Follow Me

Monday, November 11, 2024

Rabit Hole

November 11, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Jatuh di lubang kelinci punya konotasi negatif. Tidak seindah imajinasi di cerita Alice in Wonderland.

 

***

 

Sudah hampir 2 pekan rasanya jatuh, lalu turun menghilang, masuk ke dunia dalam kepala. Tentu tidak menghilang seperti dulu, saat masuk gua. Kegiatan sehari-hari masih berjalan, terlihat aman. Tapi ada beberapa hal yang jelas terlihat tertinggal, terseok jalannya. Hanya mungkin tidak banyak yang tahu di sisi yang mana, di bagian yang mana. Tapi yang merasakan sendiri, sebenarnya bukan tidak tahu, hanya pura-pura tidak peka.

 

Menulis ini mengingatkanku tentang tulisan Karet dan Gelombang Laut. Meski teorinya sudah tahu, tetap saja, mencoba memetik hikmah dari pengetahuan tidak semudah itu. Gelombang laut itu surut, mengering hingga ke dasar palung. Aku masih belum terbiasa, masih ingin sestabil batu. Tapi katanya wajar manusia naik dan turun.


Baca juga: Karet dan Gelombang Laut (sedikit tentang psikologi laki-laki dan perempuan)


***


Rasanya seperti jatuh ke lubang kelinci. Tapi bukannya mencari jalan untuk keluar, aku memilih berdiam lebih lama dalam dunia dalam kepala. Aku bertanya-tanya, sampai kapan menipu diri dan bermimpi di siang bolong. Aku bertanya-tanya, apa jika aku menuliskannya, menuangkan apa yang memenuhi kepala, apa itu bisa membantu?


Rasanya, aku tahu mengapa aku terdiam lebih lama saat tahu aku terjatuh dan masuk ke rabit hole. Rasanya terlalu takut untuk bangkit dan keluar dari sini. Ingin memejamkan mata saja, merasakan betapa kotor diriku bertemu bermacam jenis tanah. Bertanya-tanya pada diri yang melisankan, bahwa ingin mati dalam keadaan terbaik. Kemudian hati kecilku memaki diri, "Are you being honest? So where's the effort?"


***


It's almost 100 days to Ramadhan. Tidakkah kamu bersiap? Agar tak menyesal kelak, jika Allah izinkan bertemu Ramadhan?


Berjalanlah, merangkak jika perlu, bergeraklah. Ingatkah kamu, saat masa-masa berat itu? Dan yang kamu bisa lakukan hanya mengulang-ulang MP4 berisi muratal dua setengah halaman terakhir surat Az Zumar? Saat itu, mendengarkan ayatNya, membaca terjemah ayat itu, kamu berusaha menanamkan lagi harapan pada Rahmat-Nya, yang somehow pernah kau ragukan. 


Allah's rahmah is here, is always here. Now it's your turn Bell. You shouldn't have sit still whenever you fall. I know you need time to get up, it's okay, but don't dwell on it longer. Don't let syaitan play with your heart and mind. Always pray and ask for His help.

 


Wallahua'lam.

Friday, November 1, 2024

In another life,

November 01, 2024 0 Comments

Bismillah.

#sensiMe 


*warning* probably lots of broken grammar, and imperfect english sentence

 

It's scary how our core believe (islam core believe) could be crooked because of things we consume (see, hear, watch) and also because of mainstream ideas.


***


I read a post on Medium. Perhaps, I was the one who is wrong. Cause I assume the writer is Indonesia, and her name sounds like it's muslim name. So when I saw a sentence like this closing her passage, part of my heart felt kinda weird.


"In another life, maybe, we would have done better."


That's what it's written there. I know, that kind of phrase, what it means, and it might be just a concept of things to write when people have regret with their life.


But #SensiMe can't just ignore the fact, that maybe, maybe, youth people nowadays unconciously believing that phrase.


As if there's another life. If you're not muslim, and have that kind of believe, it's okay.


And if you're muslim, maybe we should check our core believe. There's no another life, as if after death there will be life, and we could do different.


When talking about another life, other than this dunya, we only knows the life after life. which we have no control over it once we jump to the next phase of life.


So instead of asking what if, or imagining another life. Accept your mistake, regret it, but don't stop there. Take those regrets to make you grow to be a better person.


***


Last, I know I am a little bit too sensitive, and judging. I don't know exactly why people write the phrase "in another life". Or how is their life. Not many people have come to the knowledge and the core believe of Islam. And actually, probably, why people just following mainstream ideas, is because the one who knows the knowledge didn't spread it yet.

People, each person, each culture have their own concept of after death concept. And even if I know it is a sensitive and taboo topic to talk about. But shouldn't we still talking about it, so that people that haven't heard about it at least know about it? So that they know, that the true concept of life after death.


Wallahua'lam.

Wednesday, October 30, 2024

Durability

October 30, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

#freewriting #brainstorming


Definisi durability: the ability to withstand wear, pressure, or damage. (Dari google translate)


Kalau untuk manusia, mungkin lebih tepat diksi resilience. Tapi resilience punya defini berbeda.


Resilience:
1. the capacity to withstand or to recover quickly from difficulties; toughness.

2. the ability of a substance or object to spring back into shape; elasticity.

 

***

 

Saat hendak menulis ini, aku sebenarnya mencari-cari, kata apa yang tepat untuk digunakan. Apakah pas untuk menggambarkan apa yang ingin aku tulis?


Aku ingin menulis tentang rasa sakit. Bagaimana yang tidak terbiasa sakit, mungkin memiliki resiliensi lebih rendah ketimbang yang sudah terbiasa dengan rasa sakit. Tapi benarkah seperti itu?


Sebagian hatiku ingin menulis fiksi, cerita tentang orang yang diberikan nikmat kesehatan. Lalu sedikit rasa sakit, sakit fisik ya -bukan hati- membuat ia bertanya-tanya. Apakah memang rasa sakit ini benar-benar sakit seperti yang ia rasakan? Atau sebenarnya ini hanya sakit kecil, hanya sakit kepala kecil. Sedikit pening. Sedikit pengar.

 

it's been a long i am not opening tesaurus. ^^

Aku bertanya-tanya, tentang orangtua, bagaimana kebanyakan orangtua merasakan sakit, tapi begitu lihai menyembunyikannya dan meredamnya.

 

Aku bertanya-tanya tentang Nabi Ayub, dan kebijaksanaan beliau 'alaihi salam. Teringat doanya, dan bagaimana doa tersebut diucapkannya, latar belakangnya. Seolah setiap ujian hanya sentuhan tipis. Mengingat berapa lama dan betapa banyak nikmat yang sudah terlebih dahulu dirasakan dalam hidupnya.


Aku teringat buku GRIT, meski baru membaca bagian depannya, saat berkunjung ke toko buku beberapa saat yang lalu. Buku tersebut membahas bahwa yang membuat seseorang bertahan dan berhasil, tidak selalu tentang passion atau bakat, tapi adalah resiliensi, ketahanan, ketangguhan.


Aku teringat bahwa kewajiban saat sakit itu bersabar. Pergi ke dokter dan berdoa itu tambahan pahala. 


Aku teringat bahwa sakit bisa menjadi penggugur dosa. Tapi jika dosanya begitu besar, apakah cukup rasa sakit yang kecil mengugurkannya? Lalu mencoba menjawab sendiri, "Perlu taubat, tidak cukup lewat sakit".


Aku berpikir, bahwa mudah sekali berbicara ingin dosa digugurkan dan dihapus lewat amal shalih saja. Tapi prakteknya? Mana amal shalihnya? Mana taubatnya?


Aku sedikit mengerti, mengapa Allah menyuruh kita untuk mengunjungi orang yang sakit. Hikmah yang sama, saat kita banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang miskin.


Aku teringat pernah mendengar tentang pemain tinju, atau petarung. Bagaimana bisa menjadi juara? Saat sering latihan, dan dari setiap latihan kemampuannya menahan sakit makin tinggi. Siapa yang bertahan lebih lama untuk tidak KO. Tapi apakah mereka tidak merasakan sakit? Mereka masih merasa sakit. Hanya saja kemampuan menahan sakitnya meningkat.


Aku teringat latihan sosok yang namanya disebut Rasulullah namun tidak pernah bertemu Rasulullah. Aku lupa namanya. Tapi barangkali ada yang ingat. Seorang anak yang menggendong ibunya untuk umrah/haji. Latihannya mengangkat anak sapi naik turun bukit/gunung. Tiap waktu anak sapi tersebut makin berat.


***


Aku bertanya-tanya, saat menulis dan membaca fakta ini. Bagaimana perasaanmu? Adakah termotivasi atau justru semakin insecure? Mari dijawab dalam hati saja.


Aku menulis ini, dalam rangka lebih banyak menulis. Ada begitu banyak hal yang ingin ditulis, namun aku sering terhenti sebelum memulai. Seseorang menuliskan, bahwa free writing itu ditulis bukan untuk dipublish. Tapi untuk di simpan, kemudian diedit di kemudian hari baru dipublish. Tapi aku sejak dulu tidak suka aturan, dan masih belum jadi penulis yang baik. Jadi biarkan aku banyak free writing dan brainstorming di sini.


Nanti, jika sudah lebih baik, semoga lebih disiplin untuk menulis sesuai aturan. Saat ini, yang aku butuhkan baru kuantitas. It's been a long time since I only write less than 10 post per month. 


Sekian. Semoga gak ada yang baca sampai akhir. Jika ingin baca tulisan yang lebih rapi, silahkan berkunjung ke Medium saya (isabellakirei.medium.com).


Bye~


Wallahua'lam.

Thursday, October 24, 2024

Tidak Banyak

October 24, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Sudah lama, aku tidak bertemu momen atau peristiwa yang membuatku tergerak menulis puisi. Tapi hari ini, alhamdulillah diberikan kesempatan seperti itu.

 

So I sat there at the rainbow colored swing outside a quiet kindergarden. Writing this while waiting to be picked up. *bener gak sih bahasa inggrisnya dijemput? -.- kok pas nulis berasa kaya jadi paket yang siap diantar haha.

 

 


***


Jika ada yang membaca ini, dan mencoba menerka kejadian apa di balik puisi ini. Jangan terlalu dalam berimajinasi. Aku kadang hanya sedang ingin mendramatisir perasaan negatifku, berusaha menangkap emosi tersebut dalam kata abstrak. Kebetulan juga sedang di masa-masa sensitif, jadi semakin menjadi.


Oh ya, bicara tentang puisi. Beberapa waktu yang lalu ada yang berkunjung ke postingan keempat terlama di blog ini. Maybe me, or someone else who later regret it. Tapi karena kunjungan tersebut, aku jadi "naik mesin waktu", dengan membaca ulang tulisan lama di blog ini. Mulai dari saat aku SMP kelas 9, lalu SMA kelas 11.


Aku ingat saat itu aku di lab komputer, yang letaknya di sebelah sekre pramuka, di sebelah selatan lapangan. Saat itu kami diberi tugas membuat blog. Boleh pake multiply, blog, dan beberapa penyedia blog lain. Termasuk blogspot. Lalu aku menulis, ditutup puisi.



Membaca tulisan lama di blog ini membuatku menertawakan diriku di masa lalu. Aku saat muda dulu. Aku yang dulu menulis banyak puisi karena sering merasakan derik rasa aneh dan baru di masa-masa itu.

 

Aku juga tersenyum, membaca betapa emosionalnya aku saat menulis puisi selepas dilantik jadi pengurus. Rasanya begitu berat, ditinggal pergi kakak-kakak kelas yang biasanya membimbing. Apalagi saat itu aku merasa sendiri, karena kebanyakan teman satu divisiku naik jabatan jadi pengurus inti, sedangkan aku merasa ditinggal sendirian di divisi tersebut *why I can't remember the name of the division? Kayanya ada pendidikannya gitu deh. Found it, glad I write about it. It's IK (Ilmu dan Kreativitas), salah satu prokernya nerbitin majalah, pas aku jadi pengurus malah gak diizinin bikin majalah, akhirnya buat buletin.

Baca juga: Nostalgia MSDM + IK

Aku juga dibuat tersenyum, saat membaca betapa optimis dan penuh mimpinya aku pas muda dulu. Sampai aku menulis puisi berjudul Tujuh Asa Terindah. Padahal kalau diingat-ingat, aku menulis puisi itu tanpa dasar apapun. Hanya dari imajinasi saja. Aku tidak punya 7 asa yang ingin kugapai. Aku cuma ingin menggunakan frase "asa terindah", karena saat itu sering denger lirik dengan frase itu. Tapi saat membaca ulang isinya, aku melihat diriku sudah sedikit tahu sedikit getirnya dunia, bedanya dulu pandanganku masih tajam, sehingga bisa kutulis bait-bait itu.


Akan terus berlari walau lumpuh bersarang di kaki
Akan terus melompat gapai bintang di langit,
Walau aku tau, langit berlapis tujuh..
Karena akupun..miliki tujuh asa terindah.


***

 

Tidak banyak momen atau peristiwa yang menggerakkan jemari menulis bait, dalam puisi yang jauh dari puitis. Semoga di momen yang tidak banyak itu, aku tidak menghentikan jemariku untuk bergerak. Merangkai kata meski bukan diksi yang indah. Merangkul makna meski lengan barisnya tak lagi selentur dulu.


Sekian. Mari menulis puisi, jika terbata, mungkin perlu awali dengan membaca lebih banyak puisi. Lalu biarkan kamu bereksperimen dengan kata dan rasa dalam hati. ^^ Bye!

Tuesday, October 22, 2024

Am I a Bad Reader?

October 22, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

I was just finished writing my last blog post, when I check, the previous post I submit for 1m1c, and then I realize... I think I haven't finished reading that book. >.<

 

Baca juga: Faktor Biologis Munculnya Depresi pada Seseorang (last blog post)

 

Baca juga: Yang Perlu Diperhatikan dalam Membuat Gratitude Journal (prev post I submit for 1m1c)

 

*** 


Kesadaran itulah yang akhirnya membuatku tergerak untuk menulis ini. Bahwa ternyata aku benar-benar bukan pembaca yang baik. Pertama, aku membaca sangat pelan. Kedua, aku membaca banyak buku dalam satu waktu (tidak fokus). Ketiga, aku banyak memulai membaca buku, kemudian tidak menyelesaikannya. TT hiks. Sedihnya lagi, alasan tidak selesai baca itu bukan karena aku memang kehilangan ketertarikan, tapi karena aku lupa, setelah membaca judul buku baru >.<


Oh ya, tidak ada yang salah berhenti membaca sebelum selesai, atau membaca banyak buku dalam satu waktu. Asalkan alasan dan caranya benar. Aku pernah membaca artikel tentang membaca buku di Medium (in english) dan menuliskan sedikit intinya di blog ini.


Baca juga: Tentang Baca Buku

 

Jadi, di sini, aku hendak menulis beberapa judul buku yang belum selesai kubaca. Mostly e-book.


Tapi sebelum e-book, ada beberapa buku fisik juga yang ingin kulist:

 

1. Buku Re-Make-nya Bagas Rais

 

Lupa taruh dimana bukunya? Semoga sih gak ketinggalan di luar rumah. Semoga di hoopan. 


Baca juga: Sanguin, Melankolis, Koleris, Plegmatis

 

2. Kitab At-Tibyan Imam An Nawawi

 

Terakhir baca kayanya pas challange 66haribacabuku-nya arketipe. Ini bukunya terlihat jelas, gak lupa naruh. Tapi alasan menunda menyelesaikan karena mentalku lemah >< duh, makin merasa bersalah, karena kemarin-kemarin baru baca lagi pengingat tentang 3 reaksi terhadap ilmu/hidayah. Dan ini reaksi yang salah. Merasa lemah.

 

Ya, buku At-Tibyan itu buku tentang adab terhadap Al Quran. Dan jujur rasanya malu untuk meneruskan membaca kalau aku masih punya banyak banget PR untuk ngamalin beberapa halaman yang sudah dibaca.

 

Baca juga: Insight #daribuku At Tibyan 

 

Aku pernah menuliskan ketakutanku melanjutkan dan menyelesaikan membaca At Tibyan di sini.

 

Baca juga: A22: Hadir Majelis Ilmu



3. Buku Deadline Your Life-nya Solikhin Abu Izzudin


Buku ini populer sejak aku SMA, entah siapa yang membeli buku ini, tapi di akhir 2021 aku menemukannya di lemari kaca. Memutuskan membacanya, tapi kemudian terhenti. Alasannya dua, gabungan dari alasan tidak lanjut membaca 2 buka sebelumnya. Lupa naruh di mana dan merasa lemah mental juga >.<

 

Aku ingat tentang buku ini, karena akhir tahun lalu, mengimport tulisan dari blog ini ke medium dan mengganti judul Untukku menjadi Pengingat Untukku di Akhir Tahun 2023.


Baca juga: Untukku 


***

 

See? Baru tiga buku fisik aja udah panjang. Bagaimana dengan e-book? Yakin mau nulis juga listnya? Iya, semoga dengan ditulis, jadi ingat untuk menyelesaikan baca.

 

List e-book yang belum selesai dibaca:

 

Yang ada di "rak buku":

 

 

1. Aku Ingin Dipahami, Bukan Dihakimi - Urfa Qurrota Ainy, S.Psi., PT. Elex Media Komputindo

Mulai baca 2 September 2024, terakhir baca 21 Oktober 2024, halaman 34

 

2. Sirah Nabawiyah - Abdul Hasan 'Ali Al-Hasani An-Nadwi, PT Elex Media Komputindo

Mulai baca 16 Maret 2023, terakhir baca 3 Oktober 2024, halaman 283

 

3. Berpikir Itu "Dipraktekin" - Tim Wesfix, Grasindo

Mulai baca 3 Juni 2024, terakhir baca 15 Oktober 2024, halaman 128 


4. Kecerdasan Sosial Seorang Muslim - Amru Khalid, Aqwam

Mulai baca 12 September 2024, terakhir baca 15 Oktober 2024, halaman 35


5. Hampa - Damalin Basa, Quanta

Mulai baca 14 September 2024, terakhir baca 5 Oktober 2024, halaman 21




Di luar "rak buku":

 

1. Yang Belum Usai - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo

Mulai baca 26 April 2024, terakhir baca 10 September 2024, halaman 121

 

2. Funiculi Funicula - Yoshikazu Kawaguchi, GPU

Mulai baca 14 Mei 2024, terakhir baca 22 Oktober 2024, halaman 105

 

3. Syarah Riyadush Shalihin 1 - Imam An-Nawawi, Gema Insani

Mulai baca 14 Januari 2024, terakhir baca 7 Juli 2024, bab 1- halaman 23 


4. Ranah 3 Warna - A. Fuadi, GPU

Mulai baca 4 Mei 2022, terakhir baca 2 September 2024, halaman 231


5. Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan - Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda, PT Gramedia Pustaka Utama

Mulai baca 26 Maret 2024, terakhir baca 28 Mei 2024, halaman 32

 

6. Rantau 1 Muara - A. Fuadi, GPU

Mulai baca 2 Mei 2022, terakhir baca 11 September 2023, halaman 162 


7. Jejak Kenangan (Mamah Gajah Bercerita) - ITB Motherhood, Stiletto

Mulai baca 11 Mei 2023, terakhir baca 27 Oktober 2023, halaman 103


***


Am I a bad reader? Yes. But, will I still read? I do. In syaa Allah.


Di era sosial media, dan gilasan teknologi yang membuat fokus kita makin menurun, dan lebih nyaman mengkonsumsi informasi lewat media video atau audio, membaca tetap dibutuhkan. Especially for me.


Apalagi kalau aku mengingat keterikatan emosiku dengan membaca. Kalau dulu pas kecil, sampai SMA, aku membaca karena menyukainya. Kini aku membaca, karena aku tahu aku membutuhkannya. Buku dan membaca sudah membantuku melalui masa-masa sulit dalam hidup. Membantuku kembali menemukan diriku yang sempat hilang. Membantu belajar lagi apa yang sebenarnya sudah aku pelajari namun aku lupakan. Membantuku melihat realitas dan berhenti tenggelam dalam fase overthinking dan negative thinking. Menulis saja, saat itu tidak cukup. Aku membutuhkan 3 hal, Al Quran, menulis dan membaca. Dan tentu jalan kaki.


So let's keep reading. Hoping someday I'll be a better reader. ^^

 

Terakhir, sebuah pertanyaan untukmu, buku apa yang sedang kau baca? Buku apa saja yang pernah baca dan belum selesai membacanya? Dan apakah berniat untuk melanjutkan dan menyelesaikannya?

Wallahua'lam.

Monday, October 21, 2024

Faktor Biologis Munculnya Depresi pada Seseorang

October 21, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

*boleh skip prolog

 

Sudah agak lama sejak aku memahami, bahwa aku punya ketertarikan pada psikologi. Jadi bahasan-bahasan tentang depresi, penyakit mental, self healing, dsb, termasuk hal yang sering aku konsumsi. Maka selain buku-buku bertema spiritual -untuk menjaga kesehatan imanku-, aku juga membaca buku-buku bertema psikologi. Salah satunya, buku yang akan kunukil hari ini.

 

 

Judul bukunya "Aku Ingin Dipahami, Bukan Dihakimi" karya Urfa Qurrota Ainy, S.Psi. terbitan PT. Elex Media Komputindo. Aku familiar dengan Urfa Qurrota Ainy awalnya dari tulisan-tulisannya di tumblr. Sebelum buku ini, aku juga kenal judul buku karyanya sebelumnya, tapi belum berkesempatan baca bukunya. Baru ketika judul dan namanya muncul di rekomendasi iPusnas, akhirnya aku memutuskan untuk pinjam dan baca.


Oh ya, sembari menulis ini, ternyata ada buku baru karyanya di tahun 2024. Wah produktif banget ya *TT hiks malu. Anyway, buku yang aku nukil ini, terbit di tahun yang sama dengan tiga buku lain. Mungkin satu seri ya. Cuma aku belum tahu apakah ada urutannya, atau bagaimana. Oke, langsung aja ya ke isi nukilan bukunya.


***

 


Ada berbagai faktor yang berkaitan dengan munculnya depresi pada seseorang, mulai dari faktor biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual. Nah, apa aja hal yang berkaitan pada munculnya depresi pada seseorang di faktor biologis?


1. Gen


Studi menunjukkan bahwa depresi lebih disebabkan oleh interaksi berbagai gen yang mempengaruhi produksi serotonin dan hormon tiroid (Lohof, 2010).

Serotonin merupakan senyawa otak (neotransmitter) yang berperan dalam pengaturan suasana hati (mood), sedangkan tiroid merupakan kelenjar penghasil hormon yang mengatur metabolisme tubuh, termasuk tekanan darah, suhu tubuh, dan detak jantung.

Kekurangan serotonin dan hormon tiroid dapat memunculkan gejala-gejala depresi pada seseorang.

- Urfa Qurrota Ainy, dalam buku "Aku Ingin Dipahami Bukan Dihakimi"

 

Bagiku yang bukan orang biologi, bahasan tentang faktor biologi tentang depresi adalah informasi baru yang menarik. Karena sebelum membaca buku ini, yang ada dipikiranku depresi itu hadir karena "luka lama", atau trauma, yang dimiliki seseorang. Atau karena banyaknya masalah yang bertubi-tubi menimpa seseorang. Aku tidak tahu, bahwa secara biologis, ada hal-hal yang berkaitan juga. Termasuk tentang kemungkinan depresi yang bisa diturunkan.

...kemungkinan depresi diturunkan sebesar 38%. Jika salah satu dari anak kembar mengalami depresi, kembarannya pun beresiko mengalami depresi (Kendler, 2006).
 

Mungkin setelah baca sedikit cuplikan info ini, ada yang bertanya-tanya. Trus kalau punya gen yang kemungkinan depresinya lebih besar, apakah berarti ia bakal sakit terus dan gak bisa sembuh? Pertanyaan ini, dijawab pula dalam buku ini.


Dalam kenyataannya, seseorang yang memiliki "bakat" depresi masih bisa sembuh dan hidup dengan baik.

 

Membaca kalimat tersebut ada dua perasaan yang muncul, pertama kelegaan. Karena kalimat ini harapan buat siapapun yang merasa depresinya muncul karena faktor biologis ini. Kedua, jujur agak gimana saat baca diksi bakat. Meski penulis sudah pakai tanda kutip, tetap saja. Sebagian diriku paham, mungkin memang begitu cara yang terbaik untuk mengemasnya. Tapi tetap saja, rasanya aneh.

 

Oke, balik lagi ke topik. Kenapa mereka dengan gen, yang memiliki kemungkinan muncul depresi besar bisa hidup dengan baik, dan bisa sembuh jika pun pernah mengalami depresi? Jawabannya ini...


Sebab, masih ada faktor-faktor lain di luar faktor genetik yang masih bisa kita kendalikan.

 

Membaca kalimat ini membuatku tersenyum. Inilah hidup, dan salah satu bentuk keadilan Allah. Saat manusia terlahir, ada banyak hal yang di luar kendali kita, tapi Allah juga memberikan sesuatu yang Allah berikan kendalinya pada kita. Ya, meski nanti kendali tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tapi itu salah satu bentuk nikmat darinya.

 

Sama seperti penyakit fisik, yang ada keturunan diabetes nih. Bisa jadi kemungkinan kenanya tinggi, karena faktor biologis. Tapi sebenarnya, ada yang bisa kita kendalikan. Kalau bisa jaga makan kita, pola hidup kita. In syaa Allah tetep bisa sehat. Tapi kalau misal pun sakit. Pun masih bisa menjaga agar tidak parah sakitnya. Aku pikir, begitu pula penjelasan faktor biologi munculnya depresi dari gen. Kemungkinan kenanya bisa jadi lebih tinggi dibanding orang lain. Tapi itu bukan seperti kematian yang tidak bisa dihindari. Ada hal-hal yang bisa kita lakukan agar tidak sakit. Pun kalau suatu saat terjatuh dan sakit (baca: depresi), bukan berarti pula tidak bisa bangun lagi. 

 

2. Hipokampus, Amigdala, Habenula, Prefrontal Korteks


Hipokampus dan amigdala terletak di lobus temporal otak. Aktivitas dan volume kedua bagian otak ini memainkan peran paling penting pada seseorang (Carlson, 2010)

Hipokampus berperan pada pembentukan memori, proses belajar serta emosi (Machdy, 2019).

 

Kalau dinomer 1 tadi bacara gen. Ini bahas tentang biologis otak. Ada banyak istilah baru yang mungkin bikin pusing, kalau yang gak suka sama biologi. Tapi kalau kita lepasin pikiran tentang istilah baru dan asing itu, ada banyak pelajaran baru yang bisa dicatat.

 

Hasil pindai aktivitas otak pada subjek menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami depresi memiliki hipokampus yang lebih kecil daripada orang yang tidak mengalami depresi.

 .

 .

Sedangkan amigdala adalah bagian otak yang berperan untuk mendeteksi bahaya, rasa takut, dan ekspresi emosi negatif.

Pada orang yang mengalami depresi, aktivitas amigdala menjadi sangat tinggi bahkan ketika ia seharusnya beristirahat (Machdy, 2019).
.
.
.
 

Sementara itu habenula merupakan bagian otak yang terkait dengan perasaan ragu dan pesimisme (Machdy, 2019). Habenula yang terlalu aktif akan mengirim sinyal mengenai rasa kecewa dan perasaan gagal pada tubuh, akibatnya seseorang akan memandang dunia secara pesimis dan negatif (Kaye, 2017).
.
.
.
Terakhir, pada otak manusia terdapat prefrontal korteks, yakni bagian depan otak di belakang dahi manusia yang berperan dalam melakukan penalaran, membuat pilihan, merencanakan, serta memecahkan masalah. Pada orang depresi bagian ini menyusut. Apa maknanya?

Itu menjelaskan mengapa orang yang mengalami depresi biasanya sulit berpikir, memutuskan sesuatu, memilih, merencanakan, dan menyelesaikan masalahnya.

Poin ini memberi gambaran bahwa depresi sangat berkaitan dengan kondisi otak.

 

Kenapa kita harus tahu tentang fakta bahwa ada faktor biologis pada seseorang yang mengalami depresi? Karena menurut penulis, jika setelah di cek, penyebab munculnya depresi seseorang ternyata dari faktor biologisnya.

 

Pendekatan biologis lebih tepat digunakan jika yang terganggu adalah fungsi otak.

 

Ini aku setuju banget sih. Karena sedihnya, seringkali kalau seseorang mendengar berita depresi orang lain, baik itu orang asing maupun orang yang dikenalanya, yang pertama muncul adalah judgement. Entah itu penghakiman bahwa mentalnya terlalu lemah, atau imannya lemah. Antara dua itu. Padahal, yang mereka butuhkan bukan itu. Seperti judul bukunya, mereka hanya ingin dipahami, bukan dihakimi.


Nah. Trus, penanganan depresi tuh memang harus dicari dulu akar penyebabnya. Suka sedih kalau misal ada yang depresi, trus cuma berusaha menghilangkan "sakit" gejalanya aja. Tapi lupa untuk mencari dan menyelesaikan akar masalahnya. Cari banyak cara healing, tapi jatuhnya jadi pelarian dan cuma sementara. Habis itu jatuh lagi, karena dia gak mau cari akarnya. Kalau dari biologis, yang harus dijaga ya lewat pendekatan biologis, termasuk mengatur makanan dan pola hidup. Kalau dari psikologis, ya dicari luka lama/trauma apa, yang sebenarnya harus disembuhkan. Bukan cuma cari jalan pintas, supaya naikin mood atau dapetin kesenangan cepat dan semu.


3. Usus sehat, Mental sehat

 

Studi termutakhir menunjukkan bahwa kesehatan pada bakteri (yang ada di usus) berpengaruh pada kesehatan mental seseorang (Yano, 2016).

Bagaimana kaitannya? Bakteri dalam usus kita merupakan pabrik penghasil serotonin. Serotonin merupakan senyawa kimia yang membuat kitaerasakan kegembiraan, ketenangan, dan gairah. Studi menunjukkan bahwa 95% serotonin yang kita butuhkan dipasok oleh para bakteri di usus kita (Machdy, 2019)

Para bakteri membutuhkan makanan agar mereka bisa menghasilkan serotonin yang kita butuhkan. Karena itu, makanan yang masuk ke usus sangat memengaruhi apakah bakteri dapat menghasilkan serotonin yang cukup atau tidak.

.

.

.

Makanan apa saja yang dibutuhkan bakteri tersebut? Makanan prebiotik seperti tempe, yogurt, dan gandum.


