Follow Me

Thursday, December 4, 2025

A36: Mencari Ilmu Sebatas Waktu Luang

December 04, 2025 0 Comments

Bismillah. 

 


 

☑️ #DAY36-0090

📖 At-Tibyan, Imam An-Nawawi

📑 Quote:

 

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkaya dalam Syarh Muqaddimah Al-Majmu' halaman 148,

"Benar, di antara manusia ada yang saat ia melihat kejernihan hati dan ketenangan jiwa dalam dirinya, ia menelaah dan mengkaji ilmu, mengokohkannya dan terus belajar.

Di antara manusia juga ada yang menjadikan ilmu sebatas waktu luangnya. Saat ia memiliki waktu luang maka ia mencari ilmu. Manusia jenis kedua ini adalah manusia yang ada kemalasan dalam dirinya, sampai-sampai andai dia duduk untuk menelaah ilmu atau belajar maka ia akan cepat bosan.

 

💡 Insight:

 

Nasihat tepat sasaran yang menghujam dan menohok diri. Pengingat bahwa ilmu seharusnya tidak dijadikan sebatas waktu luang apalagi waktu sisa. Terlebih lagi saat membaca bagian akhir kutipan! Benar sekali, begitu cepat aku merasa bosan, tapi bukannya memilih untuk menyediakan waktu untuk belajar, ironisnya malah membiarkan diri tenggelam dalam distraksi yang membuat otak makin sulit fokus dan cepat bosan.

 

Hei diri! Ayo latih lagi dirimu untuk bersabar dalam belajar! Hargai waktumu! Seperti yang disebutkan dalam pra-kelastentang adab belajar online,

"Menghargai waktu adalah bentuk komitmen kita untuk belajar."

 

Semoga Allah memudahkan kita untuk terus belajar dan menuntut ilmuAamiin.

 

Asy Syafi’i pernah berkata,

     مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu.

Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”

 (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)

 

Wallahua'lam. 

Wednesday, December 3, 2025

Bersembunyi Lagi Entah Untuk Berapa Lama

December 03, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

-Refleksi Diri- 

 

So I set this blog to private again. I don't know, for how long, probably will set it to public again after publishing this and send it back to draft. Or never send it back to draft. Probably just set it to private cause this will just make comfortable to write and express more open.

 

Lately been feeling... I don't know how to describe it. Stuck? Jalan ditempat? Or worse, going backward. Fall into.... let me just not end the sentence. 

 

My mind been wandering too much on it's own, while the body is doing a numb auto-pilot routine. And at the middle at the night like this, the feeling of afraid come, as a reminder, not to live a life like this. I am getting older, but am I getting better?

 

***

 

Awal November kemarin ada yang memberanikan diri mengungkapkan keresahan dirinya yang merasa hidupnya seolah hanya untuk kerja. Sedihnya, dia sampai nge-state, She feels like there's something wrong but she didn't know what to do.

 

So I suggest her to write, 

"Coba nulis mba. Barangkali bisa bantu mengurai yang bekelindan di kepala hehe.
Nulis ini sambil ngingetin diri juga yang udah lama gak nulis hehe" - kirei

 

Then she said, she even don't have time to spare for herself, seolah waktunya semua terkuras untuk pekerjaan. Sadly, she even ask, "apa hidupku yg gak berkah atau gmn gt".

 

Part of me want to deny her statement, please don't say that... berkah atau tidak hidup seseorang itu tidak bisa dilihat dari satu mata subjektif, apalagi mata seseorang yang perasaannya sedang merasa kosong dan hampa. But instead expressing this thought, I chose to reply on the part when she said she don't have time for herself. I said to her,

 

"Nah, ini (baca: waktu untuk diri sendiri) harus diagendakan. Kalau gak ada waktu buat diri sendiri emang jadi bikin hati rasanya kosong/hampa." -kirei

 

Kulanjutkan,  

"Jadi inget Al Ashr. Emang manusia rugi banget ya kalau tentang waktu. Ada banyak banget yang nggak bisa kita kendalikan. Emang lemah dan butuh bantuan Allah untuk bisa nata hidup biar bisa balance."

 

Ia menjawab, "Tapi drive untuk keluar dan mulai mencari lagi itu agak susah ya kalau lagi capek."

 

Sejujurnya saat membaca lagi kalimat itu, karena menulis ini, aku masih belum paham. "Drive untuk keluar dan mulai mencari lagi" itu, apa untuk keluar dari pekerjaan. Atau untuk lebih ke drive untuk keluar dari rutinitas kesibukan dan mencari solusi. But I think when I write the reply to her answer, I chose to focus on the word "capek". That's why I wrote this as a closing chat that day.

 

"Ibarat udah masuk arus deras, susah untuk keluar. Kalau udah capek, ujung-ujungnya milih istirahat fisik aja. Padahal mind&soul kita juga butuh di-charge"

 

Actually she still reply, and I still want to continue the conversation. But part of me chose to end the conversation, cause I feel like I need to look at the mirror before giving suggestion, or advice about someone else's life.

 

Pada dasarnya ia menjelaskan ulang keresahannya yang muter-muter. She felt something is wrong, but she didn't know where and how to solve it. But then she's tired, so she's just doing her hardworking life routine. And/ it goes back, to her feeling empty.

 

Saat itu, dan sampai saat ini, aku sebenarnya masih bisa saja menjawab lagi. Mudah sekali rasanya memberi nasihat dan berkata-kata tentang kehidupan orang lain. Aku ingin menyarankannya berdoa kepada Allah, agar Allah nanti yang tunjukkan dimana letak salahnya, dan harus mulai darimana menyelesaikannya. Tapi untuk menulis jawaban itu, aku tahu diri untuk berkaca, dan saat melihat kaca, lidahku kelu, dan kututup bibirku rapat, sebulan, kutahan jemariku untuk menuliskan tentang ini, ah, jariku.. Bukan, jariku bukan kutahan, sebenarnya aku saja yang tenggelam dalam distraksi dan tidak bersegera menyulam hikmah dari percakapan 8 November lalu di sebuah grup WhatsApp. 

 

Sampai saat ini, sejujurnya aku merasa tidak pantas menuliskan ini. Part of me is cursing myself, "sok tahu! Emang hidup lu udah beres? Buktinya meski udah tahu yang salah dalam hidup lu, lu masih gini-gini aja!?"

 

No I'm not usually talk to me with "lu", but i think that sentence describe perfectly how harsh I want to critize myself. 

 

***

 

Back to the intro. Lately been feeling.stuck, jalan ditempat, or worse, going backward. And my mind knows where's the wrong side. And my brain knows what should I do, what step should I take to fix it. But days went and I see myself drowning in distraction, wandering in places and story inside my head. It's easier to daydream than to face reality. But didn't I learn before the hurt from running away from tumpukan masalah? *pardon for the switch language. It's 1.35, and i don't want to open dictionary, to search for vocabulary for "tumpukan". I might visit my old writing later. But right now, let me just write with my right brain.

 

***

 

Terakhir, untukku. Dan mungkin (semoga gak ada), untuk yang nyasar baca ini sampai bagian ini. Dapet dari Channel WhatsApp Khalid Basalamah Official.

 

"Perumpamaan perbedaan orang yang suka berdzikir dan tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan mati."

 

Membaca kutipan itu mengingatkan aku. Mungkin, salah satu penyebab perasaan hampa dan mati rasa itu karena kita aku kurang berdzikir. Perlu banyak istighfar. Perlu banyak taubat. Barangkali yang menghalangi diriku untuk beramal adalah tumpukan karat dosa yang membuat hati makin legam. TT

 

Membaca kutipan itu juga mengingatkanku mindset lamaku, dulu, kalau aku membaca kutipan tersebut, yang muncul bukan keinginan untuk beramal, tapi justru perasaan putus asa. Perasaan sedih yang berlipat karena kepastian bahwa hatiku bukan hanya membatu, tapi barangkali sudah mati. Dulu, begitu. Sampai aku belajar tadabbur surat Al Hadid 16-17. Dua ayat yang mengubah cara pandangku. Dua ayat yang menjadikan aku mencintai hujan. Meski gak ada kata hujan di dua ayat itu.

 

اِعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ۝١٧ 
 
i‘lamû annallâha yuḫyil-ardla ba‘da mautihâ, qad bayyannâ lakumul-âyâti la‘allakum ta‘qilûn
 
Ketahuilah bahwa Allah menghidupkan bumi setelah matinya (kering). Sungguh, telah Kami jelaskan kepadamu tanda-tanda (kebesaran Kami) agar kamu mengerti.

 

Jangankan hatimu yang mati, bumi yang tadinya mati saja, bisa Allah hidupkan kembali. Kalau bumi bisa Allah hidupkan dengan hujan, kira-kira hati kita yang sekarat/mati Allah hidupkan lagi dengan apa? Dengan Al Quran. Hujan dan Al Quran, sama-sama turun dari langit, sama-sama bisa menghidupkan.

 

I know I should stop here, tapi karena kita semua sedang berkabung atas bencana dan musibah banjir dan longsor yang terjadi di aceh, sumatra utara, sumatra barat, dan juga berbagai daerah lain. Kalimat hujan yang bisa menghidupkan mungkin akan terkesan ironis. Sedangkan kita tahu berapa banyak korban dari bencana tersebut. Ada yang perlu kita sadari, bukan hujan yang mematikan, tapi kerusakan yang manusia lakukan, yang menyebabkan hujan yang seharusnya menjadi rahmat, justru menjadi bencana.

 

Terakhir, mari jangan sibuk hanya memikirkan diri sendiri. Berdoalah untuk diri, dan juga untuk saudara kita di luar sana yang sedang ditimpa musibah, yang sedang diuji, dengan ujian yang mungkin tidak bisa kita lalui. Every test is the right test for each of us. Mari saling bantu. Seperti yang disebutkan dalam al ashr, satu-satunya cara untuk selamat dari kerugian adalah memenuhi 4 syarat: menjadi orang-orang yang beriman dan orang-orang yang beramal shalih dan yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan yang saling mengingatkan dalam kesabaran.

 

Wallahua'lam bishowab. 

Saturday, November 22, 2025

Percuma Kesindir Doang Kalau Geraknya Nol

November 22, 2025 0 Comments
Bismillah.



-Muhasabah Diri-



Beberapa waktu yang lalu aku nonton podcast dari channel Luminihsan. Kenal channel ini karena setelah dengerin podcast di channel lain tentang salah satu founder Luminihsan. Singkat cerita, kalau pengen dapat manfaat lebih banyak, langsung dengerin podcastnya aja ya. Di sini aku cuma ingin mengalirkan rasa sekaligus mengingatkan diri.  
 
 
 

Sesuai judul post ini, aku sejujurnya kesindir saat nonton podcast tersebut. Dari sana aku paham bahwa setiap orang punya jalannya masing2, perempuan ada yang sibuk dan fokus jadi IRT, ada yang fokus ke karir, ada yang fokus ke studi. Semuanya baik. Bagian kesindirnya sebenernya karena aku merasa selama ini begitu fokus ke diri, tenggelam dalam masalah diri, tanpa memberikan kontribusi lebih banyak ke orang lain. Gak banyak memberi manfaat, kecuali kecil. Ya masih nulis sih, masih jadi admin wa grup supporting baca buku, tapi ya cuma itu.



Mana semangatnya dulu untuk lebih dekat dengan Quran? Apa kabar interaksi dengan quran? Kapan melingkar lagi saling mengingatkan untuk bisa tadabbur, menghafal, dll.



Mana semangatnya untuk menulis buku? Apa kabar draft yang sudah berdebu itu? Ini tahun berapa dan udah akhir tahu pula ><



Mana semangatnya untuk cari temen dan bisa buat komunitas literasi di purwokerto, sebulan sekali lah, adain silent reading bareng, lalu sharing dan diskusi bacaan bulan tersebut? Katanya udah nemu temen yang bisa diajak, kenapa malah milih untuk diam dan tak berusaha menceritakan ide dan mengajaknya?



Mana semangatnya menuntut ilmu agama? Katanya mau bikin resume buku? Kok gak diterusin? Kajian tiap pekannya? Masa merasa cukup cuma ngariung tiap pekan, tapi di luar itu? Coba cek lagi FYP, cek lagi history youtube. Lebih banyak nonton konten yang sifatnya hiburan, atau konten belajar?



Mana semangatnya belajar bahasa? Katanya mau share catetan dan progres belajar bahasa? Kok ampleng? Kenapa? Kesangkut overthinking dan terhalang dinding-dinding yang dibangun sendiri?



Mana semangat rutin olahraganya? Gak perlu cari kondisi ideal. Padahal banyak juga olahraga sederhana yang bisa dilakukan di rumah, kalau pas lagi gak bisa jalan-jalan pagi. Itu aplikasi olahraga install kapan, cuma dipake sekali, habis itu dianggurin. Sampai masuk daftar aplikasi yang harus dihapus karena sudah gak dipake begitu lama.



Hei! Jangan cuma sekedar merasa kesindir, sensi, tapi geraknya nol. Kasihan hatimu! Kesindir itu bentuk sentuhan agar hati peka, kalau habis itu kamu cuma diem dan gak gerak. Hatimu bisa sakit. Bukankah harusnya hati adalah raja? Dan otak sebagai penasihat? Jangan sampai malah membiarkan si nafsu bodoh yang menyetir diri.



Halo! Tuh udah dibantu ditulis, dirinci, biar tahu dengan jelas gerak apa yang harus dilakukan. Ayo mulai, dari yang kecil, dari hari ini. Jangan menunda!!! 
 
 
 
 
 
 
Barangkali ada yang baca sampai sini, semoga sedikit kutipan buku di atas bisa memberikan lebih banyak manfaat ketimbang baca keluhanku pada diri.
 
"Sesungguhnya hal ini terjadi karena : (1) sifat menunda-nunda, (2) lemahnya keinginan, (3) ketergantungan kepada bantuan rang lain, (4) tidak adanya kesungguhan dalam diri, dan (5) tidak bersegera dalam melaksanakan perintah." 
 
Sekian. Mari memulai gerak! 

Saturday, November 15, 2025

Ujian Kejujuran

November 15, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Baru saja import tulisan quote & insight ke Medium. Trus seperti biasa buka twitter (it's still hard for me to call that web x wkwkwk. biarin aja ya, ketahuan banget umur udah tua). Anyway, buka twitter, share beberapa link tulisan yang belum di-share, lalu menulis caption ini untuk tulisan import dari medium berjudul kejujuran:

 

Pengingat kejujuran. Hal sederhana, yang sayangnya sudah terkikis pelan-pelan sejak kecil. I see other people fell 'the test', never knowing someday I would fall the test too. Have you fall into the sins of lies? How deep?
 

Selesai tweet. Ada rasa bersalah. Rasanya caption-nya begitu click bait, tidak sesuai dengan isi linknya. Isi linknya cuma tentang pengingat kejujuran, trus insightnya juga pendek, ayo jujur dan jangan jatuh ke dalam kebohongan. Tapi caption-nya... seolah-olah aku hendak menceritakan bagaimana aku melihat orang lain jatuh di ujian kejujuran. Dan bagaimana aku pun diuji hal tersebut.

 

Karena rasa bersalah itu, aku akhirnya menulis ini. Just in case someone felt disappointed after clicking that import post on medium.

 

***

 

Pengingat kejujuran. Hal sederhana, yang sayangnya sudah terkikis pelan-pelan sejak kecil. I see other people fell 'the test', never knowing someday I would fall the test too. Have you fall into the sins of lies? How deep? - @isabellakirei

 

Tentang orang lain yang jatuh di ujian kejujuran. Aku teringat seorang teman SD yang mencontek demi nilai bagus, yang dicontek adalah sahabat SDku yang sangar, digigitlah itu anak yang mencontek. Yang dihukum siapa? Yang menggigit hahaha. I'm proud of her though. She's one of my real bestie. Alhamdulillah masih terjalin silaturahim, belum lama ketemu langsung, makan bareng dan "menangkap" momen bersama dalam ruangan kotak.

 

Tentang orang lain yang jatuh di ujian kejujuran. Aku juga teringat saat Ujian Nasional dan Ujian Sekolah di SMP. Bahkan guruku sendiri memberitahuku untuk tidak pelit memberikan contekan pada teman saat ujian. Guru TT >.< Pun aku ingat saat menangis kejer di kamar mandi SMP, saat merasa terkhianati, saat aku tahu teman dekatku ternyata memilih jalan beli kunci jawaban Ujian Nasional.

 

Tentang orang lain yang jatuh di ujian kejujuran. Masih sama, momen Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah kelas 12 dulu. Aku teringat ada segerombolan siswa yang memberi kunci jawaban, saat sebelum ujian yang lain sibuk belajar, latihan mengerjakan soal, mereka sibuk menghafal kunci jawaban. Aku juga teringat saat malam sebelum ujian kimia (entah ujian nasional atau ujian akhir sekolah), tiba-tiba tersebar kisi-kisi soal uraian. Semua orang sibuk berusaha mengerjakan soal kisi-kisi tersebut. Ada yang bertanya padaku cara mengerjakan dan jawabannya. Saat itulah hatiku berteriak tanpa suara, aku tidak bisa tidur sampai aku membuat catatan di Facebook dan membagikannya ke teman-teman kelasku. Aku gak mau ikut-ikutan. Pun sebelum masuk kelas, ada saja yang masih menanyakan soal-soal tersebut padaku, dengan halus aku menolaknya, aku takut, bagiku ada yang salah, meski orang lain berpendapat itu sah-sah saja karena cuma kisi-kisi. Kisi-kisi apa yang bentuknya jelas-jelas soal yang bisa dikerjakan? Pun aku merasa semakin yakin dengan pilihan sikapku, saat ujian berlangsung dan benar, soalnya begitu mirip, meski mungkin angkanya berbeda. Aku tidak tahu persisnya karena setelah perasaan tidak nyaman aku memilih untuk mengabaikan soal kisi-kisi meski sudah melihatnya.

 

Tentang orang lain yang jatuh di ujian kejujuran. Pun saat di kampus dulu. Mulai dari dua mahasiswa yang dihukum karena tugas matkul TTKI (Tata Tulis Karya Ilmiah) membuat kalimat sama persis, lalu disuruh maju ke kelas. Atau saat aku dibuat kaget setelah tahu ternyata banyak mahasiswa yang memilih untuk mengerjakan PR pemrograman mencontek file tugas kakak tingkat nim 001 yang memang pintar. I don't know how they get the files though, never really seen the actual file, only heard about it. Atau saat aku dulu ikut kelas sama satu tingkat di bawahku, ada kuis dadakan, aku duduk di belakang, saat sudah selesai kuis dikoreksi bersama, tukeran gitu sama temen sebelah. Dan temen sebelahku memilih untuk memberi tahu nilai yang salah, aslinya 100 (benar semua), jadi salah satu. Kenapa? Karena dia takut ketahuan saling contek karena satu baris nilainya sama semua. Sungguh mengherankan >.< Mohon yang tahu almamaterku, jangan dijadikan ini sebagai stereotipe ya. Karena ya, pasti ada oknum seperti itu. Aku yakin banyak juga yang jujur.

 

Sekian tentang orang lain yang jatuh di ujian kejujuran. Kali ini setelah jari telunjuk selesai, empat jari lain mengarah padaku. Aku pun pernah jatuh di ujian kejujuran. Memang bukan seperti yang di contoh di atas. Tapi aku ingat beberapa kali berbohong pada orangtua, teman, dan dosen, perkara progres kepenulis tugas akhir. TT  Mungkin aku pernah menulis tentang itu di sini, atau di blog anonim lain. Intinya once you fall for this test, a small lies becomes bigger and bigger. It also makes you anxious all the time, afraid someone's gonna catch your lies. Pelajaran pahit banget untukku. Cukup untuk mengajarkanku lebih baik diam jika tidak bisa mengatakan kebenaran. Kuatkan dulu iman, lalu saat beranikan diri untuk jujur. Jujurlah pada diri dulu, dan tentu jujur juga pada orang lain.

 

Ujian kejujuran adalah ujian yang akan berulangkali hadir dalam hidup kita. Dan untuk bisa lulus dari ujian ini, terkadang kita harus remidial. Tak apa. Yang penting jangan memberi label pendusta pada diri. Teruslah berlatih dan belajar untuk jujur, pada diri dan pada orang lain.

 

Untukku saat ini, mungkin ujian kejujuran niat. Jangan sampai bilangnya ingin ini itu, tapi prakteknya nol. Itulah tantangannya kalau banyak nulis. Sama kaya orang yang banyak bicara. Ada ujian kejujuran juga di situ. Jangan sampai apa yang ditulis berbeda dengan kenyataan. Bukan berarti kita jadi tidak bisa menyampaikan kebenaran hanya karena kita masih berjuang meniti dan menegakkan kebenaran itu. Tapi jujurlah dalam usaha dan effort kita. Cause Allah sees our effort. Menuliskan ini jadi mengingatkanku pada manusia, bulan, fase bulan. We're all have the dark part, the back part of the moon. And We're going through phases like the moon, we're not always the beauty and full bright moon. Tapi bukan berarti itu menghalangi kita untuk menyampaikan kebenaran. Like what the old saying is, katakan kebenaran meski pahit,.

 

Sekian. Semoga Allah memudahkan kita untuk lulus ujian kejujuran. Aamiin. 

 

Terakhir, sebuah doa. Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqnat-tiba'ah, wa arinal bathila bathila warzuqnaj-tinabah. Aamiin.

 


 

Wallahua'lam bishowab. 

Tuesday, November 11, 2025

SelfD #22: My Top 5 Favorites Quotes

November 11, 2025 0 Comments

Bismillah. 

#SelfDiscovery

 


As someone who really quotes, it’s really difficult to answer. Ada begitu banyak kutipan yang esensinya kuhafal meski literal kata per katanya tidak aku ingat semua.



Aku awal suka mencatat quote dari buku dimulai dari buku Jalan Cinta Para Pejuang-nya Salim A. Fillah. Baru pernah aku menemukan buku non-fiksi dengan gaya bahasa yang puitis. Setiap kalimat dalam paragrafnya rasanya ingin aku catat dan hafalkan. Aku ingat dulu menyalin kalimat-kalimat dari awal bab sampai akhir bab, hanya karena buku yang kubaca tersebut adalah buku yang kupinjam dari temanku, jadi harus dikembalikan.



Beberapa diantaranya yang aku ingat, oh ya, ini gak literal kata per kata ya, aku menulis ulang dari ingatan, kalau ada yang salah, tolong dikoreksi,


"Bersyukur adalah mengejawantahkan nikmat, yang duduk jangan puas hanya duduk tapi berdirilah. Yang berjalan jangan puas hanya dengan berjalan, tapi berlarilah"


"Hati bicara tanpa kata, tapi ia terasa"

 

Juga quote,  


"Ajari kami bunda hajar, bagaimana iman melompati rasa suka tidak suka. Ajari kami ahli badar,… dst", ini suka banget.



Intinya kaya puisi minta diajari dan dikasih tahu, bagaimana agar iman kita bisa sekuat mereka. Seperti saat bunda hajar ditinggal berdua bersama bayi ismail di padang pasir antah berantah. Pun sahabat yang perang badar, bagaimana jumlah mereka sangat jauh dibandingkan lawan. Pun para penggali parit di perang Khandaq. 
 
Tapi berhubung kutipan di atas aku cari-cari di internet gak nemu--maybe it's a sign that I should buy the book and re-read it again. Untuk SelfD kali ini, izinkan aku cantumkan saja quote dari Ustadz Salim A Fillah yang sering banget aku ulang di sini. Qadarullah quote ini termasuk salah satu yang kupegang saat dulu berjuang keluar dari overthinking dan mencoba keluar dari "gua" setelah lama menghilang dari peredaran.


"Ketika kita mengubah sikap mental kita kepada Allah, dari tidak mau tahu menjadi peduli, dari berburuk sangka menjadi ber-husnuzhzhan, dan dari ragu menjadi yakin padaNya, saat itulah Allah akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita" - Salim A. Fillah


***


Ada sebuah quote ini terlintas saat sedang menulis draft ini. Aku lupa persisnya dimana, tapi seperti di kata pengantar bukunya Salim A Fillah. Kutipan dari Ustadz Fauzil Adhim, tentang niat. Semoga menyalin quote ini mengingatkan lagi diriku untuk semangat menulis dan terus memperbaiki niat.
 
I know for me publishing a solo book seems like dream far away, not because outer factors, but because I have my own "mountain" that I made myself. Anyway, gapapa perbaiki terus niat dan teruslah menulis. Someday, somehow, you will exit that self-sabotage phase. Ada banyak istighfar dan taubat yang harus terlebih dahulu dilakukan, sebelum memberanikan diri meninggalkan pantai dan berlayar jauh. Ini quotenya: 
 
 
"Awalnya dari niat, kelak Allah akan menilainya dan memberikan barakah sesuai dengan niatmu -M. Fauzil Adhim"


Untukku dan untukmu yang barangkali punya niat nerbitin buku tapi maju mundur kaya aku, Baca juga: Maukah Kamu Menjadi Penulis?



***


Sebelum ditutup, ada satu lagi quote. Pengennya sih yang bahasa inggris ya hehe. Tapi sebenarnya belum nemu, mungkin quote dari Ustadz Nouman, atau dari Yasmin Mogahed. Sudah coba cari dari highlight igs, dan blog. Tapi belum nemu yang pas. Tapi karena draft ini sudah harus rampung dan di publish. Mungkin aku hanya ingin mengutip dengan quote sederhana yang mungkin terkesan biasa saja bagi banyak orang. Tapi bagiku, quote ini berkali-kali mengingatkanku untuk lebih bersabar pada diri, yang terus menerus terpelanting dan jatuh, tergelincir karena kebodohan diri. 
 
"Don't give up on yourself"


Kenapa gak boleh menyerah pada diri? 

People will give up on you all the time. Parents will give up on you. A spouse will give up on you. Friends will give up on you. But Allah will not give up on you.

Allah never gives up on you.
- Nouman Ali Khan 
 
 
Terakhir, kututup dengan kalam-Nya,



۞ قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[Surat Az-Zumar (39) ayat 53]



Wallahua'lam.



***


PS: Aku baru nyadar saat hendak post, ternyata judulnya my top 5. Aku cuma ngehighlight 3 quotes: dari ustadz Salim, ustadz Fauzil Adhim, sama ustadz Nouman Ali Khan. Kurang dua. Ini dua tambahan, bukan top favorite quotes, tapi recent quote that stuck in my mind:  
 
When Allah exposes you, it means Allah loves you that you will stop the sin. -Mufti Menk 

Satu lagi, 
 
Since when did "small" means useless? 

 

Baca transkripnya untuk tahu konteks lengkapnya. Singkatnya pengingat framework pemikiran kita. Jangan sampai salah dan akhirnya memilih tidak melakukan sesuatu hal kecil hanya karena impactnya gak terlihat atau hasilnya belum terlihat. Jangan lupa bahwa Allah melihat dari usaha, dan Rasulullah pun mengajarkan kita, bahkan jika esok hari kiamat, tanamlah biji/benih pohon. 

 

Oh ya, what's your top 5 favorite quotes? 

 

***

 

Baca juga:

 



 

 




SelfD #21: What are my priorities?

SelfD #22: My Top 5 Favorites Quotes 

Saturday, November 8, 2025

What Should I Do with This "Leak" Information?

November 08, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Judul di atas kubuat sudah agak lama. Sejak akhir bulan lalu, tepatnya tanggal 24 Oktober lalu. Saat tanpa sengaja, dengan izin Allah, I got this "leak" information. Haruskah kutulis lebih gamblang, tanpa tedeng aling-aling, atau kubiarkan abstrak dalam selimut bahasa inggris dan perumpamaan "leak information"? Apakah harus kutulis dalam bentuk fiksi, atau kutuliskan lebih lugas dalam story telling kisah nyata?

 

***

 

Pagi itu, Allah tunjukkan padaku hal seharusnya tidak perlu aku tahu. Pemiliknya pun pasti sebenarnya ingin merahasiakannya. Pun aku tidak merasa ingin tahu. Tapi saat Allah memberikannya padaku, lewat satu dua detik saja. Otakku sampai sekarang masih memikirkannya. Pertanyaan yang kutulis sebagai judul tulisan ini: what should I do with this leak information?

 

Apa yang harus aku lakukan? Diam dan berpura-pura tidak melihat apa yang sudah kulihat? Atau aku harus bersuara, dan mencecar pemiliknya tentang "leak information" tersebut? Tapi... tapi... tapi apa aku berhak untuk bertanya dan memberikan padanya nasihat tentang itu? Sementara aku tahu, bahwa setiap orang punya hal-hal yang tidak ingin diketahui orang lain. 

 

Tapi diam dan pura-pura tidak tahu sungguh bukan pilihan yang tepat. Itu hanya menunjukkan betapa lemah imanku. Apalagi aku tahu persis, bahwa ada kedzaliman di sana, bukan pada orang lain, tapi pada dirinya sendiri. Bukankah sebagai seorang yang beriman, mengetahui kezaliman, kita harus membantu, baik yang jadi korban maupun yang jadi pelaku? Dan ia kini merangkap keduanya. Bukankah kita harus menolongnya di keduanya, baik dengan menghentikan kezaliman juga untuk melindunginya dari kezaliman?

 

***

 

I know deep inside he's struggling, He's in pain. But I'm afraid if I took a wrong step, I might scare him away. And he chose to be lost alone. But silent really don't solve anything. Allah might want to show it to me, cause he needs somebody else to step up and help him. And it should be from the closest one around him.

 

Remembering that leak information break my heart again and again. I see my old, or even me now. For now, I just want to remind him,

 


 

 Wallahua'lam.

Friday, October 31, 2025

Everything is Under Allah's Control

October 31, 2025 1 Comments

Bismillah.

 

#tadabbur 

 

Serahkan saja semua, semua hal yang tidak bisa kau kendalikan. Serahkan dan letakkan saja di tangan yang terpercaya. Yang di sana semua hal dalam kontrol dan kendalinya. Tidak pernah terlewat atau terbengkalai. Semua dalam kendali dan kontrolnya. Aman.

 

***


Seperti yang disebutkan dalam Al Muzzammil,

  

 

Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa maksud dari "jadikanlah Dia sebagai pelindung" adalah menyerahkan urusan-urusan kita kepada Allah.


Ustadz Nouman juga menjelaskan tentang ayat ini,

 

 

Rabb al masyriku wal magrib menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah. Al masyrik wal magrib, timur dan barat, mencakup dimensi waktu dan tempat. Sebagaimana kita tidak punya kendali terhadap waktu. Sebagaimana terbit dan tenggelamnya matahari, dan berbagai perubahan yang terjadi setiap kali malam berganti pagi dan sebaliknya pagi berganti malam. "Dunia" bergerak dan terus berubah. Ada banyak sekali perubahan dalam hidup kita, yang tanpa sadar terjadi tiap detiknya. Manusia seringkali lalai, membuat ia merasa dalam satu kedip mata, tiba-tiba hari berlalu, bulan berlalu, tahun berlalu. Ada begitu banyak hal yang diluar kendali kita, perubahan dan pergerakan yang terasa begitu cepat, dan kita tidak bisa mengelola semuanya sendiri. Al masyrik wal magrib juga menunjukkan kekuasaan Allah yang terbentang dari timur ke barat. Tidak ada satu pun inchi di alam semesta yang tidak ada dalam kekuasaan Allah. Sedangkan kita, keterbatasan kita terhadap ruang, saat kita berpindah, maka kita tidak lagi bisa melakukan banyak hal selain di tempat tersebut. Memang ada teknologi yang membantu kita melakukan banyak hal tanpa terbatas ruang offline. Tapi semuanya terbatas.

 

Dijelaskan juga divideo tersebut tentang frase fattakhidzhu wakila. Dari frase tersebut, kita diingatkan bagaimana bodoh, dan lemah kita sehingga kita membutuhkan rahmah dan bantuan Allah atas banyak hal yang berada di luar kendali kita. Bayangkan kalau kita harus mengurus tiap degub jantung kita, atau bagaimana pembagian dan penyaluran gizi dari makanan ke seluruh tubuh kita. Itu baru urusan-urusan dalam tubuh kita. Belum lagi yang di luar itu. Ada banyak aktivitas harian, cita, rencana hidup kita, yang semuanya terkait dengan banyak faktor yang di luar kendali kita. Memang manusia diberikan ruang untuk bisa berusaha dan Allah berikan hukum sebab akibat yang membantu kita untuk tahu apa yang harus kita lakukan untuk mencapai sesuatu. Tapi terlepas dari usaha kita, kita tidak punya kuasa apapun atas hasil yang nanti akan terjadi. Jadi, bukankah hal paling menenangkan yang bisa kita lakukan adalah berserah kepada Allah, rabbul masyriku wal maghrib, laa ilaha illa hu. 

 

Ada satu poin lagi, yang dijelaskan baik dari video maupun dari tafsir Ibnu Katsir. Perintah untuk menyerahkan urusan-urusan kita kepada Allah, perintah untuk tawakkal juga disebutkan di ayat lain (Hud:123, Al Fatihah:5). Artinya apa? Artinya, salah satu bentuk kita beribadah kepada Allah adalah berserah diri dan bertawakkal pada-Nya. Jangan khawatirkan begitu banyak hal yang berada di luar kendali kita. Sadari dan akui betapa lemah dan bodoh diri, lalu berserahlah kepada-Nya, mintalah pertolongan dan perlindungan dari-Nya. Pada hal yang tidak kita ketahui di masa depan sana. Ketidaktahuan kita barangkali adalah rahmat dari-Nya, agar kita cuma perlu fokus pada apa yang ada di masa kini. Agar kita fokus pada usaha yang bisa kita lakukan. Allah will take care all of it. Things that you can't control and you don't even know. Allah will take care of it all.. Cause as it is said in surah Al Muzzammil,

 

رَّبُّ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذْهُ وَكِيلًۭا
 

(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia,

maka ambillah Dia sebagai pelindung. [Surat Al-Muzzammil (73) ayat 9] 

 

Wallahua'lam bishowab. 

Monday, October 27, 2025

Jangan cuma Ingat Buruk/Sedihnya Saja

October 27, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

*warning* lebih baik baca tulisan lain

 

*** 

 

Beberapa waktu ini aku kembali ke setting introver lagi. Kalau kemarin menulis tentang introver yang mencari-cari komunitas, kini introver tersebut sedang kehabisan energi hanya karena bergabung satu batch di dua tiga komunitas. Rasanya ingin memutus kontak dan menyendiri, tapi karena tahu itu zalim, akhirnya hanya bisa memaksa diri tetap berjalan meski jelas-jelas notifikasi low battery, sudah berkali-kali muncul. Beberapa kali jatuh, lalu tertatih dan terseok berusaha menyamakan pace langkah dengan teman-teman lain. Sembari masih mencerna keruwetan pikiran diri yang meminta untuk diisi energinya dengan menyendiri, apa kabar dini harimu? Bukankah seharusnya itu waktu yang tepat untuk mengisi batre yang hampir mati?

 

Lalu suatu pagi aku menjadi lebih sensitif, cuma perlu satu pemicu, dan bendungan air itu pecah, membuat orang lain yang tidak tahu kondisiku yang lowbatt and sensi ini merasa bersalah. Tapi kasih sayang Allah terus mengalir, somehow, dalam rangka meredakan emosi yang meletup, dan air yang tak kunjung bisa berhenti dibendung, pencarian distraksi satu dua, membuatku mengenakan lagi jas ektrover. Allah seolah memberitahuku, kamu bukan introver tulen yang hanya bisa charge energi dengan solitude, kamu punya sisi ekstrover juga yang bisa diisi energinya dengan komunikasi pada orang-orang yang tepat.

 

#bacatulisanlama Nuju Naon Teh, aku menyambung sapa dengan Apih

 

Kalau di tulisan Nuju Naon, namanya kusamarkan, izinkan kali ini aku menuliskan namanya sebagai bentuk terima kasih, karena sudah membantu mengisi energiku hanya lewat bertukar sapa dan cerita singkat. Rapih Umbarawati, atau biasa disapa Apih adalah salah satu adik tingkat yang kukenal karena pernah tinggal di Asrama Putri Salman. Seingatku jadi dekat dengannya karena pernah jadi satu divisi saat jadi panitia LMD, atau pas peserta juga satu kelompok ya? Lupa hehe.

 

Anyway. she's such a lovely person. She's logical, whenever I talk to her, I always see the rational part of her. She's smart, and dilligent. I feel comfortable speaking and listening to her. She open up to me a little about her family, that makes me feel closer. Bagiku yang sulit untuk membuka diri, aku sangat menghargai dan tahu benar, bahwa bercerita dan terbuka tentang hal pribadi adalah sesuatu yang hebat.

 

Singkat cerita, aku menyambung sapa dengan Apih. Melanjutkan chat terputus kami bulan Mei 2025 lalu. Bertukar cerita dan tanya, tak panjang memang, tapi cukup untuk mengisi batreku. Lalu dari percakapannya, aku tergerak untuk mencari tulisan lama lain di blog ini, kuketik dua keyword "tiga buku", selain kutemukan tulisan yang kucari, kutemukan juga tulisan lain yang membuatku tergerak untuk menyambung sapa dengan sohib lama pas SMA.

 

#bacatulisanlama Tiga Lembar Memori, aku menyambung sapa dengan Salsa


Sebelumnya, sebenarnya sebelum membaca tulisan lama itu, akun instagram Salsa, somehow, with algorythm, direkomendasikan ke akun IG betterword_kirei. Tapi karena satu dua hal, aku ragu untuk mengajukan follow ke akun tersebut. Sampai Allah kembali mengingatkanku lewat tulisan lama tersebut. Segera aku kirim link rekomendasi IG Salsa dari betterword via dm ke IG pribadiku, lalu aku follow akun tersebut menggunakan akun isabellakirei_. Kukirimkan juga DM padanya. Rasanya ingin kirim foto, tapi karena akunnya private, tentu saja gak bisa kirim DM kalau belum friend. Tapi qadarullah, dia online juga, dan aku jadi bisa kirim foto. Lalu percakapan terjalin.

 

Rasanya senang sekali, karena seolah ada tali rindu yang tertaut kencang, kini sudah lepas dan membuatku lega. Apalagi terakhir kali aku menulis tentang memori masa sekolahku, aku mengingat hal buruk dan tenggelam dalam sedih sembari menyimpulkan, ternyata mungkin ini salah satu hal mengapa aku menjaga jarak dengan mereka. Padahal ada begitu banyak memori happy dan bahagia yang seharusnya lebih aku ingat dan abadikan, ketimbang membiarkan debu-debu di kacamata hingga menyamarkan dan membuat mataku perih tiap kali menengok ke belakang.

 

Beberapa waktu ini aku juga berkaca, saat melihat salah satu konten sahabat SMA, yang membahas tentang effort orang-orang yang bertahan dan menjadi circle dekatnya. Katanya karena sama-sama effort. Lalu aku berkaca, betapa tidak bersyukurnya aku. I did only give them minimal effort, I put my wall all the time, I am bad in exchanging communication while being away. I'm also don't give present back, when I get so many present from each of them. Teringat buku-buku hadiah dari mereka, dan surat, dan aku tidak membalasnya, hanya karena berdalih aku tidak merayakan hari lahir. Padahal aku bisa saja membalas dan mengirim hadiah kecil, tanpa harus di hari lahir mereka. Sementara aku cuma bisa menulis penyesalan ini. Someday, maybe, I'll put a little more effort, just to say thank you and sorry, for being a bad friend.

 

*** 

 

Oh ya, dari tulisan lama 3 lembar memori, aku jadi teringat lagi memori indahku saat masih maba dulu, what a movie kinda scene. Jujur malu, karena pada kakak-kakak tingkat di organisasi itu, memori pertama yang melekat bukan yang indah, tapi yang membuatku menangis dan memilih untuk tidak bergabung dengan halaqah manapun, sedih dan bingung melihat "perebutan" calon kader, rumor yang berseliweran, dan aku yang memilih untuk menjauh. 

 

Oh ya, mayoritas draft tulisan di atas ditulis tgl 11 Okt, it's 27 october now. Ada satu lagi memori yang somehow melintas siang hari ini dan membuatku impulsif untuk menyelesaikan tulisan ini. Ada memori bittersweet yang terjadi di Bulan Ramadhan kali itu, saat aku dan partner organisasi dituduh sama-sama cuek. Padahal awalnya semua manis, tapi berakhir pahit. Dan aku cuma bisa diam dan menerima saja menjadi sosok yang terdakwa dan salah. Padahal ada banyak hal yang ingin aku komunikasikan, tapi aku memilih diam, dan menulis semua dalam diary. Perasaan sedih, kecewa, rasa tidak terima karena disalahkan dll, kusimpan rapat-rapat, lalu aku menjalani hari seolah semua baik-baik saja. Secara otak dan akal, aku sudah berdamai dengan memori itu, aku mungkin bisa tertawa dan bercerita tentang kenangan itu. But perhaps, ada hak emosi dalam diri yang belum terpenuhi, karena yang seharusnya disalurkan malam itu aku pilih untuk disumbat dan ditaruh dipojok terdalam. Mungkin karena itu, somehow, saat momen-momen yang tidak direncana, tiba-tiba saja ada kebocoran emosi dan memori yang muncul dan menguap, meminta haknya untuk disalurkan entah dalam bulir air, atau dalam kata-kata yang tidak abstrak.

 

Jujur sebenarnya aku tidak suka menulis impulsif begini. Pun tidak suka, tulisan ini membuatku seolah aku orang yang sering mengingat buruk/sedihnya saja. Tapi jika tidak menuliskannya, aku takut aku mengulangi kesalahan yang sama. Hanya mengingat buruk dan sedihnya saja. Padahal, kalau mau diteliti dan ditelisik lagi, ada begitu banyak hal baik dan bahagia yang terjadi. Untuk hal-hal ini, mungkin aku perlu belajar dari introver lain yang sudah lebih awal aware akan ke-introver-annya. Mungkin mereka lebih tahu cara menata pemikiran/perasaan negatif yang lama ditumpuk dan disimpan, sampai membuat kita melupakan yang positif. Atau mungkin aku hanya perlu lebih banyak berdoa agar dimudahkan untuk bersyukur. Dan mungkin aku harus mulai membiasakan diri agar tidak menulis diary hanya untuk menulis hal-hal negatif dan perasaan negatif yang tidak bisa kusampaikan ke orang lain, bukankah harusnya journaling itu diisi lebih banyak dengan hal-hal yang kita syukuri? Atau journaling habit tracker, biar istiqomah melaksanakan kebiasaan-kebiasaan baik yang ingin dibangun. Dan adapun untold story of my life, ya, gapapa juga ditulis untuk mengeluarkan sesak dari dalam dada, tapi jangan lupa akhiri dan tekad untuk mencari hikmah dari hal-hal tersebut. 

 

Terakhir, semoga aku bisa lebih banyak menulis lagi, ketimbang lari dan tenggelam dalam distraksi. Jangan ragu untuk sambung silaturahim, barangkali satu dua pertukaran pesan singkat bisa mengisi energi sosialmu. Juga, seperti judul tulisan ini. Jangan cuma ingat buruk atau sedihnya saja. Ingat juga baik dan bahagianya. There's no path that all black and dark. If you pay attention to every path you took before, there's a lot of light, flowers, sweet fruit along the way too. Allahumma a-inna 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatika. Aamiin. Wallahua'lam. 

 

 

 

Monday, October 6, 2025

Faktor-Faktor Penghalang dalam Menuntut Ilmu

October 06, 2025 0 Comments

Bismillah.

#nukilbuku #buku 

 

#daribuku "Adab dan Kiat dalam Menggapai Ilmu" - Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan, Darus Sunnah 

 

***


1. Niat yang salah

 

 

Niat adalah dasar dan rukun sebuah amal. Jika niatnya salah dan rusak, maka amal yang dikerjakan ikut salah dan rusak.

 

Penting untuk meluruskan niat hanya untuk mencari ridha Allah dalam menuntut ilmu.

 

Manusiawi jika dalam hati ada lintasan pikiran ingin tampil dan terkenal. Kuncinya, kembali pada ilmu, baca nash dan sirah, renungi dengan baik, luruskan niat dan berusaha kembali ke jalan yang benar.

 

"tidaklah perenungannya itu kecuali akan menambah rasa rindu kepada kebenaran dan kebaikan"

 

 

2. Ingin Terkenal dan Cari Popularitas

  

Termasuk bahasan no. 1, ditulis untuk menunjukkan pentingnya permasalahan ini.

 

"Sesuatu yang paling terakhir hilang dari orang-orang shalih adalah, keinginan untuk berkuasa dan keinginan untuk tampil" - Imam Asy-Syathibi

 

Hadits 3 orang pertama yang dihisab di kiamat, salah satunya penuntut ilmu dan pembaca quran yang niatnya salah.

 

Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, "..hal yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah; syirik dan syahwat yang tersembunyi."

 

"syahwat yang tersembunyi adalah keinginan agar manusia melihat amalnya."

 

Hadits. Rasulullah bersabda "Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan amalnya)", maka Allah akan menyiarkan aibnya. Dan barangsiapa beramal karena riya', maka Allah akan membuka niatnya (di hadapan manusia pada hari Kiamat)."

 

 


3. Lalai Menghadiri Majelis Ilmu

 

 

"ilmu itu didatangi, bukan mendatangi". Majelis ilmu ada banyak, jika kita tidak mendatanginya, maka kita akan gigit jari penuh penyesalan di hari akhir nanti TT

 

Seandainya kebaikan yang ada dalam majelis ilmu tersebut hanya berupa ketenangan bagi yang menghadirinya, dan rahmat Allah ta'ala yang meliputi mereka, tentulah cukup dua hal itu saja sebagai pendorong untuk menghadirinya.

 

 

4. Beralasan dengan Banyaknya Kesibukan

 

 

Ini merupakan tipu daya setan yang harus diwaspadai.

 

"Orang yang menyia-nyiakan kesempatan mencari ilmu, maka kesibukannya membuat ia tidak dapat menghadiri majelis ilmu. Ia menjadikannya sebagai alasan yang sengaja dibuat-buat, sehingga ketidakhadirannya di majelis ilmu memiliki alasan yang jelas." -- Allahumma la taj'alna minhum TT

  

 


5. Menyia-nyiakan Kesempatan Belajar di Waktu Kecil

 

 

Manfaatkan waktu muda untuk menuntut ilmu, sebelum disibukkan oleh banyak hal. Tapi jangan berputus asa juga jika sudah tua, karena hakikatnya seluruh umur yang kita miliki adalah kesempatan untuk menuntut ilmu, dan menuntut ilmu adalah ibadah.

 


6. Enggan Mencari Ilmu

  

Diantara penyebabnya adalah alasan untuk berkonsentrasi mengikuti informasi terkini dan peristiwa yang sedang terjadi.

 

Padahal masalah yang terjadi, cuma bisa diselesaikan kalau kita menuntut ilmu dan merujuk pada ulama, syariah dan al quran.

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah contoh nyata, yang sangat melek terhadap keadaan dan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat, namun tetap menyempatkan diri belajar dan mengumpulkan ilmu. Dengan ilmu tersebut, beliau dapat mengatasi berbagai permasalahan masyarakat, dengan mendapatkan solusi dari Al-Quran, As-Sunnah dan berbagai disiplin ilmu lainnya.

 

"Allah Ta'ala tidak menurunkan suatu musibah atau penyakit, kecuali ada solusi dan obatnya. Tidaklah musibah itu terjadi kecuali ada jalan keluarnya dalam Al Quran dan As-Sunnah"

 

 


7. Menilai Baik Diri Sendiri

 

 

Orang yang senang memuji dirinya, senang mendengar orang lain memujinya.

 

Jangan sampai seseorang senang dipuji atas apa yang tidak ada pada dirinya. (QS Ali Imran: 188)

 

Merasa diri baik itu pada umumnya merupakan perbuatan tercela, kecuali pada perkara saja yang sesuai aturan-aturan syariat.

 

Merasa diri baik dan suka dipuji oleh orang adalah salah satu pintu setan. 

 

 


8. Tidak Mengamalkan Ilmu

 

 

Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab tidak berkahnya ilmu. Bahkan merupakan salah satu sebab ditegakkannya hujjah atas pemiliknya.

 

Salafus shalih adalah orang yang paling bersemangat dalam mengamalkan ilmu.

 

Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata, "Dahulu seseorang dari kami, jika ia mempelajari sepuluh ayat, maka ia tidak akan melampauinya hingga dia betul-betul mengetahui maknanya dan mengamalkannya." (Tafsir Ibnu Katsir, 1/2)

 

Ali Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jika dia mau beramal maka tetaplah ilmunya, jika tidak maka hilanglah ilmunya." (Ibnu Abdil Barr dalam Al Jami' 2/11, Waki' dalam Al Jami', 2/132)

 

Mengamalkan ilmu akan membantu dalam penjagaan terhadap ilmu itu sendiri.

 

Seandainya seseorang ingin menghafalnya, tentu bisa saja, namun suatu waktu kelak dia akan lupa. Seandainya dia mengamalkannya, maka dzikir tersebut akan tetap kokoh pada dirinya.

 

Ilmu yang telah Allah ta'ala berikan kepada kita ini perlu dikeluarkan zakatnya. Adapun zakat ilmu adalah dengan mengamalkannya dan mengajarkannya.

 

Ketahuilah bahwa wajib bagi kita untuk mendalami empat masalah, yaitu: pertama, mencari ilmu. Kedua, beramal. Ketiga, berdakwah. Keempat; bersabar dalam menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu, mengamalkannya, serta mendakwahkannya. (Al Ushul Ats Tsalatsah, karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.) 

 

9. Putus Asa dan Rendah Diri

  

Jangan sekali pun Anda meremehkan satu kebaikan walau sekecil apa pun, dan jangan sekali pun merendahkan diri Anda sendiri, dan dalam waktu yang bersamaan jangan pula Anda menganggap diri Anda suci.

 

Sikap putus asa dan merasa rendah diri adalah penyebab terbesar dari kegagalan dalam menuntut ilmu.

 

Jangan merasa rendah diri jika Anda memiliki hafalan yang lemah, lemah pemahaman, lambat dalam membaca, atau cepat lupa. Semua penyakit ini akan hilang jika Anda meluruskan niat dan mencurahkan segenap usaha.

 

Jangan sekali-kali Anda meremehkan potensi yang ada pada diri Anda, dan hendaknya Anda bersungguh-sungguh dalam belajar.

 

Imam Al-Bukhari Rahimahullah, beliau pernah ditanya, "Apakah obatnya lupa?" Beliau menjawab, "Terus menerus melihat buku."

 

Meninggalkan maksiat juga merupakan penyebab terbesar yang dapat membantu seseorang dalam menguatkan hafalannya.

 

Imam Asy-Syafi'I Rahimahullah dalam syairnya yang indah berkata

 

 

 



10. Sikap Menunda-nunda

 

Sikap menunda-nunda, menurut sebagian ulama salaf termasuk tentaranya iblis yang akan menyerbu manusia.

 

"Sesungguhnya angan-angan adalah modal utama orang-orang yang bangkrut." - Ibnul Qayyim Rahimahullah

 

Sikap menunda-nunda adalah, seorang hamba berangan-angan untuk melaksanakan suatu hal setelah beberapa waktu dari umurnya berlalu. Orang ini tidak tahu bahwa ajal dapat menjemputnya setiap saat. TT

 

Janganlah engkau menunda-nunda amalan hari ini untuk hari esok, karena bisa jadi, esok datang namun engkau telah tiada.

 

Yusuf bin Asbath Rahimahullah mengatakan, "Muhammad bin Samurah As-Saih pernah menulis surat kepadaku sebagai berikut,

 

'Wahai saudaraku, janganlah sifat menunda-nunda pekerjaan menguasi jiwamu dan tertanam di hatimu; karena hal itu dapat membuat lesu dan merusak hati. Sifat menunda-nunda itu memendekkan umur kita, sedangkan ajal segera tiba. Bangkitlah dari tidurmu dan sadarlah dari kelalaianmu!

 

Ingatlah apa yang telah engkau kerjakan, engkau sepelekan, engkau sia-siakan, engkau dapatkan dan apa yang telah engkau lakukan. Sungguh semua itu akan dicatat dan diperhitungkan, sehingga engkau akan terkejut dengannya, dan engkau akan tersadar dengan apa yang telah engkau lakukan, atau mungkin engkau akan menyesali apa yang telah engkau sia-siakan'."

 

Bacalah kisah-kisah tentang kesibukan sebagian besar kaum salaf, niscaya kita akan takjub terhadap cara mereka dalam memanfaatkan waktu.

 

***

 

 

PS: Tulisan ini dibuat dalam bentuk resume. Saya menyalin kata-kata yang ingin saya catat dari buku tersebut. Mengenal buku ini dari komunitas RSC (Rahmah Study Club). Tolong abaikan emoticon TT yang kadang muncul selagi saya membuat resume/menyalin kutipan dari buku.

Friday, September 19, 2025

#ResetIndonesia dengan Literasi: Apa Kabar Pendidikan Kita?

September 19, 2025 0 Comments

Bismillah.

#buku #nukilbuku 

 

#daribuku Your Journey to be The Ultimat3 U - Rene Suhardono.

Baca salah satu tulisan dari buku ini jadi keinget, salah satu cara #ResetIndonesia selain harus melek ttg kondisi politik dan sosial. Juga harus melek tentang pendidikan. Concern pertama yang dipilih Jepang usai bom Hiroshima Nagasaki. 

Berikut beberapa quotesnya:



🎒🎒🎒🎒🎒🎒🎒🎒



"Beberapa karakteristik inti pengajaran pendidikan dasar justru bertentangan dengan realitas kehidupan.

Seingat saya dulu, jawaban benar hanya satu untuk setiap soal yang ditanyakan, selebihnya salah atau dianggap menyimpang. Metodologi juga hampir selalu sama dengan rangkaian seperti ini: diketahui - ditanya - rumus - jawaban.

.
.
.

Pada kenyataannya, jawaban benar bisa lebih dari satu, metodologi bisa sebanyak bintang di langit, kerja bareng alias kolaborasi adalah bentuk terbaik dari suatu usaha, dan kebenaran apa pun harus senantiasa diuji."



💼💼💼💼💼💼💼 

 

"We were all born creative, bold and rich with ideas, but our education system failed us. Sistem pendidikan yang kita kenal sekarang adalah peninggalan era revolusi industri abad ke-19. Pendidikan adalah kepanjangan tangan industri untuk memenuhi pasokan tenaga kerja yang ditetapkan sesuai kebutuhan spesialisasi tertentu. Sejak saat itu, sistem pendidikan menganut pola spesialisasi tunggal. Bentuk dan jenis pekerjaan pun terkotak-kotak berdasarkan disiplin keilmuan tertentu."

 

📱💻📱💻📱💻📱💻📱
 

 

Technology has given us the right tools, but we haven't got the right mindset.

 

🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩 🇮🇩

 

"....bahwa ia sudah tidak lagi bekerja, tetapi berkarya, kami mengharapkan greget yang sama juga dirasakan oleh mayoritas angkatan kerja Indonesia. Bekerja = berdaya. Bekerja = berkontribusi. Apa pun untuk Indonesia yang lebih baik!"

 

👓📖👓📖👓📖👓📖👓

 

Real education should liberate us, not enslave us. True education should be about self-empowerment, not mediocrity.

 

*** 

 

Bagaimana perasaanmu saat membaca kutipan-kutipan di atas? Apa kabar pendidikan kita? Apa yang bisa kita lakukan untuk bisa memperbaikinya? Padahal... kita gak punya kekuasaan untuk mengubah hal-hal besar. Tapi bukan berarti kita gak bisa mengubah dari hal-hal kecil kan? Masih ada yang belum baca transkrip since when did "small" means useless?


Lakukan perubahan dari hal kecil, sesederhana membangun kebiasaan membaca untuk diri, kemudian dalam keluarga. Sesederhana, belajar parenting dan pelan-pelan mencoba mempraktekkannya, jika sudah punya anak. Sesederhana, menulis dan membagikan insight yang kita dapatkan dari hasil membaca dan belajar kita. Dan berbagai cara lain. Bahkan sesederhana like dan share konten-konten edukasi yang baik.

 

Jujur menulis ini rasanya berat, takut tersendat lalu jatuh dan terjembab karena masih jauh praktek dari teori. Tapi jika tidak menulis ini, apa yang kubaca, takutnya mudah dilupakan, atau menetap sebagai teori bertumpuk yang tidak dipahami dengan baik. Sungguh aku tidak mau, seperti perumpamaan yang digambarkan Allah dalam surat Al Jumuah, keledai yang susah payah membawa tumpukan buku di punggungnya.

 

Penutup. Doa. Rabbizidni 'ilma warzuqni fahma. Allahumma inna nas-aluka 'ilman nafi'an wa rizqan thayyiban wa 'amalan mutaqabbalan.  

 


Aamiin.

 

Wallahua'lam. 

#ResetIndonesia dengan Literasi

September 19, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Belum lama ini ada grup baru dari salah satu komunitas baca yang pernah aku ikutin. 22HBB, atau 22 hari baca bareng? singkatannya lupa. Tapi setauku ini semacam challange baca yang aku dapet infonya dari aku SRC (Salman Reading Corner). Aku pernah ikut 2 kali dari panitia yang sama, yang pertama challange Ramadhan, trus habis itu 22HBB batch berapa gitu lupa batchnya hehe V. Jadi dibuat grup baru dengan nama "22HBB Family - Book Sharing". Yang minat gabung bisa klik link. Kan tadinya tuh kepisah-pisah ya tiap batch grupnya.

 

Jujur waktu tahu ada grup ini aku udah excited banget, karena emang butuh tempat buat diskusi buku. Karena kan grup whatsapp baca tiap hari yang aku buat (https://chat.whatsapp.com/JcBDKKPti1WKtM71zq3xaz) fokusnya lebih ke lapor baca buat ngebangun habit baca. Belum ada program diskusinya.

 

17 Agustus dibuat, 39 orang bergabung, 1 September, berbagai kejadian demo dan segala komplikasi di dalamnya membuatku memberanikan diri untuk angkat suara. Ya, kan wadahnya udah ada, tinggal diaktifkan aja. 


Lalu 2 September


 

Dari situ, tim panitia langsung buat ide #ResetIndonesiaBookChallenge. Banyak yang ikutan dan pasang buku-buku yang hendak dibaca. Fokusnya lebih ke buku-buku yang membuat kita lebih melek ke politik dan sosial. Dan katanya, salah satu tokoh ada yang ikutan ngerepost story yang dibuat oleh tim 22HBB. Walaupun aku pribadi gak terlalu kenal sama beliau. Tapi bagusnya, aku jadi tertarik untuk baca karya Ahmad Tohari yang tertera di sana.

 

 

Sebenarnya daripada share challenge begitu, aku lebih tertarik nyimak sharing dan diskusi tentang buku terkait. Aku teringat pernah denger sharing buku Animal Farm dari salah satu pertemuan di komunitas the Lady Book (back then when I was still a member).

 

Dan alhamdulillah jalan juga sih sharing bukunya, ada yang share kutipan dari novel Entrok-nya Okky Madasari, ada juga share insight yang dia dapet setelah baca novel Tan. Dari sini juga aku jadi sadar tentang bahasan Tan Malaka dan Mandilog yang sedang viral. Yang jujur aku pribadi gak ngikutin hal tersebut. Bahkan ada yang share tulisan Muhammad Abduh Negara yang memberikan ide untuk muslim muda untuk mempelajari dan mengkristalkan pemikiran Natsir atau Hamka atau Cokro. Yang jujur menurutku, untuk bisa terjadi hal itu, ada banyak banget PR dari internal anak muda islam sendiri. Apalagi aku banyak mengingat masa-masa kuliah saat melihat banyak aktivis islam yang sedihnya terkotak-kotakkan oleh harakah/organisasi dan clash sesama aktivis muslim, bukannya duduk bareng di hal-hal yang bisa dibahas bersama, dan untuk yang beda, ya jalan masing-masing aja tanpa perlu memperpanjang debat.

 

Oh ya, ini juga ngingetin aku sama salah satu komunitas baca yang awal-awal aku kenal. Namanya dulu IMLA, kalau gak salah pengurusnya itu anak UIN luar kota, jatim bukan ya? haha lupa. Tapi dari komunitas ini aku jadi banyak tahu sharing tentang Hamka. Yang pada waktu itu jujur aku buta banget sama buku-buku "berat" yang membahas itu, aku dulu, dan mungkin sampe sekarang masih di zona nyaman baca-baca bukunya cuma self improvement, buku islam yang efek langsungnya lebih ke perbaikan ranah pribadi (sirah, quran, akhlak) belum sampai baca-baca buku yang mendorong untuk melakukan perbaikan di ranah lebih luas seperti masyarakat, sosial, ekonomi, politik, dll. Dan tentu aku masih baca buku-buku fiksi ringan, bukan buku fiksi berat yang bahas tema serupa.

 

Baca juga: IMLA (Indonesia Muslim Literacy Action) 

 

***

 

Ada pun aku, meski belum ikutan #ResetIndonesiaBookChallenge, ada beberapa hal dari bacaanku yang mungkin masih nyambung sama semangat #ResetIndonesia dengan Literasi. Seperti beberapa hal di bawah ini: 

 

Pentingnya Sikap untuk Memperjuangkan Keadilan


"Banyak orang tidak bisa membedakan antara ranah hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) serta ranah hubungan manusia dengan sesama manusia (hablumminannas).
.
.
.

Seorang guru, dokter, atau siapa pun dengan profesi apa pun tidak salah jika meminta hak dan menuntut kehidupan yang layak. Sebab, memang dalam hubungan antarmanusia, setiap orang, di samping dilimpahi kewajiban, ia juga punya hak yang dilindungi oleh berbagai peraturan dan kebijakan. Jika ia merasa tidak dipenuhi dengan baik, jalan yang bisa ditempuh adalah memperjuangkan hak tersebut.

 

Apakah itu berarti dia tidak ikhlas dan rida terhadap rezeki dari Allah Swt.? Tidak berarti demikian! Ia tidak rida atas perilaku buruk sesama manusia terhadapnya (dalam hal ini kegagalan pemenuhan hak), tetapi bukan berarti ia menyalahkan Tuhan. Justru ia tidak berlindung dengan menjustifikasi bahwa semua yang ia terima sudah menjadi takdir. Sebab jika demikian, sama saja ia menganggap bahwa Allah Swt., tidak adil terhadapnya. Boleh jadi, pikiran seperti itu justru akan membuatnya merasa berhak menyalahkan Tuhan atas penderitaan atau kesalahan yang sebenarnya disebabkan oleh dirinya sendiri.


Orang yang membela haknya justru sedang menjelaskan bahwa ketidakadilan itu dibuat oleh manusia bukan oleh Tuhan. Oleh karena itulah ia berusaha membuat perubahan di ranahnya yaitu ranah hubungan manusia. Bukan begitu saja mengalamatkan semuanya pada takdir Allah Swt., seolah-olah itu adalah sesuatu yang tidak bisa diusahakan oleh manusia. Lebih parah lagi, hal itu menyiratkan seolah-olah Allah Swt., "merestui" ketidakadilan terjadi kepada hamba-Nya."


#daribuku *Jika Bersedih Dilarang, untuk Apa Tuhan Menciptakan Air Mata* - Urfa Qurrota Ainy, S.Psi., PT. Elex Media Komputindo 

 

***

 

Ada satu lagi yang aku sharing di sana, dari buku berbeda, tapi karena ini sudah panjang, aku pisah di postingan selanjutnya ya..

 

Semoga Indonesia bisa menjadi lebih baik, lewat anak-anak mudah yang bangun dan sadar terhadap literasi. Mulai dari satu halaman buku, mulai dari diskusi di lingkaran kecil dalam komunitas, semoga nanti makin meluas dan besar impact-nya sampai bisa benar-benar #ResetIndonesia. Menulis ini mengingatkanku akan salah satu pengingat tentang masa/zaman yang buruk akan bangkit generasi terbaik. Jadi jangan hanya berhenti bersuara dan beraksi dalam bentuk demo, tapi juga lanjutkan dalam bentuk mendidik diri lewat literasi. Gak cuma literasi tentang politik, sosial, tapi juga pendidikan. Gak cuma literasi yang memisahkan urusan dunia dengan agama, tapi juga literasi yang menyadarkan kita bahwa islam itu mencakup semuanya, gak cuma ranah pribadi dan ibadah yang sifatnya ritual, tapi juga termasuk urusan-urusan ummat. Gak cuma buku-buku dan kitab-kitab buatan tokoh-tokoh terkenal, tapi juga membaca kalamullah Al Quran secara vertikal, lebih mendalam, lebih banyak tadabbur, lebih banyak membuat kita sadar lalu berdoa, rabbana ma khalaqta hadza bathila, subhanaka, faqina 'adzabannar. Aamiin.

 

Wallahua'lam bishowab.

 

*** 

 

PS: Sebenernya ini bukan grup satu-satunya Book Sharing yang aku gabung. Ada juga grup book sharing dari Buibu Baca Buku, tapi sifatnya cuma berbagi rekomendasi buku. Dan jujur aku di sana aku gak berani vocal, secara membernya 500 dan pastinya merupakan pembaca buku yang lebih wow daripada aku, yang super slow dan masih moody baca bukunya.