Follow Me

Tuesday, February 23, 2021

Allah's Word vs People's Word

February 23, 2021 0 Comments

 Perkataan manusia, memang tidak semuanya menyakitkan. Tapi dalam hidup, suatu saat kita akan mendengar atau membaca kalimat yang melukai hati kita. Kata-kata yang masuk dan menusuk. Kata-kata yang membuat kita sedih, membuat kita marah, membuat kita sakit.


Begitulah kata-kata manusia. Semakin kita mencintai seseorang, maka semakin besar kemungkinan kata-kata mereka bisa melukai kita.

Rasulullah mencintai kaumnya. Rasulullah, shallallahu 'alaihi wasalam, begitu mencintai kaumnya dan menginginkan kebaikan untuk kita. Rasulullah menginginkan kita beriman, dan selamat dari api neraka.

Tapi bagaimana kata-kata mereka? Apa yang diucapkan kaum kafir quraisy pada Rasulullah? Sama seperti kisah ashabul qaryah di halaman kedua surat yasin. Rasulullah didustakan, dan dihina. Dan karena Rasulullah adalah manusia, kata-kata tersebut membuatnya bersedih. Sama seperti kita, yang bisa bersedih karena kata-kata manusia.

Maka Allah menghibur Rasulullah melalui ayat ini,


فَلَا يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ ۘ إِنَّا نَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ

Maka janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan. [Surat Yasin (36) ayat 76]

***

Jangan bersedih atas ucapan mereka. Allah Maha Mengetahui. Allah mengetahui bahwa di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam adalah benar utusan Allah, dan Allah tahu bahwa mereka menyembunyikan bahwa mereka tahu kebenaran islam. Tapi mereka menutupinya, dan mengatakan hal-hal buruk untuk mencegah dakwah islam tersebar.

Satu ayat, dan kita bisa melihat bagaimana bedanya firman Allah dan ucapan manusia.

Bismillah.

People's word might hurts you. But Allah's word heals you.

Maka... Jika suatu hari kamu menemukan hatimu terluka oleh tajamnya lisan dan perkataan manusia. Adukan semua pada Allah, kemudian dengarkan dan baca jawaban Allah dalam ayat-ayat Al Quran.

In syaa Allah akan Allah hapus kesedihannya, akan Allah sembuhkan lukanya.

***

Tidak ada yang tahu betapa kata-kata manusia terkadang meninggalkan lebam dan luka dalam hatimu. Tidak ada yang tahu, kecuali Allah. Dan itu cukup.

Allah knows your sadness, Allah knows your pain. Allah knows that hidden scars inside your hear. And Allah will heal it.
.
Pertanyaannya, maukah kamu berobat dan mendekat padaNya? Maukah kamu mendengarkan dan membaca firmanNya?
.
***
.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ لِّلْمُؤْمِنِينَ
.
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
.
[Surat Yunus (10) ayat 57]
.
#GuidelightID #MyFirstGuidance #ShareTheLight #LightSeekers3.0 #SharingSessionWeek8 #Maryam #QuranSuratYasin




Butuh Pengorbanan

February 23, 2021 0 Comments

Bismillah.


#fiksi



Kalau ingin mendapatkan sesuatu kamu harus berkorban. Berkorban tenaga, pikiran, uang, waktu, dll. Minimal kamu harus bergerak. Dan saat kamu bergerak, artinya kamu harus berpindah. Dan saat kamu berpindah, artinya ada yang harus kamu tinggalkan.


***


Seseorang membuka pintu kamar, tanpa ketukan. Engsel pintunya sudah agak rusak, sehingga saat dibuka, suara gesekan antara daun pintunya dengan lantai berderu. Butuh tenaga lebih untuk membuka pintu tersebut, pintu itu, persis seperti pemiliknya.


Pemilik kamar hanya menolehkan wajah ke arah pintu, sedikit menengadah, karena ia sedang duduk di lantai, di hadapan meja lipat pendek berisi laptop dengan casing biru metalic.


"Bulan ini udah belanja?" ucap pendorong pintu. Pemilik kamar diam sejenak, bola matanya bergerak keatas tanda ia sedang menggali memorinya. Kemudian ia menggeleng pelan.


Mendapatkan jawaban yang diharapkan, ia menaikan satu kepalan tangan dan berkata "yes".


"Habis ashar belanja bareng yak,"


Tanpa menunggu jawaban pemilik kamar, ia melambaikan tangan dan menutup kembali pintu, bunyi adu antara kayu dan lantai mengakhiri percakapan mereka.


***


"Pengen beli laptop baru, tapi ga ada uang", ucapnya sambil mendorong troli belanjaan. Ia berhenti di depan deretan snack, mata dan jarinya berputar-putar, ingin membeli begitu banyak makanan manis, asin, gurih dan lezat di hadapannya.


"Jajannya, di cut, biar bisa nabung buat beli laptop," ujar sosok yang tadi diajak belanja bulanan sepihak. Ia merebut troli dari tangannya, mendorongnya menjauh dari koridor snack, berbelok menuju koridor sebelahnya. Terpaksa ia mengambil asal jajanan di depannya, kemudian mengejar troli.


Puk, suara kecil snack masuk ke troli belanjaan, diikuti dengan desahan nafas pendek, karena sepertinya ia belum mengerti.


"Hidup itu penuh pengorbanan." ucapnya dengan nada serius, kali ini ia menatap temannya lembut.


"Ada harga yang dibayar kalau kamu ingin mendapatkan sesuatu." tambahnya. Yang diceramahin merengek pelan, bahwa ia hanya beli satu jenis snack, dan itu harganya tidak sampai dua puluh ribu.


"Anak-anak orang yang terlanjur kaya ga kenal filosofi hidup penuh pengorbanan, mereka cuma terima jadi, begitu mudah hamburkan uang, bersenang-senang tanpa tahu arti kesulitan", bicara pengorbanan itu klise. Tapi kapan lagi ngobrolin hal-hal begini, kalau bukan pas belanja bulanan sama penghuni tertua di kosannya?


"That's stereotype," ucapnya pendek. Ia pernah mengenal anak orang terlanjur kaya yang justru terlalu dini mengenal arti kesulitan. Bagaimana tidak tahu arti kesulitan, karena mereka setiap hari rindu ingin bermain dengan ayah, rindu ingin digendong ibu, tapi yang mereka temui wajah buru-buru berangkat kerja, atau wajah sudah lelah dan memaksa agar mereka lekas tidur.


"Oke, ga semua begitu, tapi ada kan yang begitu. Hidup penuh pengobanan? Orangtua mereka yang berkorban, mereka cuma tinggal seneng-seneng."


Kali ini bukan jawaban pendek, tapi sikutan yang ia dapat. Yang menyikutnya melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada yang merasa terganggu, kemudian memasang mimik wajah marah, seolah mengingatkan agar volume suara dikecilkan.


Percakapan tersebut menggantung, mereka memilih untuk fokus ke daftar belanjaan bulanan masing-masing.


***


Di antrian kasir, ia akhirnya bersuara lagi.


"Hidup itu butuh pengorbanan. Termasuk orang yang mengira tidak melakukan pengorbanan apa-apa. Ada yang mengorbankan visi hidupnya, untuk kesenangan sesaat. Ada yang mengorbankan masa mudanya, untuk masa tua yang penuh penyesalan."


Yang diajak bicara tidak mendengarkan, telinganya tertutup earphone, ia menunggu sembari menonton video-video pendek di timeline sosial media.


Mengetahui tidak ada yang mendengarkan. Ia itu mendorong maju troli, mengikuti alur antrian, sembari berbicara sendiri dalam hatinya.


'Aku juga seharusnya melakukan pengorbanan, kalau aku benar-benar ingin mendapatkan hal tersebut.'


The End.


***


Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.


Friday, February 19, 2021

SS Week 7 - Quran Mengajak Kita untuk Berpikir

February 19, 2021 0 Comments

Bismillah.


SS Week 6 terpaksa aku skip, karena saat itu ga buat versi tulisannya. It's a hard topic for me too.

Intinya, berikut aku share hasil sharing session week 7, dari program guidelight project batch 3.


*** 


Afalam Takunu Ta’qilun? Afala Ya’qilun?


Allah bertanya, apakah kita tidak menggunakan akal kita, dua kali di dua ayat yang berdekatan. Pertama di QS Yasin ayat 62, tentang orang-orang yang menyembah setan, padahal setan itu adalah musuh manusia. Sebagaimana musuh pada umumnya, mereka menginginkan keburukan pada kita. Begitupun setan, tapi mengapa masih ada yang ‘menyembah setan’, yang mengikuti ajakan setan? Apakah kamu berpikir? Kemudian yang kedua, ada di QS Yasin ayat 68, tentang fase hidup manusia, dari lemah, kuat, kemudian menjadi lemah kembali. Pertanyaan itu diulang, karena dalam kita melihat fase hidup manusia tersebut di sekitar, dan di dalmnya terdapat banyak ayat-ayatNya. Pengingat tentang kekuatan itu milik Allah, dan Allah dapat dengan mudah mengambilnya. Pengingat agar tidak sombong.

Pertanyaan serupa akan kita temukan juga di ayat-ayat lain dalam Al Quran. Allah memberikan manusia keistimewaan disbanding makhluk lain, yaitu akal. Akal yang jika digunakan dengan benar, ia akan menemukan kebenaran, dan menjadi alat agar berjalan di shirath al mustaqim. Akal menjadikan manusia mulia, namun jika tidak digunakan, manusia itu layaknya binatang ternak, atau bahkan lebih buruk lagi.

Satu hal lain yang perlu kita tahu, akal itu berbeda dengan otak. Orang yang memiliki IQ tinggi bisa jadi tetap dalam kesesatan dan menyekutukan Allah, karena ia tidak menggunakan akalnya. Akal itu ada di hati, berbeda dengan kecerdasan di otak. Jika saat melihat pohon, otak hanya memikirkan tentang spesiesnya, usianya, manfaat dari pohon tersebut buat manusia. Maka akal-lah yang mengantarkannya untuk sampai pada kesimpulan, bahwa hidup dan matinya pohon adalah pengingat tentang hari kebangkitan.

Meskipun akal memiliki banyak keutamaan, tapi akal tidak dapat berdiri sendiri. Harus ada dalil dan ayat-ayat yang memandunya agar tidak keliru. Maka penting bagi kita untuk menjaga akal kita. Caranya dengan menuntut ilmu dengan urutan prioritas yang benar. Kita belajar tauhid, belajar quran, sebelum kemudian menelaah buku-buku buatan manusia yang isinya penuh pemahaman yang keliru. Penting juga untuk memilih guru yang baik dan mengelilingi diri dengan orang-orang yang berakal. Karena jika kita banyak menghabiskan waktu dengan orang yang tidak pernah menggunakan akalnya, maka kita juga –suka tidak suka- akan terpengaruh, dan mulai mengabaikan akal, serta mengutamakan mengikuti hawa nafsu.


Muda Maksiat


Masa muda adalah masa istimewa, saat itu manusia diberikan kekuatan dan juga waktu luang. Maka banyak yang akhirnya tenggelam dalam maksiat, tergerus oleh serangan fitnah zaman. Menulis ini, ketimbang melihat keluar mengingatkan untuk melihat ke dalam. Barangkali sebenarnya kita masih termasuk di dalamnya.

Bagaimana agar saat muda, tidak tenggelam dalam maksiat? Yang pertama adalah meminta perlindungan dari Allah. Sesungguhnya manusia itu lemah, tetapi Allah Maha Kuat. Anak muda diserbu dari segala arah, membuat mayoritas memilih menyerah dan mengikuti arus saja. Kita sering merasa setan itu godaannya kuat, padahal sebenarnya godaan setan itu lemah. Kita hanya perlu meminta perlindungan dari Allah. Menjaga dzikir pagi dan petang, menjaga shalat kita, sebagai benteng agar setan tidak bisa mendekat. Sekalipun bisik-bisiknya akan selalu hadir, tapi ingatan kita kepada Allah akan membantu kita memusnahkan was-was setan.

Selain berlindung kepada Allah, anak muda juga harus memperhatikan waktu luangnya. Biasanya dari celah ini setan masuk. Penting untuk menyibukkan diri dengan kegiatan yang bermanfaat. Bukan cuma dengan kegiatan yang berhubungan dengan agama, tapi juga kegiatan positif lain seperti olahraga, atau mengasah skill di berbagai bidang yang diminati.

Adapun dakwah kepada para pemuda, kita harus mau untuk dekat dengan mereka, menggunakan bahasa yang asik, dan yang terpenting, menjaga agar tidak menghakimi terlebih dahulu. Kenalkan generasi muda dengan Al Quran, maka kita akan temukan kelak mereka akan menjadi duta yang membawa perubahan-perubahan baik untuk dunia. Allahua’lam bishowab.

 

Catatan Hasil Diskusi


·         Keutamaan akal:

o  Allah menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal, karena hanya orang yang berakal yang dapat memahami kalam-Nya

o  Akal manusia menjadi syarat taklif (kapan ia dibebani syariat)

o  Allah mencela orang yang tidak menggunakan akalnya, bahkan lebih buruk dari binatang ternak

o  Dalam Quran terdapat banyak ajakan/pertanyaan untuk berpikir dan menggunakan akal

o  Allah memuji Ulul Albab

·         Meskipun akal memiliki keutamaan, namun letak dalil tetap lebih tinggi dari akal. Defaultnya, sami’na wa atha’na.

·         Banyak mengingat kematian dan berkumpul dengan orang shalih, agar masa muda tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat apalagi dengan hal-hal yang berdosa

·         Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu” [1]

 

Keterangan

[1] HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir

 


Purwokerto, 20 Desember 2020

Isabella Kirei


Without Address

February 19, 2021 0 Comments

Bismillah.


*warning* just random and abstract thing


I think I get it now, why you said you rather choose the other way. Like it doesn't always be the process you need to take. Cause I do always feel like what's written in those paper can't actually speak who is me. But for me, I still kinda positive and believe that somehow, even if what's written there don't impress people, someday Allah will put the paper in the right hand. And He's the one who moves people heart. And that's it.


And although I didn't rely on what's written on the paper. It doesn't mean I don't have the kind of negative feelings you might also feel. Or don't. *I don't know. But yeah, there are times that I avoid, and choose not to fill anything in the paper, who wants to tell the world the big failure of their life? The failure that people might never understood, or compromise. I don't blame them on that, cause I do have a hard time accepting it, so it's even more natural for other people to not accept it.


Allahua'lam.


***


PS: I'll fill that form sure, but later.. later, when I feel a little bit better. bjr21

Tuesday, February 16, 2021

Stumble Upon Ayat

February 16, 2021 0 Comments

Bismillah.

#curcol


Entah sejak kapan, berapa lama, tapi yang jelas, cukup lama aku merasa tidak baik-baik saja. Di satu sisi aku bersyukur atas iman dan islam yang masih Allah izinkan ada di diri. Tapi di sisi lain, aku dapat merasakan betapa lemah dan rapuh iman tersebut di hati.


Pernah ada fase, aku bersembunyi di sini, menjadikan blog ini cuma bisa diakses author, beberapa kali. Masih tetap menulis di sini, meski jumlahnya sedikit. Tapi kemarin-kemarin, karena merasa ga ngaruh, akhirnya aku biarkan saja blog ini ditinggal pergi. Aku pun tidak menulis di tempat lain.


Aku menjauh sejenak dari WhatsApp, cuma buka sekitar 2 jam, ba'da magrib-jam 8-an, atau setengah 9. Berkomunikasi hanya untuk kewajiban saja. Meski ada juga kewajiban yang akhirnya terlewat *I am really sorry.


Rasanya aneh. Begitu ingin untuk sendiri, tenggelam dan berusaha lari. Padahal kalau dicek lagi, aku sebenarnya banyak waktu untuk sendiri, tapi kenapa masih ngerasa perlu me time? Hehe. Lalu teringat sebuah fiksi pendek yang pernah kubuat Agustus tahun lalu. Mungkin yang kubutuhkan bukan waktu untuk sendiri, tapi justru waktu untuk berdua, sama Allah. As if I see myself in quotes, you said you want to disappear, but actually you want to found. Entahlah.


Sebagian diriku menyimpulkan, mungkin aku memang dua bulan sebelumnya terlalu banyak keluar dan memakai jas ekstrovert, jadi sekarang, aku perlu sembunyi dan berselimut introvert. Meng-charging energi dengan menjaga jarak dari banyak orang. November-desember kemarin memang aku banyak menghabiskan energiku berinteraksi dengan orang-orang baru. Mengerjakan hal-hal baru. Belajar membuka diri, termasuk menulis rangkaian seri selfdiscovery, yang belum kulanjutkan lagi hehe.


Tapi sebagian diriku yang lain sadar, bahwa ini ada kaitannya juga dengan kondisi ruhani. I feel like I stumble upon ayat. Aku bukan terbata saat membacanya, aku... aku hanya merasa dua ayat itu yang harusnya aku baca berulang-ulang pada diri, aku genggam erat, sambil aku berusaha bangkit dari perasaan tidak baik-baik saja yang larut dari januari lalu sampai kemarin-kemarin.


It's Al Baqarah ayat 44 dan 45.



۞ أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَـٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? [Surat Al-Baqarah (2) ayat 44]



وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَـٰشِعِينَ

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', [Surat Al-Baqarah (2) ayat 45]



Allahua'lam.


***


PS: Sukaaa. Saat buka archieve blog karena cari tulisan fiksi, lupa nulisnya bulan apa, dan menemukan dua tulisan lain. Dua tulisan yang seolah ditulis diriku setengah tahun yang lalu, untuk diriku sekarang. Isinya bukan curcol, tapi kalimat-kalimat doa. Dalam hati aku mengaminkan lagi doa yang kutulis di sana.


Sunday, February 14, 2021

It's Rajab

February 14, 2021 0 Comments

Bismillah.

#averyshortpost

Sebuah pengingat untuk diri, agar tidak terlalu lama ingin menghilang. Ayolah... sebentar lagi Ramadhan. Harus semangaat... harus bangkit... harus banyak doa, semoga Allah berikan kesempatan merasakan keberkahan Ramadhan.

Monday, February 8, 2021

[On Going] Books I've been Reading (2)

February 08, 2021 0 Comments

Bismillah.

#buku



Beberapa buku yang masih sedang kubaca:

1. Teman Imaji
2. Science and Me
3. Pearl from Surah Yusuf
4. Menentukan Arah

Bacanya pelan-pelan, jadi ga beres-beres. Kadang satu pekan sekali, cuma beberapa halaman. Kadang dua pekan sekali.

Aku udah bercerita tentang dua buku pertama di tulisan sebelumnya.

***

Pearl from Surah Yusuf


Aku baru baca bab 4 bagian awal, saat Nabi Yusuf diminta untuk menakwilkan mimpi Raja. Karena baru baca dua hikmah awal, aku mau cerita bab 3 aja, yang masa saat Nabi Yusuf dipenjara. Dari scene yang menjadi alasan Nabi Yusuf berdoa bahwa "penjara lebih baik" daripada harus bermaksiat dan mengikuti ajakan perempuan-perempuan yang jarinya terluka saat terpana melihat wajah Nabi Yusuf.

Dibagian ini... aku ngerasa jleb sih. Bertanya-tanya pada diri, apakah aku bisa memilih ketidaknyamanan, demi 'menyelamatkan' iman? Tentu, untuk kita, mungkin bukan masuk penjara. Tapi hal-hal lain yang bertentangan dengan hawa nafsu kita. Aku jujur masih meragukan diri, sembari terus berdoa, semoga Allah beri kita kekuatan untuk memilih ketidaknyamanan daripada mengikuti hawa nafsu, daripada 'seneng-seneng' yang fana di dunia. Rabbi habli hukma wa aslihli bisholihin.

Oh ya, trus pas banget juga, dua pekan kemarin aku nonton video tentang topik yang sama. Rasanya tuh kaya... 'kok bisa pas banget siih..'


Videonya pendek dan ada subtitlenya, sempetin nonton ya^^

Ada kutipan tentang dakwah Nabi Yusuf di dalam penjara yang ingin aku salin di sini,

Nabi Yusuf melihat kesempatan yang sangat baik untuk tetap mengajak kepada yang ma'ruf dan mencegah kepada yang mungkar saat ia berada dalam penjara. Padahal orang yang berada di dalam penjara pada umumnya akan merasakan depresi yang sangat luar biasa. Pikirannya mungkin akan dipenuhi dengan pertanyaan kapan ia akan keluar ataupun sebuah penyesalan mendalam yang tiada ujungnya. Itu pula yang mungkin kita rasakan saat berada di kondisi dimana kita dihakimi dan diasingkan oleh seseorang karena suatu perbuatan yang kita lakukan.

Namun yang dilakukan Nabi Yusuf justru sangatlah berbeda. Ia tidak membedakan ketika ia sedang berada di rumah, di masjid, di mimbar, ataupun di dalam penjara. Dimanapun ia berada, maka di sanalah baginya untuk berdakwah.

- Ahmad Syauqi, dalam buku Pearls from Surah Yusuf

Baca buku Pearl from Surah Yusuf itu sesuatu, terutama saat selesai satu chapter, dan bertemu lembar kosong, lembar refleksi yang mengajak diri untuk mencerna halaman-halaman sebelumnya yang sudah dibaca. Pengingat banget, agar buku tersebut gak hanya jadi buku bacaan. As if it's asking you, out of the pearls you have read, will you take any of it? Will you internalize it, and let your heart become cleaner by puting the advice you get into an act?


Laa haula walaa quwwata illa billah.

***

Menentukan Arah

Ini merupakan paket buku langitlangit 2nd hand hadiah dari Asni Nuraeny. Buku Menata Kala dan Bertumbuh alhamdulillah udah selesai dibaca tahun kemarin. Nukil bukunya aja yang belum ditulis hehe.

Dua buku yang masih on going, on progress dibaca, adalah Teman Imaji dan Menentukan Arah.

Berbeda sama tiga buku lainnya yang terbitan CV IDS, buku Menentukan Arah diterbitkan Langitlangit Creative Studio. Buku ini merupakan buku kenang-kenangan pernikahan Aji Nur Afifah dan Kurniawan Gunadi. Dua-duanya aktif menulis di tumblr (sebelum tumblr di blokir, dan banyak yang pindah platform wkwkwk)

Bagian awal buku ada testimoni terkait kedua penulis, semacam ucapan selamat dan doa juga atas pernikahan kedua penulis tersebut. Setelah itu baru masuk ke kumpulan tulisan bertema tentang 'menentukan arah'. Fase sebelum berproses menuju pernikahan, fase saat berproses, dll.

Buku ini jadi semacam pengingat untuk diri. Akan satu hal yang sering aku hindari memikirkan atau membahasnya. Bahasan ini tuh selalu menempatkan diri di posisi siap/gak siap. Sebagian hati merasa belum siap, sebagian lainnya merasa sudah siap.

Sebelum jadi tempat curcol, langsung aja ya, kutipan dari buku Menentukan Arah. Pesan dari Mba Apik, bahwa menunggu adalah berjuang J

"Menunggu tak pernah jadi membosankan ketika kita tahu benar caranya. Menunggulah dengan bijaksana. Menunggulah dengan menghabiskan waktu yang ada dengan kebaikan-kebaikan yang bisa dilakukan. Menunggulah dengan penjagaan hati yang kuat. Melelahkan? Iya/ Tapi akan terbayar lunas jika kita yakin bahwa kita tengah melakukan sesuatu yang berharga. Karena pada akhirnya menunggu menjadi sebuah kata ganti dari berjuang --maka tetaplah berjalan maju, berhenti hanya untuk istirahat. Menantilah dalam keyakinan dan pemahaman yang baik. Sesuatu yang baik akan didatangkan pada mereka yang bersabar.

Masih di ruang tunggu, semoga Allah selalu menjadi nomor satu."
#daribuku Menentukan Arah - Aji Nur Afifah dan Kurniawan Gunadi
***

Terakhir, sebuah pertanyaan. Buku apa yang sedang kamu baca? Maukah kamu menceritakannya?

Sekian. Semangat membaca~ You can read fast or slow, it's okay, you can keep your own pace the way you want it to be.

Wednesday, February 3, 2021

Today's Quote

February 03, 2021 0 Comments

Bismillah.

Tiba-tiba merasa bersalah, saat sadar januari hanya diisi 12 tulisan. Jadi meski isinya sedikit, aku ingin mencatat di sini. Kutipan dari dua setengah halaman yang kubaca.


***


"Berjuang itu mengejar. Berjuang itu menunggu.

Kata Ibu berjuang itu menemani. Berjuang itu mendoakan.

Berjuang bisa macam-macam. Terlalu macam-macam sampai kita bingung harus melakukan yang mana.

Berjuang yang paling susah itu mengikhlaskan."

.

.

.

"Berjuang itu macam-macam bentuknya. Menyerah bukan bentuk berjuang."


***


Ada yang mau nebak, kutipan tersebut ditulis siapa di buku apa?


Mutia Prawitasari, #daribuku Teman Imaji.


Apa quotes yang kau baca.dengar hari ini? Siapa yang menulis/mengatakannya? Dimana kamu membaca/mendengarnya?

Shattered Glass

February 03, 2021 0 Comments

Bismillah.

#buku


Gelasnya pecah, kepingannya tajam. Dan bukannya membersihkannya dan membuangnya, seseorang justru mengumpulkan kepingannya, with a bare hand. Tidak berhenti di situ, saat luka tercipta, bukannya mengobatinya, seseorang justru membiarkannya terbuka, mengundang bakteri, menimbulkan infeksi.


***


Shattered Glass. Buku Yasmin Mogahed kedua yang kubaca setelah Reclaim Your Heart. Bukanya kecil dan tipis. Tapi aku belum juga selesai membacanya.


Mba Miranti, suatu hari share foto cover depan dan belakang buku tersebut, membuatku tertarik untuk bertanya tentang isinya. Dan bukannya diberi review atau resensi bukunya, aku dimintakan alamat, supaya aku bisa meminjam dan membacanya langsung.


Buku tersebut tentang luka di hati, luka di jiwa, luka yang tidak tampak. Bagian pertamanya tentang respon yang salah terhadap luka tersebut. Aku suka... bagaimana Ustadzah Yasmin menggambarkan perumpamaan kaki yang patah, dan bagaimana seseorang tidak bisa langsung berjalan seperti dulu ia berjalan. Butuh waktu dan juga usaha untuk mengobatinya.


If someone break their leg, no one tells them, "You know what, just get over it. Walk it off". You are not going to tell someone with a broken leg to walk it off. Because you know that a leg that is broken has to go through a process to heal before a person can walk, or walk as they walk before, or run. Unfortunately, we do not have the same type of compassion and the same type of understanding, when it comes to emotional wounds, emotional breaks, emotional trauma, and broken hearts. We expect people to just shake it off. 'Get over it. Your time limit has come'. And of course this time limit is determined by who? By the people. 
- Yasmin Mogahed, dalam buku "Shattered Glass"

 

Aku membayang seseorang dengan gips di kakinya, ia berjalan dengan tongkat pembantu di sisi tubuh yang kakinya luka. Satu, dua, atau tiga bulan, hingga gipsnya dilepas. Lalu apa ia langsung bisa berjalan seperti dulu? Tentu saja tidak, perlu waktu dan usaha lagi, untuk belajar berjalan kembali. Waktu dan usaha, agar otot dan tulangnya latihan lagi untuk menopang berat tubuhnya, bergerak maju dan mundur, berdiri, duduk dan berjongkok, juga untuk melompat dan berlari.


Bagian selanjutnya dari buku ini, bagian yang masih sedang kucerna, adalah tentang hal-hal yang bisa menghambat proses alami penyembuhan luka hati/jiwa. Seperti halnya fisik kita, Allah Arrahman mengaruniakan kemampuan fisik kita untuk melakukan proses healing yang alami. Kalau kita terjatuh, dan ada luka kecil di lutut, a little scratch, berdarah sedikit. Kita cuma perlu membersihkannya, kemudian dalam waktu tertentu kita bisa melihat sel-sel kulit kita "bekerja sendiri" menyembuhkan luka tersebut. Begitu pula luka di hati, kalau misal kecil sebenarnya ada proses penyembuhan alami, dan itu cuma bisa terjadi kalau kita tidak menghalanginya.


Membaca bagian ini nih yang sesuatu... karena seperti biasa, aku berusaha berkaca, sambil teringat berbagai kejadian dalam hidup. Luka mana yang aku dengan baik merawatnya hingga ia bisa sembuh atas izin Allah. Dan luka mana, yang masih terasa sakit, karena aku ternyata, tanpa sadar telah menghalangi proses penyembuhannya.


Beberapa penghalang proses healing, **cuma list aja, gak akan aku jelasin satu-satu tapi hehe (peace V)

- Lack of Self-Compassion

- Negative Cognition

- Excessive Self-Blame

- Lack of Closure or Acceptance

- Idealizing the Object of Loss

- Cyberstalk

- Attachment to The Memories


***


Bukunya tipis, tinggal beberapa lembar lagi. Bisa baca cepat sebenarnya, tapi aku ingin bacanya pelan-pelan. Jadi, buat Mba Genis, yang minjem buku ini setelah aku, harap bersabar ya hehe.


Terakhir, sebuah kutipan favorit yang ingin kusalin dari buku Shattered Glass. Tiga paragraf tapi hehe


"My faith is strong," or "I'm strong". No, you are not. You are human. And you need Allah. If you rely on your own strength, good luck with that. None of us are stronger than prophets. And they never relied on their own strengths. They never relied on themselves. Whenever they were in a painful situation, they always relied on Allah. So, for us to think that we can rely on ourselves is pretty scary and tragic.

The Prophet s.a.w. used to ask, "Do not leave me to myself for the blink on an eye." How long does it take to blink? That is not a very long time. And he said do not leave himself even for that amount of time. He is Muhammad s.a.w. He is the beloved of Allah, and he is not relying on himself.

Therefore, be very careful about doing that - where you think "I got this", "I'm strong", "My faith is so strong". No. Every single human being is in desperate need of Allah. If we look at the strongest human being walked on the earth, they were in desperate need of Allah and they recognize that.

- Yasmin Mogahed


Allahua'lam.


***


Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Epilog: Will You Notice Me?

February 03, 2021 0 Comments

Bismillah.

#fiksi


Gia membaca ulang barisan kalimat di layar laptopnya, ia ragu untuk mengunggah tulisan tersebut di blognya.


***


The Reason


Sekitar dua bulan sebuah perasaan aneh mengusik hati dan otak. Aku tenggelam, dan terlalu sibuk untuk merespon perasaan tersebut, sampai sebuah pertanyaan hadir dan membuatku tersadar. Sebelum disibukkan menjawab "apa respon terbaik", "bagaimana caranya", "kapan waktunya", "dimana", aku seharusnya bertanya terlebih dahulu.


"Mengapa aku merasa seperti ini?"


Sejak dulu, aku terbiasa merasa cukup melihat dari jauh, tersenyum dari di tempat yang tersembunyi. Lalu mengapa, kali ini rasanya aku begitu sedih, sekaligus begitu khawatir, hingga dorongan untuk melangkah mendekat dan berhenti bersembunyi menyeruak begitu kuat. Entah berapa kali aku naik turun tangga agar terdistraksi dari perasaan dan pikiran yang mengganggu tersebut.


Aku limpung merespon tiap letikan memori, dan ide-ide liar agar orang tersebut tidak lupa akan eksistensiku. Sampai sebuah pertanyaan hadir dan aku jadi mereka ulang, memetakan darimana datangnya perasaan tersebut. 


The reason why I'm so anxious and want someone to notice me. Alasannya adalah, karena aku berharap ia bukan sekedar satu koordinat dalam garis hidupku. Aku berharap ia adalah himpunaan koordinat. That's why. That's the reason.


***


Sebuah ketukan pintu membuat telunjuk Gia menekan mouse. Klik, tulisan tersebut berpindah folder, dari draft ke published.