Ini yang tadi aku sebutin. Bagi yang munculnya depresi disebabkan karena faktor biologis, apa yang kita makan itu harus banget dijaga. Jangan sampai karena sedih, jadi membiarkan diri kelaparan. Nanti malah makin parah, karena kebutuhan serotoninnya tidak terpenuhi. Dan jangan kebanyakan makan junk food, mie instan, dll. Please.. Instead of that, consume more fruit and yogurt ^^.


Dalam khazakah keilmuan Islam, Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam, telah membekali kita dengan kebijaksanaan yang mirip, yakni tentang betapa pentingnya kita menjaga semua yang masuk ke dalam perut kita. Misalnya dalam hadis, "Perut adalah rumah dari segala penyakit."

Rupanya, bukan hanya penyakit fisik yang bermula dari perut, melainkan juga penyakit mental.

 

***

 

Sekian, beberapa hal dari faktor biologis munculnya depresi pada seseorang. Untuk faktor lain yang berkaitan dengan munculnya depresi seperti faktor psikologis, sosial, budaya dan spiritual, silahkan baca langsung di bukunya ya hehe (: 


Semangat membaca! Meski hanya satu halaman setiap hari.

Semangat membagikan insight/nukilan dari apa yang dibaca~ meski sedikit dan sesederhana apapun!


Wallahua'lam.


***


Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Thursday, October 17, 2024

Mencari Makna Tak Tersurat

October 17, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Aku baca lagi berulang-ulang tulisan yang mirip puisi itu. Aku masih tidak mengerti.

 

***

 

Sudah lama aku tidak menemukan tulisan, yang membuatku bertanya-tanya akan makna tak tersurat yang ada di sana. Tidak ada diksi yang begitu asing, tapi tetap saja jika hanya membaca rangkaian katanya, aku tidak bisa sama sekali membaca maksud dibaliknya. Aku sampai bertanya pada google, mencari penjelasan dari tulisan tersebut.

 

Setelah membaca sedikit penjelasan tersebut, baru kemudian aku bisa memiliki gambaran tentang arti tak tersurat di tulisan tersebut. Aku mulai bisa menerka-nerka maksudnya. Mengapa ia memilih diksi tersebut. Mengapa ini dan mengapa itu.

 

Persis seperti pelajaran bahasa Indonesia dulu, saat belajar tentang puisi. Atau saat kita diminta membaca novel klasik, novel puitis, yang dalam tulisan yang tersurat, ada begitu banyak makna yang tersirat.

 

***

 

Membaca tulisan tersebut aku jadi teringat perbedaan mendasar tentang tulisan fiksi dan non fiksi. Selain bahwa fiksi adalah tulisan karangan, penuh imaginasi, dll. Dan tulisan non fiksi, fokus pada fakta dan data. Tulisan non fiksi yang baik, adalah tulisan yang membuat pembaca mudah menemukan inti dari apa yang hendak di sampaikan. Berbeda dengan fiksi, yang membolehkan penulis untuk membuat tulisan abstrak dan menyembunyikan banyak hal, dan membiarkan pembaca mengisi kekosongan tersebut dengan imaginasi. Ada makna tersirat dari tulisan fiksi. Ada yang harus digali dan dicari, terlepas dari apa yang tertulis.


It's been a while, I'm not writing a fiction. Whether it's short story, or poetry. Sometimes I write that. But I'm too afraid that I'm just prolonging a daydream insight my head. Or I just waste my time, to make a story not worth to write.


So shout out to writer/author all over the world, untuk karya-karya, cerita, puisi yang menggugah hati. Karya yang menyimpan makna berharga dari yang tersurat maupun yang tersirat.


That's all. Bye!

Tuesday, October 15, 2024

A Call that Delivers Positive Energy

October 15, 2024 0 Comments

Bismillah. 


It's already October. Alhamdulillah 'ala kulli hal.

 

Beberapa waktu yang lalu, aku paham aku memilih untuk tidak menulis, dan menghabiskan waktu untuk hal yang jauh lebih tidak penting >< Allahummaghfirli..

 

Bahkan hari ini pun, aku ragu untuk menulis. Tapi obrolan kemarin seolah mengetuk-ngetukku untuk menulis, sesederhana apapun. Mungkin inilah berkah terhubung lagi dengan orang shalih. Energi positifnya mengalir, meski bukan pertemuan fisik, hanya suara di ujung telepon.


***

 

Singkat cerita, seseorang dari komunitas yang kukenal sejak 9 tahun yang lalu menghubungiku. Dari obrolan tersebut, nyala api semangat saat dulu awal bergabung di komunitas melintas di memori. Betapa saat itu, kami terhubung karena sama-sama merasakan manfaat dari ceramah berbahasa inggris dari seorang ustadz, lalu manfaat yang kami dapatkan itu, ingin kami bagikan juga ke orang lain. Maka lahirlah akun tumblr komunitas.

 

Seingatku saat itu aku belum banyak berkontribusi. Aku cuma observer, sesekali bersuara di grup, tapi lebih banyak menyimak saja. Tumblr saat itu diisi dengan desain quote/kutipan. Aku tahu salah satu yang aktif berkontribusi. Qadarullah ketemu di bandung dengan beliau saat beliau S2 di kampus yang sama.

 

Aku ingat saat itu ada pertemuan offline juga, tapi aku yang saat itu masih bergelut dengan diriku sendiri, memilih untuk tidak hadir, hanya mendengar cerita dari teman yang hadir.

 

Aku teringat event menulis pertama bertajuk metamorfosa, tidak ikut mengirim apapun, bukan panitia juga, tapi merasakan manfaat dari membaca tulisan beberapa peserta event tersebut.

 

Aku teringat saat berkunjung ke rumah salah satu anggota komunitas, diceritakan tentang mimpi besar komunitas. Mendatangkan ustadz ke Indonesia, mendirikan yayasan dengan nama sama cabang Indonesia.

 

Aku teringat kabar saat ustadz ke Malaysia, dan ada anggota komunitas yang datang dan bertemu, membawa buku yang berisi desain-desain quote dari komunitas. Lalu beliau hendak mampir ke Indonesia 411, tanggal 5-nya. 2016. Dibatalkan karena alasan keamanan.

 

Lalu 2018. Akhirnya ustadz ke Jakarta. Meet up Community. Kajian di Masjid Istiqlal.

Baca juga: Resume Kajian Meet Up Community

 

Lalu story night pertama, ada quran weeks juga. Dan tahun ini story night kedua.

 

***


Memori dan tulisan di atas, bukan kutulis dalam rangka promosi acara atau apa. Tapi aku ingin mengenang, betapa semangat kami dulu untuk berdakwah, bukan karena ustadz tersebut, tapi karena pelajaran Al Quran yang kami dapat dari beliau. Insight-insight yang membangunkan hati kami, sehingga kecintaan terhadap hikmah tersebut membuat kami ingin lebih banyak orang mendapatkan manfaatnya juga.


Apa kabar komunitas? Komunitas kami masih hidup, tapi tidak bisa disebut sangat aktif. Beberapa program kerja masih berjalan. Story Morning setiap ahad, tim subtitle yang menyediakan video subtitle bahasa indonesia dan inggris di youtube, juga proker tiap Ramadhan, My Favorite Ayat, juga blog, masih update tulisan-tulisan resume dari kajian.


Jujur menulis ini membuatku malu, karena saat ini, aku lebih banyak menjadi observer lagi, menyimak dan memperhatikan dari jauh. Sedihnya, masih bergelut dengan diri sendiri, sehingga tidak banyak berkarya. Jangankan untuk komunitas, blog ini saja ... *let's not complain and do the work instead.


***

 

Terakhir, jangan menyerah bebenah diri. Semoga Allah mudahkan untuk istiqomah menyelami samudra ilmu-Nya, berusaha mengambil sedikit dari mutiara di kedalaman Al Quran.

 

Kuakhiri tulisan ini dengan sebuah kutipan,

 

We need guidance over and over again.

Allah mengumpamakan Alquran dengan hujan atau air. Seperti bumi yang membutuhkan hujan lebih dari sekali untuk menjaganya tetap hidup. Seperti itu pula Alquran kita butuhkan dalam hidup kita.
 
Seperti manusia, apa manusia cukup meminum air satu kali saja dalam hidupnya? Tidak. Manusia butuh minum air lebih dari sekali, we drink water over and over again. Seperti itu pula kebutuhan manusia atas petunjuk dalam Alquran. Sepanjang hidup kita, kita membutuhkan Alquran.

- Resume Kajian Ustadz Jakarta, 5 Mei 2018 (baca lengkapnya di sini)

 Wallahua'lam bishowab.


***


PS: Aku kehabisan kata untuk membuat judul! Awalnya mau dikasih judul "It's October", tapi setelah semua tulisan jadi, nggak menggambarkan isi. Trus mau ubah jadi Telepon dari Seseorang dari Komunitas, kebanyakan dari-nya. Akhirnya judulnya kuganti jadi seperti sekarang. Sekian. maaf gak penting. let's hide this.

Wednesday, October 2, 2024

A33: Sahabat dan Tetangga yang Paling Baik

October 02, 2024 0 Comments

Bismillah.

#menjadiarketipe

 


 

☑️ #DAY33-0090

 

📖 At-Tibyan, Imam An-Nawawi

 

📑 Quote:

Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah sahabat yang paling baik kepada sahabatnya, dan tetangga yang paling baik di sisi Allah, adalah tetangga yang paling baik kepada tetangganya. 


💡 Insight:

 

Bentuk kesempurnaan iman seseorang adalah saat keimanannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, tapi juga terpancar dalam akhlaknya. Maka orang yang paling baik imannya, adalah yang paling baik pada keluarganya, yang merupakan sahabat yang paling baik juga tetangga yang baik.

 

Aku mungkin belum bisa mencapai level keimanan setinggi itu. Aku masih berusaha memperbaiki akar dan batang pohon imanku, sembari berharap daunnya rimbun dan bisa berbuah manis. Meski jika mau jujur, aku tahu, ada beberapa orang yang memetik buahnya dan merasakan asamnya, pertanda ada yang salah di akar atau batang pohon imanku.

 

Sebagai manusia, kita selalu ingin punya sahabat yang baik. Saat mencari rumah, selain dari orang-orang di dalam rumah, kenyamanan akan didapatkan jika kita memiliki tetangga yang baik. Tapi untuk mendapatkan itu, yang harus kita lakukan adalah menjadi seperti itu. Saat kita berusaha belajar menjadi sahabat yang baik, tetangga yang baik, nanti.. Allah akan bantu kita untuk bertemu dengan sahabat-sahabat dan juga tetangga yang baik.

 

Wallahua'lam.

Monday, September 30, 2024

Death is Near

September 30, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Death is near, even more than life. Kepastiannya lebih besar, daripada kehidupan itu sendiri. Itulah mengapa Allah menyebutkan kematian lebih dulu dari kehidupan. Itulah mengapa Rasulullah mencontohkan kita untuk membaca surat ini setiap malam sebelum tidur.

 

Kita mengira bahwa kehadirannya masih jauh... Aku pikir hanya sakit, nanti akan membaik. Satu, dua hari. Begitu cepat. Kabar itu hadir begitu cepat, lewat suara tangis ibu di ujung telpon.


***

 

It's night, part of me want to sleep and put that on hold. But I can't deny this feeling.

 

It's night, part of me want to escape and drown in distraction. But that's not the right thing to do.

 

So here I am, mengeja rasa dan makna yang mengambang dan tidak berbentuk jelas.


He's the oldest son of my grandma. He did so much good that change the life of his younger sister and brother.


Sulit untuk mengeja dan menceritakan sedikit dari yang kutahu. Imajinasiku mencoba memandang banyak hal dari sudut pandangnya. Aku bertanya-tanya, jika suatu saat kau merasa kematian sudah dekat. Apa yang akan kau lakukan?


Ia seolah sudah merasakan dekatnya kematian, saudara perempuannya pun sudah merasakannya. Tapi mengapa hatiku tidak peka, dan berpikir bahwa semua akan baik-baik saja? Bukankah seharusnya iman, membuat seseorang lebih peka terhadap firasat?


