Follow Me

Friday, September 8, 2023

Lelah Bertanya

Bismillah.

 

Di saat kebanyakan orang lelah ditanya, dan malas untuk menjawab. Terutama, pertanyaan-pertanyaan getir, yang bisa jadi di awali dengan "kapan", atau "mengapa", atau pertanyaan apapun yang membuatmu lelah hati dan jiwa untuk ditanya.

 

Ya, di saat kebanyakan orang lelah ditanya, anehnya aku merasa lelah bertanya.

 

***

 

Ini cerita pengalamanku menggunakan aplikasi Slowly.

 

Satu-satunya penpal yang bertukar surat di Slowly dalam bahasa Indonesia adalah seorang mahasiswi di Sulawesi. Saat aku bertanya, apakah pengalaman unik, atau surat yang berkesan selama menggunakan Slowly, ia menjawab begini..


"Kalau Surat yg unik, kayaknya rata-rata sama ajah kak. Perkenalan diri dan cerita seputar keseharian masing-masing ajah. Hanya ajah, sejauh ini kak Bella adalah slah satu orang yang masih bertahan kirim peran Sama saya. Makasih kak Bella😄. Soalnya yg lain udh pada ngilang😅. Mungkin mereka sangat sibuk.😁"

 

Membaca balasannya, aku mengutarakan opini jujurku.


Jadi sekarang, selain aku, gak ada yang masih sering surat-suratan? Mungkin yang lain bingung mau bales apa lagi ke Rahmi. Soalnya Rahmi cuma bales aja, tapi gak tanya balik hehe.. Kalau aku orangnya memang suka tanya dan dengerin/baca, jadi aku bisa tetep lanjutin nulis surat. Asalkan aku ngerasa nyaman sama orangnya.

 

Waktu itu 13 Juli 2023. Masih awal-awal aku menggunakan aplikasi Slowly. Tentu.. aku masih belum lelah untuk bertanya. Terlebih, aku memang orangnya suka penasaran dan menggali kisah dari orang lain.


***


Tapi 28 Agustus yang lalu, saat aku membaca salah satu surat, dari penpal lain di benua Afrika sana.. jujur, aku kecewa. Dan rasa lelah itu hadir saja.


Ia memang masih berbaik hati untuk menjawab pertanyaanku di surat sebelumnya, tapi cuma itu saja. Selesai. Tidak ada pertanyaan balik, atau feedback. Aku menghela nafas pelan. Mengumpulkan energi untuk bertanya lagi, membuka kembali topik baru, yang mungkin bisa menjadi percakapan menarik.


6 September, balasan dengan format yang sama. Jawaban saja, tanpa pertanyaan. Aku kali ini terdiam lebih lama. Mungkin nanti.. kalau sudah terkumpul energinya, sudah "memakai jas" ekstrovert, aku akan membalas suratnya, bercerita tentangku meski ia tidak bertanya. Atau tidak bercerita, tapi bertanya lagi, dan lagi.


***


Kenapa lelah bertanya? Kenapa ingin ditanya?

 

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepalaku, aku.. ingin mengeja dan memetakan perasaanku. Aku ingin mengenal diriku, lewat kejadian ini.


Jawaban yang kudapatkan. Karena yang aku cari, bukan percakapan searah. Kalau cuma percakapan searah, mending juga nulis di sini. Lebih asik bermonolog dengan diri, sembari berimajinasi ada sosok yang membaca blog ini, entah siapa dan dimana. Aku tak perlu berpikir keras dan mencari tahu, topik apa yang menarik menurut orang tersebut, aku tidak perlu berpusing ria merangkai kata agar kalimat bahasa inggrisku yang terbatas bisa dimengerti.

 

Karena jika menulis untuk diri, aku bisa bertanya, dan juga menjawab. Aku bertanya, tapi juga ditanya. Aku menjawab, tapi aku juga membaca jawaban. Terutama untuk orang sepertiku, yang terbiasa menulis jurnal harian, terbiasa bermonolog dan menarasikan pikiran, perasaan dan imajinasi. Karena jika menulis di sini, aku bisa memilih topik apapun yang kusuka. Serandom apapun, seabstrak apapun. Aku bisa mengerti meski aku menuliskannya dalam sandi-sandi tersirat. Tak ada kata bosan. Karena aku tahu persis, pembaca setia blog ini, bukan si A, atau K, atau U. Tapi aku. 


Kenapa lelah bertanya? Kenapa ingin ditanya? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepalaku, aku.. ingin mengeja dan memetakan perasaanku. Aku ingin mengenal diriku, lewat kejadian ini.

 

Jawaban yang kudapatkan. Karena aku tipe yang tidak bercerita jika tidak ditanya. Normalnya aku tidak akan memulai percakapan, sebelum orang lain yang bertanya. Bahkan jika ditanya, ada momen saat aku tetap enggan menjawab dan memilih untuk mengganti topik dengan bertanya hal lain. Jadi, jika ini kuteruskan. Jika aku terus bertanya tanpa pernah ditanya. Aku mungkin akan memilih berhenti bertanya. Karena rasa ingin tahuku terhadap orang lain itu terbatas. I should have expressing this feeling to my penpal though. If I really want to quit sending letter to them. Cause they won't know what's in my mind and in my heart if I never tell them.


Kenapa lelah bertanya? Kenapa ingin ditanya? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepalaku, aku.. ingin mengeja dan memetakan perasaanku. Aku ingin mengenal diriku, lewat kejadian ini.


Jawaban yang kudapatkan. Karena aku ingin bercerita juga, tapi aku tidak ingin bercerita tanpa ditanya. Dan aku terlalu takut untuk bercerita tanpa ditanya. Sudah lama, aku tidak tahu caranya untuk terbuka dan bercerita pada orang lain. Aku terlalu nyaman bercerita pada diary. Pun aku tahu persis tentang betapa tidak pentingnya bercerita tentang diri, pada mereka yang tidak perlu tahu. Bahkan pada yang menyayangi kita pun, kadang kali tidak perlu. 


***


Jika lelah bertanya, dan ingin ditanya.. lalu?

 

Solusi dari perasaan lelah itu, ada beberapa.

 

Yang pertama, seperti rasa lelah lainnya, kamu cuma perlu istirahat. Mari istirahat dulu bertanya pada orang lain.

 

Yang kedua, jangan tunggu ditanya. Kamu boleh menjawab meski tidak ditanya dulu. Kamu boleh bercerita meski tidak ditanya dulu. Kamu selalu bisa melakukannya di sini, atau pada orang-orang yang merindukan ceritamu. Allah, your parent, your spouse, your siblings. Allah menghadirkan mereka di hidupmu, karena banyak alasan. Salah satunya, agar kamu "punya banyak" telinga yang siap untuk mendengarkan jawaban dan ceritamu.


Yang ketiga, seperti tulisanmu yang lalu, tentang "semua orang ingin didengarkan", kamu bisa menulis, atau membaca. Menulislah, tanpa memikirkan sudut pandang pembaca. Membaca, baca Quran, baca buku.. Allah mengajarkan Adam ism, Ar-Rahman mengajarkan kita Al Quran... kemampuan literasi manusia itu, rahmat dari-Nya. Manfaatkan kemampuan itu.


Terakhir, untuk siapapun... Mari jangan ragu untuk bertanya dan menjawab. Diam itu baik. Tapi ada kalanya, kita perlu bersuara dan jujur, pada diri dan Allah terutama. Jangan simpan dan tekan semuanya dalam diri. Sungguh, manusia memiliki teko yang terbatas. Yang jika terus menerus diisi dan tidak pernah dikeluarkan, ia bisa luber dan meledak. Jadi sebelum itu terjadi, mari menulis lagi. Mari membaca lagi..


S e m a n g a t !

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya