Surat
Bismillah.
Beberapa waktu yang lalu, sampai sekarang, entah mengapa keinginan untuk menjalin komunikasi dengan orang lain tumbuh lumayan besar. Apakah musim ekstrover-ku sudah datang? Entahlah.
Ada beberapa nama yang terlintas, salah satunya yang kutulis di post sebelumnya.
Juga seseorang yang kini berada di Singapore. Aku berharap bisa berkomunikasi lebih panjang dengannya, seperti beberapa tahun yang lalu. Tapi kenyataannya, meski masih ada komunikasi, hanya satu dua kalimat. Aku menyukai narasi panjang, tulisan berparagraf. Bagiku tidak cukup. Rasanya ingin menulis rangkaian pertanyaan padanya, juga menjelaskan kekhawatiranku, rasanya aku ingin menjadi temannya, meski sekarang juga memang sudah jadi teman.
Lalu hari ini, satu nama lain muncul. Setelah beberapa kali hanya membuka kontak dan menatap percakapan terakhir di aplikasi pesan, aku akhirnya menulis satu dua kalimat pendek. Sapaan, tanya kabar. Aku benci basa-basi, tapi aku tidak punya pertanyaan lain yang lebih klise. Dan memang aku ingin bertanya kabarnya. Aku ingin bertanya juga... tentang apa yang saat ini bertarung di kepalanya. Tapi lama tidak komunikasi, lalu tiba-tiba loncat ke pertanyaan sedalam itu, rasanya aneh. Jadi kusimpan dulu, menunggu bagaimana responnya.
***
Karena perasaan itulah, perasaan ingin komunikasi dan mengobrol panjang dan dalam pada teman, ide itu muncul saja. Haruskah aku menulis surat? Lalu mengirimkannya dalam bentuk pdf atau jpg? Apakah mereka juga akan membalas suratku, jika aku mengirimkannya? Atau... dan seterusnya, dan sebagainya. Bagian ini, sisi introver-ku. Atau bukan. Atau ini bisa jadi kebiasaan buruk yang muncul lagi karena aku sudah lama tidak menulis diary, overthinking.
Karena perasaan itulah, perasaan ingin komunikasi dan mengobrol panjang dan dalam pada teman, aku membuka toko aplikasi dan memasang aplikasi Slowly. Aplikasi kirim surat dengan teman pena. Membuat id baru, melengkapi bio, memilih avatar, termasuk memilih beberapa nama untuk masuk ke calon penerima surat. Tapi saat ini, baru sampai di situ. Aku belum benar-benar menulis surat. Aku masih sibuk dengan distraksi dan pemikiran di dalam kepalaku. Sebagian diriku bertanya-tanya, mengapa mengirim surat pada orang asing, jika yang aku butuhkan adalah koneksi nyata dengan orang-orang yang pernah ada di hidupku. Tapi kan, aku bisa latihan menulis dalam bahasa inggris di sana, begitu suara lain di kepalaku.
***
Aku ingin menulis surat. Semoga ini bukan cuma wacana. Mari mulai satu dulu. Boleh pilih pada teman lama, atau pada orang asing. Yang mana pun baik, daripada menumpuk ide dan menjadi sosok yang kamu sendiri benci. Those who just talk and never take action.
Sekian. Maaf curhat aja hehe. Ada yang mau kasih pendapat? Kapan terakhir kali menulis surat? Surat apa? Di kirim kemana?
Wallahua'lam.
***
PS: lintasan pikiran yang gak nyambung tapi pengen di tulis. tentang NATO. Barusan menghapus tweet tadi pagi. Aku takut cuma gombal, mengumbar kata kangen, tapi tidak ada aksinya. Takut cuma pencitraan. Meski memang perasaan rindu itu ada dan memenuhi hati, tapi apa nilainya jika tidak dibuktikan? *oh ya, barangkali ada yang salah persepsi. Aku sedang membahas tentang kangen menulis ulang isi kajian dari youtube.