Follow Me

Monday, May 1, 2017

Masihkah Tidak Terasa? (-19)

Bismillah.
#fiksi

"Hatiku sudah mati..." ucapmu dengan suara lirih dan nada datar. Aku yang mendengarnya dibuat berpikir keras, perkataan apa yang seharusnya keluar untuk menanggapi kalimat pendek itu?

"Kau tahu kenapa?" seolah memberitahuku, bahwa seharusnya aku mengucapkan kalimat tanya itu.

"Aku sudah tidak bisa merasakan getarannya," jawabmu.

"Sudah tidak terasa getarannya?" suaraku akhirnya keluar juga, setelah ribuan kalimat menekan-nekan otakku. Kamu mengangguk, membuatku makin bingung. Maksud pertanyaanku bukan itu....

"Tanahnya begitu kering kerontang, hujan tidak bisa.............." samar kamu mengucapnya sembari melangkah keluar ruangan. Telingaku tidak bisa menangkap keseluruhan kalimatnya, tepat saat kamu membuka pintu kaca itu, suaramu lebur terendam suara rintik hujan siang itu.

Aku mengejarmu kemudian mendapatimu terdiam dibawah hujan. Kamu berdiri di sana, satu langkah di depan jangkauan atap gedung ini, baju berwarna biru mudamu, sebagiannya sudah dihiasi jejak air hujan yang tidak deras, namun juga tidak cukup kecil untuk tidak terlihat.

"Hujannya tidak bisa apa? Aku tadi tidak mendengar lanjutan kalimatnya", ucapku volume suara lebih besar dari biasanya, takut kalah dengan suara rinai hujan favoritmu.

Kamu membalik badanmu, memandang mataku.. tidak tajam, tapi lekat. Perlahan kau gelengkan kepalamu, membuat dahiku berkerut. Apa aku salah dengar?

"Aku mungkin cuma perlu memaksakan diri hujan-hujanan, lagi dan lagi.. sampai hatiku hidup lagi dari matinya," ucapmu sembari berjalan mundur dua tiga langkah.

Suaramu kali ini berbeda dengan suara saat di dalam tadi, ada energi di nadanya. Otakku masih mencerna kalimatmu, saat kedua ujung bibirmu naik.

"Getarannya, aku pasti bisa merasakannya lagi. Mungkin bukan hari ini.. tapi aku yakin suatu saat nanti.." ucapmu sembari mengangkat tangan kananmu, melambai, kemudian pergi.

***

Aku ingat siang itu, memandangi punggungmu menjauh, sampai akhirnya hilang karena tertutup rombongan orang berpayung yang menuju gedung ini. Satu, dua, tiga pekan terlewat. Kamu belum juga kembali ke gedung ini untuk menemuiku, membuatku bertanya-tanya...

"Apa kabar hatimu? Getarannya.. masihkah tidak terasa?"

maybe you need a stethoscope to hear its beating

The End.

***

PS: Izinkan aku mengutip tulisan Salim A. Fillah dalam buku JCPP-nya.
Hati berbicara tanpa kata, menjawab tanpa suara dan sering menyengat tanpa terlihat. Tapi ia terasa.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya