Follow Me

Friday, December 20, 2024

Curcol ke AI di WhatsApp

December 20, 2024 0 Comments
Bismillah.

Iseng. But.. it's good actually.

Here's the full tips.

***

It's frustrating when you feel like you're not meeting your daily goals or using your time effectively. Remember that personal growth is a journey with ups and downs. Here are some strategies to help:

Reframing Mindset
1. *Celebrate small wins*: Acknowledge and celebrate each tiny accomplishment.
2. *Self-compassion*: Treat yourself with kindness, just as you would a friend.
3. *Realistic expectations*: Set achievable goals.

Time Management
1. *Prioritize*: Focus on high-impact tasks.
2. *Break tasks into smaller chunks*: Make progress feel more manageable.
3. *Schedule downtime*: Allow yourself relaxation time.

Productivity Tools
1. *Planners or calendars*: Visualize your schedule.
2. *Task management apps*: Explore options like Todoist, Trello or Habitica.
3. *Time tracking*: Use tools like RescueTime or Toggl.

Accountability
1. *Share goals with a friend*: Regularly update each other.
2. *Join a community*: Find online forums or social media groups.
3. *Mentorship*: Seek guidance from someone experienced.

Self-Care
1. *Mindfulness*: Practice meditation or deep breathing.
2. *Exercise*: Regular physical activity boosts mood.
3. *Sleep*: Aim for 7-8 hours.

Which area would you like to tackle first?

***

Terakhir, ada pernah coba curcol ke AI WhatsApp juga? Pakai bahasa apa? Boleh ceritain gak? Hehe. Aku penasaran juga, bagaimana pengalaman orang lain curcol ke AI di WhatsApp. Apakah cukup membantu? Atau aneh rasanya, karena gak bisa pakai bahasa gaul/slank?

AI bisa diajak gue-lu gue lu gak ya? Ehhe. Diajarin dulu bisa kali Yaa.

Times is really flowing fast. Technology will always changing. It's important to not being used by the technology* (read: me reminding myself not wasting my time on social media).

Sekian ceritanya. Bye 5!



Sunday, December 8, 2024

Disconnect

December 08, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

#SensiMe

 

At first I am excited. Maybe.. maybe I can connect and talk about many things with this kind of method of communication. So I sent the letter.


But perhaps, because I was expecting so much, that's why when the reply arrive, I got disappointed. I'm not saying the replies are bad. No it is not. I still appreciate that someone reply my letter. But I found the same familiar sad feeling after reading it. I can't find any question mark in the letter. So it feels like a disconnect.


***


Maybe I am just in introvert phase. And I am just expecting at least one question mark, so I could tell others hundreds about me. But because there's not a knock there. How could I open my door, if there's no one knocking on it? So I am standing behind the doors feeling confused, part of me want to open it. But I'm afraid no one want to listen. So I take a step back. I am in my introvert phase. Let's wait for another extrovert moment, and then impulsively open the doors, and talk to strangers again.


Perhaps, I just need to learm to become a person who's brave to ask question, listen, and learn. And if I really want to speak for myself, I could do it alone, in my own way. Just like how I usually do. Open mic, and post it somewhere and let the world listens. Or open hand, and send up prayers as Allah is always listening.


Wallahua'lam.

Wednesday, December 4, 2024

Apakah Sudah Tidak Bisa Baca iPusnas lewat Aplikasi di Komputer?

December 04, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Beberapa hari ini saya tidak bisa membaca ipusnas di laptop. Awalnya saya pikir, masalah koneksi. Tapi setelah cek hape, dan menemukan masalah yang sama, aku pikir pasti ada update terbaru.


Setelah di update, bagus ternyata banyak tampilan baru yang baik~ Tapi, sedihnya. Cuma di hp aja. Yang komputer belum ada update, tapi yang lama jadi gak bisa kepake juga. Karena mungkin "link" untuk akses file-nya udah beda alamatnya. Jadi deh, meski tampilan masih bisa, tapi, untuk akses ebook-nya gak bisa. TT Sedih. 


Sempat terpikir untuk mengakali, pakai screen mirroring siapa tahu meski aplikasinya di hp, masih bisa baca di layar besar. Tapi ternyata setelah dicoba zonk. Kenapa? Kan ada aturan gak bisa screenshoot, jadi otomatis saat screen mirroring, pas buka aplikasi iPusnas, langsung hitam gelap, dan gak bisa ><


Ya sudahlah, mungkin ini pertanda untuk baca buku fisik lebih banyak, atau baca di hp, tapi harus sabar karena layarnya kecil dan ada retak-retaknya hahaha.


Anyway, apapun kendalanya, semoga tidak menyurutkan keinginan kita untuk membaca. It's better reading a book than just scrolling nonstop on social media.


Sekian curhatnya. Berharap ada developer iPusnas yang baca, dan segera rilis versi update aplikasi iPusnas di komputernya hehe


Kututup dengan sebuah pertanyaan, sudahkah membaca hari ini? Baca buku apa? Halaman berapa? Apa insight/quote yang kau dapat dari buku tersebut?


Let's share and invite other to read too~ Bye 5!

Wednesday, November 27, 2024

Tentang Self Awareness

November 27, 2024 0 Comments

Bismillah.

#buku #nukilbuku

Nukil Buku "Yang Belum Usai | Pijar Psikologi"

 


 

Aku akhirnya membaca lagi buku ini, setelah menyadari ternyata aku belum selesai membacanya. Kali ini temanya tentang self-awareness, kalau diartikan secara literal kesadaran diri.

 

Dibagian awal, disebutkan tentang otak yang mempunyai cara kerja, yang membuat kita melakukan suatu hal tanpa perlu berpikir, autopilot. Hal itu yang membuat kita tanpa sadar, tidak memiliki banyak self-awareness. 

 

"Sebuah penelitian di Inggris menemukan bahwa 96% orang di Inggris terbiasa bekerja dalam mode autopilot. Hal itulah yang menyebabkan kita sering kali merasa waktu berjalan begitu cepat tanpa tahu apa yang sudah kita kerjakan selama ini.

Parahnya lagi, kita jadi tidak terbiasa menyadari apa yang terjadi di dalam diri kita sendiri. Sehingga seringkali kita tidak memahami kelebihan dan kekurangan kita, apa yang kita mau, bagaimana respons kita terhadap sesuatu, atau mengapa kita tidak suka melakukan sesuatu."


Aku dulu gak paham pentingnya self-awareness, sampai aku bertemu salah satu fase dalam hidup, saat aku merasa kehilangan diriku. Saat itu aku seolah lupa dan tidak bisa menentukan sebenarnya aku itu yang mana? Yang dulu atau yang sekarang? Ada perubahan yang drastis. Ada kebingungan, seolah tersesat di dalam hutan. Lalu aku belajar ulang dan mencari tahu lagi, dari segala label buruk yang aku lekatkan sendiri pada diriku, yang mana harus aku lepas, karena salah naruh. Dan yang mana pula, harus aku akui dan berdamai, kemudian belajar memperbaiki.


Self-awareness juga dibutuhkan agar kita tahu, mengapa kita memilih reaksi otomatis A untuk kejadian B. Mengapa misalnya kita suka menghindari masalah daripada menyelesaikannya. Mengapa kita lebih suka diam dan menyimpan masalah sendiri, daripada bercerita dan meminta tolong kepada orang lain. Atau mengapa kita sering emosi atau marah tentang makanan, misalnya, dll, dst. Dan proses ini, tidak mudah. Kenapa?


Untuk mendapatkan self awareness, kita perlu kejujuran, keterbukaan, dan penilaian tanpa penghakiman terhadap diri kita sendiri.

Hal tersebut sangat sulit dilakukan karena kita sudah ter-setting dengan segala value, keyakinan, dan memori yang melekat pada diri kita.

Setting tersebut membuat kita sudah punya opini tertentu tentang semua hal, sehingga sangat sulit untuk dapat melihat berbagai hal yang kita alami sebagai sesuatu yang netral.


***


Di dalam buku ini dijelaskan ada 3 hal yang membuat self-awareness menjadi sesuatu yang sulit. Apa aja 3 hal tersebut?


1. The blind spot
 

Sama seperti kamera yang diletakkan di sisi tertentu, dan memiliki blindspot. Kita juga memiliki blindspot dalam caranya memandang diri sendiri.

 

Ada banyak yang tidak bisa kita lihat, tapi secara jelas dapat dilihat orang lain.


Nah, di sini kita butuh bantuan dari orang lain. Entah itu keluarga, teman, atau bahkan psikolog.

 

Aku ingat saat aku melabeli diriku sebagai seseorang yang cengeng. Tapi kemudian aku diingatkan lewat cerita ibuku, bahwa aku pernah menjadi anak yang tidak mudah menangis. Atau saat aku merasa sangat pesimis, aku diingatkan bahwa aku pernah menjadi seseorang yang optimis. Aku juga teringat saat aku bertemu psikolog dan bercerita masalahku, kemudian dari feedback-nya aku jadi mengenali. Ternyata pilihanku untuk menghindari masalah dan memendam perasaan, mencoba menyelesaikan sendiri dan tidak meminta tolong, itu karena kejadian di masa lalu yang terulang dan menjadi pola "autopilot"-ku saat bertemu masalah. Padahal dalam hidup, akan ada masalah yang mengharuskan kita untuk berani bercerita, dan meminta tolong.
 

2. Introspection illusions 

 

Kita cenderung melihat diri sendiri secara lebih positif. Sehingga sangat sulit untuk menilai diri kita sendiri secara objektif tanpa terbawa kecenderungan dan value yang sudah melekat pada kita.

Ilusi ini membuat kita sulit untuk menerima kesalahan diri, dan belajar untuk memperbaikinya. Juga sulit untuk menerima kekurangan diri, dan belajar untuk berdamai dan hidup dengannya. 

 

3. Confirmation bias

Confirmation bias membuat kita memiliki kecenderungan menilai diri kita sendiri berdasarkan apa yang ingin kita percaya. Atas sebab itulah, kecenderungan ini dapat menyulitkan proses self-awareness kita.

Kita akan lebih tergerak menilai diri kita sendiri berdasarkan value yang kita inginkan dibandingkan menilai secara jujur apa adanya. Belum lagi, kita cenderung melebih-lebihkan apa yang kita yakini.

Kita akan mencaci maki diri kita saat sesuatu yang buruk terjadi. Namun, cenderung merasa hebat ketika kita berhasil melakukan sesuatu sesuai keinginan. Padahal, mungkin kenyataannya tidak seperti itu.


Bias ini, membuat kita hidup dalam "kotak" dan tidak mengenal diri yang sebenarnya. Dari sini, aku belajar pentingnya untuk bertukar pikiran dengan teman, untuk menghilangkan bias tersebut. Termasuk membaca buku, karena membaca buku dapat meluaskan pikiran kita, dan menyadarkan kita, jika apa yang kita yakini terlalau dilebih-lebihkan. Kita juga belajar banyak sudut pandang dari membaca buku.


***


Satu hal lagi tentang self-awareness yang aku ingat sekali. Sebuah video Amazed by The Quran S2.

 



Penggalan ayat 7 Surat Thaha. Fa innahu ya'lamussirra wa akhfa, Allah knows the secret and what's more hidden.

وَإِن تَجْهَرْ بِٱلْقَوْلِ فَإِنَّهُۥ يَعْلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخْفَى
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.


Ayat ini mengingatkanku untuk kembali kepada Allah agar mendapatkan self-awareness. Karena yang mengetahui kita, bahkan yang lebih tersembunyi dari rahasia, itu adalah Allah.


"When you get to know Allah, when you start to remembering Allah, then Allah makes you more aware of yourself than you've ever been." - Nouman Ali Khan

 

Baca juga: You Can Find Yourself Again 

 

***

 

Setiap dari kita, sedang dalam perjalanan mengenal diri dan mengenal Allah. Semoga di perjalanan panjang dan penuh naik turun ini, Allah berikan kemudahan dan keberkahan. Aamiin.


Sekian. Bye~


***


PS: Aku baru sadar, bahwa buku "Yang Belum Usai" dari Pijar Psikologi terdiri dari beberapa artikel dengan penulis yang berbeda. Dan untuk bahasan Self Awareness ini, ditulis oleh Ayu Yustitia. Di buku ini, dibahas juga tipe-tipe self awareness, cara mendapatkan self-awareness, dll. Bukunya bisa di pinjam di iPusnas. Ada lumayan banyak copy-nya, jadi nggak perlu ngantri.


Keterangan: Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.


Friday, November 22, 2024

Mereka yang Sukses adalah Mereka yang Berjuang

November 22, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

So I heard the news about other people's decision, and their judgement. But what I heard, is as if, they judge me too.. No I'm not taking anything personal. I know precisely that their talking about someone else. It's just.. me, I'm, I'm projecting and reflecting on their judgement to myself.


I know the truth behind the sentence. And I agree with it,


"Mereka yang sukses adalah mereka yang berjuang. Yang mau bertahan meski berada di lingkungan yang tidak nyaman. Yang tidak mudah menyerah, yang berjuang, dan fokus pada apa yang ingin digapainya."


That's a good sentence, with a true value, that I should learn in life. But here I am looking at the mirror as seeing the "bad shape of me". I'm still here, not growing, and not becoming a beautiful bonsai also. I am still me, still far from growing. Just barely alive, dreaming a lot, but take just a slow little step a head, while often to take a step back, and drown myself with unnecessary things. 


I am afraid though. I always in a big snow ball of feeling afraid. Aku takut aku bukan termasuk orang-orang yang berjuang. Aku takut, aku dipanggil dalam keadaan seperti ini.


So right now, as I am afraid. Let's use this emotion to make a dua. Allahumma inna nas-aluka husnul khatimah wannajata minannaar. Aamiin.

Monday, November 11, 2024

Rabit Hole

November 11, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Jatuh di lubang kelinci punya konotasi negatif. Tidak seindah imajinasi di cerita Alice in Wonderland.

 

***

 

Sudah hampir 2 pekan rasanya jatuh, lalu turun menghilang, masuk ke dunia dalam kepala. Tentu tidak menghilang seperti dulu, saat masuk gua. Kegiatan sehari-hari masih berjalan, terlihat aman. Tapi ada beberapa hal yang jelas terlihat tertinggal, terseok jalannya. Hanya mungkin tidak banyak yang tahu di sisi yang mana, di bagian yang mana. Tapi yang merasakan sendiri, sebenarnya bukan tidak tahu, hanya pura-pura tidak peka.

 

Menulis ini mengingatkanku tentang tulisan Karet dan Gelombang Laut. Meski teorinya sudah tahu, tetap saja, mencoba memetik hikmah dari pengetahuan tidak semudah itu. Gelombang laut itu surut, mengering hingga ke dasar palung. Aku masih belum terbiasa, masih ingin sestabil batu. Tapi katanya wajar manusia naik dan turun.


Baca juga: Karet dan Gelombang Laut (sedikit tentang psikologi laki-laki dan perempuan)


***


Rasanya seperti jatuh ke lubang kelinci. Tapi bukannya mencari jalan untuk keluar, aku memilih berdiam lebih lama dalam dunia dalam kepala. Aku bertanya-tanya, sampai kapan menipu diri dan bermimpi di siang bolong. Aku bertanya-tanya, apa jika aku menuliskannya, menuangkan apa yang memenuhi kepala, apa itu bisa membantu?


Rasanya, aku tahu mengapa aku terdiam lebih lama saat tahu aku terjatuh dan masuk ke rabit hole. Rasanya terlalu takut untuk bangkit dan keluar dari sini. Ingin memejamkan mata saja, merasakan betapa kotor diriku bertemu bermacam jenis tanah. Bertanya-tanya pada diri yang melisankan, bahwa ingin mati dalam keadaan terbaik. Kemudian hati kecilku memaki diri, "Are you being honest? So where's the effort?"


***


It's almost 100 days to Ramadhan. Tidakkah kamu bersiap? Agar tak menyesal kelak, jika Allah izinkan bertemu Ramadhan?


Berjalanlah, merangkak jika perlu, bergeraklah. Ingatkah kamu, saat masa-masa berat itu? Dan yang kamu bisa lakukan hanya mengulang-ulang MP4 berisi muratal dua setengah halaman terakhir surat Az Zumar? Saat itu, mendengarkan ayatNya, membaca terjemah ayat itu, kamu berusaha menanamkan lagi harapan pada Rahmat-Nya, yang somehow pernah kau ragukan. 


Allah's rahmah is here, is always here. Now it's your turn Bell. You shouldn't have sit still whenever you fall. I know you need time to get up, it's okay, but don't dwell on it longer. Don't let syaitan play with your heart and mind. Always pray and ask for His help.

 


Wallahua'lam.

Friday, November 1, 2024

In another life,

November 01, 2024 0 Comments

Bismillah.

#sensiMe 


*warning* probably lots of broken grammar, and imperfect english sentence

 

It's scary how our core believe (islam core believe) could be crooked because of things we consume (see, hear, watch) and also because of mainstream ideas.


***


I read a post on Medium. Perhaps, I was the one who is wrong. Cause I assume the writer is Indonesia, and her name sounds like it's muslim name. So when I saw a sentence like this closing her passage, part of my heart felt kinda weird.


"In another life, maybe, we would have done better."


That's what it's written there. I know, that kind of phrase, what it means, and it might be just a concept of things to write when people have regret with their life.


But #SensiMe can't just ignore the fact, that maybe, maybe, youth people nowadays unconciously believing that phrase.


As if there's another life. If you're not muslim, and have that kind of believe, it's okay.


And if you're muslim, maybe we should check our core believe. There's no another life, as if after death there will be life, and we could do different.


When talking about another life, other than this dunya, we only knows the life after life. which we have no control over it once we jump to the next phase of life.


So instead of asking what if, or imagining another life. Accept your mistake, regret it, but don't stop there. Take those regrets to make you grow to be a better person.


***


Last, I know I am a little bit too sensitive, and judging. I don't know exactly why people write the phrase "in another life". Or how is their life. Not many people have come to the knowledge and the core believe of Islam. And actually, probably, why people just following mainstream ideas, is because the one who knows the knowledge didn't spread it yet.

People, each person, each culture have their own concept of after death concept. And even if I know it is a sensitive and taboo topic to talk about. But shouldn't we still talking about it, so that people that haven't heard about it at least know about it? So that they know, that the true concept of life after death.


Wallahua'lam.

Wednesday, October 30, 2024

Durability

October 30, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

#freewriting #brainstorming


Definisi durability: the ability to withstand wear, pressure, or damage. (Dari google translate)


Kalau untuk manusia, mungkin lebih tepat diksi resilience. Tapi resilience punya defini berbeda.


Resilience:
1. the capacity to withstand or to recover quickly from difficulties; toughness.

2. the ability of a substance or object to spring back into shape; elasticity.

 

***

 

Saat hendak menulis ini, aku sebenarnya mencari-cari, kata apa yang tepat untuk digunakan. Apakah pas untuk menggambarkan apa yang ingin aku tulis?


Aku ingin menulis tentang rasa sakit. Bagaimana yang tidak terbiasa sakit, mungkin memiliki resiliensi lebih rendah ketimbang yang sudah terbiasa dengan rasa sakit. Tapi benarkah seperti itu?


Sebagian hatiku ingin menulis fiksi, cerita tentang orang yang diberikan nikmat kesehatan. Lalu sedikit rasa sakit, sakit fisik ya -bukan hati- membuat ia bertanya-tanya. Apakah memang rasa sakit ini benar-benar sakit seperti yang ia rasakan? Atau sebenarnya ini hanya sakit kecil, hanya sakit kepala kecil. Sedikit pening. Sedikit pengar.

 

it's been a long i am not opening tesaurus. ^^

Aku bertanya-tanya, tentang orangtua, bagaimana kebanyakan orangtua merasakan sakit, tapi begitu lihai menyembunyikannya dan meredamnya.

 

Aku bertanya-tanya tentang Nabi Ayub, dan kebijaksanaan beliau 'alaihi salam. Teringat doanya, dan bagaimana doa tersebut diucapkannya, latar belakangnya. Seolah setiap ujian hanya sentuhan tipis. Mengingat berapa lama dan betapa banyak nikmat yang sudah terlebih dahulu dirasakan dalam hidupnya.


Aku teringat buku GRIT, meski baru membaca bagian depannya, saat berkunjung ke toko buku beberapa saat yang lalu. Buku tersebut membahas bahwa yang membuat seseorang bertahan dan berhasil, tidak selalu tentang passion atau bakat, tapi adalah resiliensi, ketahanan, ketangguhan.


Aku teringat bahwa kewajiban saat sakit itu bersabar. Pergi ke dokter dan berdoa itu tambahan pahala. 


Aku teringat bahwa sakit bisa menjadi penggugur dosa. Tapi jika dosanya begitu besar, apakah cukup rasa sakit yang kecil mengugurkannya? Lalu mencoba menjawab sendiri, "Perlu taubat, tidak cukup lewat sakit".


Aku berpikir, bahwa mudah sekali berbicara ingin dosa digugurkan dan dihapus lewat amal shalih saja. Tapi prakteknya? Mana amal shalihnya? Mana taubatnya?


Aku sedikit mengerti, mengapa Allah menyuruh kita untuk mengunjungi orang yang sakit. Hikmah yang sama, saat kita banyak bertemu dan berinteraksi dengan orang miskin.


Aku teringat pernah mendengar tentang pemain tinju, atau petarung. Bagaimana bisa menjadi juara? Saat sering latihan, dan dari setiap latihan kemampuannya menahan sakit makin tinggi. Siapa yang bertahan lebih lama untuk tidak KO. Tapi apakah mereka tidak merasakan sakit? Mereka masih merasa sakit. Hanya saja kemampuan menahan sakitnya meningkat.


Aku teringat latihan sosok yang namanya disebut Rasulullah namun tidak pernah bertemu Rasulullah. Aku lupa namanya. Tapi barangkali ada yang ingat. Seorang anak yang menggendong ibunya untuk umrah/haji. Latihannya mengangkat anak sapi naik turun bukit/gunung. Tiap waktu anak sapi tersebut makin berat.


***


Aku bertanya-tanya, saat menulis dan membaca fakta ini. Bagaimana perasaanmu? Adakah termotivasi atau justru semakin insecure? Mari dijawab dalam hati saja.


Aku menulis ini, dalam rangka lebih banyak menulis. Ada begitu banyak hal yang ingin ditulis, namun aku sering terhenti sebelum memulai. Seseorang menuliskan, bahwa free writing itu ditulis bukan untuk dipublish. Tapi untuk di simpan, kemudian diedit di kemudian hari baru dipublish. Tapi aku sejak dulu tidak suka aturan, dan masih belum jadi penulis yang baik. Jadi biarkan aku banyak free writing dan brainstorming di sini.


Nanti, jika sudah lebih baik, semoga lebih disiplin untuk menulis sesuai aturan. Saat ini, yang aku butuhkan baru kuantitas. It's been a long time since I only write less than 10 post per month. 


Sekian. Semoga gak ada yang baca sampai akhir. Jika ingin baca tulisan yang lebih rapi, silahkan berkunjung ke Medium saya (isabellakirei.medium.com).


Bye~


Wallahua'lam.

Thursday, October 24, 2024

Tidak Banyak

October 24, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

Sudah lama, aku tidak bertemu momen atau peristiwa yang membuatku tergerak menulis puisi. Tapi hari ini, alhamdulillah diberikan kesempatan seperti itu.

 

So I sat there at the rainbow colored swing outside a quiet kindergarden. Writing this while waiting to be picked up. *bener gak sih bahasa inggrisnya dijemput? -.- kok pas nulis berasa kaya jadi paket yang siap diantar haha.

 

 


***


Jika ada yang membaca ini, dan mencoba menerka kejadian apa di balik puisi ini. Jangan terlalu dalam berimajinasi. Aku kadang hanya sedang ingin mendramatisir perasaan negatifku, berusaha menangkap emosi tersebut dalam kata abstrak. Kebetulan juga sedang di masa-masa sensitif, jadi semakin menjadi.


Oh ya, bicara tentang puisi. Beberapa waktu yang lalu ada yang berkunjung ke postingan keempat terlama di blog ini. Maybe me, or someone else who later regret it. Tapi karena kunjungan tersebut, aku jadi "naik mesin waktu", dengan membaca ulang tulisan lama di blog ini. Mulai dari saat aku SMP kelas 9, lalu SMA kelas 11.


Aku ingat saat itu aku di lab komputer, yang letaknya di sebelah sekre pramuka, di sebelah selatan lapangan. Saat itu kami diberi tugas membuat blog. Boleh pake multiply, blog, dan beberapa penyedia blog lain. Termasuk blogspot. Lalu aku menulis, ditutup puisi.



Membaca tulisan lama di blog ini membuatku menertawakan diriku di masa lalu. Aku saat muda dulu. Aku yang dulu menulis banyak puisi karena sering merasakan derik rasa aneh dan baru di masa-masa itu.

 

Aku juga tersenyum, membaca betapa emosionalnya aku saat menulis puisi selepas dilantik jadi pengurus. Rasanya begitu berat, ditinggal pergi kakak-kakak kelas yang biasanya membimbing. Apalagi saat itu aku merasa sendiri, karena kebanyakan teman satu divisiku naik jabatan jadi pengurus inti, sedangkan aku merasa ditinggal sendirian di divisi tersebut *why I can't remember the name of the division? Kayanya ada pendidikannya gitu deh. Found it, glad I write about it. It's IK (Ilmu dan Kreativitas), salah satu prokernya nerbitin majalah, pas aku jadi pengurus malah gak diizinin bikin majalah, akhirnya buat buletin.

Baca juga: Nostalgia MSDM + IK

Aku juga dibuat tersenyum, saat membaca betapa optimis dan penuh mimpinya aku pas muda dulu. Sampai aku menulis puisi berjudul Tujuh Asa Terindah. Padahal kalau diingat-ingat, aku menulis puisi itu tanpa dasar apapun. Hanya dari imajinasi saja. Aku tidak punya 7 asa yang ingin kugapai. Aku cuma ingin menggunakan frase "asa terindah", karena saat itu sering denger lirik dengan frase itu. Tapi saat membaca ulang isinya, aku melihat diriku sudah sedikit tahu sedikit getirnya dunia, bedanya dulu pandanganku masih tajam, sehingga bisa kutulis bait-bait itu.


Akan terus berlari walau lumpuh bersarang di kaki
Akan terus melompat gapai bintang di langit,
Walau aku tau, langit berlapis tujuh..
Karena akupun..miliki tujuh asa terindah.


***

 

Tidak banyak momen atau peristiwa yang menggerakkan jemari menulis bait, dalam puisi yang jauh dari puitis. Semoga di momen yang tidak banyak itu, aku tidak menghentikan jemariku untuk bergerak. Merangkai kata meski bukan diksi yang indah. Merangkul makna meski lengan barisnya tak lagi selentur dulu.


Sekian. Mari menulis puisi, jika terbata, mungkin perlu awali dengan membaca lebih banyak puisi. Lalu biarkan kamu bereksperimen dengan kata dan rasa dalam hati. ^^ Bye!

Tuesday, October 22, 2024

Am I a Bad Reader?

October 22, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

I was just finished writing my last blog post, when I check, the previous post I submit for 1m1c, and then I realize... I think I haven't finished reading that book. >.<

 

Baca juga: Faktor Biologis Munculnya Depresi pada Seseorang (last blog post)

 

Baca juga: Yang Perlu Diperhatikan dalam Membuat Gratitude Journal (prev post I submit for 1m1c)

 

*** 


Kesadaran itulah yang akhirnya membuatku tergerak untuk menulis ini. Bahwa ternyata aku benar-benar bukan pembaca yang baik. Pertama, aku membaca sangat pelan. Kedua, aku membaca banyak buku dalam satu waktu (tidak fokus). Ketiga, aku banyak memulai membaca buku, kemudian tidak menyelesaikannya. TT hiks. Sedihnya lagi, alasan tidak selesai baca itu bukan karena aku memang kehilangan ketertarikan, tapi karena aku lupa, setelah membaca judul buku baru >.<


Oh ya, tidak ada yang salah berhenti membaca sebelum selesai, atau membaca banyak buku dalam satu waktu. Asalkan alasan dan caranya benar. Aku pernah membaca artikel tentang membaca buku di Medium (in english) dan menuliskan sedikit intinya di blog ini.


Baca juga: Tentang Baca Buku

 

Jadi, di sini, aku hendak menulis beberapa judul buku yang belum selesai kubaca. Mostly e-book.


Tapi sebelum e-book, ada beberapa buku fisik juga yang ingin kulist:

 

1. Buku Re-Make-nya Bagas Rais

 

Lupa taruh dimana bukunya? Semoga sih gak ketinggalan di luar rumah. Semoga di hoopan. 


Baca juga: Sanguin, Melankolis, Koleris, Plegmatis

 

2. Kitab At-Tibyan Imam An Nawawi

 

Terakhir baca kayanya pas challange 66haribacabuku-nya arketipe. Ini bukunya terlihat jelas, gak lupa naruh. Tapi alasan menunda menyelesaikan karena mentalku lemah >< duh, makin merasa bersalah, karena kemarin-kemarin baru baca lagi pengingat tentang 3 reaksi terhadap ilmu/hidayah. Dan ini reaksi yang salah. Merasa lemah.

 

Ya, buku At-Tibyan itu buku tentang adab terhadap Al Quran. Dan jujur rasanya malu untuk meneruskan membaca kalau aku masih punya banyak banget PR untuk ngamalin beberapa halaman yang sudah dibaca.

 

Baca juga: Insight #daribuku At Tibyan 

 

Aku pernah menuliskan ketakutanku melanjutkan dan menyelesaikan membaca At Tibyan di sini.

 

Baca juga: A22: Hadir Majelis Ilmu



3. Buku Deadline Your Life-nya Solikhin Abu Izzudin


Buku ini populer sejak aku SMA, entah siapa yang membeli buku ini, tapi di akhir 2021 aku menemukannya di lemari kaca. Memutuskan membacanya, tapi kemudian terhenti. Alasannya dua, gabungan dari alasan tidak lanjut membaca 2 buka sebelumnya. Lupa naruh di mana dan merasa lemah mental juga >.<

 

Aku ingat tentang buku ini, karena akhir tahun lalu, mengimport tulisan dari blog ini ke medium dan mengganti judul Untukku menjadi Pengingat Untukku di Akhir Tahun 2023.


Baca juga: Untukku 


***

 

See? Baru tiga buku fisik aja udah panjang. Bagaimana dengan e-book? Yakin mau nulis juga listnya? Iya, semoga dengan ditulis, jadi ingat untuk menyelesaikan baca.

 

List e-book yang belum selesai dibaca:

 

Yang ada di "rak buku":

 

 

1. Aku Ingin Dipahami, Bukan Dihakimi - Urfa Qurrota Ainy, S.Psi., PT. Elex Media Komputindo

Mulai baca 2 September 2024, terakhir baca 21 Oktober 2024, halaman 34

 

2. Sirah Nabawiyah - Abdul Hasan 'Ali Al-Hasani An-Nadwi, PT Elex Media Komputindo

Mulai baca 16 Maret 2023, terakhir baca 3 Oktober 2024, halaman 283

 

3. Berpikir Itu "Dipraktekin" - Tim Wesfix, Grasindo

Mulai baca 3 Juni 2024, terakhir baca 15 Oktober 2024, halaman 128 


4. Kecerdasan Sosial Seorang Muslim - Amru Khalid, Aqwam

Mulai baca 12 September 2024, terakhir baca 15 Oktober 2024, halaman 35


5. Hampa - Damalin Basa, Quanta

Mulai baca 14 September 2024, terakhir baca 5 Oktober 2024, halaman 21




Di luar "rak buku":

 

1. Yang Belum Usai - Pijar Psikologi, PT Elex Media Komputindo

Mulai baca 26 April 2024, terakhir baca 10 September 2024, halaman 121

 

2. Funiculi Funicula - Yoshikazu Kawaguchi, GPU

Mulai baca 14 Mei 2024, terakhir baca 22 Oktober 2024, halaman 105

 

3. Syarah Riyadush Shalihin 1 - Imam An-Nawawi, Gema Insani

Mulai baca 14 Januari 2024, terakhir baca 7 Juli 2024, bab 1- halaman 23 


4. Ranah 3 Warna - A. Fuadi, GPU

Mulai baca 4 Mei 2022, terakhir baca 2 September 2024, halaman 231


5. Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan - Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda, PT Gramedia Pustaka Utama

Mulai baca 26 Maret 2024, terakhir baca 28 Mei 2024, halaman 32

 

6. Rantau 1 Muara - A. Fuadi, GPU

Mulai baca 2 Mei 2022, terakhir baca 11 September 2023, halaman 162 


7. Jejak Kenangan (Mamah Gajah Bercerita) - ITB Motherhood, Stiletto

Mulai baca 11 Mei 2023, terakhir baca 27 Oktober 2023, halaman 103


***


Am I a bad reader? Yes. But, will I still read? I do. In syaa Allah.


Di era sosial media, dan gilasan teknologi yang membuat fokus kita makin menurun, dan lebih nyaman mengkonsumsi informasi lewat media video atau audio, membaca tetap dibutuhkan. Especially for me.


Apalagi kalau aku mengingat keterikatan emosiku dengan membaca. Kalau dulu pas kecil, sampai SMA, aku membaca karena menyukainya. Kini aku membaca, karena aku tahu aku membutuhkannya. Buku dan membaca sudah membantuku melalui masa-masa sulit dalam hidup. Membantuku kembali menemukan diriku yang sempat hilang. Membantu belajar lagi apa yang sebenarnya sudah aku pelajari namun aku lupakan. Membantuku melihat realitas dan berhenti tenggelam dalam fase overthinking dan negative thinking. Menulis saja, saat itu tidak cukup. Aku membutuhkan 3 hal, Al Quran, menulis dan membaca. Dan tentu jalan kaki.


So let's keep reading. Hoping someday I'll be a better reader. ^^

 

Terakhir, sebuah pertanyaan untukmu, buku apa yang sedang kau baca? Buku apa saja yang pernah baca dan belum selesai membacanya? Dan apakah berniat untuk melanjutkan dan menyelesaikannya?

Wallahua'lam.

Monday, October 21, 2024

Faktor Biologis Munculnya Depresi pada Seseorang

October 21, 2024 0 Comments

Bismillah.

 

*boleh skip prolog

 

Sudah agak lama sejak aku memahami, bahwa aku punya ketertarikan pada psikologi. Jadi bahasan-bahasan tentang depresi, penyakit mental, self healing, dsb, termasuk hal yang sering aku konsumsi. Maka selain buku-buku bertema spiritual -untuk menjaga kesehatan imanku-, aku juga membaca buku-buku bertema psikologi. Salah satunya, buku yang akan kunukil hari ini.

 

 

Judul bukunya "Aku Ingin Dipahami, Bukan Dihakimi" karya Urfa Qurrota Ainy, S.Psi. terbitan PT. Elex Media Komputindo. Aku familiar dengan Urfa Qurrota Ainy awalnya dari tulisan-tulisannya di tumblr. Sebelum buku ini, aku juga kenal judul buku karyanya sebelumnya, tapi belum berkesempatan baca bukunya. Baru ketika judul dan namanya muncul di rekomendasi iPusnas, akhirnya aku memutuskan untuk pinjam dan baca.


Oh ya, sembari menulis ini, ternyata ada buku baru karyanya di tahun 2024. Wah produktif banget ya *TT hiks malu. Anyway, buku yang aku nukil ini, terbit di tahun yang sama dengan tiga buku lain. Mungkin satu seri ya. Cuma aku belum tahu apakah ada urutannya, atau bagaimana. Oke, langsung aja ya ke isi nukilan bukunya.


***

 


Ada berbagai faktor yang berkaitan dengan munculnya depresi pada seseorang, mulai dari faktor biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual. Nah, apa aja hal yang berkaitan pada munculnya depresi pada seseorang di faktor biologis?


1. Gen


Studi menunjukkan bahwa depresi lebih disebabkan oleh interaksi berbagai gen yang mempengaruhi produksi serotonin dan hormon tiroid (Lohof, 2010).

Serotonin merupakan senyawa otak (neotransmitter) yang berperan dalam pengaturan suasana hati (mood), sedangkan tiroid merupakan kelenjar penghasil hormon yang mengatur metabolisme tubuh, termasuk tekanan darah, suhu tubuh, dan detak jantung.

Kekurangan serotonin dan hormon tiroid dapat memunculkan gejala-gejala depresi pada seseorang.

- Urfa Qurrota Ainy, dalam buku "Aku Ingin Dipahami Bukan Dihakimi"

 

Bagiku yang bukan orang biologi, bahasan tentang faktor biologi tentang depresi adalah informasi baru yang menarik. Karena sebelum membaca buku ini, yang ada dipikiranku depresi itu hadir karena "luka lama", atau trauma, yang dimiliki seseorang. Atau karena banyaknya masalah yang bertubi-tubi menimpa seseorang. Aku tidak tahu, bahwa secara biologis, ada hal-hal yang berkaitan juga. Termasuk tentang kemungkinan depresi yang bisa diturunkan.

...kemungkinan depresi diturunkan sebesar 38%. Jika salah satu dari anak kembar mengalami depresi, kembarannya pun beresiko mengalami depresi (Kendler, 2006).
 

Mungkin setelah baca sedikit cuplikan info ini, ada yang bertanya-tanya. Trus kalau punya gen yang kemungkinan depresinya lebih besar, apakah berarti ia bakal sakit terus dan gak bisa sembuh? Pertanyaan ini, dijawab pula dalam buku ini.


Dalam kenyataannya, seseorang yang memiliki "bakat" depresi masih bisa sembuh dan hidup dengan baik.

 

Membaca kalimat tersebut ada dua perasaan yang muncul, pertama kelegaan. Karena kalimat ini harapan buat siapapun yang merasa depresinya muncul karena faktor biologis ini. Kedua, jujur agak gimana saat baca diksi bakat. Meski penulis sudah pakai tanda kutip, tetap saja. Sebagian diriku paham, mungkin memang begitu cara yang terbaik untuk mengemasnya. Tapi tetap saja, rasanya aneh.

 

Oke, balik lagi ke topik. Kenapa mereka dengan gen, yang memiliki kemungkinan muncul depresi besar bisa hidup dengan baik, dan bisa sembuh jika pun pernah mengalami depresi? Jawabannya ini...


Sebab, masih ada faktor-faktor lain di luar faktor genetik yang masih bisa kita kendalikan.

 

Membaca kalimat ini membuatku tersenyum. Inilah hidup, dan salah satu bentuk keadilan Allah. Saat manusia terlahir, ada banyak hal yang di luar kendali kita, tapi Allah juga memberikan sesuatu yang Allah berikan kendalinya pada kita. Ya, meski nanti kendali tersebut harus dipertanggungjawabkan. Tapi itu salah satu bentuk nikmat darinya.

 

Sama seperti penyakit fisik, yang ada keturunan diabetes nih. Bisa jadi kemungkinan kenanya tinggi, karena faktor biologis. Tapi sebenarnya, ada yang bisa kita kendalikan. Kalau bisa jaga makan kita, pola hidup kita. In syaa Allah tetep bisa sehat. Tapi kalau misal pun sakit. Pun masih bisa menjaga agar tidak parah sakitnya. Aku pikir, begitu pula penjelasan faktor biologi munculnya depresi dari gen. Kemungkinan kenanya bisa jadi lebih tinggi dibanding orang lain. Tapi itu bukan seperti kematian yang tidak bisa dihindari. Ada hal-hal yang bisa kita lakukan agar tidak sakit. Pun kalau suatu saat terjatuh dan sakit (baca: depresi), bukan berarti pula tidak bisa bangun lagi. 

 

2. Hipokampus, Amigdala, Habenula, Prefrontal Korteks


Hipokampus dan amigdala terletak di lobus temporal otak. Aktivitas dan volume kedua bagian otak ini memainkan peran paling penting pada seseorang (Carlson, 2010)

Hipokampus berperan pada pembentukan memori, proses belajar serta emosi (Machdy, 2019).

 

Kalau dinomer 1 tadi bacara gen. Ini bahas tentang biologis otak. Ada banyak istilah baru yang mungkin bikin pusing, kalau yang gak suka sama biologi. Tapi kalau kita lepasin pikiran tentang istilah baru dan asing itu, ada banyak pelajaran baru yang bisa dicatat.

 

Hasil pindai aktivitas otak pada subjek menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami depresi memiliki hipokampus yang lebih kecil daripada orang yang tidak mengalami depresi.

 .

 .

Sedangkan amigdala adalah bagian otak yang berperan untuk mendeteksi bahaya, rasa takut, dan ekspresi emosi negatif.

Pada orang yang mengalami depresi, aktivitas amigdala menjadi sangat tinggi bahkan ketika ia seharusnya beristirahat (Machdy, 2019).
.
.
.
 

Sementara itu habenula merupakan bagian otak yang terkait dengan perasaan ragu dan pesimisme (Machdy, 2019). Habenula yang terlalu aktif akan mengirim sinyal mengenai rasa kecewa dan perasaan gagal pada tubuh, akibatnya seseorang akan memandang dunia secara pesimis dan negatif (Kaye, 2017).
.
.
.
Terakhir, pada otak manusia terdapat prefrontal korteks, yakni bagian depan otak di belakang dahi manusia yang berperan dalam melakukan penalaran, membuat pilihan, merencanakan, serta memecahkan masalah. Pada orang depresi bagian ini menyusut. Apa maknanya?

Itu menjelaskan mengapa orang yang mengalami depresi biasanya sulit berpikir, memutuskan sesuatu, memilih, merencanakan, dan menyelesaikan masalahnya.

Poin ini memberi gambaran bahwa depresi sangat berkaitan dengan kondisi otak.

 

Kenapa kita harus tahu tentang fakta bahwa ada faktor biologis pada seseorang yang mengalami depresi? Karena menurut penulis, jika setelah di cek, penyebab munculnya depresi seseorang ternyata dari faktor biologisnya.

 

Pendekatan biologis lebih tepat digunakan jika yang terganggu adalah fungsi otak.

 

Ini aku setuju banget sih. Karena sedihnya, seringkali kalau seseorang mendengar berita depresi orang lain, baik itu orang asing maupun orang yang dikenalanya, yang pertama muncul adalah judgement. Entah itu penghakiman bahwa mentalnya terlalu lemah, atau imannya lemah. Antara dua itu. Padahal, yang mereka butuhkan bukan itu. Seperti judul bukunya, mereka hanya ingin dipahami, bukan dihakimi.


Nah. Trus, penanganan depresi tuh memang harus dicari dulu akar penyebabnya. Suka sedih kalau misal ada yang depresi, trus cuma berusaha menghilangkan "sakit" gejalanya aja. Tapi lupa untuk mencari dan menyelesaikan akar masalahnya. Cari banyak cara healing, tapi jatuhnya jadi pelarian dan cuma sementara. Habis itu jatuh lagi, karena dia gak mau cari akarnya. Kalau dari biologis, yang harus dijaga ya lewat pendekatan biologis, termasuk mengatur makanan dan pola hidup. Kalau dari psikologis, ya dicari luka lama/trauma apa, yang sebenarnya harus disembuhkan. Bukan cuma cari jalan pintas, supaya naikin mood atau dapetin kesenangan cepat dan semu.


3. Usus sehat, Mental sehat

 

Studi termutakhir menunjukkan bahwa kesehatan pada bakteri (yang ada di usus) berpengaruh pada kesehatan mental seseorang (Yano, 2016).

Bagaimana kaitannya? Bakteri dalam usus kita merupakan pabrik penghasil serotonin. Serotonin merupakan senyawa kimia yang membuat kitaerasakan kegembiraan, ketenangan, dan gairah. Studi menunjukkan bahwa 95% serotonin yang kita butuhkan dipasok oleh para bakteri di usus kita (Machdy, 2019)

Para bakteri membutuhkan makanan agar mereka bisa menghasilkan serotonin yang kita butuhkan. Karena itu, makanan yang masuk ke usus sangat memengaruhi apakah bakteri dapat menghasilkan serotonin yang cukup atau tidak.

.

.

.

Makanan apa saja yang dibutuhkan bakteri tersebut? Makanan prebiotik seperti tempe, yogurt, dan gandum.


Ini yang tadi aku sebutin. Bagi yang munculnya depresi disebabkan karena faktor biologis, apa yang kita makan itu harus banget dijaga. Jangan sampai karena sedih, jadi membiarkan diri kelaparan. Nanti malah makin parah, karena kebutuhan serotoninnya tidak terpenuhi. Dan jangan kebanyakan makan junk food, mie instan, dll. Please.. Instead of that, consume more fruit and yogurt ^^.


Dalam khazakah keilmuan Islam, Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam, telah membekali kita dengan kebijaksanaan yang mirip, yakni tentang betapa pentingnya kita menjaga semua yang masuk ke dalam perut kita. Misalnya dalam hadis, "Perut adalah rumah dari segala penyakit."

Rupanya, bukan hanya penyakit fisik yang bermula dari perut, melainkan juga penyakit mental.

 

***

 

Sekian, beberapa hal dari faktor biologis munculnya depresi pada seseorang. Untuk faktor lain yang berkaitan dengan munculnya depresi seperti faktor psikologis, sosial, budaya dan spiritual, silahkan baca langsung di bukunya ya hehe (: 


Semangat membaca! Meski hanya satu halaman setiap hari.

Semangat membagikan insight/nukilan dari apa yang dibaca~ meski sedikit dan sesederhana apapun!


Wallahua'lam.


***


Keterangan : Tulisan ini juga diikutkan dalam komunitas #1m1c (Satu Minggu Satu Cerita). Berbagi satu cerita, satu minggu.