Sulit untuk mengeja dan menceritakan sedikit dari yang kutahu. Imajinasiku mencoba memandang banyak hal dari sudut pandang istri dan anaknya. Mata lembab mereka sore itu. I dind't know it will be the last time I see him. I don't even have courage to say a word, menyapa bahwa aku datang untuk menengok. I didn't have the courage to touch his hand as I supposed to be whenever I met him. The last time I did that was that night, when we all meet for montly gathering. Back then He didn't even looked sick. TT

 

***

 

Death is near... but why... saat berbicara tentang kematian yang sudah terjadi, yang hadir adalah pertanyaan-pertanyaan pengandaian?

 

Bukankah seharusnya kematian membuat kita makin dekat dan berdoa kepada Allah? Bukan justru mengikuti bisikan-bisikan kemungkinan yang tidak mungkin terjadi. Yang sudah tertulis, sudah terjadi, tidak akan bisa berubah. 

 

Sulit untuk mengeja dan menulis lebih banyak. Pikiranku melayang, bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan ibuku sekarang? I wish I am with her now. She's probably praying for her dearest late brother. Semoga Allah memberikan kekuatan dan kesahabaran padanya. 


Kututup tulisan ini. Dengan hadits doa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam saat Abu Salamah radhiyallahu anhu berpulang.


Lalu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِي سَلَمَة، وَارْفَعْ دَرَجَتْهُ في المَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ في عَقِبهِ في الغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ العَالَمِينَ، وَافْسَحْ لَهُ في قَبْرِهِ، وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, dan angkatlah derajatnya sehingga dia bertemu dengan mereka orang-orang yang telah mendahului beliau dalam kematian, dan Ya Allah jadilah Engkau sebagai pengganti/menanggung orang-orang yang ditinggalkannya. Dan ampunilah kami, juga untuk beliau, Ya Rabbal ‘Alamin, dan lapangkanlah Abu Salamah dalam kuburnya, dan berilah cahaya kepada beliau di dalam kuburnya.” (HR. Muslim di dalam shahih muslim [1]


Wallahua'lam bishowab.


Keterangan:

[1] https://www.radiorodja.com/50044-doa-untuk-orang-yang-baru-saja-meninggal-dunia/

[2] Ditulis 29 September 2024 11.38 PM, di publish pagi, hari berikutnya.

Tuesday, September 24, 2024

Belajar Bahasa Lagi di Memrise

September 24, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Sudah lama aku tidak membuka atau main Memrise.

 

Baca juga: Memrise : Menghafal Lebih Mudah dan Asyik 


Saat ada kesempatan untuk buka lagi web Memrise, aku menemukan informasi baru, bahwa memrise memutuskan untuk memisahkan course resmi dari Memrise, dengan course yang bisa dibuat oleh member memrise. Jadi sekarang ada dua alamat web, untuk yang resmi di app.memrise.com, sedangkan yang komunitas di community-courses.memrise.com.



 

Community course berisi kelas-kelas yang dibuat oleh komunitas atau pengguna memrise. Kelas-kelas tidak resmi, tapi banyak juga manfaatnya. Dan ada juga fasilitas untuk buat course sendiri.

 

 

Lalu bulan berlalu, eh ada pemberitahuan lagi, bahwa akan ada pembaruan. Di web resmi memrise. Dan bagus pembaruannya. ada sistem scenarios, sama latihan conversation menggunakan AI via chat.


skenario

latihan percakapan dibantu AI

***

Ada banyak banget fasilitas bagus dan gratis dari memrise, sayang kalau enggak di share. Yang mau serius dan dapat fasilitas full-nya juga bisa berlangganan.


Aku kadang bertanya-tanya, apakah belajar bahasa, masih relevan untukku? Apalagi kalau lebih tertarik belajar bahasa asing lain, yang mungkin gak akan pernah terpakai. Ada banyak excuse yang membuatku ragu untuk sharing, tapi minat belajar bahasa itu masih ada, sayang juga kalau diabaikan. Jadi ketimbang menghalangi diri sendiri, untuk hal yang lebih produktif, ketimbang cuma scrolling dan menjadi konsumer konten, mending belajar, diniatkan untuk hal baik. Semoga kelak, meski sekarang kesannya belum 'berguna', nanti semoga berguna.

***

 

Aku akhiri saja tulisan ini. Sebagian hatiku masih ingin curhat ini itu, tentang kekhawatiranku, tentang pertanyaan-pertanyaanku, tentang angan-angan yang terlalu cepat terbang tinggi tanpa diikuti langkah-langkah kecil yang menyertai. Tapi kucukupkan saja di sini. Belajarlah, banyak hal. Belajar agama tentu, belajar Al Quran juga. Juga, belajar hal-hal yang kamu minati. Semoga setiap ilmu yang dipelajari mengajarkanmu kerendahan hati, dan membuatku mencapai kesimpulan yang tertinggi. Seperti ulul albab yang duduk dan berbaringnya memikirkan bagaimana penciptaan bumi dan langit, kemudian dari ilmu tersebut, mereka berkata, Rabbana ma khalaqta hadza bathila...

 

Begitu pun perbedaan bahasa, yang setiap kali kita mempelajari bahasa yang baru, kita bukan cuma belajar bahasa tersebut, tapi kita juga belajar bagaimana budaya orang-orang yang memakai bahasa tersebut. *teringat podcast Raditya Dika dan Ivan Lanin, yang menjelaskan bahwa kekayaan kosakata suatu bahasa terhadap suatu hal, menunjukkan bahwa hal tersebut adalah hal penting. Seperti kekayaan kosata jenis keju bagi orang-orang eropa, atau kekayaan kosakata alat-alat pertanian, teknik pertanian bagi orang jawa.


Lalu semoga kita tiap pagi, saat terbangun dari tidur kita.. membaca ulang perkataan ulul albab yang Allah abadikan dalam ayat Quran.


Rabbana ma khalaqta hadza bathila, subhanaka faqina 'adzabannar.


Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang terus belajar, yang dengan belajar itu, kami meyakini dengan benar kehidupan akhirat, yang membuat kami tidak berhenti berdoa, agar Engkau selamatkan kami dari api neraka. Aamiin


Wallahua'lam bishowab.


****


PS: Jika ada yang merasa aku loncatnya kejauhan, harap maklum ya, begini aku biasa menulis di sini. Berharap setiap tulisan bukan cuma tentang 'dunia' tapi juga mengingatkan pada-Nya. Berharap sedikit yang kecil ini, bisa menjadi jejak yang kelak menjadi bekalku di kehidupan selanjutnya. Aamiin.