok itu, aku pernah mengunjunginya sekali, meski cuma duduk di belakang mobil dan melihat sekeliling. Aku cukup tahu tentang bikun yang menjadi setting di awal-awal cerita. Ditambah pengalaman baca buku IQF tentang Mahasiswa-Mahasiswa Penghafal Quran, yang isinya mayoritas mahasiswa kampus itu juga. Ditambah, beberapa kenalan alumni sana, Mba Hening, Candra, Mba Rindang, dan juga Mba ... *suddenly forget her name, maafkan akuu...
Membaca Teman Imaji saat ini rasanya cocok banget karena banyak hujan yang menemani. Aku jadi sadar bahwa kecintaan Kica terhadap hujan sungguh berbeda dengan kecintaanku pada hujan. Aku mencintai hujan bukan karena hujannya dulu. Tapi karena ternyata ada begitu banyak makna yang Allah titipkan pada bulir-bulirnya. Bagaimana keberkahan ikut turun, juga bagaimana air itu menghidupkan kembali sesuatu yang tadinya mati. Ah... jadi nostalgia. Bagaimana saat-saat itu, setiap lagi ngerasa biru, aku berharap hujan turun, sebagai penghibur yang membisikkan pelan, "It's okay. Today, you heart might be dying, but Allah can revive it. Allah can revive it"
Terakhir, aku salin potongan puisi di awal bab "Hujan Bulan April"
Hujan adalah hadiah langit kepada bumi
Seperti lautan adalah hadiah bumi kepada langit
....
Lewat hujan bumi berteduh pada langitnya
Sedang langit bersandar kepada buminya
- Mutia Prawitasari
Semangat membaca~ Kalau hujan turun, dan kamu bosan memandangi layar, ambil buku, membacalah. Kalau ga ada buku? Quran pun boleh. *urutannya salah ya? Anyway, membaca saat hujan itu... romantis~
Bye ^^
***
Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya