Bismillah.
*warning* izinkan aku mengabstrak, semoga bisa membantu menata ulang niat, yang koyak, bengkok, dan tidak layak dilihat. Semoga Allah mudahkan, karena sungguh hati itu lemah, begitu mudahnya berbolak-balik. Tapi menyerah, bukan pilihan kan? Karena kita bisa meminta tolong pada Yang Menguasai Hati.
***
Aku kehabisan energi untuk memberi, maka aku memilih untuk sembunyi, lari dari amanah yang sudah diberikan orang lain. Aku lupa, saat aku sembunyi dan lari, yang merugi adalah diri.
Aku pernah merasa terusir, merasa ditinggalkan, karena diminta fokus di satu tempat, dan meninggalkan tempat yang di sana aku merasakan manisnya kedisplinan membangun kebiasaan. Dan kini, aku melihat diriku menjadi penyebab kekacauan. Bagaimana dari hitungan dua puluhan, menjadi belasan, lalu jadi hitungan jari.
Aku masih heran, dan merasa aneh, mengapa tanpa aba-aba, tongkat itu diberikan padaku. Aku bahkan tidak tahu aku berada di perlombaan estafet. Awalnya aku menjalaninya saja, toh ini hanya masalah teknis. Aku sudah tahu aturannya, aku cuma perlu menggerakkan badanku menuju orang berikutnya. Tapi entah energiku sudah hampir habis, padahal belum juga kulihat punggung pemain selanjutnya. Aku.. harus bagaimana?
Aku ingat dulu, saat aku punya excuse, kendala teknis. Tapi kini, saat tidak ada excuse, mengapa terus ditunda, mengapa memilih untuk tidak muncul, padahal ingat. Kemana perginya, rasa terima kasih, yang katanya membuatmu bertahan, meski pernah merasa diusir? Hush... lagi-lagi aku menggunakan metafor hiperbol. Tidak ada yang diusir atau terusir. Aku... hanya merasa belum siap terpisah dan pergi. Aku tahu persis, kelemahanku. Maka saat kulihat kondisi saat ini. Saat aku memilih berhenti di track estafet, pura-pura lupa aku sedang ditunggu pemain selanjutnya... aku.. kesal! Pada diri!
Hei! Mungkin rasa terimakasih itu salah kau tujukan. Seharusnya bukan pada orang, atau organisasi, atau program. Seharusnya pada-Nya. Hei! Mungkin bukan energimu yang habis. Tapi amalmu yang mulai berasap, karena terbakar niat yang makin hari makin bengkok. So let's restart again. Kita selalu bisa memulai dari awal, dari memperbaiki yang ada dalam hati.
Allah memberikanmu ujian, kali ini ujian amanah, waktu luang, masa menunggu, dan banyak ujian lain, yang tidak perlu disebutkan satu per satu. Karena setiap manusia diuji masing-masing. Dan yang perlu disebut banyak-banyak adalah nikmat dari-Nya. Bukankah begitu?
Hm... Bismillah. Ayo lanjutkan, jika belum mampu berlari, berjalanlah terlebih dahulu. Di sana.. ada pemain lain yang menunggu tongkat di tanganmu. Dan kelak, kau akan sadar, bahwa bukan mereka yang membutuhkanmu berpartisipasi di estafet ini, tapi kamu, kamu yang sangat membutuhkan untuk bisa berada di sini, dengan segala kekurangan dan kelemahanmu.
Selamat menata ulang niat!
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya