Bismillah.
#fiksi
Arsip-arsip berjejer rapi di ruangan tersebut. Beberapa yang sering diakses, sengaja diletakkan di rak dekat pintu. Sedangkan yang hampir tidak pernah diakses lagi, diletakkan di rak terjauh. Tanpa sepengetahuan orang lain, aku punya arsip favoritku. Sebuah arsip berisi tulisan-tulisan singkat, yang tanpa sengaja kutemukan saat aku masih kesulitan adaptasi bekerja di sini. Karena memori dan ikatan emosional itu, setiap kali aku menemui kesulitan baru, aku mengambil waktu rahasia untuk membuka lagi arsip tersebut, membacanya, dan mendapatkan kembali inspirasi dan semangat yang sama, seperti saat pertama kali membacanya.
Arsip ini termasuk kategori yang sudah jarang diakses. Seharusnya letaknya di rak belakang sana. Tapi karena aku sering membaca ulang isinya, aku letakkan ia di rak kedua terdekat dari pintu.
Pernah suatu hari, aku kehilangan arsip tersebut. Ada rasa takut, sedih dan khawatir. Aku takut ketahuan, memindahkan arsip tersebut pada tempat yang salah. Aku sedih, karena tidak bisa lagi membaca isinya. Dan aku khawatir, bagaimana jika arsip tersebut dibutuhkan, dan aku harus mengaku, bahwa aku yang menghilangkannya?
Hampir dua bulan, perasaan-perasaan itu campur aduk di hatiku. Aku coba cari dari rak kedua dari pintu, namun tidak ada, Aku cari di kolong-kolong rak, barangkali jatuh, tidak ada. Dan saat hampir menyerah, aku menemukan lagi arsip itu. Di rak pertama dekat pintu. Ada yang mengakses arsip itu, saat aku tidak bertugas. Dan anehnya, jika memang baru diakses, bukankah harusnya rekan kerjaku kesulitan mencarinya? Karena harusnya letaknya di rak paling belakang sana. Kini pertanyaan-pertanyaan baru memenuhi otakku. Membuatku memandangi cover arsip tersebut lama, tak menyadari namaku dipanggil seseorang.
Sebuah tepukan pelan mendarat lembut di pundak, "Gak makan siang?" ucapnya. Aku kaget kemudian mengangguk cepat, lalu menggeleng, dan akhirnya menyadari aku salah bereaksi. Ia hanya tersenyum melihat responku. Suasana hening. Kikuk. Aku buru-buru meletakkan lagi arsip tersebut, dan melenggang pergi hendak lari menghindari situasi tersebut. Tapi pemilik suara itu menahan langkahku dengan pertanyaannya, "Apa yang istimewa dari arsip lawas itu?"
Aku tidak berani berbalik, memilih pura-pura tidak mendengar dan lari menjauh. Berharap percakapan terkait arsip itu tidak akan pernah hadir lagi.
***
Keesokan hari-harinya, sembunyi-sembunyi aku kembali membuka arsip tersebut. Letaknya masih di rak pertama. Kutelusuri baris-baris tulisan dari yang paling lama, satu-dua. Saat hendak menutupnya, sekilas terlihat sebuah kertas origami yang dilipat menjadi segitiga. Warna pinknya mencolok, membuatku penasaran membuka lipatannya.
"Terima kasih sudah membaca. Tapi jangan menyulitkan orang lain, dengan menyembunyikannya di tempat khusus."
Kuambil pena di saku bajuku. "Terima kasih sudah menuliskannya. Terima kasih sudah menemukannya. Terimakasih sudah mengizinkanku membaca"
Kulipat lagi kertas itu menjadi segitiga yang lebih kecil. Kututup arsipnya. Berharap ia membaca balasanku.
The End.
***
PS: fiksi ini hadir, karena aku ingin berterimakasih, pada siapapun yang pernah menulis dan meninggalkan jejak arsip di blognya.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya