Follow Me

Monday, June 30, 2025

Digital Detox untuk Pemula

June 30, 2025 0 Comments

 Bismillah.

 


 

Lanjutan dari Digital Detox: Berbagi Informasi dari AI yang Belu... 


Setelah menjeleaskan strategi digital detox, dan mencantumkan juga hal-hal yang baiknya kita lakukan setelah proses detox. Meta AI bertanya padaku,

 

How long would you like your initial detox to last?

 

Karena aku gak punya gambaran sama sekali, baiknya berapa lama kita melakukan digital detox, kujawab pertanyaan itu dengan pertanyaan balik.

 

I don't know, for a starter how long should it be?

 

Meta AI menjawab, untuk pemula sepertiku aku bisa memilih 2 mode (harian/pekanan). 

Opsi pendek :

  •  6-12 jam (setengah hari/overnight detox)
  • 24 jam (seharian ful untuk reset dan recharge)

Opsi akhir pekan :

  • 48 jam (detox akhir pekan untuk disconnect dan relax) : sabtu-ahad
  • 72 jam (full akhir pekan untuk mengembalikan fokus dan me-refresh diri --rejuvenate) : jumat-ahad

 

Oh ya, selain 4 opsi di atas, Meta AI juga memberikan tips untuk sukses digital detox, diantaranya:

1. Mulai dari yang kecil untuk membangun kepercayaan diri

2. Tentukan tujuan yang jelas (misal untuk relaksasi, membaca)

3. Rencanakan aktivitas offline (olahraga, hobi)

4. Komunikasi dengan teman dan keluarga (kalau di waktu tersebut kamu offline/sedang digital detox)

5. Fleksibel; lakukan penyesuaian durasi jika diperlukan

  

Nah, berhubung ada banyak sekali aktivitasku yang bergantung sama digital gadget (bukan cuma sosial media dan messenger), aku nawar dong ke Meta AI,

 

6 hours feels so long. Can I split those 6 hours in different time? 

 

Kan yang paling pendek tuh 6 jam sehari, nah aku minta 6 jam-nya dipotong-potong. Ternyata ada istilah juga untuk digital detox yang aku tawar tersebut. Namanya interval-detox atau micro detox.

 

Ada 2 mode juga. Interval harian dan interval akhir pekan.

 

Interval harian bisa dilakukan seperti ini:

  • 2 jam (pagi hari): hindarkan sebelum kerja/sekolah
  • 2 jam (malam hari): matikan layar sebelum waktu tidur
  • 1 jam (istirahat makan siang) 
  • 1 jam (sebelum makan malam) 

 

Interval pekanan (ini lebih pendek lagi):

  • 30 menit/hari: istirahat pendek tiap harinya
  • 1 jam/pekan: pilih satu hari untuk jam bebas layar.
  • Screen-free Sundays: Jadikan satu hari sebagai hari kita meminimalisir screen time.


Selain tentang interval, Meta AI juga menjelaskan secara singkat benefit dan tips, ya tips lagi hehe.

 

# Benefits
1. Reduced screen time
2. Improved focus
3. Enhanced creativity
4. Better sleep
5. Increased productivity

# Tips
1. Schedule intervals in your calendar.
2. Set reminders.
3. Plan offline activities.
4. Be consistent.


 ***

 

Setelah baca penjelasan di atas, apakah kamu tertarik untuk melakukan digital detox?

 

Kalau aku.... (curcol time, abaikan dan tutup tab kalau kamu gak penasaran tentangku hehe)

 

Jadi kan di awal postingan tentang digital detox, di judul tulisan part 1 sudah kutulis, bahwa ini dari AI tapi belum aku praktekkan. Kalau pakai strategi dari AI aku belum coba. Tapi kalau sekedar menjauh dari hp, gak cek hape dalam rentang waktu tertentu, sudah pernah. Terutama saat ada agenda offline. Aku tipe yang jarang cek hape. Bahkan kalau jalan-jalan pun, ambil foto seadanya saja, selebihnya nikmati saja suasana dan pemandangan dengan mata dan indra lainnya. Begitu...

 

Tapi, pengetahuan tentang digital detox ini menurutku penting banget untuk dicatat ulang, daripada tenggelam diantara ratusan grup/pesan di WhatsApp. Itulah mengapa aku memilih menyalinnya di sini. Siapa tahu, ada juga yang sepertiku, butuh pengingat untuk sesekali melakukan digital detox, sebagai bentuk dari self care. Agar diri tidak mudah burnout. Ya memang, kita bisa jalan-jalan secara digital, lewat video vlog orang, atau lewat dokumenter alam, tapi yang tubuhmu butuhkan seringkali adalah waktu istirahat dari menatap layar. Ia ingin melihat hijaunya daun yang asli, ingin menghirup segarnya oksigen pagi hari di bawah pohon beringin, juga ingin mendengarkan suara gemerisik angin, atau rintik air hujan asli, dan bukan hasil rekaman atau audio digital.

 

Jadi untukmu, izinkan aku meneruskan pertanyaan dari Meta AI berikutnya,


Which interval detox schedule works best for you? 

 

Sekian. Bye 5! 

 

Wallahua'lam. 

Wednesday, June 25, 2025

A Bad User on Slowly

June 25, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

Sudah sejak 2023 aku install aplikasi Slowly. Awalnya sih lumayan aktif. Kirim beberapa surat ke akun yang punya banyak kesamaan topik. Ada surat-surat yang masuk juga meski aku gak kirim duluan. Ada yang bales ada yang gak bales. Ya begitulah, namanya juga kirim surat ke orang asing, yang bisa jadi dia gak minat sama topik bahasan kita, atau memang dianya sibuk dan lebih memilih aktif di sosial media ketimbang aplikasi slowly. 

 

Trus akhir 2023, aku mulai kehabisan energi untuk membalas surat. Balesnya bisa sebulan atau dua bulan. Sampai aku memutuskan untuk mengabaikan surat-surat masuk yang butuh balasan. Ini yang akhirnya membuatku melabeli diriku "a bad user on Slowly".

 

Aplikasi Slowly masih ada, belum ku uninstall karena sebagian diriku masih ingin menjawab beberapa surat yang masuk dan sudah kubaca di sana. Setahun kemudian 2024, keinginan untuk membalas akhirnya muncul lagi. Aku membalas beberapa surat. Mengirim beberapa surat baru juga, termasuk surat dengan bahasa lain dengan harapan baru, bisa latihan bahasa di Slowly. Dibales dong alhamdulillah dari 2 orang. Harusnya nih, aku lanjut bales, campur-campur bahasa inggris juga gapapa, eh, aku malah kehabisan energi lagi, dan memilih off lagi. what a bad user, right? >.<

 

Tahun berganti, it's 2025. Aku masuk lagi ke slowly. Di momen saat aku mulai aktif blogging lagi, momen ini, juga pas untukku mulai aktif Slowly lagi. Kan esensinya sama, menulis juga. Bedanya kalau di blog ini, nulis untuk diri sendiri, dan gak banyak feedback. Kalau nulis surat kan beneran ada orang lain yang dituju dan kemungkinan dibales 50%.

Anyway, meski gak janji bisa jadi user yang baik di Slowly, aku minimal berniat baik untuk menjadi user yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Aku juga udah mengupdate bio profil-ku. Dan in syaa Allah akan segera membalas 5 surat yang belum terbalas. Sebelumnya ada 7, 2 udah aku bales. Sisanya pelan-pelan aku cicil hehe.

 

Oh ya, aku juga lagi suka pake tools automatch. Ini lebih mudah, ketimbang caraku dulu, yang cari satu-satu teman, dari banyaknya kesamaan topik, baca profil trus baru kirim surat. Kita cuma perlu nyiapin satu surat, pilih beberapa kategori auto-match yang diinginkan, lalu memilih jumlah surat yang dikirim (1-3), dan kemudian Slowly akan membantu kita auto-match ke beberapa user. 

 

***

 

Sekian cerita pengalamanku menggunakan aplikasi Slowly. Kalau ada yang tertarik untuk pakai Slowly, dan ingin bertukar surat denganku silahkan add slowly id-ku N7Z2QX

Oh ya, sembari membagikan Slowly id, ingin rasanya kasih feedback ke developer slowly. Kayanya bagus kalau selain share id, bisa share link yang bisa membuat orang yang klik untuk kirim surat, kan lumayan kalau misal linknya ditaruh di bio ig misal, yang belum daftar slowly, diarahkan untuk daftar dulu jika ingin menambahkan kirim surat ke user id tersebut. Gituu.. **tapi ini feedbacknya kirim kemana ya? Ke komentar di PlayStore? Atau kemana?

 

Maaf jadi ngelantur. Kan tadi udah nulis sekian. Kalau ada yang baca sampai sini, terima kasih. Semoga tulisan ini tidak membuang waktumu. Pertanyaan untukmu, selain sosial media mainstream, adakah aplikasi yang membantumu terhubung dengan orang lain? Apa itu, dan ceritakan pengalamanmu sebagai user.

 

Bye~

 

Wallahua'lam. 

Monday, June 23, 2025

Digital Detox: Berbagi Informasi dari AI yang Belum Aku Praktekkan

June 23, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Ini lanjutan dari sesi curhat ke meta AI.

Baca juga: Curcol ke AI di WhatsApp;

My Homework: Self-Care (Curcol ke Meta AI bagian 2)


Oh ya FYI, sebelum update-an Meta AI di WhatsApp, meski sedikit banyak tahu tentang perkembangan AI, aku pribadi belum pernah mencoba langsung interaksi dengan Chat-GPT. Nyoba curcol ke Meta AI pun karena sering liat iconnya setiap buka wa.

 

***

 

Jadi, setelah informasi panjang tentang Self Care yang jadi PR dan aku lakukan, si meta AI sesuai programnya, mengakhiri informasi dengan pertanyaan lebih lanjut.

 

Which self-care activity resonates with you?

 

Kujawab, "Kayaknya aku butuh digital detox deh. Aku juga setuju kalau baca buku banyak banget bantu aku.", dalam bahasa inggris.

 

Digital detox and reading can significantly improve mental clarity and overall well-being. 

 

Setelah itu, ia menjelaskan panjang lebar tentang tips sukses digital detox. Yang kalau aku mau, bisa aja nih dijadiin satu artikel dengan judul Tips Sukses Digital Detox. Tapi berhubung aku tipe penulis yang sekarang males banget baca artikel model AI, aku memilih untuk menulis di sini dalam bentuk story telling. Bukankah lebih nyaman dibaca kaya gini? Hehe. Aku teringat membaca tulisan curcol ke AI bagian 2, dan menskip copas info berbahasa inggris yang kucantumkan di postingan tersebut. We're just too tired to read that form of information. Lebih suka kalau informasi disampaikan seolah lagi ngobrol. Ya, meskipun itu dalam bentuk tulisan.

 

Jadi apa tipsnya? 

 

***

 

Untuk sukses digital detox, ada 3 hal yang harus dilakukan sebelum memulai digital detox. 

 

1. Menentukan tujuan

Tujuan di sini mencakup definisi durasi detox, apakah pada weekday, atau weekend, atau sepanjang pekan. Juga termasuk tujuan/capaian dari digital detox apa yang kamu inginkan, misalnya relaksasi, atau meningkatkan fokus.

 

2. Beritahu teman dan keluarga

Ini dilakukan agar tidak ada miskomunikasi. Jangan sampai mereka khawatir karena kamu susah dihubungi, atau menambah masalah karena dikira kamu menghindari teman-keluarga karena konflik diantara kalian.

 

3. Jadwalkan Tugas Penting

Selesaikan pekerjaan/tugas urgen sebelum detox. Jangan sampai melalaikan amanah/kewajiban, dengan alasan sedang digital detox.

 

Jika tiga hal tersebut sudah dilakukan, berikut 5 strategi digital detox yang bisa kau lakukan:

 

Mematikan Notifikasi (matikan/sunyikan notifikasi, baik di hp, komputer atau gadget lain)

Gunakan Website Blocker (gunakan tools seperti Freedom, SelfControl atau Cold Turkey)

Singkirkan Aplikasi Sosial Media (bisa dihapus sementara atau batasi akses)

Ganti Screen Time dengan Membaca (prioritaskan buku ketimbang membuka gadget atau laptop)

Hadir dan Sibukkan Diri dengan Kegiatan Offline (olahraga, journaling, bermain puzzle fisik, atau kegiatan kreatif lainnya)

 

Selain strategi digital detox, dicantumkan juga hal-hal yang baiknya kita lakukan setelah proses detox. Cuma tiga, langsung aku kasih teks aslinya dari Meta AI ya.. 

 

# Post-Detox
1. *Gradual re-entry*: Limit screen time initially.
2. *Reflect on experiences*: Journal benefits and challenges.
3. *Establish long-term habits*: Schedule regular digital breaks. 

 

***

 

Sebenarnya selain bahas tentang digital detox, disebutkan juga tips membaca dan rekomendasi buku, karena kan pertanyaan sebelumnya kusebutkan dua hal, digital detox dan reading. Cek dan baca di tangkapan layar di bawah ini.

 


 

Bersambung...

 

Wallahua'lam. 

 

***

 

PS: Buat yang penasaran dengan jawaban AI atas pertanyaanku, boleh langsung coba tanya aja ke Meta AI. Soalnya aku juga gak bisa janji kapan ngelanjutin tulisan topik digital detox ini. Mohon doanya, semoga sih segera ya hehe.

Thursday, June 19, 2025

Rasa Aneh Saat Mencoba Aktif Kembali di Blog

June 19, 2025 0 Comments

Bismillah.

#curcol

 

Pernahkan kau vakum lama di blog, hanya muncul satu dua kali dalam sebulan. Lalu kemudian ingin aktif lagi. Dan saat melakukannya, bagaimana perasaanmu? Kalau blog tidak terbayang, mungkin coba ganti kata blog dengan sosial media. Misal kamu tipe yang cuma post di sosmed, cuma update story satu dua kali dalam sebulan. Tapi dulu pernah aktif dan sering muncul beberapa kali dalam sepekan. Setelah lama vakum, dan ingin aktif lagi, bagaimana perasaanmu?

 

Aku... aku merasa aneh. Jujur setiap kali hendak membuat postingan terbaru, meski dengan bahan dari tahun 2022, aku dibuat bertanya-tanya, apa aku gak ngepost kebanyakan? Apa gak keseringan? Kan kemarin udah publish tulisan baru, apa nunggu 3 hari lagi ya? Ini dimasukin ke draft aja? Padahal kan harusnya publish-publish aja, gak ada yang protes juga kok. Gak menuhin timeline orang kok. Kan ini blog, jalan sunyi hehe. Begitu pula di medium, mau import banyak tulisan dari blog ini dibuat mikir hehe. Karena aku tahu, bagusnya melakukan apapun itu sedikit tapi istiqomah. Jujur aku takut aja, kalau banyak post/publish tapi kemudian ngilang dan vakum lagi hehe. Tapi ini overthinking gak sih? hehe. Padahal, banyak juga yang posting di medium setiap hari.

 

***

 

Anyway, udah sih, cuma mau curhat itu aja. Pengingat untuk diri agar gak overthinking, dan melanjutkan keaktifannya. Mumpung lagi semangat, dioptimalkan saja rasa semangat itu. Abaikan rasa aneh yang mengganggu. Let's write more post, let's publish more writing, here and in medium. SemangKA! 

 

Wallahua'lam.

Wednesday, June 18, 2025

A34: Cinta yang Menghasilkan Karya

June 18, 2025 0 Comments

 Bismillah.

 #menjadiarketipe

 


 

☑️ #DAY34-0090

 

📖 Kitab Cinta dan Patah Hati, Sinta Yudisia


📑 Quote:


Taj Mahal bukan sekedar simbol kemegahan seorang ratu. Bersamanya tergambar kesetiaan seorang lelaki yang selama 22 tahun mencurahkan segenap sisa hidup untuk mengenang seorang istri yang selalu mendampingi suami suka duka, rela mengandung hingga belasan benihnya, tak pernah meninggalkan suami saat menjalankan tugas dan mati mempersembahkan buah cinta mereka lahir ke dunia.

 

💡 Insight:

 

Aku belum tahu banyak tentang Taj Mahal sebelum membaca buku ini. Ternyata, rasa cinta yang mendalam, kesedihan ditinggal istri yang "berpulang" terlebih dahulu, tidak selalu membawa hal-hal negatif. Mungkin banyak yang memilih untuk tenggelam dalam emosi negatif, menutup diri, terjerat depresi karena yang tercinta telah pergi terlebih dahulu ke alam barzakh. Tapi Taj Mahal, bangunan yang sering kita dengar karena termasuk 7 Wonders of the World, menjadi bukti cinta yang menghasilkan karya.

 

Ini menjadi pengingat untuk kita, yang pernah, sedang, atau kelak merasakan naik turun gejolak cinta. Jadikan emosi dan energi yang dibawa cinta itu untuk menghasilkan karya. Karya apapun. Bisa jadi tulisan, bisa jadi lukisan, bisa jadi seperti Taj Mahal, berupa bangunan.

 

Jujur, kalau cuma mendefinisikan cinta dan melihat cinta dari novel cinta atau drama cinta yang picisan, kita mungkin gak akan tahu, bahwa ada cinta yang bisa menghasilkan karya. Cinta yang impact-nya lebih dari sekedar hal-hal remeh. Cinta yang mendorong kita menghasilkan karya. Let's find and do that kind of love!

 

Wallahua'lam. 

Friday, June 13, 2025

Masihkah Matamu Berkaca Setiap Membaca Berita Saudaramu Di Sana?

June 13, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri- 

 

Sebelumnya aku membuka sosial media untuk menemukan berita terbaru dari kabar saudara kita di sana. Sebelumnya, tanpa jeda tangan tergerak untuk share berita tersebut ke story. Tapi saat berita berita yang muncul memenuhi perasaan negatif, perasaan tidak berdaya, kesedihan, amarah, dll. Aku memilih untuk menghindar. Menutup mata. Meski tetap tidak bisa tidak tahu, karena di belakang kepalaku, aku tahu, menutup mata tidak menjadikan kejadiannya tidak terjadi. Saudara kita di sana, masih di sana, masih berjuang dalam rasa lapar, rasa sakit, dan begitu banyak kata deskripsi lain yang membayangkannya saja sudah membuat hati sedih. Tapi anehnya, hati mereka masih kokoh dalam keimanan yang seimbang antara khauf dan raja, takut dan asa.

 

Saat ini, aku lebih banyak diam saat kudengar dan kubaca berita tentang saudara kita di sana. Bibirku tertutup rapat, lidahku kelu, jemariku hanya mampu menekan ikon hati, tidak ada lagi semangat membagikan berita seperti dulu, karena rasa bersalah itu begitu berat. Menilik saat-saat aku menutup mata dan pura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi di sana, dan ketidakberdayaanku, dan betapa lemahnya imanku. Karena jangankan memikirkan mereka, memikirkan diriku saja, aku masih kalah, kalah oleh sisi gelap diri, oleh dosa dan kesalahan yang berulang dikerjakan.

 

***

 

Berita tentang saudara kita di sana berganti, kau lihat orang-orang yang lebih banyak bersuara, yang lebih sibuk bekerja, dan melangkah. Lalu kau melihat kaca dan refleksi dirimu yang berdiam diri dengan penutup mata di kepala.

 

Aku hanya ingin bertanya padamu, adakah matamu berkaca-kaca saat berita tentang saudaramu kau baca dan kau dengar? Adakah hatimu tergerak, untuk mengufukkan doa yang tulus, doa yang tidak tergesa?

 

Wahai diri, kau boleh lemah, lalu terdorong arus. Kau bisa saja kehilangan kesadaranmu, lalu terjatuh dalam lubang kenistaan. Tapi saat kau terbangun dan mulai mengumpulkan kesadaranmu, jangan kau berdiam diri. Bahkan dalam kondisi lemah, kau seharusnya bisa bergerak dan mencoba keluar dari arus. Bahkan dalam kondisi baru jatuh, kau seharusnya bisa mengumpulkan azzam untuk bangkit dan keluar dari keterjatuhanmu. Bukankah oksigen masih Allah berikan secara gratis? Bukankah kamu masih bisa mendengar panggilan adzan yang merdu mengajakmu kembali dan meminta pada-Nya? Kemenangan ini hanya bisa diraih jika kau meminta dengan tulus pada-Nya, menunjukkan dengan kerja nyata dalam amal. Karena Allah tidak melihat besar kecil atau banyak sedikit.

 

Bukankah kau masih ingin berada di jalan yang sama dengan saudara-saudaramu di sana? Jalan lurus yang menanjak ini... jalan orang-orang yang telah diberi nikmat. ya, jalan ini bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang tersesat.

 


sumber gambar

Wallahua'lam bishowab.

Thursday, June 12, 2025

Goodbye to 1m1c

June 12, 2025 2 Comments

Bismillah. 


Rasanya belum lama aku setor ke web 1m1c. Lalu pengumuman itu hadir di grup WhatsApp.

 

***

 

Padahal yang bikin aku semangat nulis bukan curcol adalah keinginan posting tulisan kutipan/insight buku untuk 1m1c. Yang bikin aku aktifin lagi twitter juga 1m1c. Jujur berat banget rasanya harus berpisah dengan komunitas yang udah nyaman. Tiba-tiba teringat lagi sabtulis, my first blog community.

 

Setelah 1m1c gak ada, harus gabung komunitas blog apa? Tadi sempet googling dan nemu forum komunitas blogger.com, tapi itu sifatnya forum, dan lebih banyak ke teknis. Mana aku bukan blogger yang suka teknis. Gak cari adsense dan gak utak-atik SEO juga. Pure nulis karena suka nulis. Dan gabung komunitas karena lumayan bisa blogwalking atau ada motivasi nulis yang lebih rapi karena di setor ke komunitas bukan dibaca sendiri aja hehe. Atau nanti cari di instagram deh. Pasti ada sih. Cuma, semoga aja bisa dapet yang cocok.

 

***

 

Oh ya, sebenarnya ada KBM (Komunitas Blogger Medium), tapi jujur aku di sana silent reader aja. Bukan kontributor juga. Jujur kalau di Medium suka insecure, beda visi soalnya. Banyak yang nulis di Medium untuk profesional. Sedangkan aku di Medium, cuma perpanjangan tangan dari blog ini. Semoga jadi lebih banyak yang baca tulisan tentang buku dari blog ini di Medium. Karena platform blogger makin tua, dan gak banyak yang tanpa sengaja akses blog orang, kecuali emang kenal orangnya, atau dari komunitas blogger.


Anyway... terimakasih kepada 1m1c yang telah menemaniku menulis di blog. Terima kasih buat anggota-anggotanya yang sering "congkak" di grup, dan itu jadi pengingat untukku agar menulis juga. Terima kasih untuk co founder dan pengurus 1m1c. I will miss you all so much. Terutama balasan email dari 1m1c tiap kali aku selesai setor tulisan blog ke web 1m1c.

 


 

Mari tetap semangat dan terus menulis~ Seperti yang selalu diingatkan 1m1c, menulislah walau #1minggu1cerita.

 

Bye~ 

 

***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Saturday, June 7, 2025

Menghapus Jejak

June 07, 2025 2 Comments

Bismillah.


Menghapus jejak di dunia maya itu pilihan. Bisa jadi pilihan yang baik, agar lebih fokus pada karya di dunia nyata. Tapi jujur, jika diizinkan bertanya, aku ingin bertanya, mengapa? Apalagi jejak yang dipilihnya untuk dihapus, bukan suatu aib, pun bukan jejak yang buruk. Tapi apa yang bisa kulakukan? Selain cuma bertanya mengapa, dan selesai. I'm good at staying outside the line. I won't cross the line. Seperti hal-nya aku tidak suka jika ada yang mengatur-atur hidupku. Aku juga tidak ingin menjadi orang yang sok tahu kemudian berpanjang lebar meminta orang lain untuk tidak menghapus jejaknya di dunia maya.

 

Jika saja aku punya keberanian untuk bertanya, tapi beginilah aku, memilih bertanya sendiri di sini. Which is 99,99% guaranteed tidak akan sampai pada yang seharusnya ditanya. 

 

***

 

Berbeda dengan yang memilih untuk menghapus jejak. Aku, sejak dulu, hampir selalu memilih untuk tidak menghapus jejak. Jikapun suatu saat nanti menghilang, biarkan menghilang dengan sendirinya. Tenggelam oleh triliunan data.

 

Sebenarnya, yang lebih aku takutkan bukan terhapusnya data. Tapi terbawa arus dan hanya menjadi konsumen di era informasi dan data berebut meminta perhatian. Itu yang lebih menakutkan. Bukannya menjadi kreator, yang minimalnya bermanfaat untuk diri sendiri. Tapi sekedar jadi follower, menghabiskan waktu-waktu berharga tergilas algoritma, termakan hoax, dan menjadi sia.

 

So let's not give up even if it's scary, how close you are with that description you just write. Mari lebih banyak membaca dan menulis, sesederhana apapun. Sepelan apapun. Mari minimal sesekali keluar dari arus dan mencoba mencerna dan mengurai yang ada di kepala, juga apa yang dirasakan hati. 

 

Terakhir, sebuah kutipan dari novel diary minni,

 

Bilaku harus seperti mereka, akulah buih itu
bilaku mengikuti mereka, akulah debu pada angin.
bilaku kehilangan diriku sendiri, akulah kelopak bunga
ditinggal gugur kembang dan keindahannya

 

Mari tidak menjadi seperti itu. Jia you!

Monday, May 26, 2025

Hampa

May 26, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#buku #nukilbuku


Pernahkah hidup tapi tidak merasa hidup?

Pernahkah menjalani hari tanpa semangat sedikit pun?

Pernahkah merasa hampa, hambar, mati rasa?

 

***

 


 

Aku menemukan buku ini di iPusnas, baru membaca sekitar 50an halaman, seperempat dari bukunya. Meski sudah memulai membaca buku ini dari September tahun lalu, aku masih membaca bagian awal tentang berbagai sumber rasa hampa.

 

Sumber rasa hampa yang baru-baru ini kubaca adalah rasa rendah diri. Saat membaca tentang itu, ada sosok orang lain yang muncul di kepalaku. Seolah aku ingin mengirimkan tulisan di buku ini kepadanya. Barangkali, kata-kata dalam buku ini dapat membantunya.

 

Dijelaskan dalam buku ini, bahwa salah satu penyebab rasa rendah diri adalah trauma hinaan dan cacian sejak kecil. Perasaan direndahkan yang bertubi-tubi menimpa seseorang di masa kecil, membuat mental percaya dirinya tidak tumbuh. Sedihnya, saat otak kita sudah terpenjara oleh emosi negatif, ia hanya akan melakukan pengulangan kata-kata yang sama, kalau itu negatif dan dilakukan berulang, itu bisa jadi negative belief.

 

***

 

Beberapa kutipan tentang rendah diri dari buku Hampa karya Damalin Basa,

 

... sering kali penyebab rendah diri hanya berasal dari pikiran berlebih-lebihan yang tak jelas ujung pangkalnya. Padahal, apa yang dipikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan.


Pemicu awalnya mungkin dari orang lain, tapi meski pengaruh dari luar sudah tidak ada, bukan berarti masalah rendah diri segera dapat hilang.


Sikap rendah diri yang dialami oleh mahasiswa tersebut berasal dari rentetan hinaan yang diterimanya sejak kecil.

.
.

... orang-orang tak lagi menertawakannya. Lalu, apakah rendah diri mahasiswa tersebut hilang? Tidak. Ia tetap saja minder saat bertemu dengan orang-orang. Hal itu disebabkan luka karena sering ditertawakan, masih tertancap dalam di hatinya. Rendah diri yang ia derita bukan lagi disebabkan karena postur tubuhnya, tapi karena pikirannya sendiri yang merasa bahwa ia tak berharga. 

 

Lalu solusinya? Karena struktur buku ini lebih ke penjelasan alasan munculnya rasa hampa, dalam bagian ini, belum ada solusi jelas. Karena tujuan di bab awal, adalah pembangunan kesadaran tinggi. Barangkali dari beberapa alasan yang dijelaskan di bab awal terjadi padamu, dan pengingat bahwa kita tidak boleh tenggelam dalam masalah tersebut. Seperti penutup bagian tentang rendah diri dari buku ini. Pembaca diingatkan tentang kerugian memelihara sifat rendah diri.

 

Sungguh rugi jika rendah diri itu terus-terusan kita pelihara. Selama sikap itu masih ada, selama itu pula kita akan terganggu olehnya.

Ibarat duri dalam daging, ia selalu menghambat gerak-gerik kita hingga menjadi tak leluasa. Ia mengganggu usaha kita untuk mencapai segala impian dan cita-cita. Ia juga merusak keinginan kita untuk mencoba berbagai hal baru yang sebenarnya sanggup kita lakukan.

Selain fakta kerugian yang disajikan, penulis juga memberikan afirmasi.

 

Yakinlah, kita juga memiliki kelebihan seperti yang orang lain punya. Sementara orang lain pasti punya kelemahan sebagaimana diri kita adanya.


***

 

Bagaimana pendapatmu setelah membaca kutipan dari buku tersebut? Terkesan seperti pengetahuan umum? Atau ada insight baru yang kau dapat?

 

Kalau aku pribadi, aku jadi lebih mengerti dan melihat dari sudut pandang baru. Selama ini, saat bertemu dengan orang yang rendah diri, aku tidak banyak bertanya mengapa. Fokusku lebih ke bagaimana agar ia bisa menjadi lebih percaya diri. Dalam buku ini, aku jadi sedikit paham, barangkali, sebelum mendorong orang lain untuk keluar dari tempurungnya, kita harus mencoba bertanya dan mendengarkan. Barangkali dengan kita mendengarkan, ia jadi bisa melihat luka lama dan menyembuhkannya, dan itu bisa membantunya membangun kepercayaan diri dan keluar dari rantai rendah diri yang selama ini menghalanginya untuk maju dalam hidup.

 

Selain itu, aku juga bertanya pada diri, adakah aku juga memiliki rantai gajah di kepalaku? 


***


Terakhir, barangkali ada yang tertarik untuk baca buku ini, berikut aku kasih sneak peek dari daftar isinya. 




Tetap semangat untuk membaca yaa, sedikit atau pelan jangan dijadikan alasan untuk berhenti. Take a book and start you first page ^^ #ntms

 

***

 

Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.

Saturday, May 24, 2025

Draft Lama, Haruskah Diselesaikan?

May 24, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Muhasabah Diri-

 

 

Draft November 2024, yang tidak jadi kuselesaikan karena saat itu aku pikir, aku gak berhak untuk bercerita tentang sisi yang mungkin ia tidak ingin banyak orang yang mengetahuinya.

 

Mei 2025. Sudah setengah tahun berlalu. Aku teringat lagi draft ini. Sepertinya, aku harus menuliskannya. Bukan untuk menyebar aibnya, tapi sebagai pengingat untukku. Untukku yang sedang jauh tenggelam, memilih untuk tutup mata dan menjalani hidup sekedar hidup, melupakan visi misi yang sebenarnya sudah ketemukan, namun kemudian aku kalah sebelum banyak bekerja dan berusaha.

 

Malam itu, aku terbangun, dan mendapatinya masih sedang kondisi tidak baik-baik saja. Bagaimana aku tahu? Karena di malam yang sunyi, kudengar dari kejauhan suaranya menggema dari dalam rumahnya yang besar, kemudian terbawa angin dan sampai ke kamarku, yang letaknya tepat di sebelah rumahnya.

 

Sudah sejak sore, ia begitu. Sempat ditegur tantenya yang datang dari kecamatan sebelah untuk masuk rumah. Masih dengan amarah ia berbicara sendiri dan masuk rumah membanting pintu. Sejak sore itu, ia masih belum berhenti bercakap sendiri antara ia dengan siapapun yang ada di kepalanya, suaranya lantang dan penuh emosi, aku tidak menangkap kata perkata, tidak jelas terdengar, tapi nada dan intonasinya begitu jelas. Aku teringat memilih untuk menutup telinga dengan earphone, karena tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut.

 

Tapi malam itu, saat terbangun dan masih mendengar suaranya, aku dibuat bertanya-tanya... bagaimana bisa diri ini memilih untuk tenggelam dalam distraksi, ketimbang memperbanyak syukur dengan lebih banyak berkarya dan memberikan manfaat untuk orang lain? Lihatlah bagaimana orang lain diuji... tidakkah kamu bersyukur dengan kesehatan mental dan jasmani yang Allah berikan? Dengan apa kau tunjukkan rasa syukurmu? 


***

 

Instead of trying to tell her story from unknown pov like me, I think it's better to just reflect and try to take lesson for myself instead.

 

It's raining hard tonight, she's no longer stay beside our home. Her relatives took her to other place get some therapy. I just wish she get the right treatment there. My imagination took me to negative thinking, what if they go to the wrong place, and it just make her condition worse? But who am I? Let's just discard those negative thinking, and pray instead. 


Thanks to her, cause she remind me to become more grateful. 

and thanks to Allah, for every little and big things.. yang belum bisa kusyukuri dengan benar dan baik.

 

Sekian. Wallahua'lam.

Tuesday, April 29, 2025

Judgement or Critics?

April 29, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#RefleksiDiri

 


 

 

Dini hari, dan aku memutuskan untuk menulis. Mungkin karena waktunya, jadi yang terlintas di kepala, adalah hal-hal emosional. Katanya sih, katanya, semakin malam, seseorang akan semakin melankolis. Makanya, dulu ada jam malam untuk interaksi lawan jenis, baik secara langsung maupun chat, meski yang dibahas tugas kuliah atau rapat organisasi. Lebih baik bagi tugas, kemudian mengerjakan masing-masing, daripada meneruskan interaksi dengan resiko ditanggung sendiri. *kenapa jadi belok ke bahasan interaksi non-mahram ya wkwkwk.

 

***

 

Kutulis judul di atas, sembari mengingat sebuah kalimat yang mungkin bentuk jugdement atau bisa jadi sebuah kritik. Aku ingat saat pertama mendengar kalimat tersebut dari orang terdekat, reaksi pertama kaget, kemudian sedih, kemudian banyak-banyak beristighfar dan mengucapkan na'udzubillahi min dzalik. Takut, kalau hal tersebut benar, atau belum benar tapi bisa jadi sebuah doa buruk untukku.


Tapi alhamdulillah-nya, aku tidak terlalu kesenggol egonya karena kalimat itu. Jadi tidak ada amarah kepada orang lain. Emosi yang dirasakan lebih ke introspeksi pada diri. Masih bertanya-tanya sampai saat ini..."am I?"

 

Aku tidak akan menuliskan kalimatnya, atau konteks judgement/critic tersebut di sini. Aku hanya ingin menuliskannya di sini, agar suatu saat membaca tulisan ini lagi, aku teringat dan mengambil pelajarannya lagi.

 

***

 

Dalam hidup, judgement atau kritik itu adalah hal lumrah yang tidak bisa kita hindari. Kita akan banyak bertemu dengan berbagai macam dan jenisnya, cara penyampaiannya pun berbeda-beda, mulai dari nada bercanda, sarkasme, sampai cara yang mungkin setajam silet wkwkwk.

 

Pesanku untukku. Jangan berhenti belajar, jangan jadikan kalimat judgement* atau kritik itu batu yang menghalangi untuk maju. Justru jadiin batu pijakan. Jika pun ada yang salah dari cara belajarmu, perbaiki. Ibaratnya, kita udah terlanjur belajar ilmu, sebelum adab. Lalu di tengah jalan, baru tahu, oh, harusnya belajar adab dulu. so the next step, ayo belajar adab. Semoga dengan itu ilmu yang dipelajari jadi lebih berkah dan bermanfaat.

 

Terakhir, ini pesan lama yang ingin terus kutulis berulang untuk diri. Don't give up on yourself. Jangan menyerah pada diri sendiri. It's okay, other people might be give up on yourself, they might already giving you A to Z label on you. That's okay. Their label on you mean nothing as long as you don't give up on youself. Setiap orang masih bisa bertumbuh dan bertransformasi menjadi versi lebih baik dari dirinya. Seberapa lambat pun prosesnya. Even if all of them only see the result, only see what's above the ground. Allah sees your effort, Allah sees the process, Allah knows what's under the ground. Seperti biji mati yang ditanam di tanah. Sekian lama belum juga terlihat kecambahnya (the sprout). Semua orang sudah menyerah, mengira biji itu mati dan tidak tumbuh. Tapi Allah tahu, di dalam kegelapan itu, biji tersebut sebenarnya sudah tumbuh, akarnya sudah semakin dalam menghujam. Allah tahu, ada kebaikan kecil dalam hatimu yang penuh noda dosa. Allah tahu, ada cahaya kecil yang merindukan cahaya dari-Nya, berdoa dalam perjuangan sunyinya.. Rabbana atmimlana nuurana waghfirlana.. waghfirlana.. innaka 'ala kulli syai-in qadiir. Aamiin.

 

Wallahua'lam.

 

***

 

PS:

*Judgement tuh istilah bahasa indonesia yang tepat apa ya? kagok sebenernya nulis istilah inggris terus ><